Sunday, April 21, 2013

Mustahiq Zakat PENTING, PUAS


  1. Kronologi Masalah
Zakat untuk pembantu
Zakat adalah harta yang kita keluarkan dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh agama dan disalurkan kepada orang-orang tertentu pula sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an. Ada ketentuan lain dari zakat yaitu bahwa zakat tidak boleh disalurkan kepada orang-orang yang menjadi tanggungan kita. Misalnya istri dan anak, karena mereka semua adalah tanggung jawab kita untuk memberikan nafkah kepada mereka, dalam artian, mereka adalah tanggungan kita.
Adapun orang yang bukan menjadi tanggungan kita seperti halnya pembantu, maka boleh menyalurkan zakat kepada mereka. Meskipun kebutuhan mereka semuanya ditanggung oleh majikan mereka, seperti makan minum dan tempat tinggal, tapi semua adalah bagian dari upah pembantu atas kerjanya dirumah tersebut. Karena kebanyakan orang menggaji pembantu dengan nilai tertentu, karena mereka sebelumnya sudah memperhitungkan tentang biaya makan dan lain-lain yang akan diterima pembantu dirumah tersebut.
Jadi, pada dasarnya tanggungan yang diberikan majikan atas pembantu bukan merupakan tanggungan yang sebenarnya, tapi itu adalah bagian dari gaji, karena para majikan sudah memperhitungkan semua itu sebelumnya.
  1. Substansi Kajian
1.      Pengertian Zakat
zakat menurut bahasa berarti bertambah dan berkembang. Karena itu, setiap yang bertambah jumlahnya dan berkembang ukurannya, ia bisa disebut zakat. Ada ungkapan Zakka Az-zur’u, yang berarti tanaman itu berkembang dan menjadi baik. Sedangkan pengertian zakat menurut istilah ialah beribadah karena Allah ta’ala dengan cara mengeluarkan sebagian kewajiban berupa harta tertentu secara syar’i untuk disalurkan kepada suatu golongan atau institusi tertentu. [1]
Adapun hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian zakat menurut istilah adalah, sekalipun secara tekstual zakat diihat dari aspek jumlah berkurang, baik secara maknawi maupun secara kuantitas.[2]
Zakat juga dapat menambah keimanan kedalam hat orang yang berzakat. Karena zakat zakat termasuk amal shalih, sedangkan zakat dapat menambah keianan seseorang. Zakat juga dapat menambah akhlak terpuji bagi seseorang, karena zakat itu merupakan bentuk pengorbanan dan pemberian. [3]
2.      Syarat Wajib Zakat
·         Islam
Orangkafir tidak wajib membayar zakat, harta yang mereka berikan tidak diterima, sekalipun pemberian tersebut dikatakan sebagai zakat. Hal ini berdasarkan firman Allah surat At-Taubah ayat 54:[4]
·         Orang yang merdeka
Hal ini dikarenakan bdak tidak memiliki harta. Harta yang dimiliki budak merupakan kepunyaan majikan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“barang siapa menjual budak yang memiliki harta maka harta tersebut menjadi kepunyaan penjal, kecuali pembeli tersebut mengajukan persyaratan”.[5]
·         Harta mencapai nishab
Yakni seseorang memiliki harta yang telah mencapai nishab yang sudah ditentukan ukurannya menurut syari’at Islam. Ukuran nishab tiap-tiap harta berbeda-beda. Jika harta yang dimiliki seorang tidak mencapai nishab, ia tidak wajib mengeluarkn zakat, sebab ia hanya memiliki harta sedikit, tidak cukup untuk memberi bantuan (kepada orang lain). [6]
·         Harta mencapai haul (kecuali hasil pertanian)
Jika mengeluarkan zakat sudah diwajibkan sebelum harta tersebut mencapai haul, tentu orang-orang merasa dirugikan. Selain itu, jika zakat baru diberikan setelah lebih dari satu tahun, niscaya membahayakan hak orang miskin. [7]
Oleh karena itu, diantara hikmah syariat Islam yang terdapat dalam kewajiban zakat adalah adanya batas atau ukuran waktu pembayaran yaitu mencapai haul. Dalam ikatan waktu tersebut (adanya syarat haul) terdapat keseimbangan antara hak orang kaya dan hak penerima zakat.[8]

3.      Asbabun Nuzul
Pada masa Rasulullah saw., mereka yang serakah tidak dapat menahan air liurnya melihat harta sedekah, mereka mengharapkan mendapat percikan harta itu dari Rasulullah, tetapi ternyata setelah mereka tidak diperhatikan oleh Rasulullah mulailah mereka mengunjing dan menyerang kedudukan beliau sebagai Nabi kemudian turun ayat al-Qur’an yang menyingkap sifat-sifat mereka yang munafiq dan serakah itu dengan menunjukkan kepalsuan mereka itu yang hanya mengutamakan kemana sasaran zakat itu harus dikeluarkan.[9]
4.      Orang-orang Yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq)
Telah kami sebutkan di muka bahwa pembicaraan tentang zakat berkisar pada orang yang wajib zakat, harta yang harus dizakati, dan orang yang berhak menerimanya. QS.At-Taubah: 60: [10]
J¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûÎ#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
60.  Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].

