Taman

Saturday, July 6, 2013

Contoh Proposal : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RELATING, EXPERIENCING, APPLAYING, COOPERATING, AND TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS X-4 SMA NEGERI 3 MALANG


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, di antaranya dengan mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan model pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi (Mulyasa, 2010:20). Untuk dapat mewujudkan sekolah yang berprestasi, maka siswa juga harus diberi kesempatan untuk berperan penting dalam menggali konsep pengetahuan. Keadaan ini akan mempengaruhi siswa dalam memahami materi yang dipelajari, sehingga hasil belajar siswa dapat menjadi lebih tinggi.
Pada kenyataannya di lapangan, setelah dilakukan observasi langsung pada tanggal 29 s/d 31 Oktober 2012, ternyata di SMAN 3 Malang sudah memberlakukan KTSP, tetapi hasil belajar siswa masih belum memuaskan. Kondisi ini dibuktikan pada saat dilakukan pengamatan langsung di kelas X-4. Pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berlangsung, dari 34 siswa yang bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru mengenai sumber hukum Islam hanya berjumlah 4. Sedangkan 3 siswa yang ditunjuk tidak bisa menjawab pertanyaan tentang sumber hukum Islam (seperti ijtihad). Siswa yang salah dalam menjawab 3 dari 5 soal tertulis yang diberikan oleh guru tentang hukum taklifi sebanyak 5.
               Wawancara yang dilakukan terhadap siswa kelas X-4 menginformasikan bahwa mereka kesulitan dalam memahami materi PAI karena penyampaian materi tidak jelas. Materi hanya disampaikan bagian pokok saja tanpa dijelaskan lebih rinci. Guru selalu menyampaikan materi sampai tidak ada waktu untuk kegiatan kerja kelompok dan tidak ada diskusi kelompok. Menurut siswa memecahkan sebuah permasalahan dengan cara berdiskusi dengan siswa lain dalam kelompok sifatnya penting, agar mereka mendapatkan informasi tambahan tentang materi yang dipelajari dari teman-teman yang lain. Informasi yang didapat dari siswa lain membuat mereka lebih cepat dalam memahami materi yang dipelajari.
Siswa juga menginformasikan bahwa tidak pernah ada kegiatan presentasi kelas dari awal semester ini. Tidak ada kegiatan menyimpulkan materi yang telah dipelajari sehingga siswa sering tidak paham dengan hasil yang didapat dalam kegiatan pembelajaran PAI. Siswa kadang-kadang masih bingung tentang manfaat dan tujuan mempelajari materi PAI dan mereka mengaku lebih suka dan memahami materi pelajaran apapun jika belajar sambil dipraktikan.
Demikian juga wawancara yang dilakukan terhadap guru PAI SMAN 3 Malang yang juga mengajar di kelas X-4. Guru yang bersangkutan mengatakan SMAN 3 Malang sudah menerapkan KTSP. Hal ini salah satunya bisa dilihat dari buku paket yang digunakan sudah bertaraf KTSP atau standar isi 2006 dan indikator pembelajarannya dikembangkan sendiri sesuai karakteristik siswa yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang sudah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Guru memang sering menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materi dengan alasan agar materi PAI cepat tersampaikan dalam waktu yang relatif cepat dan efisien, karena guru ingin memanfaatkan waktu yang tersisa dengan mengerjakan soal-soal latihan untuk persiapan menghadapi Ujian Akhir Sekolah (UAS) sehingga metode pembelajaran yang ingin diterapkan tidak terlalu diperhatikan. Di sela-sela wawancara guru memberikan informasi bahwa sekolah menetapkan Standar Ketuntasan Minimal (SKM) untuk pelajaran PAI yakni 75 sedangkan siswa kelas X-4 banyak yang mendapat nilai Ulangan Harian (UH) di bawah Standar Ketuntasan Minimal (SKM).
Data yang diperoleh dari guru juga menginformasikan bahwa dari 34 siswa diantaranya mendapat nilai 60, 64, 65, 67-69, 70. Fakta ini membuktikan bahwa hasil belajar PAI siswa tergolong rendah. Permasalahan yang ditemukan berdasarkan hasil observasi di atas adalah rendahnya hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran PAI.
Kemungkinan penyebab rendahnya hasil belajar PAI siswa ditinjau dari empat aspek: guru, siswa, sarana dan prasarana, serta strategi pembelajaran. Aspek guru merupakan kelulusan pesantren ternama di Jawa Timur dan merupakan calon wisudawan Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had ‘Aly Al-Hikam Malang, dipandang menguasai materi PAI yang diajarkan, dan antusias ketika menyampaikan materi dalam pembelajaran PAI. Guru selalu memberikan teguran kepada siswa-siswa yang tidak memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran.
Kedua, ditinjau dari aspek kondisi siswa, siswa kelas X-4 adalah siswa yang rajin dan antusias. Hal ini dibuktikan ketika guru memberikan tugas Pekerjaan Rumah (PR), siswa selalu menjawab semua soal yang diberikan oleh guru dan mengumpulkannya tepat waktu. Siswa selalu berusaha mengerjakan semua soal-soal tertulis di kelas dan berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru dengan cara mengacungkan tangan walaupun jawaban siswa banyak yang salah.
Ketiga, ditinjau dari aspek sarana dan prasarana yang digunakan. Terdapat beberapa sarana penunjang pembelajaran di SMAN 3 Malang yang juga digunakan di kelas X-4, seperti LCD proyektor, laptop, papan tulis spidol, dan penghapus. Fasilitas tersebut selalu dimanfaatkan oleh semua guru untuk kegiatan pembelajaran di kelas.
Keempat, Aspek model atau strategi pembelajaran yang diterapkan lebih menekankan kepada teacher center (guru menjadi pusat pembelajaran). Tidak ada siswa yang diberi kesempatan berperan aktif untuk menemukan ide-ide baru dalam kegiatan pembelajaran PAI. Kondisi ini berdampak kepada pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari, sehingga hasil belajar PAI siswa juga menjadi rendah.
Hasil dari peninjauan beberapa aspek diatas, dapat diketahui penyebab paling dominan yang mengakibatkan hasil belajar PAI siswa kelas X-4 rendah. Penyebab paling dominan tersebut yakni model atau strategi yang diterapkan kurang memberikan pemahaman materi kepada siswa. Wena (2011:3) menyatakan bahwa:
strategi pembelajaran sangat berguna, baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru, model dapat dijadikan pedoman dan acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa -pengguna model pembelajaran- dapat mempermudah proses belajar (mempermudah dan mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap model pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar siswa.

Dengan ditetapkannya penyebab dari rendahnya hasil belajar PAI siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang di atas, maka solusi yang ditawarkan adalah merubah penerapan strategi atau model pembelajaran PAI di kelas X-4 SMAN 3 Malang. Purwanto (2007:52) menyatakan bahwa :
Banyak strategi  pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan siswa, dan karena mereka juga jarang digunakan bersamaan, maka perlu dipilih salah satu untuk setiap sesen pembelajaran yang akan dilakukan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar pemilihan model pembelajaran dapat menghantarkan siswa mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar.

Model yang dipilih untuk diterapkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran  Relating, Experiencing, Aplaying, Cooperating, and Transfering (REACT). Alasan untuk melakukan penerapan model REACT  di kelas X-4 SMAN 3 Malang, yakni pertama, berdasarkan teori yang mengatakan bahwa REACT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. REACT pertama kali dikenalkan Center Of Occupational Reserch and Development (CORD, 2003) di Amerika. CORD mengembangkan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan dan hasil belajar siswa (Yuliati, 2008:60).
Kedua, berdasarkan kelebihan-kelebihan yang ada pada model REACT  yakni, REACT dapat membuat siswa lebih memahami materi karena tidak hanya belajar dari membaca buku pelajaran saja. Mereka belajar dari menemukan makna dalam materi yang dipelajari melalui kegiatan pengaitan atau menghubungkan konsep materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan melakukan penerapan konsep materi.
REACT menjadikan siswa dapat menemukan sendiri konsep materi yang dipelajari dengan melakukan percobaan. Apabila siswa dapat menemukan sendiri konsep materi yang sedang dipelajari dengan cara melakukan percobaan, maka siswa akan lebih mudah dalam memahami materi dan mengingatnya lebih lama.
REACT membuat siswa terlatih untuk mengemukakan pendapat kepada siswa lain melalui presentasi kelas dan diskusi kelompok. REACT membantu siswa untuk saling bertukar informasi, meningkatkan keakraban kerja sama dalam kelompok. Apabila siswa mampu bekerja sama dengan baik dalam kelompok dan mendapatkan informasi baru dari anggota kelompoknya, maka pengetahuannya tentang materi yang dipelajari akan bertambah. Keadaan ini dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas , maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”apakah  penerapan model pembelajaran REACT  dapat meningkatkan hasil belajar PAI siswa kelas X-4 di SMAN 3 Malang?”.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat utamanya:
a.       Bagi Guru; memberi informasi kepada guru mengenai model pembelajaran kontekstual REACT yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa.
b.      Bagi peneliti lanjut; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin menerapkan pembelajaran kontekstual model REACT sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

