Saturday, December 21, 2013

MASA MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA SPI

MASA MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pembina:
Dr. H. Zulfi Mubarok, M. Ag












Oleh;
Moh. Eko Nasrulloh             (13770008)
Akhmad Pandu Setiawan    (13770030)
Bisri Musthofa                       (13770034)
Moch. Mulyodianto               (13770052)
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Nopember, 2013
DAFTAR ISI













Daftar Isi......................................................................................................... i
A. Pendahuluan
1.                  Latar Belakang.......................................................................... 1
2.                  Tujuan Pembahasan.................................................................. 2
3.                  Rumusan Masalah..................................................................... 2
B. Pembahasan
1.                  Teori Kedatangan Islam di Indonesia....................................... 3
2.                  Cara Islamisasi di Indonesia..................................................... 5
3.                  Sejarah Awal Masuknya Islam di Indonesia ........................... 7
4.                  Kondisi dan Situasi Politik Kerajaan-kerajaan di Indonesia.... 10
5.                  Agama dan Kekuatan Politik pada masa Pra Penjajah............. 12
C. Analisis dan Diskusi……………………………………………………... 23
D.  Kesimpulan ……………………………………………………………… 23    
Daftar Rujukan















MASA MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
A.  Pendahuluan
1.    Latar Belakang
Islam  merupakan salah satu agama  besar di dunia saat ini. Agama ini lahir dan berkembang di Tanah Arab. Pembawa ajaran ialah Muhammad. Agama ini lahir salah satunya sebagai reaksi atas rendahnya moral manusia pada saat itu. Islam mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Mekkah. Karena penyebaran agama baru ini mendapat tantangan dari lingkungannya, Muhammad kemudian pindah (hijrah) ke Madinah pada tahun 622. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.
Indonesia adalah Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Walau Islam menjadi mayoritas, namun Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam.[1]
Masyarakat muslim di indonesia mempunyai karakter sendiri dalam segi peradaban Islam. Masyarakat Islam Indonesia sering diidentikkan dengan masyarakat yang toleran, harmonis, solidaritas sosialnya tingi. Selain itu Negara Indonesia mempunyai masyarakat yang berbeda-beda agama, etnis, suku, dan bahasa.
Sebelum Islam datang masyarakat di Indonesia sudah mempunyai agama seperti Hindu, Budha, dan kepercayaan local lain. Di setiap daerah telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti Sunda Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda di Kanekes, Lebak, Banten; Sunda Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal sebagai agama Cigugur (dan ada beberapa penamaan lain) di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat; agama Buhun di Jawa Barat; Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur; agama Parmalim, agama asli Batak; agama Kaharingan di Kalimantan; kepercayaan Tonaas Walian di Minahasa, Sulawesi Utara; Tolottang di Sulawesi Selatan; Wetu Telu di Lombok; Naurus di Pulau Seram di Provinsi Maluku, dll. Didalam Negara Republik Indonesia, agama-agama asli Nusantara tersebut didegradasi sebagai ajaran animisme, penyembah berhala/ batu atau hanya sebagai aliran kepercayaan.[2]
Akan tetapi Islam yang datang sesudah agama dan kepercayaan tersebut bisa diterima oleh masyarakat. Banyak masyarakat yang awal mula beragama Hindu, Budha berbalik memeluk agama Islam yang datangnya kemudian. Bahkan Islam dapat tersebar luas dengan lebih cepat.  Ketidak tahuan tentang pemahaman masuknya Islam ke Indonesia akan menjadikan seseorang bertanya-tanya atau bahkan salah persepsi. Bermaksud mengkaji hal tersebut  Penulis  membuat makalah yang berjudul “Masa Masuknya Islam ke Indonesia”.
2.    Rumusan Masalah
Sebelum Islam datang ke Indonesia, masyarakat sudah mempunyai kepercayaan masing-masing. Akan tetapi mengapa Islam dapat masuk ke Indonesia dengan tanpa peperangan sebagaimana penyebaran Islam di kawasan Timur Tengah? Siapa penyebar agama Islam di Indonesia?  Bagaimana cara penyebaran Islam di Indonesia? Mengapa Islam di Indonesia dapat tersebar luas dengan cepat?
3.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat diambil tujuan yaitu: memahami proses masuk agama Islam ke Indonesia. Mengetahui penyebar Islam di Indonesia. Mamahami cara penyebaran Islam di Indonesia. Memahami penyebaran Islam yang cepat di Indonesia.