Imam as berkata,“fukara ialah mereka yang tidak meminta-minta dan yang menafkahi keluarga mereka. Bukti bahwa mereka itu orang yang tidak meminta-minta ialah firman Allah SWT, ‘Bagi orang-orang yang tercegah di jalan Allah, yang tidak mampu bepergian dibumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka adalah orang dengan tanda (di wajah) mereka. Mereka tidak meminta-minta orang lain karena menjaga harga diri. ‘ Orang-orang miskin adalah orang-orang lemah. Termasuk ke dalam mereka ini lelaki, perempuan, dan anak-anak. [11]
Para ‘amil ialah mereka yang mengambil, mengatur, dan mengumpul zakat dan yang menjaganya hingga mereka memberikaanya kepada orang-orang yang akan membagikannya. Mu’allafah qulubuhum ialah orang-orang yang mengesakan Allah dan meninggalkan penyembahan kepada selain Allah, tetapi belum masuk kedalam hati mereka pengetahuan bahwa Muhammad adalah Rasulullah SAW. Untuk itu, Nabi melunakkan hati mereka dan mengajar mereka agar mereka tahu, dan memberi bagian untuk mereka di dalam zakat, agar mereka mau belajar dan mencintai islam. Yang dimaksud dengan fir-riqab ialah orang-orang yang terkena kewajiban kifarah karena, umpamanya membunuhorang yang tidak sengaja, atau karena berbuat zhihar, atau karena sumpah (yang ia langgar), atau karena membunuh binatang buruan pada saat ihram, sedangkan mereka tidak mempunyai biaya untuk kifarah, padahal mereka adalah orang-orang yang beriman. Maka Allah SWT memberikan bagian kepada mereka dalam zakat agar mereka dapat mengeluarkan kifarah dengan itu. Ghorimin ialah orang-orang yang memiliki hutang yang mereka belanjakan di dalam ketaatan kepada Allah tanpa menghambur-hamburkannya. Maka wajib atas Imam untuk membayar bagi mereka dari uang zakat.
Fi sabilillah, ialah orang-orang yang bepergian untuk berjihad tetapi mereka tidak memliki sesuatu apapun yang memperkuat diri mereka, atau suatu kaum mukmin yang tidak punya biaya untuk pergi haji, atau untuk melakukan segala macam bentuk usaha yang baik, maka wajib atas Islam member mereka uang dari zakat sehingga mereka mampu meneruskan jihad atau pergi haji. Ibn sabil ialah orang yang berada dalam perjalanan di dalam ketaatan kepada Allah (bukan perjalanan maksiat) lalu mereka kehabisan bekal dan uang. Maka Imam wajib mengembalikan mereka ke kampong halaman dengan uang dari zakat.