D.    Ruang Lingkup Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel tindakan yaitu penerapan pembelajaran kontekstual model REACT serta variabel hasil peningkatan hasil belajar PAI. Penelitian ini dilakukan di SMAN 3 Malang. Lokasi penelitian ini adalah SMAN 3 Malang dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang pada semester ganjul tahun pelajaran 2012/2013. Materi yang diajarkan adalah sumber hukum Islam Kompetensi Dasar (KD) 5.1 menyebutkan pengertian, kedudukan dan fungsi Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam, 5.4 menerapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari.
E.     Definisi Operasional
Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.       REACT  adalah salah satu model pembelajaran hasil dari pengembangan pembelajaran kontekstual yang di dalamnya terdapat langkah-langkah pembelajaran yakni, (a) siswa mengaitkan atau menghubungkan konsep materi pembelajaran dengan kehidupan siswa sehari-hari dengan cara bercerita, (b) siswa melakukan percobaan tentang sebuah permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata dan berkaitan dengan materi pembelajaran melalui alat permodelan, (c) siswa menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki tentang materi pembelajaran terhadap kehidupan nyata, (d) siswa bekerja sama dalam kelompok untuk melakukan kegiatan percobaan, dan (e) siswa memindahkan konsep pengetahuan yang telah dimiliki dengan cara mentransfer kepada siswa lain melalui diskusi dalam kelompok dan presentasi kelas.
b.      Hasil belajar adalah skor akhir belajar siswa yang diperoleh dari kemampuan siswa menjawab tes uraian materi kompetensi dasar menganalisis pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. REACT Sebagai Model Pembelajaran Kontekstual
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Dalam kegiatan pembelajaran siswa diharapkan dapat memahami makna konsep yang terdapat dalam sebuah materi dengan mengaitkan konsep materi pembelajaran dengan kehidupan siswa sehari-hari. Menurut teori kontruktivisme siswa diharapkan mampu membangun sendiri pengetahuan di dalam pikirannya dan guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepadanya, tetapi memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Oleh sebab itulah pola pendidikan di Indonesia sekarang ini dituntut untuk dapat mencetak siswa-siswa yang dapat mengkontruksi pengetahuan dan dapat memberi makna pada pengalaman nyata.
Menurut Johnson (2010:58) Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
Manusia memiliki memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Memori jangka pendek yang ada dalam otak kiri manusia berfungsi sebagai pintu gerbang menuju memori jangka panjang yang ada dalam otak kanan manusia. Johnson (2010:57) mengatakan memori jangka pendek manusia menentukan apakah akan membuang sampai 90 % dari informasi yang diterimanya dalam 24 jam terakhir, atau meneruskan informasi itu ke dalam memori jangka panjang. Pengiriman informasi ke memori jangka panjang akan terjadi jika otak mengerti apa yang dipelajarinya. Hal itu pasti akan terjadi jika otak menemukan makna dari hal yang dipelajarinya.
Sementara pengertian pembelajaran kontekstual yang diungkapkan oleh Nurhadi, dkk. (2009:15) adalah sebagai berikut:
"pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat".

Jadi, berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengarahkan siswa untuk mengaitkan atau menghubungkan pengetahuan dalam sebuah pembelajaran dengan situasi dunia nyata. Setelah siswa memahami materi yang dipelajari, maka siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
2. Prinsip Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual mempunyai prinsip dasar yang harus terpenuhi dalam penerapannya pada proses pembelajaran, agar pembelajaran dapat dikatakan telah menerapkan pembelajaran kontekstual secara baik dan benar. Berdasarkan pendapat Johnson (2010:86) terdapat 3 prinsip dasar CTL yaitu:
a), CTL mencerminkan prinsip kesaling-bergantungan. Kesaling-bergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek yang berbeda dihubungkan, dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas. b), CTL mencerminkan prinsip diferensiasi. Diferensiasi akan menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan. c), CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi , dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyi.

Jadi, berdasarkan prinsip-prinsip CTL di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan CTL dalam pembelajaran yaitu siswa dan guru saling mempunyai ketergantungan. Siswa memerlukan guru untuk memberikan arahan-arahan agar siswa dapat mengaitkan atau menghubungkan konsep materi pembelajaran kedalam kehidupan nyata, sedangkan guru memerlukan siswa untuk dapat membuat kaitan-kaitan tentang materi pembelajaran dengan kehidupan atau pengalaman siswa, CTL dapat membantu siswa saling memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam diri siswa yang harus sama-sama dihargai dan mengadakan kerja sama dengan siswa lain, selain itu CTL dapat memberikan pemahaman tentang kemampuan diri siswa sendiri dalam memahami konsep materi melalui adanya kegiatan umpan balik.
3.      REACT Sebagai Model Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran digunakan untuk menentukan tahap-tahap kegiatan yang ingin dilakukan. Dalam pemilihan model atau strategi pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selain itu, juga harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik, serta situasi dan kondisi di mana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Kozna (1989) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu (dalam Uno, 2008:1). Wena (2009:2) mengatakan bahwa strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk menggunakan semua sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa, sehingga dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Apabila siswa dapat memahami materi pembelajaran, maka pada akhirnya tujuan pembelajaran yang ditentukan lebih mudah untuk dicapai.
"Center of Occupational Research and Development (CORD) menyampaikan 5 (lima) model bagi guru dalam rangka menerapkan pembelajaran kontekstual yang biasa disingkat dengan REACT " (Nurhadi,dkk. 2009:28). Kelima model tersebut adalah Relating (mengaitkan), Experiencing (mengalami), Aplaying (menerapkan), Cooperating (kerjasama), dan Tranferring (mentransfer). Yuliati (2008:64) menjelaskan tentang tahap-tahap REACT  sebagai berikut:
(a) mengaitkan (Relating) adalah "Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata". Pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup atau membuat kaitan, merupakan suatu bentuk pembelajaran kontekstual yang biasanya dilakukan oleh anak-anak, (b) mengalami (Experiencing) adalah model ini diberikan melalui penggunaan contoh nyata sehingga siswa mampu mengambil konsep dari contoh tersebut. Selain mampu mengaitkan juga harus mampu menggali mengenai pengetahuan baru melalui pemberian contoh yang serupa dengan kehidupan sekitarnya yang pernah dialaminya, dan juga dapat menemukan pengetahuan baru dari proses penggalian materi tersebut, (c) menerapkan (Aplaying) "Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks yang bermanfaat". Menerapkan konsep-konsep yang ada akan membawa siswa merasakan keadaan yang sebenarnya. Dengan mengetahui pemanfaatannya siswa akan termotivasi untuk belajar. Disamping itu siswa diberi tugas untuk menyelasaikan dengan menggunakan konteks yang telah didapatkannya sebelumnya dan bagaimana menggunakan pengetahuan yang telah dipdapatkan dalam konteks kehidupan nyata, (d) bekerjasama (Cooperating) "Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal pemakaian bersama, dan sebagainya". Cara belajar dengan bekerjasama, tukar pendapat, dan komunikasi dengan siswa lain agar dapat membantu siswa menguasai suatu konsep. Pengalaman bekerjasama juga mencoba menganalisa dan memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dilingkungannya dengan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya, (e) memindahkan (Transfering) "Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru". Transfer adalah kemampuan untuk berfikir dan beragumentasi tentang situasi baru melalui pengetahuan awal. Transfer dapat terjadi di dalam suatu konteks melalui pemberian tugas yang terkait erat dengan materi pelajaran, dimana pengetahuan diperlukan dalam situasi tertentu, dan kemudian digunakan di dalam konteks yang lain.

Jadi, berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat melaksanakan pembelajaran kontekstual perlu adanya model yang mendukung agar pembelajaran kontekstual dapat diterapkan. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran REACT yang  merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan pada siswa agar mengetahui suatu makna yang terdapat dalam konsep materi yang dipelajari melalui mengaitkan, mengalami, menerapkan, bekerjasama, dan memindahkan.

4.      Sintak-Sintak Model Pembelajaran REACT
Sintak-sintak merupakan langkah-langkah yang harus dilaksanakan sesuai dengan fase-fase atau kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan dan dibuat sebelumnya untuk diterapkan dalam proses kegiatan pembelajaran. Sintak-sintak REACT  berdasarkan pendapat dari Yuliati (2008:64) adalah sebagai berikut :
Tabel Sintak-Sintak Model REACT
Fase-Fase
Kegiatan
Relating
Siswa dibimbing oleh guru untuk menghubungkan konsep materi dalam pembelajaran dengan pengetahuan yang dimiliki siswa.
Experiencing
Siswa melakukan penelitian (hands-on activity) dan guru memberikan penjelasan untuk mengarahkan siswa menemukan pengetahuan baru
Aplaying
Siswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Cooperating
Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman.
Transfering
Siswa menunjukkan kemampuan terhadap pengetahuan yang dipelajarinya dan menerapkannya dalam situasi dan konteks baru.
(adaptasi Yuliati, 2008 : 64)
Jadi, dengan adanya sintak-sintak dalam pembelajaran dapat membantu guru untuk melakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang terstruktur sesuai dengan sintak pembelajaran yang telah diatur dan dibuat, agar proses pembelajaran berjalan seperti yang diharapkan. Sintak-sintak yang telah diatur juga dapat mempermudah siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.