B.  Pembahasan
1.    Teori Kedatangan Islam Di Indonesia
Secara garis besar ada dua pendapat  mengenai awal mula Islam mauk ke Indonesia: 1. Pendapat lama adalah abad ke 13 Masehi dikemukakan oleh sarjana lama antara lain N. H krom dan Van Den Berg. Kemudian ternyata mendapat sanggahan dan bantahan. 2. Pendapat baru adalah abad 7-8 M. para pendapat baru dikemukakan oleh Haji Agus Salim, M Zaenal Arifin Abbas, Sayyid Alwi, H. M Zainuddin, Hamka, Djuned Parinduri,  T. W. Arnold.[3]
Kennet W. Morgan menjelaskan bahwa berita yang dapat dipercaya tentang Islam di Indonesia mula-mula sekali adalah dalam berita Marcopolo. Dalam perjalanannya kembali ke Venezia pada tahun 692 (1292 M), Marcopolo setelah bekerja pada Kubilai Khan di Tiongkok, singgah di Perlak, sebuah kota dipantai utara Sumatra. Menurut Marcopolo, penduduk perlak pada waktu itu diIslamkan oleh pedagang yang da sebut kaum Saracen. Marcopolo menanti angin yang baik selama lima bulan. Di situ ia beserta rombongannya harus menyelamatkan diri dari serangan orang orang biadab di daerah itu dengan mendirikan benteng yang dibuatnya dari pancang-pancang. Kota Samara menurut pemberian Marcopolo dan tempat yang tidak jauh dari situ, yang dia sebut Basma yang kemudian dikenal dengan nama sanudera dan Pasai, dua buah kota yang dipisahkan oleh sungai Pasai yang tidak jauh letaknya di sebelah utara Perlak.[4]
Terdapat sumber-sumber dari dalam negri yang menerangkan berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Kedua, Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297 M. Ketiga, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M.[5]
a.    Teori Arab
Yaitu datangnya Islam ke melayu secara langsung dari Arab, karena muslim wilayah Melayu berpegang pada madzhab Syafi’I yang lahir di semenanjung tanah arab, teori ini disokong oleh Sir John Crawford.[6]
b.    Teori India
Pada tahun 173 H,sebuah kapal layar  dengan pimpinan “Makhada Khalifah” dari teluk Kambay Gujarat berlabuh di bandar Perlak dengan membawa kira-kira 100 orang anggota dakwah yang terdiri atas orang Arab, Persia, Hindia. Gujarat melakukan hubungan dagang langsung dengan malaka Teori ini lahir selepas tahun 1883 M. Dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, diantaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.[7]
c.    Teori Cina
Islam datang ke wilayah Nusantara dari Cina. Teori ini dikemukakan oleh Emanuel Godinho de Eradie, seorang sacientist Spanyol. Berdasarkan berita Cina pada penguasa T’ang abad 9-10 orang-orang Ta-Shih pada masa itu diduga masyarakat muslim telah ada baik di Kanfu, (Kanton) maupun didaerah Sumatra sendiri.
Gambar 1.1 Jalur perdagangan Indonesia[8]
2.    Cara Islamisasi di Indonesia
Kedatangan Islam dan penyebarannya di kepulauan Indonesia adalah dengan cara damai melalui beberapa cara. Menurut Uka Tjandrasasmita ada enam cara. Yaitu saluran dagang, perkawinan, ajaran tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik. [9]
a.    Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke 7 hingga ke 16 M. membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia, India)turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara, dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan. Di beberpa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai bupati-bupati majapahit yang ditempatkan di pesisir utara jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
b.    Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin mereka diIslamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan-keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.[10]
c.    Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat.
d.   Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondokyang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama-ulama. Dipesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam












Gambar 1.2 Jalur Pendidikan[11]
e.    Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya kalimat syahadat. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (Hikayat, babad, dan sebagainya) seni bangunan, dan seni ukir.
f.     Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik Sumatera dan Jawa maupun di indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
3.    Sejarah Awal Masuknya Islam Ke Indonesia
Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negara-negara di Asia bagian barat dan timur mungkin disebbka oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayah dibagian barat maupun kerajaan cina dinasti T’ang di Asia timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara.[12]
Upaya kerajaan Sriwijaya dalam memperluas kekuasaannya ke semenanjung Malaka sampai Kedah dapat dihubungkan dengan bukti-bukti prasasti775, berita-berita Cina dan Arab abad ke 8 sampai ke 10M. hal ini erat hubungannya dengan usaha penguasaan selat Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasiona.
Pada tahun 173 H. sebuah kapal layar dengan pim\pimpinan “Makhada Khalifah” dari teluk Kambay Gujarat berlabuh di bandar Perlak dengan membawa kira-kira 100 orang yang terdiri dari orang-orang Arab, Persia, dan Hindia. Mereka menyamar sebagai awak kapal dagang khalifah menyamar sebagai kaptennya, Makhada Khalifah adalah seorang yang bijak dalam dakwahnya sehingga dalam waktu kurang dari setengah abad, Meurah (raja) dan seluruh rakyat kemeurahan Perlak yang beragama Hindu Budha dengan sukarela masuk agama Islam, selama proses Islaimisasi yang relatif singkat, para anggota dakwah telah banyak yang menikah dengan wanita Perlak. Diantaranya adalah seorang anggota dari Arab suku Quraisy menikah dengan putri Istana kemeurahan Perlak yang melahirkan putra Indo-Arab pertama dengan nama Sayid Abdul Aziz.[13]
Pada tanggal 1 Muharram 225 H. /840 M. kerajaan Islam Perlak diproklamasikan dengan raja pertamanya adalah putra Indo-Arab tersebut dengan gelar Sultan Alaidin Maulana Aziz Syah. Pada waktu yang sama,  nama ibukota kerajaan diubah dari Tiandor Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai kenangan indah pada Khalifah yang sangat berjasa dalam membudayakan Islam kepada bangsa-bangsa Asia Tenggara yang dimulainya dari perlak. Dengan demikian kerajaan Islam yang pertama pada awal abad ke 3 H. /900M berlokasi di Perlak.
Selanjutnya Islam masuk ke Jawa diperkirakan pada abad ke 11 M. dengan ditemukannya makam Fatimah Binti Maemun di lereng Gresik yang berangkat pada tahun 475H/ 1082 M. data sejarah lainnya menyebutkan bahwa Islam masuk ke pulau Jawa pada abad ke 12/13 M. sulawesi abad ke 16 M penduduk atau penguasa kepulauan tersebut sudah masuk Islam sebelum kolonial belanda menguasai Indonesia. Wan Husein Azmi mengemukakan dalam makalahnya ada tiga teori tentang kedatngan Islam ke wilayah Melayu, yaitu:
1.    Teori arab, yaitu datangnya Islam ke ke wilayah melayu secara langsung dari arab.
2.    Teori India, yakni Islam datang ke Nusantara dari India.
3.    Teori Cina, yakni Islam datang ke nusantara dari Cina.
Meskipun demikian dapat kita ketahui bahwa jalan yang dibawa para saudagar Arab, masuk ke wilayah Nusantara adalah sama. Ada yang melaluai jalan laut dari Aden menelusuri pantai India barat dan Selatan, atau jalan darat dari Khurasan kemudian melalui hutan menyebrangi laut cina selatan masuk ke wilayah Nusantara melalui pesisir pantai timur semenanjung tanah melayu. Oleh sebab dakwah Islamiyah datang ke wilayah Nusantara melalui lautan India dan juga laut Cina Selatan secara langsung dari negeri Arab dan oleh orang-orang Arab. Periodisasi masuknya pendakwah Islam ke Indonesia menurut Muhammad Samsu dapat dibagi ke dalam tiga gelombang yaitu:[14]
1.    Gelombang pertama, yaitu diperkirakan pada akhir abad ke 1H/7M. rombongan ini berasal dari Bashrah, kota pelabuhan di Irak, yaitu ketika kaum Syiah dikejar-kejar oleh bani Umayah yang berkuasa saat itu merka adlah yang dipimpin oleh Makhada Khalifah.
2.    Gelombang kedua, yaitu pada abad ke 6 H/13 M. dibawah Sayyid Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini yang anak cucunya, lebih dari 17 orang tiba di gresik, pulau Jawa. Pendakwah lainnya, seperti Maulana Malik Ibrahim, Maulana Malik Ishak, Raden Rahmat atau sunan Ampel dan sebagainya.
3.    Gelombang ketiga, yaitu diperkirakan pada abad ke 9H/16M. yang dipimpin ulama Arab dan tarim, Hadramaut. Mereka berjumlah lebih dari 45 orang dan datang berkelompok berkisar 2, 3, atau 5 orang. Mereka mengajar dan menetap di Aceh, Riau, Sadang, Kalimantan Barat dan Selatan, Sulawesi Tengah dan Utara, Ternate, Bali, Sumba, Timor dan lain-lain.
4.    Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia
Islam telah dirintis pada periode abad 1-5 H/ 7-8 M. Pada periode ini para pedagang dan mubaligh Muslim membentuk komnitas-komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam yang mengajarkan toleransi dan persamaan derajat diantara sesama, sementara ajaran Hindu-Jawa menekankan perbedaan derajat manusia. Karena itu, Islam terbesar di kepulauan Indonesia terhitung Cepat, Meski dengan damai.[15] Masuknya Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Disamping itu, keadaan politik dan sosial budaya. Pada abad ke 7 sampai ke 10 M, kerajaan sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah semenanjung Malaka sampai kedah hal itu erat hubungannya dengan usaha penguasaan selat Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan Internasional. Datangnya orang-orang muslim ke daerah itu sama sekali belum memperlihatkan dampak-dampak politik, karena mereka datan memang hanya untuk usaha pelayaran dan perdagangan keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru terlihat pada abad 9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan kaisar Hi-Tsung (878-889 M) akibat pemberontakan itu pasukan muslimin banyak yang dibunuh sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang masuk kekuasaan Sriwijaya, bahkan ada yang ke palembang dan membuat perkampungan muslim di sisni. Kerajaan Sriwijaya masa itu memang melindungi orang-orang muslim di wilayah kekuasannya.[16]
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke 12 M. pada akhir abad ke 12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya. Untuk mempertahankan posisi ekonominya, kerajaan Sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal-kapal dagang yang singgah ke pelabuhan-pelabuhannya. Akan tetapi usaha itu tidak mendatangkan keuntungan bagi kerajaan, bahkan justru sebaliknya karena kapal-kapal dagang asing seringkali menyingkir. Kemunduran ekonomi ini membawa dampak terhadap perkembangan politik.[17]
Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan ini melakukan ekspedisi pemalayu tahun 1275 M dan berhsil mengalahkan kerajaan Melayu di Sumatra. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di selat Malaka yang dikuasai kerajaan Sriwijaya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samdra pasai di pesisir timur laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke 7 dan ke 8 M. proses Islamisai tentu berjalan disana sejak abad tersebut. Kerajaan samudera pasai dengan segera berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan.[18]
Karena kekacauan-kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan Singasari, juga selanjutnya Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah melayu dan selat Malaka dengan baik sehingga kerajaan samudera pasai dan malaka dapat berkembang dan mencapaipuncak kekuasaannya hingga abad ke 16M. dikerajaan Majapahit , ketika Hayam wuruk dengan patih Gajah Mada masih berkuasa, situasi politik kerajaan memang tenang, sehingga banyak daerah di kepulauan Nusantara mengakui berada dibawah perlindungannya. Tetapi sejak Gajah Mada meninggal dunia (1364M) dan disusul Hayam Wuruk(1389M) situasi majapahit kembali mengalami kegoncangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawhardana dan Bhre Wirabumi berlangsung lebih dari sepuluh tahun. Setelah Bhe Wirabumi meninggal, perbutan kekuasaan di kalangan istana kembali muncul dan berlarut-larut. Pada tahun 1468M majapahit diserang Girindrawardhana dari kediri. Sejak itu, kebesaran Majapahit dapat dikatakan sudah habis. Kelemahan-kelemahan yang semakin memuncak akhirnya menyebabkan keruntuhan.[19]
5.    Agama dan Kekuatan Politik Pada Masa Pra Penjajah
Sebelum Islam datang, di Indonesia telah berkuasa kerajaan-kerajaan Hindu dan budha. Diantaranya, ada kerajaan Sriwijaya di sekitar Palembang, Sumatra Selatan Dan Singasari, Serta Majapahit. Pada abad ke 7, Islam belum menyebar luas secara merata ke seluruh penjuru Nusantara, karena pengaruh agama Budha masih memegang peranan di Kerajaan Sriwijaya, terutama dalam kehidupan sosial, polotik, perekonomian, dan kebudayaan. Pada awal abad ke 13 M. kerajaan ini memasuki masa kemunduran.[20] Dalam kondisi seperti ini, pedagang-pedagang muslim memanfaatkan politiknya dengan mendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Mereka tidak hanya membangun perkampungan pedagang yang bersifat ekonomis, tetapi juga membentuk struktur pemerintahan yang dikehendaki. Misalnya kerajaan samudera pasai abad ke 13 M. muncul karena dukungan komunitas muslim, juga tidak terlepas dari melemahnya kondisi politik kerajaan sriwijaya yang kurang mampu mengendalikan dan menguasai daerahnya.
Sementara itu kerajaan Majapahit setelah patih Gajah Mada meninggal dunia (1364 M) dan Hayam Wuruk (1389 M), situasi politik majapahit goncang dan terjadi perbutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Bersamaan dengan melemahnya majapahit, Islam di jawa mendapatkan posisi yang menguntungkan sehingga dibawah bimbingan spiritual sunankudus, Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat.
Uraian di atas menunjukkan bahwa cikal-bakal kekuasaan Islam sudah dirintis sejak abad ke 7 M. tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu jawa, seperti kerajaan Medang, Kediri, Singasari, dan Majapahit di Jawa Timur, kemudian Islam menempati struktur pemerintahan ketika komunitas muslim sudah kuat yang bersamaan suramnya kondisi politik menempati struktur pemerintahan ketika komunitas muslim sudah kuat yang bersamaan suramnya kondisi politik kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha.[21]
Islam sebagai agama yang memberikan corak kultur bangsa Indonesia dan sebagai kekuatan politik yang menguasai struktur pemerintahan sebelum datangnya belanda dapat dilihat dari munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara antara lain Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