Berdasarkan keterangan yang telah disebutkan di atas, para fuqaha berpendapat bahwa mustahiq zakat (orang yang menerima zakat) itu ada delapan golongan:[12]
1.      Fukara
2.      Masakin
3.      Para ‘amil
4.      Muallafah qulubuhum (muallaf)
5.      Fir riqab
6.      Ghorimin
7.      Fi sabilillah
8.      Ibn sabil
1.      1 dan 2 Fukara dan Masakin
Sebagian orang mengatakan bahwa kata fakir dan miskin, jika keduanya disebut bersama-sama, mka masing-masing menunjukkan makna yang tersendiri. Tetapi jika keduanya terpisah maka keduanya menunjukkan makna yang sama. Mereka mengatakan bahwa perbedaan keduanya jika keduanya bertemu ialah bahwa orang yang fakir tidak meminta-minta. Akan tetapi sesungguhnya tidak ada gunanya membahas soal ini setelah diketahui bahwa kedua-duanya memiliki dan sama-sama berhak menerima zakat karena mereka membutuhkan.
Orang fakir atau miskin yang boleh diberi zakat, menurut syariat, ialah orang yang tidak mempunyai biaya hidup selama satu tahun untuk dirinya dan keluarganya. Sedangkan orang kaya, menurut syariat, ialah orang yang benar-benar telah memiliki biaya hidup untuk satu tahun atau mampu untuk memilikinya, maksudnya bahwa dia mempunyai pekerjaan dimana hasilnya dapat mncukupi dan memenuhi kebutuhan hidupnya hari demi hari. Imam Shadiq as berkata, “zakat haram hukumnya bagi orang yang mempunyai biaya hidup satu tahun, dan orang yang mempunyai biaya hidup setahun ini wajib mengeluarkan zakat fitrah”. [13]
Menurut Hanafi, orang fakir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari nishab, sekalipun dia sehat dan mempunyai pekerjaan.[14] Menurut Syafi’i dan Hambali, orang yang mempunyai separu dari kebutuhannya, ia tidak bisa digolongkan kedalam golongan fakir, dan ia tidak boleh menerima zakat. Menurut Imamiyah dan Maliki, orang fakir menurut syara’ adalah orang yang tidak mempunyai bekal untuk berbelanja selama satu tahun dan juga tidak mempunyai bekal untuk menghidupi keluarganya. [15]
Yang dikatakan sebagai orang miskin menurut Imamiyah, Hanafi, dan Maliki adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang fakir. Menurut Hambali dan Syafi’i, orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari pada orang miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, atau orang yang tidak mempunyai separuh dari kebutuhannya. [16]
Memperkaya orang fakir
Penulis kitab Had’iq dan penulis kitab jawahir menukil dari penulis yang masyhur bahwasanya dibolehkan member zakat kepada orang fakir dengan jum;lah yang dapat mencukupi hidupnya selama beberapa tahun, bukan satu tahun saja, dengan syarat jumlah tersebut diberikan sekaligus, bukan beberapa kali. Sebab dengan diberi sekali maka ia telah memiliki biaya hidup satu tahun sehingga menurut syari’at ia sudah dianggap kaya, dank arena itu dia tidak boleh diberi zakat lagi. Mereka yang berpendapat demikian bersandar pada beberapa riwayat dari Ahlul Bait As.[17]
Pengaku Fakir
Setiap orang yang mengaku fakir diterima pengakuannya selama tidak diketahui kebohongannya, dan dia bisa dineri apa yang ia butuhkan dari zakat. Penulis kitab jawahir berkata “tidak ada khilaf yang berarti pada yang demikian itu”. dan di alam kitab madarik di sebutkan bahwa yang demikian itu adalah populah dari madzhab ulama’ kita. [18]
Demikian pula sangat dikenal dari kebiasaan para ulama’, baik dahulu mauoun sekarang, bahwa mereka selalu member zakat kepada orang yang memintanya selama tidak diketahui kebohongan orang tersebut, adapun hadits masyhur yang mengatakan, “mudda’i (orang yang mengaku sesuatu atau pihak penuntut) ahrus mendatangkan bukti, sedangkan orang yang mengingkari harus bersumpah”.