5.      Kelebihan dan Kelemahan REACT
Model pembelajaran REACT adalah model pembelajaran yang dapat membantu guru untuk menanamkan konsep materi pembelajaran kepada siswa. Siswa diajak menemukan sendiri konsep materi yang dipelajarinya, bekerja sama dengan siswa lain, menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan nyata, dan mentransfer pengetahuan tentang materi yang dipelajari kepada siswa lain. Yuliati (2008:60) mengatakan berdasarkan hasil penelitian, REACT efektif meningkatkan kemampuan dan hasil belajar siswa. Hal ini didasarkan pada kriteria yang menyatakan efektifitas REACT . Kriteria efektifitas REACT tersebut sebagai berikut:
a) Siswa dapat mentransfer pengetahuan yang diperoleh di sekolah dalam kehidupan sehari-hari dunia kerja, b) Siswa lebih tertarik dan termotivasi serta memiliki pemahaman yang lebih baik pada materi yang diajarkan di sekolah karena pembelajaran dilaksanakan dengan mengaktifkan siswa secara fisik dan mental, c) Materi ajar yang diajarkan di sekolah memiliki koherensi dengan pendidikan yang lebih tinggi (perguruan tinggi), d) Hasil belajar yang diperoleh dengan REACT lebih baik daripada pembelajaran tradisional.

Sedangkan kelebihan dan kelemahan REACT  antara lain: 1) REACT dapat membuat siswa lebih memahami materi pelajaran karena belajar tidak hanya dilakukan dengan membaca buku pelajaran saja tetapi mereka belajar dari menemukan makna dalam pembelajaran melalui kegiatan pengaitan atau menghubungkan konsep materi dengan kehidupan siswa sehari-hari, 2) siswa dapat lebih memahami materi dengan cara menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki ke dalam kehidupan, baik kehidupan individu siswa, kehidupan siswa dalam sekolah, maupun kehidupan siswa dalam masyarakat diluar sekolah, 3) REACT menjadikan siswa lebih terdorong untuk belajar karena kehadiran siswa dinilai mempunyai peran penting untuk menggali konsep dan menemukan konsep materi secara bebas melalui penelitian dengan menggunakan alat permodelan yang telah disediakan oleh guru sebagai cara pembuktian terhadap kebenaran konsep materi yang dipelajari, 4) REACT membuat siswa terlatih untuk mengemukakan pendapat melalui kerja kelompok dan presentasi kelas tentang suatu permasalahan yang terjadi di kehidupan sehari-hari dan berhubungan dengan materi pembelajaran, 5) REACT mendorong siswa untuk dapat saling bertukar informasi, meningkatkan keakraban kerja sama karena pembelajaran dilakukan dengan sistem kerja kelompok, 6) REACT membuat siswa terlatih dan tertantang untuk dapat memecahkan dan memberikan solusi terhadap suatu permasalahan yang disajikan oleh guru kedalam kelas. Sedangkan kelemahan REACT antara lain: 1) REACT memerlukan waktu yang relatif banyak, agar kelima model itu dapat berjalan dengan baik, 2) Penerapan model REACT memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang, 3) Dalam penerapan REACT, guru harus benar-benar kreatif mengarahkan siswa untuk dapat mengaitkan konsep materi kedalam kondisi di kehidupan sehari-hari agar siswa bisa memahami materi dan tertarik dalam mengikuti pelajaran.
Jadi, setiap model pembelajaran termasuk REACT mempunyai kelemahan dan kelebihan tersendiri. Agar model ini dapat diterapkan dengan semestinya dan berhasil seperti yang diharapkan, maka guru harus mengetahui kelemahan dari model tersebut yang nantinya harus dibenahi dan disiasati dengan perencanaan yang baik.



B.     Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam
1.      Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar dibutuhkan oleh guru sebagai bahan untuk mengetahui ketercapaian siswa dalam belajar dan bahan refleksi terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan. Gage dan Berliner (1984: 252) mengungkapkan belajar sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 116). Hasil belajar menurut Sudjana (2011:22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian, hasil belajar adalah perolehan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini perolehan yang dimaksud yakni perolehan terhadap skor akhir belajar. Dengan demikian hasil belajar PAI dapat diartikan sebagai perolehan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran PAI.

2.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Banyak faktor yang perlu diperhatikan untuk meraih hasil belajar yang baik, salah satunya faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa. Apabila cara belajar siswa baik karena adanya faktor-faktor yang sangat mendukung, maka kesempatan atau peluang memperoleh keberhasilan dalam prestasi atau hasil belajarnya yang lebih baik juga semakin besar. Dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan, kadang ada siswa yang memiliki dorongan kuat untuk berhasil dan kesempatan untuk meningkatkan hasil belajar, tapi dalam kenyataannya hasil yang dicapai masih di bawah kemampuan yang diharapkan. Oleh karena itu, hasil belajar siswa yang lebih baik bisa dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya saat belajar.
Menurut Syah (2010: 130-136) secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat digolongkan menjadi tiga bagian sebagai berikut:
a), faktor internal siswa yang dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor fisiologis (kondisi umum jasmani siswa); faktor psikologis (inteligensi, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa); b) faktor eksternal siswa yang dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial, c) faktor pendekatan belajar.

Faktor internal siswa merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi belajarnya dan akhirnya juga dapat berdampak kepada hasil belajarnya, antara lain faktor fisiologis dan psikologis siswa. Faktor  Fisiologis berkaitan dengan kondisi umum jasmani dan tegangan otot siswa ketika dalam proses belajar. Siswa yang tegang pada saat belajar atau menerima materi dari guru sering kali konsentrasinya pecah atau tidak fokus sehingga siswa sulit sekali dalam memahami materi yang dipelajari.
Faktor psikologis siswa seperti intelegensi masing-masing siswa yang berbeda juga mempengaruhinya dalam memahami materi pelajaran dan kemampuannya dalam menyimpan hasil materi yang sudah dipelajari. Sedangkan sikap siswa yang acuh atau tidak acuh dalam belajar, bakat siswa yang sedikit atau banyak tentang suatu materi pelajaran tertentu, minat dan motivasi siswa yang rendah atau tinggi dalam mempelajari materi juga dapat mempengaruhi perolehan belajarnya.
Faktor eksternal siswa merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang juga mempunyai pengaruh terhadap keberhasilannya dalam belajar.
Lingkungan sosial siswa baik dalam lingkup sekolah, keluarga, dan masyarakat yang mendukung mempunyai daya dorong terhadap motivasi dan minat siswa untuk belajar. Sedangkan faktor non sosial seperti kondisi gedung sekolah, dan fasilitas-fasilitas belajar yang digunakan oleh siswa yang dapat  mempermudah siswa dalam mendapatkan referensi belajar ataupun kondisi fasilitas belajar yang kurang mendukung dapat membuat siswa kesulitan dalam mendapatkan bahan-bahan untuk belajar. Semua kondisi tersebut mempunyai dampak yang berarti terhadap perolehan hasil belajar siswa, tergantung kepada faktor apa saja yang lebih dominan dalam mempengaruhi belajar siswa.
Faktor lainnya yakni pendekatan belajar seperti model yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran REACT meliputi metode atau prosedur-prosedur yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran dan teknik atau peralatan yang perlu digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Faktor ini sangat penting mengingat intensitas belajar siswa lebih sering dilakukan di sekolah, sehingga model pembelajaran yang ingin diterapkan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya, agar dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran yang nantinya juga dapat berdampak terhadap hasil belajarnya.
Jadi terdapat beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap belajar siswa yang nantinya juga dapat berdampak kepada hasil belajarnya. Faktor tersebut terdiri dari faktor tang bersumber dari luar diri siswa dan dari dalam diri siswa, serta faktor pendekatan belajar siswa yang sering diterapkan di sekolah-sekolah dan menjadi acuan penting mengingat intensitas belajar siswa lebih sering dilakukan di sekolah.

3.      Macam-Macam Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dihasilkan dari latihan maupun pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada  individu siswa meliputi aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Pembelajaran juga merupakan proses aktivitas yang berkesinambungan melalui situasi yang nyata dan konkrit. Bloom, dkk. (1956) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga domain atau ranah.
Pada umumnya hasil belajar siswa dapat berupa 3 domain yaitu: (1) domain kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi: (2) domain afektif meliputi penerimaan, respon, penilaian, organisasi, karakterisasi: dan (3) domain psikomotorik meliputi persepsi, persiapan melakukan sesuatu pekerjaan, respons terbimbing, kemahiran, adaptasi, dan orijinasi (dalam Sudjana, 2011:22).

Ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun hanya penekanannya yang berbeda. Mata pelajaran praktik lebih menitikberatkan pada ranah psikomotorik, sedangkan mata pelajaran teori lebih menitikberatkan pada ranah kognitif, namun keduanya selalu mangandung ranah afektif. Mata pelajaran PAI termasuk mata pelajaran yang tidak memiliki aspek psikomotor. Sehingga penilaian hasil belajar yang diukur dalam mata pelajaran PAI hanyalah ranah kognitif dan afektif. Namun, penelitian ini lebih menilai kepada ranah kognitif siswa saja. Sudjana (2011:23) mengatakan bahwa ranah kognitif yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Ranah kognitif  berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfikir, mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu pengetahuan atau ingatan sampai pada kemampuan evaluasi.
Revisi taksonomi bloom yang dilakukan oleh Anderson dan Karthwohl (2001) dalam dimensi proses kognitif memiliki beberapa perbedaan antara taksonomi bloom yang lama dan yang telah direvisi. Dimensi kognitif yang sebelumnya pengetahuan direvisi menjadi mengingat (C1), pemahaman menjadi memahami (C2), aplikasi menjadi mengaplikasikan (C3), analisis menjadi menganalisis (C4), sintesis menjadi mengevaluasi (C5), dan evaluasi menjadi mencipta (C6) (dalam Yamin, 2008: 54).
Masing-masing ranah kognitif C1– C6 memiliki aspek (a) pengetahuan faktual meliputi pengetahuan tentang istilah dan pengetahuan; (b) pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan struktur, (c) pengetahuan prosedural meliputi pengetahuan tentang keterampilan materi khusus dan algoritmanya, pengetahuan tentang teknik dan metode materi khusus, pengetahuan tentang kriteria untuk memastikan kapan menggunakan prosedur yang tepat. (d) pengetahuan metakognitif meliputi pengetahuan modelk, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif termasuk kontekstual dan kondisional, pengetahuan diri (http://wikiberita.net /taksonomi-bloom).
Sejalan dengan Bloom, dkk. Gagne (1974) menyatakan bahwa hasil belajar diwujudkan dan diibaratkan sebagai kapabilitas siswa yang terdiri dari:
1), Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperan dalam kehidupan, 2) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi, dan prinsif, 3) Model kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah, 4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani, 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:11-12).

Berdasarkan uraian di atas diketahui terdapat lima kemampuan siswa yang dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran. Lima keterampilan tersebut diwujudkan dalam sikap siswa dalam kesehariannya, namun kemampuan siswa yang dapat diukur secara riil adalah kemampuan kognitifnya saja. Kemampuan kognitif dapat diukur dengan menggunakan tes sehingga dari hasil tes tersebut dapat diketahui tingkat ketercapaian siswa dari skor yang diperoleh.

4.      Pengukuran Hasil Belajar PAI
Pengukuran hasil belajar siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran PAI. Bagi siswa, pengukuran hasil belajar dapat digunakan untuk mengetahui kompetensi diri. Sedangkan bagi guru, hasil belajar sangat berguna untuk melakukan perbaikan tindakan pembelajaran di kelas. Tingkat pemahaman setiap siswa berbeda-beda, maka guru dituntut untuk bisa menjadi fasilitator yang dapat mengantarkan pembelajaran menjadi aktif, menyenangkan dan mencapai tujuan pembelajaran. Fungsi penilaian dalam proses pendidikan yang juga termasuk penilaian terhadap hasil belajar menurut Suryabrata (2011:297) dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian sebagai berikut:
1) Fungsi psikologis: a. Dipandang dari segi anak didik, Anak didik dapat mengetahui statusnya diantara teman-temannya, apakah ia termasuk anak yang pandai, yang sedang dan lain sebagainya; b. Di pandang dari segi orang tua, secara psikologis orang tua butuh mengetahui kemajuan anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya, 2) Fungsi dikdatis: a. Ditinjau dari segi anak didik, pengetahuan tentang kemajuan yang telah dicapai pada umumnya berpengaruh terhadap pekerjaan selanjutnya. Artinya dapat menyebutkan prestasi belajar yang lebih baik; b. Ditinjau dari segi guru, yang pertama, guru dapat menilai dirinya tentang keberhasilan dan tingkat kegagalan yang telah dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar. Kedua, membantu guru dalam menilai kesiapan siswa terhadap pelajaran. Ketiga, mengetahui siswa dalam kelasnya, 3) Fungsi administratif: a. Memberikan data untuk dapat menentukan status anak didik didalam kelas atau apakah siswa lulus ujian atau tidak; b. Memberikan ikhtiar mengenai usaha yang dilakukan oleh lembaga pendidikan.

Sesuai dengan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian terhadap hasil belajar merupakan langkah akhir dalam pengambilan keputusan tentang keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, pengambilan keputusan tentang hasil belajar siswa merupakan suatu keharusan bagi seorang guru untuk mengetahui tingkat perolehan belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Tingkat keberhasilan siswa dalam kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan faktor-faktor tersebut harus diselidiki apabila siswa menemui atau mengalami kegagalan dalam belajar.
Pengukuran hasil belajar pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan model pembelajaran REACT. Salah satu alat untuk melakukan pengukuran hasil belajar adalah dengan menggunakan tes. Menurut Purwanto (2007: 61) apabila yang dievaluasi hasil belajar, maka tes merupakan alat yang cukup berperan. Bentuk soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tulis uraian. Sudjana (2011:35) mengartikan secara umum bahwa tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Tes tulis uraian memberikan kebebasan yang luas kepada siswa untuk menyatakan tanggapan. Tes tulis uraian mempunyai kelebihan dan kelemahan antara lain:
a) dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi, b) dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa, c) dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analistis, dan sistematis, d) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving), e) adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berfikir siswa. Kelemahan tes uraian sebagai berikut : a) Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan, b) sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya, c) tes ini biyasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlahnya relative besar. (sudjana, 2011:36)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tes uraian mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri yang berbeda dengan tes objektif. Tes tulis uraian dapat mengukur pemahaman siswa secara utuh, karena jawaban dari soal uraian tidak dapat diterka-terka seperti tes obyetif dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam menjawab soal.