a.    Islam di Sumatra
Ada tiga kerajaan Islam di sumatra yang terkenal yang telah memposisikan Islam sebagai agama dan sebagai kekuatan politik yang mewarnai corak sosial budayanya, yaitu Perlak, Pasai, Aceh.[22]
Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Sumatra Utara yang berkuasa pada tahun 225-692 H/840-1292 M. dengaan raja pertamanya Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H/ 840-864 M).[23]Pada mulanya, Islam berkembang di Perlak dipengaruhi oleh aliran Syiah yang bertebaran dari parsi ketika terjadi revolusi Syi’ah pada tahun 744-747 M. dengan pemimpinnya Abdullah ibnu Muawiyah. Kemudian, pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Syed Maulana Abbas Shah(285-300 M). mulai masuk paham Islam ahlu Sunnah wal jama’ah yang tidak disukai oleh syiah, oleh karena itu terjadilah konflik perang saudara  antara dua golongan tersebut. Namun akhirnya, namun akhirnya dicapai perdamaian dan pembagian kerajaan Perlak pada dua bagian yaitu perlak pesisir, bagian golongan syiah, dengan sultan dari golongan mereka yaitu sultan alauddin syed maulana shah(365-377 H/ 976-988 M) perlak pedalaman, bagi Ahlu Sunnah wal jamaah dengan sultan mereka, sultan alaiddin Malik Ibrahim (365-402 H/ 986-1012M). namun akhirnya Perlak dapat disatukan kembali oleh sultan ini.
Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh kerajaan Islam perlak pada dasarnya  mengikuti sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh daulah Abbasiyah(750-1258 M). yaitu kepala pemerintahan/ kepala badan eksekutif dipegang oleh sultan dengan dibantu oleh beberapa wazir, yaitu wazir as-siyasah (bidang politik), wazir al-Harb ( bidang keamanan/ pertahanan), wazir al-Maktabah (bidang administrasi negara), wazir al-iqtishad (bidang ekonomi/keuangan), wazir al-hukkam (bidang kehakiman).[24] Selain itu sebagai penasihat pemerintah yang bertugas mendampingi sultan dan para wazirnya dibentuk sebuah lembaga yang disebut majelis fatwa di bawah pimpinan seorang ulama yang berpangkat mufti.