Kebanyakan para fiqaha mengatakan bahwa seorang yang mampu bekerja mencari uang, tidak boleh diberi zakat, sebab dia dianggap kaya. Zurarah meriwayatkan dari Imam Baqir as, yang mengatakan , “sedekah tidak halal untuk orang yang mapu bekerja, dan tidak juga untuk orang yang sehat jasmani yang mampu menanggung jerih payah kerja.”
2.      Ke-3 Para ‘Amil
Para Amil zakat ialah, para pengumpul zakat yang ditunjuk oleh imam atau wakilnya untuk mengumpulkannya dari para pembayar zakat dan menjaganya, kemudian menyerahkannya kepada orang yang akan membagikannya kepada para mustahiq. Apa yang diterima oleh para amil dari bagian zakat itu dianggap sebagai upah atas kerja mereka, bukannya sedekah, oleh karena itu, mereka tetap diberi walaupun mereka kaya.[19]
Semua madzhab sepakat bahwa amil zakat adalah orang-orang yang bertugas untuk meminta sedekah. [20]
Disyaratkan bahwa seorah ‘amil haruslah baligh, berakal, beriman, dan adil, minimal dapat dipercaya, karena Imam Aliamirul mukninin as berkata kepada seorang pengumpul zakat, “ jika engkau memiliki uang untuk disedekahkan maka janganlah engkau menunujuk wakil untuk itu kecuali seseorang yang tulus, menghendaki kebaikan, dapat dipercaya, dan dapat menjaganya,”.
3.      Ke-4  Muallafah Qulubuhum
Salah satu kelompok penerima zakat ialah orang-orang yang disebut muallafah qulubuhum, yaitu orang-orang yangdijanjikan hati mereka dan disatukan atas islam, untuk mencegah kejahatan mereka, (agar mereka tidak berbuat jahat kepada islam), atau agar mereka mau membantu kaum muslim dalam membela diri atau membela islam. Mereka ini diberikan zakat, walaupun mereka kaya.[21]
Fuqaha’ kita berselisih pendapat tentang apakah muallaf ini khusus bagi mereka yang tidak menunjukkan keislaman mereka, ataukah termasuk orang yang menunjukkan keislaman tetapi diragukan.
Menurut sebagian madzhab islam, bagian untuk muallaf ini telah gugur, dan permasalahan ini sudah tidak ada lagi setelah islam menyebar, dan Allah Allah telah memuliakan agamanya dengan kekuatan dan jumlah kaum muslim yang banyak.
4.      Ke-5 fir Riqab
Yang dimaksud dengan riqab adalah budak. Sedangkan kata-kata menunjukkan bahwa zakat untuk bagian ini bukannya deberikan kepada mereka, tetapi digunakan untuk membebaskan mereka dan memerdekakan mereka. Inilah salah-satu pintu yang dibuka oleh Islam untuk memberantas perbudakan sedikit-demi sedikit. Seperti kita ketahui, pada masa sekarang ini sudah tidak ada lagi perbudakan.
Menurut semua madzhab riqab adalah orang yang membeli budak dari harta zakatnya untuk memerdekakannya.[22]
5.      Ke-6 Gharimin
         Mereka ialah orang-orang yang menanggung beban hutang dan mereka tidak mampu membayarnya. Maka hutang mereka itu dilunasi dengan bagian dari zakat, dengan syarat mereka itu tidak menggunakan hutng tersebut untuk dosa dan maksiat.
         Semua madzhab berpendapat, Gharim adalah orang-orang yang mempunyai  hutang yang dipergunakan untuk perbuatan yang bukan maksiat.[23]
         Imam as berkata, “Garimin” ialah orang-orang yang terkena hutang yang mereka gunakan di dalam ketaatan kepada Allah tanpa menghambur-hamburkannya. Maka wajib atas seorang Imam untuk melunasi hutang mereka dari uang zakat.
6.      Ke-7 Sabilillah
Sabilillah ialah segala sesuatu yang diridhai oleh Allah dan yang mendekatkan kepada Allah, apapun dia, seperti membuat jalan, membuat sekolah, rumah sakit, irigasi, mendirikan masjid, dan sebagainya. Dimana manfaatnya adalah untuk kaum muslim atau selainnya.