C.    Keterkaitan Model REACT dengan Hasil Belajar PAI
Materi sumber hukum Islam (Ijtihad) merupakan materi pelajaran PAI yang berhubungan erat dengan dunia nyata. Oleh karena karakteristik materi yang mempelajari tentang lingkungan di sekitar siswa mencakup kehidupan siswa sehari-hari, maka diperlukan pembelajaran yang bisa membantu siswa untuk dapat memahami materi dengan cara mengaitkan materi dengan kehidupan nyata. Siswa akan lebih cepat dan mudah memahami materi jika pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan pengalamannya sehari-hari.
 Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan belajar siswa adalah siswa mendapatkan pemahaman lebih dari materi yang dipelajari dan mengingatnya lebih lama. Untuk dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dan mengingat konsep-konsep materi lebih lama maka siswa harus menemukan sendiri maksud dari konsep materi yang dipelajari yakni dengan cara siswa melakukan penelitian sebagai cara pembuktian terhadap kebenaran konsep materi yang dipelajari. Model pembelajaran REACT dilihat dari tahapan-tahapannya, maka perlu membelajarkan siswa untuk dapat mengaitkan, mengalami, menerapkan pengetahuan tentang materi yang dipelajari, bekerja sama dalam kelompok, dan melatih siswa untuk mengemukakan pendapat dalam kerja kelompok dan presentasi kelas.
Rangkaian tahap proses pembelajaran model REACT akan menghasilkan pengalaman belajar bagi siswa, dimana pengalaman belajar tersebut dapat diketahui dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yakni intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari dalam diri siswa, sedangkan faktor ekstern berasal dari luar diri siswa. Dalam hal ini, REACT merupakan salah satu faktror ekstern yang juga mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar siswa, karena REACT  merupakan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah. Sekolah merupakan suatu lembaga yang digunakan sebagai tempat rutinitas belajar siswa sehari-hari. Oleh karena itu, intensitas belajar siswa lebih sering dilakukan di sekolah sehingga perlu adanya model pembelajaran yang dapat memperbaiki hasil belajar siswa dengan cara lebih meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari.
REACT  terdiri dari lima tahapan yang mempunyai kaitan dengan peningkatan hasil belajar PAI siswa. Pertama tahap mengaitkan (Relating), pada tahap ini siswa dilatih untuk dapat mengaitkan/menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari dengan cara bercerita. Apabila siswa dapat menceritakan fenomena atau pengalaman-pengalaman di masa hidupnya yang berhubungan dengan materi, maka siswa akan lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajari sehingga berdampak kepada hasil belajar yang lebih baik. Pada tahap ini siswa menceritakan tentang kegiatan yang dilakukan untuk memelihara lingkungan sekitar dan bercerita tentang fenomena atau masalah-masalah baru dalam kehidupan moderen (pacaran, Fb, nikah melalui hand phone dll). Kedua tahap mengalami (experiencing), tahap ini dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dengan cara melakukan penelitian terhadap kebenaran konsep materi yang dipelajari, selain memberikan pemahaman yang lebih baik, tahap ini juga memberikan kesan belajar yang tidak mudah dilupakan karena siswa secara sadar mengalaminya sendiri.
Apabila siswa sudah memahami materi dan dapat disimpan oleh otak kanan berupa pengalaman belajar, maka siswa akan lebih mudah mengingat materi yang dipelajari sehingga siswa tidak menemui kesulitan yang berarti dalam mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut dan akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah penelitian ijtihad kecil-kecilan. Karena pacaran istilah baru, maka siswa harus bisa berpendapat bahwa misalkan pacaran haram karena merusak esensi dalil al-Qur’an yang mengatakan “jangan sekali-kali mendekati zina” namun karena pemahaman tidak sesempit itu, maka perlu menelaah ayat al-Qur’an yang lain “kami jadikan kalian berbangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal” kalau esensi pacaran “hanya untuk saling mengenal”, maka hal ini tidak lah bertentangan dengan ayat ini.
Ketiga tahap menerapkan (Aplaying), pada tahap ini siswa melakukan penerapan terhadap pengetahuan yang telah dipahami, siswa yang bisa menerapkan pengetahuan secara benar adalah siswa yang sudah baik dalam memahami materi, tentunya tahap ini merupakan tahap pemantapan terhadap pemahaman yang telah dimiliki siswa sebelumnya, agar siswa lebih yakin dalam menguasai materi yang telah dipahami, jika penguasaan siswa terhadap materi sudah baik, maka siswa dengan mudah dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru baik soal secara lisan maupun tertulis dan akhirnya juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan penelusuran atau analisis pada setiap permasalahan yang dihadapi dengan cara memperhatikan bentuk-bentuk dan tahapan-tahapan diperbolehkannya Ijtihad sebagaimana yang mereka ketahui.
Keempat tahap bekerja sama (Cooperating), sebagian siswa mungkin bisa belajar secara individual, tetapi belajar dengan bekerja sama akan lebih memudahkan siswa dalam memahami materi karena siswa mendapatkan informasi lebih banyak yang berhubungan dengan materi dari anggota kelompoknya. Agar kerja sama dalam kelompok berjalan dengan maksimal, maka anggota kelompok harus hiterogen baik dalam segi prestasi, keaktifan, maupun gender. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan diantaranya, melakukan identifikasi terhadap suatu permasalahan dengan cara bekerja sama, saling membantu dalam melakukan penelitian, dan saling memberikan pendapat dalam menjawab soal-soal yang ada pada lembar kerja kelompok.
Kelima tahap memindahkan (Transfering) merupakan tahap berlatih mengungkapkan pendapat dan merespon pendapat siswa lain, sehingga siswa akan mempunyai perbandingan antara materi yang telah dia pahami sesuai kemampuannya, dengan pemahaman siswa lain terhadap materi yang dipelajari. Apabila siswa sudah mempunyai perbandingan, maka siswa akan mengetahui mana konsep materi yang benar. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah presentasi membacakan laporan hasil kerja kelompok yang nantinya akan direspon oleh kelompok lain.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas  yang merupakan terjemahan dari Classroom Action Research atau yang lebih dikenal dengan PTK. PTK dapat diartikan sebagai penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran di kelas.
Penelitian ini terdiri dari beberapa siklus yang masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yakni menyusun rencana tindakan, melakukan tindakan, mengamati/observasi, dan refleksi. Setelah dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan, maka selanjutnya akan dilakukan perencanaan baru untuk pelaksanaan siklus berikutnya.
B. Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu, tahap pendahuluan dan tahap pelaksanaan tindakan. Tahap pendahuluan terdiri dari observasi awal dan refleksi awal. Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari beberapa siklus.
1.      Tahap Pendahuluan
a. Observasi Awal
Kegiatan observasi awal penelitian ini adalah
1)      Pertemuan dengan Kepala Sekolah
     Pertemuan dengan kepala sekolah ini membahas tentang izin penelitian.
2)      Pertemuan dengan guru bidang studi
     Pertemuan peneliti dengan guru bidang studi ini membahas tentang waktu materi saat penelitian dan kondisi pembelajaran sebelumnya.
3)      Pengamatan kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas.
4)      Peneliti dan guru merumuskan permasalahan untuk dicari jalan keluarnya.
b. Refleksi Awal
Pendeskripsian hasil pengamatan bersama guru bidang studi untuk mengidentifikasi penyebab masalah dalam pembelajaran dan mencari cara pemecahannya. Dari hasil observasi awal diidentifikasi beberapa masalah seperti berikut:
a) Masalah pembelajaran yaitu, pembelajaran yang berpusat kepada guru (teacher center) dan monoton.
b) Hasil belajar siswa rendah dibuktikan dengan hasil nilai ulangan harian siswa di bawah standar ketuntasan minimal (SKM). Banyak siswa yang tidak memahami materi sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan guru dalam bentuk lisan dan tulisan, tidak ada diskusi di dalam kelas, siswa jarang menyampaikan pendapat, dan siswa kesulitan menyimpulkan hasil materi yang dipelajari.
2.      Tahap Pelaksanaan Tindakan
a.      Siklus I
1) Perencanaan Tindakan
a.       Perancangan pembelajaran dengan menggunakan strategi Relating, Experiencing, Applaying, Cooperating, Transfering (REACT). Rancangan pembelajaran ini disusun dalam bentuk RPP.
b.      Penyusunan alat perekam data berupa soal uraian hasil belajar PAI siswa, lembar observasi aktivitas guru dan siswa, serta catatan lapangan.
2) Pelaksanaan tindakan
     Pelaksanaan tindakan ini meliputi tahap pembelajaran PAI di kelas dengan menerapkan strategi pembelajaran REACT. Strategi pembelajaran REACT terdiri dari beberapa tahap yaitu: Relating (mengaitkan), Experiencing (mengalami), Applying (menerapkan), Cooperating (bekerjasama), dan Transfering (memindahkan). Langkah akhir dari pelaksanaan tindakan ini adalah pemberian tes soal uraian yang bertujuan untuk merekam hasil belajar PAI siswa.
3) Observasi
     Observasi pada pelaksanaan tindakan ini mengenai aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran PAI.
4) Refleksi
     Data dianalisis untuk melihat tingkat efektifitas rancangan pembelajaran PAI materi lingkungan hidup yang telah dilaksanakan dan selanjutnya dipakai untuk perencanaan siklus berikutnya. Analisis data menggunakan kriteria:
1)      Hasil observasi terhadap aktivitas guru.
2)      Hasil observasi terhadap aktivitas siswa.
3)      Catatan Lapangan.
b. Siklus Berikutnya
Berdasarkan hasil refleksi siklus I digunakan untuk perencanaan siklus berikutnya.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
   Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Malang kelas X-4 semester 1  tahun pelajaran 2012-2013.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang.
E. Kehadiran Peneliti
Awal penelitian peneliti bertindak sebagai perencana, dan pada pelaksanaan penelitian peneliti bertindak sebagai pelaksana, pengumpul data, serta setelah penelitian bertindak sebagai penganalisis data serta melaporkan hasil penelitian.

F. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah data hasil belajar PAI siswa sebelum dan sesudah diberikan tindakan. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-4 karena mereka yang akan menampilkan perubahan yang terjadi dalam hasil belajar PAI sebelum dan setelah penerapan strategi REACT.

2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:
1.      Tes
Tes adalah teknik pengukuran yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar PAI siswa yang diperoleh dari hasil jawaban siswa terhadap soal-soal uraian yang berkaitan dengan Kompetensi Dasar (KD) pembelajaran, yakni menganalisis pengertian, kedudukan dan fungsi al-Qur’an, al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam sebelum dan sesudah diterapkannya strategi REACT di kelas X-4 SMAN 3 Malang. Tujuannya adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PAI siswa. Instrumen yang digunakan adalah soal tes tertulis bentuk uraian.
2.      Lembar Observasi Guru
Observasi yang digunakan adalah observasi langsung yang berarti pengamatan langsung oleh observer terhadap aktivitas guru di dalam kelas pada saat pelaksanaan tindakan. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disusun.

3.      Lembar Observasi Siswa
Observasi dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung oleh observer terhadap aktivitas siswa di dalam kelas pada saat pelaksanaan tindakan. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disusun.
4.      Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti untuk melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran di kelas. Catatan lapangan berfungsi sebagai data hasil pengamatan observer terhadap proses pembelajaran di kelas seperti pengelolaan kelas, interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan suasana kelas, serta seluruh kegiatan yang belum tercatat di lembar observasi.

3. Langkah-Langkah Pengumpulan Data.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Pemilihan anggota observer
2.      Pembagian instrument penelitian kepada observer berupa lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas siswa, serta catatan lapangan.
3.      Peneliti memberikan penjelasan dan pengarahan kepada observer terkait pengisian lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas siswa, serta catatan lapangan.
4.      Observer mengamati dan memberikan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung.
5.      Pemberian lembar tes uraian kepada masing-masing siswa yang di dalamnya terdapat soal-soal  yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
6.      Siswa mengumpulkan lembar tes uraian setelah selesai menjawabnya.

G.    Analisis Data
Data yang akan dianalisis yakni hasil belajar PAI siswa yang diperoleh dari pelaksanaan tes uraian pada sesen setelah diberi tindakan. Tujuan analisis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PAI siswa dengan diterapkannya strategi pembelajaran REACT. Peningkatan hasil belajar PAI siswa dapat diketahui dengan membandingkan rata-rata skor hasil belajar PAI siswa pada pra tindakan dengan siklus I dan siklus I dengan siklus berikutnya. Peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Peningkatan Kedua =


Peningkatan Pertama =
 




Selanjutnya, untuk mengetahui persentase peningkatan hasil belajar PAI siswa, maka dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


Persentase Peningkatan Pertama=  x 100%

 




Setelah dibuat nilai persentase selanjutnya nilai dimasukkan ke dalam tabel dan grafik.












BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.    Deskripsi Pelaksanaan Tindakan
Sebelum melakukan refleksi dan perencanaan tindakan, peneliti terlebih dahulu melakukan kegiatan observasi awal. Observasi awal dilakukan dengan melihat proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang dilaksanakan di kelas X-4 SMAN 3 Malang pada hari Kamis tanggal 01 November 2012 dimulai pada pukul 14.15 s/d 15.15 dengan materi Sumber Hukum Islam. Metode yang digunakan oleh guru adalah ceramah. Guru masuk ke dalam kelas mengabsen siswa dan menerangkan materi tentang pemanfaatan lingkungan hidup, sedangkan siswa mendengarkan dengan sungguh-sungguh penyampaian materi dari guru.
Guru menanyakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan minggu lalu dan menyuruh untuk mengumpulkannya, ternyata banyak sekali siswa yang mengeluh dan melaporkan soal-soal yang sulit mereka kerjakan. Dari hasil laporan itu banyak sekali jawaban yang salah dan mereka beralasan tidak memahami materinya. Mereka banyak yang sulit mengerjakan soal dengan tingkat kesulitan tinggi seperti analisis.
Pada saat peneliti melihat jawaban siswa terhadap soal-soal yang bersifat menganalisis mereka rata-rata hanya menyebutkan berdasarkan poin-poin saja, tidak ada yang menelaah, menghubungkan, dan menjabarkan lebih lanjut terhadap pokok-pokok jawaban yang diberikan oleh siswa sehingga banyak siswa yang mendapat nilai rendah di bagian soal-soal yang mempunyai kategori kesulitan tinggi seperti analisis.Kebanyakan mereka beralasan tidak terbiasa mengerjakan soal analisis serta mereka kesulitan mengingat kembali materi yang dipelajari.
Setelah selesai dilakukan pengamatan langsung di kelas X-4, selanjutnya peneliti mengadakan  wawancara dengan guru PAI yang mengajar di kelas X-4 dan beberapa siswa dari kelas tersebut pada tanggal 31 Oktober 2012. Wawancara yang dilaksanakan terhadap guru dan siswa dilakukan secara terpisah. Hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh tidak mendapatkan tekanan dari masing-masing pihak (guru dan siswa), sehingga informasinya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa diketahui permasalahan yang dialami, yakni siswa sering tidak memahami materi yang diajarkan karena: (1) penyampaian materi terlalu cepat dan kurang rinci sehingga siswa tidak mampu menangkap materi pembelajaran secara jelas, (2) materi terlalu banyak teori yang bersifat hafalan sedangkan siswa tidak suka jika hanya menghafalkan materi saja, (3) siswa lebih suka pembelajaran yang ada kegiatan praktiknya, (4) pembelajaran tidak menarik sehingga siswa bosan untuk belajar, serta (5) siswa mudah lupa dengan materi yang diajarkan. Siswa tidak memahami materi tersebut ditandai oleh: (1) Siswa tidak bisa menjawab pertanyaan yang bersifat analisis, (2) Siswa mengeluh kesulitan mengerjakan soal no. 4 dari 5 soal yang diberikan oleh guru yang di dalamnya terdapat sebuah permasalahan (ta’arruf dan pacaran), (3) Siswa rata-rata hanya memberikan satu solusi terhadap soal yang ada di no. 4 tentang ta’arruf bukan pacaran untuk menghindari terjadinya kehamilan di luar nikah, (4) Siswa tidak bisa menyebutkan secara lengkap soal no. 1 yang berisi tentang bentuk-bentuk ijtihad dan syarat-syarat menjadi seorang mujtahid serta pemanfaatannya bagi kehidupan, padahal di dalam proses pembelajaran sudah dijelaskan oleh guru.
Selanjutnya, pada hari yang sama peneliti melakukan wawancara dengan guru PAI. Berdasarkan wawancara yang dilakukan diperoleh informasi bahwa mata pelajaran PAI yang diajarkan di kelas X-4 mempunyai alokasi waktu 2 jam (85 menit 1 kali pertemuan) setiap minggunya.
Guru memang selalu menggunakan metode ceramah, dengan alasan supaya materi yang diajarkan semua cepat tersampaikan dan selesai dalam waktu yang relatif cepat dan efisien. Guru ingin memanfaatkan waktu yang tersisa dengan mengerjakan soal-soal latihan untuk persiapan menghadapi Ujian Akhir Sekolah (UAS) sehingga guru tidak terlalu mementingkan metode pembelajaran yang cocok untuk diterapkan di kelas X-4 SMAN 3 Malang. Pada akhir wawancara, guru memberikan hasil nilai ulangan harian pertama PAI siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang, dari data ini diketahui bahwa sebanyak 7 dari 34 siswa nilainya tidak mencapai standar ketuntasan minimal (SKM) yang di tetapkan oleh sekolah yaitu 75.
Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara terhadap guru dan siswa seperti di atas, selanjutnya peneliti melakukan refleksi yakni menganalisis permasalahan yang timbul dan penyebab paling dominan yang mengakibatkan terjadinya masalah. Setelah dilakukan refleksi, ditemukan permasalahan yang terjadi di kelas X-4 yakni hasil belajar PAI siswa yang rendah dan aspek paling dominan yang menyebabkan hasil belajar PAI siswa rendah yakni model pembelajaran yang diterapkan di kelas, sehingga perlu diubah dengan model yang bisa memberikan pemahaman materi terhadap siswa agar hasil belajar siswa menjadi lebih meningkat.

1.      Perencanaan Tindakan Siklus 1
Pada tahap ini, peneliti menyusun silabus tentang materi pembelajaran yang akan diajarkan di kelas X-4 SMAN 3 Malang. Materi yang akan diajarkan adalah mata pelajaran PAI kelas X-4 dengan Kompetensi Dasar (KD) : Menyebutkan pengertian, kedudukan dan fungsi Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam serta Menerapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari. Indikator kompetensi dari pembelajaran siklus 1 adalah : (1) Siswa dapat menjelaskan pengertian, kedudukan dan fungsi Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumbr hukum Islam, (2) Siswa dapat menjelaskan pengertian, kedudukan, dan fungsi hukum taklifi dalam hukum Islam, (3) Siswa dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan sikap orang yang taat terhadap syariat Islam. Selanjutnya, silabus dikembangkan menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Dalam model pembelajaran kontekstual REACT  yang direncanakan oleh peneliti dibagi menjadi dua kali pertemuan, pertemuan pertama dibagi menjadi tiga tahap, yakni tahap pertama adalah pendahuluan yang berisi kegiatan pembagian kelompok, dilanjutkan dengan kegiatan mengaitkan (Relating) materi pembelajaran berupa siswa bercerita tentang kondisi di dunia nyata yang mempunyai hubungan dengan materi yang akan diajarkan. Tahap kedua adalah kegiatan inti yang meliputi kegiatan siswa menerima penjelasan dari guru tentang materi sumber hukum Islam yang tiga, selanjutnya siswa menjelaskan pengertian dan kedudukan sumber hukum Islam tersebut, mengidentifikasi sumber hukum yang bisa digunakan sesuai urutannya untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi, serta bekerja sama (Cooperating) dalam kelompok berupa kegiatan percobaan mencari dalil (Al-Qur’an) dan melakukan percobaan (Experiencing)  melalui kegiatan simulasi dengan menggunakan (sumber) Al-Qur’an terjemah dan buku hadits terjemahan disediakan oleh guru.
Kegiatan menggunakan sumber hukum dan melakukan percobaan dilaksanakan setelah siswa selesai mengidentifikasi masalah. Setelah siswa melakukan percobaan, selanjutnya siswa dalam kelompok menjawab soal-soal laporan hasil percobaan, menjelaskan upaya dalam berusaha menentukan sendiri hukum haram ataukah wajib (bolehnya pacaran), serta menjawab pertanyan-pertanyaan yang ada di dalam format laporan hasil percobaan yang nantinya akan dipresentasikan pada tahap memindahkan (Transfering), pada pertemuan pertama siklus 1 ini presentasi hanya dilakukan oleh dua kelompok yang melakukan percobaan yang sama pada tahap mengalami (Experiencing).
Kelompok yang melakukan presentasi di depan kelas adalah kelompok yang dipilih berdasarkan hasil lotre dan pendapatnya ditambahkan oleh kelompok yang melakukan percobaan yang sama dengan kelompok yang melakukan presentasi di depan kelas, sementara empat kelompok yang lain akan melakukan presentasi di pertemuan ke-II siklus 1. Setelah presentasi pada siklus 1 selesai, maka dibuka sesi tanya jawab antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru, dan selanjutnya siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.Tahap Penutup berupa siswa diberi tugas untuk mencari artikel tentang pergaulan bebas dan ta’arruf (pacaran sehat) sebagai solusinya.
Pertemuan kedua siklus 1, terdapat tiga tahapan kegiatan pembelajaran berupa tahap Pendahuluan yakni kegiatan mereview ulang percobaan yang dilakukan pada pertemuan pertama. Tahap kedua berupa kegiatan inti yakni melanjutkan presentasi kelas bagi kelompok yang belum melaksanakan presentasi di pertemuan ke-I siklus I, selanjutnya pada tahap menerapkan konsep materi (Aplaying), dilakukan kegiatan pemilahan dalil yang qoth’i dan dzonni, dilanjutkan dengan pemberian hadiah bagi kelompok yang sedikit melakukan kesalahan dalam memilah dalil qoth’i dan dzonni, dan menganalisis upaya mencegah pergaulan bebas dengan ta’arruf.
Setelah kegiatan menganalisis, maka diadakan sesi tanya jawab antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru yang selanjutnya siswa menyimpulkan hasil pembelajaran pada pertemuan ke-II siklus 1. Tahap penutup berupa pembagian hand out kepada masing-masing kelompok dan siswa diberi tugas untuk mempelajari materi menerapkan hukum taklifi dalam kehiduapn sehari-hari yang sudah ada di hand out yang akan digunakan untuk pertemuan di siklus II, serta pemberian informasi kepada siswa untuk belajar kembali karena akan diadakan tes hasil belajar siklus 1 pada hari yang lain.
2.      Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Sesuai dengan perencanaan pelaksanaan tindakan siklus I di awal, maka pelaksanaan tindakan siklus I dijadikan 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 01 November 2012 sedangkan pertemuan kedua pada tanggal 08 November 2012 dengan alokasi waktu yang digunakan untuk pertemuan pertama 2x30 menit, dan pertemuan kedua 2x30 menit (sebenarnya 2x45 menit, namun sementara waktu menjadi 2x30 menit).