Gambar 1.3 Peta Kerajaan Aceh[25]
Kerajaan samudra pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. pada tahun 1521, kerajaan ini ditaklukkan oleh portugis yang menduduki selama tiga tahun. Kemudian pada tahun 1524 M. dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan samudra pasai berada dibawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di bandar Aceh Darussalam. Sultan Ali Mughayatsyah (1514-1530) telah banyak berjasa dalam berbagai aspek keIslaman.[26] Dalam bidang politik, sultan berupaya menghadang penjajah portugis dengan memprakarsai negara Islam bersatu, yaitu menyatukan tenaga politik Islam bersatu, yaitu negara yang kuat dan berdaulat yang diberi nama “Aceh Besar”(1514). Aceh mengalami kemajuan ketika saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya dagang di Malaka kemudian memindahkan perdagangannya ke Aceh, ketika Portugis menguasai Malaka tahun 1511,[27] maka daerah pengaruhnya yang terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari Malaka. Hal ini sangat menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai berkembang. Di bawah kekuasaan Ibrahim, kerajaaan Aceh mulai melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah sekitarnya. Operasi-operasi militer diadakan tidak saja dengan tujuan agama dan politik, akan tetapi juga  dengan tujuan ekonomi.[28] Dalam bidang pemerintahan, baginda raja telah meletakkan Islam sebagai asa keanegaraan, bahkan beliau melarang orang-orang bukan Islam untuk memangku jabatan keanekaragaman atau meneruskan jabatannya. Dalam bidang dkwah, dibangun pusat Islam yang megah, dihimpun para ulama dari juru dakwah, menyururh jihad memerangi penyembahn berhala dan syirik.
Gambar 1.4 Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai.[29]
b.    Islam Di Jawa
Penyebar Islam di Jawa adalah para wali songo. Mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal pemerintahan dan politik. Islam telah tersebar di pulau Jawa, paling tidak sejak Malik Ibrahim dan Mulana Ishak yang bergelar Syaikh Awal Al-Islam diutus sebagai juru dakwah oleh raja Samudera, Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1406) ke gresik. Dalam percaturan politik, Islam mulai memosisikan diri ketka melemahnya kekuasaan majapahit yang memberi peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Dibawah pimpinan Sunan Ampel, walisongo bersepakat untuk mengangkat Raden Patah sebagai raja pertama kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa.[30]
 