Menurut empat madzhab selain Imamiyah, sbilillah adalah orang-orang yang berpegang secara suka rela untuk membela Islam.
Menurut Imamiyah, sabilillah adalah orang-orang yang berada dijalan Allah secara umum, baik orang yang berperang, orang-orang yang mengurus masjid-masjid, orang yang berdinas di rumah sakit dan sekolah-sekolah, dan semua bentuk kegiatan kemaslahatan umum.
7.      Ke-8 Ibn Sabil
Imam as berkata, “ibn sabil ialah orang yang kehabisan bekal dan uang dalam perjalanan di dalam ketaatan kepada Allah (bukan menjalankan maksiat). Maka, seorang Imam harus membantu hingga dapat kembali ke rumahnya dari uang sedekah”.
Menurut semua madzhab adalah orang yang menempuh perjalanan ke negri lain dan sudah tidak punya harta lagi.[24]
5.      Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Setelah kita ketahui mustahiq (penerima zakat/shadaqah) yang telah ditetapkan Allah, sekarang akan kita sebutkan orang-orang yang tidak boleh menerima zakat dan tidak boleh menerimanya, mereka adalah:
1. Orang-orang kafir dan mulhid.
Dalam hadits Muadz: "(Zakat) itu diambil dari orang kaya mereka dan di bagikan kepada orang miskinnya" yakni: diambil dari orang kaya muslimin dan diberikan kepada orang faqir yang muslim.
Ibnul Mundzir berkata: "Telah ijma' ahlul ilmu yang kami hafal ilmunya bahwa seorang kafir dzimmi tidak diberi zakat maal sedikitpun."
2. Bani Hasyim
Yang dimaksud disini adalah keluarga Ali bin Abi Thalib, keluarga 'Aqil, keluarga Ja'far, keluarga Abbas serta keluarga Harits. 
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya shadaqah itu tidak pantas untuk keluarga Muhammad, karena itu adalah kotoran harta manusia."
Hasan (cucu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) radiallahu 'anhu mengambil korma shadaqah, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Kuh, kuh (supaya Hasan membuangnya), Tidakkah kau tahu bahwa kita tidak memakan shadaqah." (Muttafaq alaih)
3. Bapak dan anak-anak sendiri
Telah sepakat fuqaha bahwasanya tiddak boleh memberikan zakat kepada bapak, kakek, ibu, nenek, anak, cucu, karena orang yang berzakat itu memang wajib menafkahi bapaknya, anaknya, kalaupun mereka faqir mereka tetap kaya karena anaknya, bapaknya atau cucunya kaya. Maka jika zakat disalurkan kepada mereka berarti telah mengambil manfaat sendiri dan tidak mengeluarkan zakat.
4. Istri
Para ulama telah ijma' bahwa seseorang tidak boleh memberikan zakat kepada istrinya, hal ini dikarenakan dia wajib menafkahi istrinya, sehingga tidak butuh lagi zakat, seperti dua orang tua, kecuali kalau dia terlilit hutang maka diberi dari bagian gharimin untuk melunasi utangnya.
6.      Pendapat Empat Madzhab Mengenai Mustahiq Zakat
1.      Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali
 Imam Hanafi : Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari satu nishob.
 Imam Maliki : Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta, sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya selama satu tahun.
 Imam Syafi’i : Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya dan tidak ada orang yang menanggungnya.
 Imam Hambali : Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya
2.      Miskin adalah orang yang mempunyai sedikit harta untuk dapat menutupikebutuhannya , akan tetapi tidak mencukupi.
 Imam Hanafi : Orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
 Imam Maliki : Orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
(menurut keduanya orang miskin ialah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang faqir )
 Imam Syafi’i : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
 Imam Hambali : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
3.       Amil menurut kesepakatan semua Imam Madzhab, adalah orang yang bertugas mengurus dan membagikan zakat kepada yang berhak menerimanya. Dengan syarat:
 - mengerti tentang zakat
- dapat dipercaya.
4.Muallaf adalah orang yang baru masuk islam dan asih lemah imannya.