a)      Pertemuan ke-I
Sebelum melaksanakan pembelajaran, peneliti memperkenalkan diri sebagai guru sementara, untuk mengajarkan materi kedudukan dan fungsi sumber hukum Islam. Setelah itu guru mengkondisikan kesiapan belajar siswa dengan mengucap salam, mengabsen siswa sekaligus membagi siswa menjadi enam kelompok.
Untuk mempersiapkan siswa menerima pembelajaran, terlebih dahulu pada tahap mengaitkan (Relating) siswa diberi kesempatan untuk bercerita tentang kegiatan yang dilakukan oleh siswa apabila kesulitan menentukan hukum Agama akan suatu permasalahan. Ketika siswa diberi kesempatan untuk bercerita, sebagian besar yang mengangkat tangan adalah siswi, lalu guru menunjuk perwakilan dari siswi 1 orang dan dari siswa 1 orang, siswi yang pertama kali bercerita bernama Annaliza Sofi, dia memulai ceritanya dengan mengatakan “Saya tidak pernah kesulitan menentukan hukum karena saya bisa mencarinya di internet”.
Setelah siswi tersebut bercerita, maka guru dan siswa yang lain memberikan tepuk tangan yang meriah. Selanjutnya siswa yang lain bernama Aditya Primadana bercerita tentang kebiasaannya mencari sumber hukum dalam literatur-literatur yang relevan.
Dari cerita siswa tersebut kemudian guru memberikan kertas yang berisi gambar orang-orang yang mengkaji Al-Qur’an dalam sebuah perkumpulan, diharapkan siswa termotivasi agar suka membaca.
Langkah selanjutnya, yakni siswa mendengarkan penjelasan materi secara singkat dari guru tentang sumber hukum Islam.
Setelah menjelaskan materi secara singkat kepada siswa, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyebutkan satu dalil dari Al-Qur’an (temanya ta’arruf/pacaran). Selanjutnya jawaban dari siswa yang mengangkat tangan banyak yang salah. Misalnya siswa mengatakan tidak ada dalilnya tapi mengatakan bahwa pacaran itu haram, makruh, ada juga yang mengatakan wajib, sunnah.
Oleh karena itu guru mengarahkan siswa kepada jawaban yang benar dan untuk lebih meyakinkan siswa, selanjutnya guru menyuruh siswa mengambil Al-Qur’an terjemah untuk mengidentifikasi masing-masing jawaban yang mengatakan keharaman, kewajiban maupun kesunnahan pacaran. Setelah siswa melakukan identifikasi, akhirnya siswa menemukan dalil yang menyebutkan ”Janganlah kamu sekali-kali mendekati zina..” (Al-Qur’an terjemah, Al-Isro’ 32) dan “wahai manusia sekalian, Kami jadikan kalian laki-laki dan perempuan serta bersuku-suku untuk saling mengenal.....” (Al-Qur’an terjemah, Al-Hujurat 13).
Setelah itu siswa disuruh untuk mengumpulkan lembar hasil identifikasi karena akan dilanjutkan pada kegiatan  berikutnya, yakni tahap mengalami (Experiencing) dengan melakukan kegiatan percobaan melalui kerja sama (Cooperating) antar anggota dalam kelompok. Sebelum melakukan percobaan, siswa menerima lembar format petunjuk pelaksanaan dan pengamatan percobaan siklus I sarana percobaan yang harus ditelaah terlebih dahulu.
Masing-masing kelompok diberi sarana berupa Al-Qur’an terjemahan, buku Hadits yang relevan “Shohih Bukhori, Muslim (tarjamah)”, lampiran-lampiran pendapat 4 madzhab mu’tabarah berkaitan dengan tema yang diijtihadi, buku ajar dan modul sebagai bacaan wajib bab sumber hukum Islam. Setelah masing-masing kelompok selesai mengecek kelengkapan dan menela’ah sendiri sarana sesuai dengan petunjuk pelaksanaan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan percobaan.
Kelompok A dan B melakukan percobaan tentang proses pemilihan sumber mana yang akan digunakan terlebih dahulu untuk menghukumi haram, wajib atau dan mubahnya pacaran dari Al-Qur’an dan Hadits. Kelompok C dan D melakukan percobaan tentang proses pemilihan sumber mana yang akan digunakan terlebih dahulu untuk menghukumi haram, wajib atau dan mubahnya pacaran dari lampiran-lampiran-lampiran pendapat 4 madzhab mu’tabaroh, kelompok E dan F melakukan percobaan tentang proses pemilihan sumber mana yang akan digunakan terlebih dahulu untuk menghukumi haram, wajib atau dan mubahnya pacaran dari pengertian mendalam bentuk-bentuk ijtihad dalam buku ajar dan modul siswa.
Masing-masing kelompok mengamati pelaksanaan telaah dan percobaan serta mencatat hasilnya ke dalam lembar format pengamatan pelaksanaan percobaan.
Setelah selesai melakukan percobaan, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk  menjelaskan hukum yang ditemukan menurut analisis berikut alasan-alasan yang rasionalis, ketika siswa mengacungkan tangan, maka guru menunjuk siswa secara random untuk menjawab. Kegiatan terakhir dalam tahap mengalami (Experiencing) dan bekerja sama (Cooperating) ini yakni siswa dalam kelompok bekerja sama dalam menjawab pertanyan-pertanyaan yang ada didalam format laporan hasil percobaan yang nantinya akan dibacakan pada sesi presentasi kelas pada tahap memindahkan (Transfering).
Tahap memindahkan (Transfering) dilakukan dengan kegiatan presentasi kelas, dalam hal ini yang dipresentasikan adalah jawaban dari laporan hasil percobaan pada tahap (Experiencing). Sebelum melakukan presentasi kelas, terlebih dahulu guru melotre untuk menetapkan kelompok yang akan melakukan presentasi kelas.
Berdasarkan hasil lotre, maka kelompok D mendapat kesempatan pertama, sedangkan kelompok C yang melakukan percobaan yang sama di tahap mengalami (Experiencing) sebelumnya, hanya menambahkan atau melengkapi hasil presentasi dari kelompok D. Presentasi pada pertemuan ke-I ini hanya dilakukan oleh dua kelompok saja, sedangkan empat kelompok yang lain akan melakukan presentasi pada pertemuan ke-II di siklus I.
Kegiatan selanjutnya yakni guru membuka sesi tanya jawab antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Namun pada kegiatan ini waktu yang diperlukan lebih banyak dari pada waktu yang telah ditentukan dalam RPP yakni lima menit, sehingga karena waktunya tidak memungkinkan akhirnya empat siswa dari enam belas siswa yang ingin mengajukan pertanyaan belum mendapat kesempatan untuk bertanya. Guru berjanji untuk memberikan kesempatan kepada empat siswa tersebut untuk bertanya di pertemuan ke-II.
Dari hasil kegiatan pembelajaran di atas, siswa dibimbing untuk menyimpulkan hasil pembelajaran yang didapat pada pertemuan ke-I. Namun hanya dua siswa yang mengacung dan bersedia untuk menyimpulkan hasil pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah tahap penutup yang berisi kegiatan guru memberi tugas kepada siswa untuk mencari artikel tentang pergaulan bebas dan menyuruh untuk mempelajarinya, agar di pertemuan ke-II bisa mengikuti dengan baik kegiatan pembelajaran.