Gambar 1.6 Masjid Demak.[31]
Kerajaan Demak berlangsung kira-kira abad ke 15 dan abad ke 16. Sebelum berkuasa penuh atas Demak, Demak masih menjadi daerah Majapahit. Baru Raden Patah berkuasa penuh setelah mengadakan pemberontakan yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat dikatakan bahwa pada abad 16, Demak telah menguasai seluruh Jawa. Setelah Raden Patah berkuasa kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad ke-16, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Pati Unus. Dan kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546 dan berhasil menguasai beberapa daerah.[32] Mataram, Cirebon dan Banten. Dalam mendirikan negara Islam tersebut, peranan Wali Songo sangat besar. Misalnya Sunan Gunung Jati mendirikan Kerajaan Islam Cirebon dan Banten, merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang India, Arab, persia, mulai menghindarai Malaka yang sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis. Dilihat dari geografinya, Banten, pelabuhan yang penting dan ekonominya mempunyai letak yang strategis dalam penguasa Selat Sunda, yang menjadi urat nadi dalam pelayaran dan perdagangan melalui lautan Indoneia di bagian selatan dan barat Sumatera. Kepentingannya sangat dirasakan terutama waktu selat Malaka di bawah pengawasan politik Portugis di Malaka.[33] Sunan giri di kerajaan Mataram yang pengaruhnya sampai ke Makasar, Ambon dan Ternate. Di samping kekuatan politik Islam yang memberi Kontribusi besar terhadap perkembangannya, Islam juga hidup di Masyarakat dapat memberi dorongan kepada penguasa non-muslim untuk memeluknya.
Gambar 1.7 Kerajaan Banten.[34]