 Imam Hanafi : Mereka tidak diberi zakat lagi sejak zaman kholifah Abu Bakar As-Shiddiq.
 Imam Maliki : Madzhab ini mempunyai dua pendapat tentang muallaf, yaitu
1. Orang kafir yang ada harapan masuk islam.
2. Orang yang baru memeluk islam.
 Imam Syafi’i : Mempunyai dua pengertian tentang muallaf,
1. Orang yang baru masuk islam dan masih lemah imannya.
2. Orang islam yang berpengaruh dalam kaumnya dengan harapan orang disekitarnya akan masuk islam.
 Imam Hambali : Muallaf adalah orang islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang lain akan masuk islam karena pengaruhnya.
5. Riqob adalah memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
 Imam Hanafi : Riqob adalah hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau dengan harta lainnya.
 Imam Maliki : Riqob adalah hamba muslim yang dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan
 Imam Syafi’i : Riqob adalah hamba (budak) yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya.
 Imam Hambali : Riqob adalah hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang yang telah ditentukan oleh tuannya.
6. Ghorimin adalah orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
 Imam Hanafi : Ghorimin adalah orang yang mempunyai hutang, sedangkan hartanya diluar hutang tidak cukup satu nishob. Dan ia diberi zakat untuk membayar hutangnya.
 Imam Maliki : Ghorimin adalah orang yang berhutang sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya. Dan diberi zakat dengan syarat hutangnya bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat).
 Imam Syafi’i : Mempunyai beberapa pengertian tentang ghorimin yaitu,
- orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih.
- orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri.
- orang yang berhutang karena menjamin hutang orang lain.
 Imam Hambali : Mempunyai beberapa pengertian tentang ghorimin yaitu,
- orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
- orang yang berhutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia sudah bertaubat.
7. Fisabilillah adalah orang yang berada dijalan Allah.
 Imam Hanafi : Fisabilillah adalah bala tentara yang berperang pada jalan Allah.
 Imam Maliki : Fisabilillah adalah bala tentara, mata-mata dan untukmembeli perlengkapan perang dijalan Allah.
 Imam Syafi’i : Fisabilillah adalah bala tentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri dan tidak mendapat gaji serta tidak mendapatkan harta yang disediakan untuk berperang.
 Imam Hambali : Fisabilillah adalah bala tentara yang tidak mendapat gajidari pemerintah.
8. Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat, dan mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
 Imam Hanafi : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, yang putus perhubungan dengan hartanya.
 Imam Maliki : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, sedang ia butuh untuk ongkos pulang kenegerinya. Dengan syarat perjalanannya bukan untuk maksiat
 Imam Syafi’i : Ibnu Sabil adalah orang yang mengadakan perjalanan yang bukan maksiat tetapi dengan tujuan yang sah.
 Imam Hambali : Ibnu Sabil adalah orang yang keputusan belanja dalam perjalanan yang halal.
7.       Tata Cara Pembagian Zakat
Adapun tentang tata cara pembagian zakat kepada mustahik ada beberapa pendapat, diantaranya yaitu:
1. Menurut madzhab Syafi’i, zakat harus dibagikan kepada delapan ashnaf (golongan) secara merata. Tapi jika pada waktu pembagian zakat yang ada hanya beberapa ashnaf saja, maka zakat boleh dibagikan hanya kepada beberapa ashanaf yang ada tanpa harus menyisihkan pembagian zakat untuk ashnaf yang tidak ada.
2. Menurut jumhur ulama (yang terdiri dari imam Hanafi, Maliki dan Hambali) zakat tidak harus dibagikan kepada delapan ashnaf (golongan) secara merata, melainkan boleh dibagikan hanya kepada salah satu dari delapan ashnaf.
Berdasarkan penjelasan imam Syafi’i dan jumhur ulama (Hanafi, Maliki dan Hambali), zakat harus dibagikan kepada delapan ashnaf, tapi jika pada saat pembagian zakat yang ada hanya beberapa ashnaf saja, maka zakat boleh dibagikan hanya kepada beberapa ashanaf yang ada tanpa harus menyisihkan pembagian zakat untuk ashnaf yang tidak ada. Dan jika seluruh hasil pengumpulan zakat sudah dibagikan semua lalu muncul ashnaf lain yang belum menerimanya, maka mereka tidak berhak menuntut pembagian zakat.
3. Menurut fatwa yang disampaikan oleh al-Lajnah al-Daimah Li al-Buhus al-Ilmiyah Wa al-Ifta’ Saudi Arabia, bahwa seluruh wajib segera dibagikan kepada para mustahik, Karen pada dasarnya tujuan utama zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan para fakir miskin dan membayar hutang para gharim. Dan hasil pengumpulan zakat tidak boleh dijadikan modal usaha oleh Badan Amil Zakat (BAZ) atau dipinjamkan kepada para penngusaha.
4. Menurut Kajian Fiqih Islam, zakat yang diserahkan kepada para mustahik harus dapat mereka miliki secara nyata. Oleh karena itu zakat tidak boleh diserahkan oleh muzakki kepada mustahik dalam bentuk pembebasan hutang.
8.      Pengertian Pembantu Rumah Tangga
Pekerja rumah tangga, pembantu rumah tangga (disingkat PRT) atau sering disebut pembantu saja adalah orang yang bekerja di dalam lingkup rumah tangga majikannya. Di Indonesia saat masa penjajahan Belanda, pekerjaan pekerja rumah tangga disebut baboe (dibaca "babu"), sebuah istilah yang kini kerap digunakan sebagai istilah konotasi negatif untuk pekerjaan ini.
Pekerja rumah tangga mengurus pekerjaan rumah tangga seperti memasak serta menghidangkan makanan, mencuci, membersihkan rumah, dan mengasuh anak-anak. Di beberapa negara, pembantu rumah tangga dapat pula merawat orang lanjut usia yang mengalami keterbatasan fisik.
Banyak negara mendatangkan pekerja rumah tangga dari luar negeri. Negara semacam itu termasuk kebanyakan negara di Timur Tengah, Hong Kong, Singapura, Malaysia, dan Taiwan. Sumber utama pekerja rumah tangga mencakup Filipina, Thailand, Indonesia, Sri Lanka, dan Ethiopia. Taiwan juga mendatangkan pekerja rumah tangga dari Vietnam dan Mongolia.

  1. Pembahasan
Zakat untuk pembantu
Zakat adalah harta yang kita keluarkan dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh agama dan disalurkan kepada orang-orang tertentu pula sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an. Ada ketentuan lain dari zakat yaitu bahwa zakat tidak boleh disalurkan kepada orang-orang yang menjadi tanggungan kita. Misalnya istri dan anak, karena mereka semua adalah tanggung jawab kita untuk memberikan nafkah kepada mereka, dalam artian, mereka adalah tanggungan kita.
Adapun orang yang bukan menjadi tanggungan kita seperti halnya pembantu, maka boleh menyalurkan zakat kepada mereka. Meskipun kebutuhan mereka semuanya ditanggung oleh majikan mereka, seperti makan minum dan tempat tinggal, tapi semua adalah bagian dari upah pembantu atas kerjanya dirumah tersebut. Karena kebanyakan orang menggaji pembantu dengan nilai tertentu, karena mereka sebelumnya sudah memperhitungkan tentang biaya makan dan lain-lain yang akan diterima pembantu dirumah tersebut.
Jadi, pada dasarnya tanggungan yang diberikan majikan atas pembantu bukan merupakan tanggungan yang sebenarnya, tapi itu adalah bagian dari gaji, karena para majikan sudah memperhitungkan semua itu sebelumnya.
Rujukan :
            Dari uraian permasalahan di atas, dijelaskan bahwasanya diperbolehkannya embayar zakat kepada pembantu rumah tangga. Pendapat ini melalui beberapa analisis, untuk mengetahui berhak atau tidaknya seorang majikan membayar zakat pada pembantunya.
            Seperti yang kita tahu bahwa pembantu adalah orang yang bekerja di dalam lingkup rumah tangga majikannya untuk meringankan beban mereka.