c.    Islam Di Kalimantan, Maluku, Sulawesi.
Islam di Kalimantan Selatan yaitu dikerajaan Daha (Banjar) yang beragama Hindu berkat bantuan sultan Demak, Trenggono (1521-1546), raja Daha dan rakyatnya masuk Islam sehingga berdirilah kerajaan Islam Banjar, dengan raja pertamanya pangeran Samudera  yang diberi gelar Pangeran Suryanullah atau Suriansah. Setelah raja pertama naik tahta, daerah-daerah sekitarnya mengakui kekuasaannya, yakni daerah sambas, Batangla, Sukaciana, dan Sambangan. Selanjutnya, di Kalimantan Timur (Kutai) pada tahun 1575, yaitu Tunggang Parangan mengIslamkan raja mahkota. Sejak baginda raja masuk Islam, terjadilah proses Islamisasi dilakukan terutama oleh putranya, dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah-daerah.[35]
Pada abad ke 10 dan ke 11, di Maluku sudah ramai perniagaan rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang dilakukan oleh para pedagang Arab dan persia.  Kerajaan Maluku terletak dibagian daerah Indonesia bagian Timur. Kedatangan Islam keindonesia bagian Timur yaitu ke Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalan perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran Internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Diceritakan bahwa pada abad ke-14 Raja ternate yang keduabelas, Molomateya, (1350-1357) bersahabat baik dengan orang Arab yang memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Manurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 Islam sudah datng di daerah Maluku. PengIslaman di daerah Maluku, di bawa oleh maulana Husayn. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Marhum di Ternate.Maulana Husayn pada mulanya hanya menunjukan kemahiran dalam menulis huruf Arab yang ada dalam al-Qur’an, sehingga menarik hati Marhum dan orang-orang Maluku. Tetapi mereka bukan hanya diajarkan tulisan Arab yang indah saja, melainkan agar diajarkan tentang agama Islam.[36] Tentunya, pada saat itu telah terjadi sentuhan pedagang muslim dengan rakyat maluku yang membentuk komunitas Islam. Dengan derasnya gelombang pedagang muslim dan atsa ajakan Datuk maulana Husain, di ternate raja Gafi bata menerima Islam dan namanya berganti menjadi sultan Sultan Zaenal Abidin (1465-1486). Di Tidore, datang seorang pendakwah dari tanah Arab yang bernama Syekh Mansur dan atas ajakannya, raja Tidore yang bernama kolana masuk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin. Di Ambon, Islam datang dari Jawa Timur (Gresik) yang berpusat di kota pelabuhan Hitu pada tahun 1500 M. di saat Islamisasi berlangsung, portugis melakukan Kristenisasi di Ternate pada tahun 1522 M namun usahanya tidak banyak berhasil, pada masa Sultan Baabullah (1570-1583), benteng pertahanan portugis di Ambon ditaklukkan.
Gambar 1.8 Kerajaan Ternate Dan Tidore.[37]
Di sulawesi, Raja Gowa-Tallo, Kerajaan yang bercorak Islam di Semenanjung Selatan Sulawesi adalah Goa-Tallo, kerajaan ini menerima Islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan nama Tumaparisi-Kallona yang berkuasa pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16. Ia adalah memerintah kerajaan dengan peraturan memungut cukai dan juga mengangkat kepala-kepala daerah. Penguasa Ternate mengajak penguasa Goa-tallo untuk masuk agama Islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk di Goa-Tallo pada waktu datuk ri Bandang datang ke kerajaan Goa-Tallo. Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama Islam tahun 1605 M.[38] I Manggarangi Daeng Maurobia, atas ajakan Datuk Rianang masuk Islam pada tahun 1605 dengan gelar sultan Alauddin di Talo Raja I Malingkoan Daeng Nyonri kareng Katangka pada tahun yang sama masuk Islam dengan gelar Sultan Abdullah awal Islam. Setelah itu, Islam tersebar ke Luwu. Waio (1610) soppeng dan Bone (1611).  Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone tahun 1611, namun ekspansi itu menimbulkan permusuhan antara Goa dan Bone.  Ada dua kemungkinan mengapa Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi diantaranya:1) kemungkinan diakibatkan oleh dorongan agama Islam yang baru masuk. 2) kemungkinan karena kekayaan yang diperoleh dari perdagangan yang ramai di pelabuhannya yang merupakan pelabuhan transit.[39]
Berkenaan dengan proses pembentukan negara atau kerajaan Islam tersebut di atas, menurut Taufik Abdullah, setidak-tidaknya ada tiga pada pembentukan budaya yang tampak dari proses tersebut, yaitu:
1.    Pola Samudra Pasai: lahirnya Samudra Pasai berlangsung melalui perubahan dari negara yang segmenter ke negara yang terpusat. Kerajaan ini bukan hanya berhadapan dengan dengan golongan-golongan yang belum ditundukkan dan diIslamkan dari wilayah pedalaman, tetapi juga harus menyelesaikan pertentangan politik serta pertentangan keluarga yang berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi negara terpusat Samudra Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut. Dengan pola ini, samudra pasai memiliki “kebebasan budaya” untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan yang mencerminkan tentang dirinya.
2.    Pola Sulawesi Selatan: pola Islamisasi melalui keraton atau pusat kekuasaan. Proses Islamisasi berlangsung dalam suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologis. Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan. Pola ini digunakan di sulawesi selatan, maluku, dan banjarmasin. Islamisasi di daerah ini tidak memberi landasan bagi pembentukan negara. Islam tidak mengubah desa menjadi suatu bentuk baru dari organisasi kekuasaan. Konversi agama dijalankan, tetapi pusat kekuasaan telah ada lebih dahulu.[40]
3.    Pola Jawa: di Jawa, Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang telah lama mapan. Ketika kekuasaan rajamelemah, para sudagar kaya diberbagai kadipaten di wilayah pesisir mendapat peluang besar untuk menjauhkan diri dari kekuasaan raja. Merka tidak hanya masuk Islam, tetapi juga memasuki pusat-pusat politik yang independen. Setelah keraton besar goyah, keraton-keraton kecil bersaing menggantikan kedudukannya. Ketika abad ke 14 komunitas muslim sudah besar, bersamaan dengan melemahnya majapahit, Demak tampil menggantikan kedengan posisi baru ini, Demak tidak saja pemegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi “jembatan penyebrangan” Islam yang penting di jawa.  Di jawa Islam tampil sebagai penantang, untuk kemudian mengambil alih kekuasaan yang ada jadi yang tampil adalah suatu dilema kultural dari orang baru di dalam bangunan politik yang lama. [41]

C.  Analisis
Proses penyebaran Islam sejalan dengan rute perdagangan internasional terutama jalur perdagangan benua Asia. Strategi penyebaran menggunakan pola satu titik kemudian menyebar. Dari satu kerajaan ke karajaan-kerajaan lain. Dari Raja ke rakyat. Dari kekuasaan tertinggi ke  sub-sub bagiannya. Masuknya Islam ke Indonesia mula-mula berada di Malaka yaitu Syiah dan ahlu sunnah wal jama’ah  kemudian berlanjut Sriwijaya. Beberapa tahun kemudian dari raja Samudera mengutus ulama berdakwah ke Jawa yaitu majapahit. Dari kerajaan majapahit kemudian beberapa ulama menyebar dan mendirikan kerajaan Islam ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. yaitu Demak, Banten, kerajaan Mataram. Dari jawa menyebar beberapa santri ke berbagai daerah diantaranya ke Kalimantan yaitu mengislamkan kerajaan Banjar sampai Kalimantan Timur dan ke Sulawesi, yang kemudian mengislamkan kerajaan Makasar, Ternate dan Tidore.

D.  Kesimpulan
Masuknya agama Islam ke Indonesia tanpa peperangan karena Islamisasi dilakukan melalui dakwah yang bijaksana dengan memperhatikan karakter masyarakat setempat melalui perdagangan, perkawinan, ajaran tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik. Penyebar Islam yaitu para pedagang, Ulama, dan santri. Cara dakwah dimulai dari keluarga, lanjut kepada istana kerajaan yang kemudian diikuti oleh masyarakat sekitar. Juga melalui cerita-cerita pewayangan. Islam dapat menyebar cepat karena sistem dakwah disebar di berbagai daerah Nusantara dengan perwakilan beberapa ulama maupun santrinya.






DAFTAR RUJUKAN

Anshari, Endang Saifuddin. 2004. Wawasan Islam Pokok-Pokok Tentang Paradigm Dan System Islam. Jakarta: Gema Insani.
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia
Machmud, Anas. 1989. Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Sumatra, dalam A. Hasymy, (Ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Jakarta: Almaarif.
P.A. Djajadiningrat, dkk. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Uka Tjandrasasmita, Ed. 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. 2007. Jakarta: Raja Grafindo Press





[3] Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-Pokok Tentang Paradigm Dan System Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 195.
[4] P.A. Djajadiningrat, dkk. Dalam Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 187.
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Press, 2007), hlm. 191-192.
[6] Ibid., hlm.191.
[7] Dedi Supriyadi, op. cit. hlm.191.
[9] Badri Yatim, op.cit. hlm.201.
[10] Ibid. hlm. 202.
[12] Dedi Supriyadi, op.cit. hlm. 190.
[13] Ibid..
[14] Ibid., hlm 192.
[15] Badri Yatim, op.cit., hlm. 194.
[16] Ibid..
[17] Ibid., hlm. 195.
[18] Ibid..
[19] Ibid., hlm .196.
[20] Dedi Supriyadi, op.cit. hlm 192-193.
[21] Ibid..
[22] Ibid..
[23] Ibid., hlm.194.
[24] Ibid..
[26] Dedi Supriyadi, op.cit. hlm. 196.
[27] Anas Machmud, Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Sumatra, dalam A. Hasymy, (Ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Jakarta: Almaarif, 1989), hlm. 420.
[28] Uka Tjandrasasmita, Ed. Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1984) hlm 21
[30] Dedi Supriyadi op.cit. hlm. 196.
[32] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 25
[33] Ibid.,  hlm. 9.
[35] Dedi Supriyadi, op.cit., hlm.197.
[36] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 10.
[38] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 30.
[39] Ibid., hlm.31
[40] Dedi Supriyadi, op.cit. hlm.198.
[41] Ibid..

No comments:

Post a Comment