            Dari pendapat kami, pembantu rumah tangga itu ada yang berhak menerima zakat dan ada yang tidak berhak menerima zakat.
-          Pembantu yang berhak menerima zakat:
Pembantu yang berhak menerima zakat adalah pembantu yang gajinya dibawah UMR. Dalam hal ini pembantu dikategorikan sebagai orang yang miskin, karena pendapatan yang ia miliki selama satu bulan tidak mencukupi kebutuhannya. Kebanyakan yang kita tahu, rata-rata gaji para pembantu di negara kita bekisar mulai dari 500-700 ribu rupiah saja, bahkan masih banyak pembantu rumah tangga yang mendapat gaji hanya 300 ribu rupiah saja. Padahal pemerintah sudah menetapkan UMR bagi setiap pekerja di Indonesia bahkan pembantu rumah tanggasekalipun. UMR yang di tetapkan oleh pemerintah adalah kurang lebih 1.500.000 ribu rupiah. akan tetapi sampai sekarang ini yang terealisasi hanya 1.250.000 rupiah saja.
      Dengan kata lain, ketika seseorang menerima gaji dbawah UMR, orang tersebut termasuk dalam kategori miskin dan boleh menerima zakat dari majikannya.
      Seperti yang telah kami uraikan diatas bahwa, orang yang miskin adalah  orang yang tidak mempunyai biaya hidup selama satu tahun untuk dirinya dan keluarganya.
-          Pembantu yang tidak berhak menerima zakat:
Untuk pembantu yang tidak berhak menerima zakat adalah, pembantu yang gajinya minimal sudah UMR atau lebih dari UMR. UMR dijadikan sebgai acuan untuk mengukur kadar kemampuan memenuhi kebutuhan seseorang adalah, karena UMR sudah di sesuaikan dengan anggaran pengeluaran tiap bulan, sehingga ketika seseorang yang menerima gaji dibawah UMR, ia dikatakan sebagai orang yang miskin dan berhak menerima zakat. Sedangkan orang yang menerima gaji yang sudah UMR, sudah diperkirakan orang tersebut bisa memenuhi kebutuhannya selama satu bulan. Bisa dikatakan bahwa orang yang bisa memenuhi kebutuhannya setiap bulan, berarti orang tersebut juga bisa memenuhi kebutuhannya selama setahun dan seterusnya.















Rounded Rectangle:  SKEMATIKA


 



















DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Jawad Mughniyah. 2000. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera Basritama.
Jawad Mughniyah, Muhammad. 2000. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera Basritama.






[1] Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fiqih Zakat Kontemporer Soal Jawab Ihwal Zakat Dari yang Klasik hingga Terkini. Hal.11
[2] Ibid. Hal.11
[3] Ibid. Hal.12
[4] Shekh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Fatwa-fatwa Zakat. Hal.8
[5] Ibid. Hal.9
[6] Ibid. Hal.1o
[7] Ibid. Hal.10
[8] Ibid. Hal.10
[9] DR. Yusuf Qordhowi. Hukum Zakat. hal. 507
[10] Muhammad Jawal Mughniyah,  2009,  Fiqih Imam Ja’far Shadiq, hal: 433
[11] Ibid, hal: 443
[12][12] Ibid, hal: 435
[13] Ibid, hal: 435
[14] Muhammad Jawad Mughni, Fiqih Lima Madzhab. Hal.189
[15] Ibid. Hal.190
[16] Ibid. Hal. 190
[17] Ibid, hal: 436
[18] Ibid, hal: 437
[19] Ibid, hal: 438
[20] Muhammad Jawad Mughni, Fiqih Lima Madzhab. Hal.192
[21] Ibid, hal: 439
[22] Muhammad Jawad Mughni, Fiqih Lima Madzhab. Hal.193
[23] Muhammad Jawad Mughni, Fiqih Lima Madzhab. Hal.193
[24] Ibid. Hal.193

No comments:

Post a Comment