2) Pertemuan ke-II
Kegiatan pada pertemuan ke-II diawali dengan menyuruh siswa untuk berkumpul dengan anggota kelompok yang sudah dibentuk di pertemuan ke-I siklus I. Mengkondisikan kesiapan belajar siswa dengan mengucap salam, mengecek kehadiran siswa. Setelah itu, guru mereview ulang hasil percobaan yang dilakukan pada pertemuan Ke-I untuk memberi sedikit gambaran kepada siswa agar dapat mengingat kembali dan mempersiapkan diri untuk melakukan presentasi kelas bagi kelompok yang belum melaksanakan.
Seperti kegiatan presentasi pada pertemuan ke-I, maka sebelumnya guru melotre untuk menentukan kelompok yang akan melakukan presentasi kelas pertama kali pada pertemuan ke-II. Namun sebelum kelompok melakukan presentasi, terlebih dahulu guru menginformasikan untuk mencatat apa saja yang ingin ditanyakan karena sesi tanya jawab akan diadakan setelah tahap menerapkan (Aplaying). Berdasarkan hasil lotre, maka kelompok E melakukan presentasi terlebih dahulu sedangkan kelompok F menambahkan atau melengkapi hasil presentasi kelompok E. Setelah kelompok E dan F selesai mempresentasikan, maka dilanjutkan oleh kelompok A dan ditambahkan oleh kelompok B yang melakukan percobaan yang sama di pertemuan ke-I sebelumnya.
Pada tahap menerapkan konsep pengetahuan (Aplaying), masing-masing kelompok diberi beberapa contoh dalail. Kegiatan yang dilakukan adalah setiap kelompok diberi tugas untuk memilah dalil naqli, ‘aqli dan yang bersifat dzonni, qoth’i yang ada di lembar kertas jenis-jenis dalail  dengan cara mengguntingnya.
Pada saat kegiatan ini berlangsung, ternyata semua kelompok sering salah dalam membedakan antara dalil naqli dan ‘aqli, qoth’i dan dzonni. Misalnya dalam dalil qoth’i dan dzonni menganggap dalil “janganlah kamu sekali-kali mendekati zina” itu dalil dzonni sedangkan ayat atau dalil tersebut bersifat qoth’i. Siswa baru memahami perbedaan qoth’i dan dzonni setelah diberi penjelasan oleh guru.
Setelah siswa melakukan kegiatan penerapan (Aplaying), selanjutnya siswa menganalisis upaya mengetahui hukum boleh tidaknya pacaran serta pacaran atau “ta’arruf” yang sehat dan solusi pergaulan bebas. Berdasarkan kesepakatan sebelumnya, bahwa sesi tanya jawab di kegiatan presentasi dilaksanakan setelah selesai kegiatan menerapkan (Aplaying). Dalam sesi tanya jawab di pertemuan ke-II ini sebanyak 7 siswa yang bertanya, dari kelompok A ada 3 anak , B ada 1 anak, E ada 2 anak, dan C ada 1 anak. Pada tahap ini siswa lebih sering menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain dan lebih antusias dibandingkan dengan pertemuan ke-I siklus I. Tahap penutup berupa kegiatan guru memberikan hand out yang berisi tentang materi hukum taklifi kepada masing-masing kelompok dan menyuruh siswa yang lain untuk mengkopinya supaya bisa dipelajari untuk persiapan kegiatan pembelajaran di siklus II.
3) Hasil Observasi Siklus I
Seluruh kegiatan pembelajaran pada pertemuan ke-I dan ke-II, diamati oleh observer dan di bantu oleh dokumentator. Dokumentator bertugas untuk mendokumentasikan beberapa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk foto.

Pertemuan ke-I
Hasil observasi pada pertemuan ke-I siklus I ini meliputi pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa serta seluruh proses kegiatan pembelajaran yang diamati berdasarkan format yang sudah dirancang. Berdasarkan hasil pengamatan oleh observer (merangkap dokumenter) terhadap aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung diuraikan sebagai berikut:
Dari hasil observasi aktivitas guru jumlah skor yang diperoleh sebesar 19, sedangkan skor maksimal adalah 20, berdasarkan hasil data observasi pengamat, maka jumlah skor yang diperoleh adalah . Taraf keberhasilan kegiatan guru berdasarkan hasil pengamatan oleh observer sebesar 95%.
Persentase di atas tidak mencapai angka 100%, karena terjadi pemotongan jam pelajaran selama 3 menit. Kegiatan yang tidak dilaksanakan oleh guru pada pertemuan ke-I ini berupa guru tidak menjelaskan tujuan dan manfaat pembelajaran. Hal ini terjadi karena siswa tidak segera berkumpul dengan anggota kelompok yang sudah ditentukan, disebabkan bukan teman dekatnya. Sedangkan untuk hasil observasi aktivitas siswa jumlah skor yang diperoleh sebesar 12, sedangkan skor maksimalnya adalah 12, berdasarkan hasil data observasi pengamat, maka jumlah skor yang diperoleh adalah , taraf keberhasilan kegiatan siswa berdasarkan observasi sebesar 100%. Data Ini membuktikan bahwa seluruh perencanaan aktivitas siswa dapat dilaksanakan.



Pertemuan ke-II
Dari hasil observasi jumlah skor yang diperoleh adalah sebesar 13. Sedangkan skor maksimal adalah 13, berdasarkan hasil data observasi pengamat, maka jumlah skor yang diperoleh adalah . Taraf keberhasilan kegiatan guru berdasarkan hasil observasi sebesar 100%. Ini berarti seluruh perencanaan aktivitas guru dapat dilaksanakan. Sedangkan hasil observasi jumlah skor aktivitas siswa sebesar 7 dari 7 aktivitas yang direncanakan, sehingga jumlah skor yang diperoleh adalah , hasil ini menunjukkan bahwa seluruh perencanaan aktivitas siswa dapat dilaksanakan.
4) Hasil Refleksi Siklus I
Pada akhir pelaksanaan pembelajaran siklus I peneliti bersama observer dan siswa melakukan refleksi. Refleksi ini berguna untuk mengetahui kekurangan-kekurangan selama pelaksanaan siklus I, sehingga dapat menjadi bahan perbaikan pada pelaksanaan tindakan siklus II.
Dari keseluruhan pembelajaran pada siklus I, guru telah melaksanakan tahapan pembelajaran sesuai dengan sintak REACT (membimbing siswa mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari, membimbing siswa pada kegiatan mengalami dengan melakukan percobaan, membimbing siswa untuk menerapkan konsep, membimbing siswa untuk bekerja sama dalam kelompok, dan membimbing siswa untuk melakukan presentasi kelas). Namun, selama diterapkannya model pembelajaran REACT, siswa terkendala di tahap mengalami (Experiencing), bekerja sama (Cooperating), dan menerapkan (Aplaying), siswa belum terbiasa dengan model ini karena belum pernah diterapkan sebelumnya.
Terdapat empat kelompok yakni A, B, E, dan F yang belum bisa membagi tugas anggotanya dengan baik ketika melakukan telaah dan analisis, masih terlihat saling tunjuk untuk melakukan perintah dan gegabah serta terkesan menebak-nebak saja tanpa membaca petunjuk pelaksanaan percobaan terlebih dahulu, sehingga sempat terjadi kesalahan baca dan mengartikan kalimat berbahasa Arab dan diperintah untuk mengulang sehingga waktu molor 5 menit. Pada tahap mengalami, siswa masih terlihat ragu-ragu untuk berpendapat dan terkesan lebih berhati-hati.
Pada sesi tanya jawab antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru, ternyata siswa sangat antusias untuk bertanya sehingga waktu yang ditentukan dalam RPP masih kurang. Berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran pertemuan ke-I siklus I, guru melakukan refleksi, dan menemukan beberapa kekurangan diantaranya:
1.      Ada empat kelompok yang masih bingung ketika diperintah untuk melakukan percobaan meskipun telah diberi lembar petunjuk pelaksanaan percobaan.
2.      Siswa tidak membaca dengan cermat lembar petunjuk pelaksanaan percobaan karena terburu-buru untuk segera melakukan percobaan.
3.      Guru belum dirasa kurang dalam menjelaskan petunjuk-petunjuk yang ada di lembar pelaksanaan percobaan, sehingga siswa bingung untuk merangkai alat percobaan dan melakukan percobaan.
4.      Waktu yang disediakan untuk sesi tanya jawab kurang.
5.      Ada beberapa siswa yang tidak mau bergabung dengan anggota kelompok yang sudah ditentukan..
Setelah dilakukan refleksi terhadap pertemuan ke-I, maka dilakukan sejumlah perbaikan terhadap beberapa kekurangan yang terjadi di pertemuan ke-I siklus I. Kemudian dilakukan pembelajaran di pertemuan ke-II siklus I sesuai dengan perencanaan yang sudah ada, dan dilakukan refleksi terhadap pertemuan ke-II untuk bahan perbaikan pembelajaran pada pertemuan Ke-I siklus II. Di dalam pertemuan ke II siklus I ditemukan kekurangan, diantaranya:
Ø  Siswa belum sepenuhnya mengerti perbedaan qoth’i dan dzonni, sehingga salah dalam memilah-milah dalail.
5) Pelaksanaan Tes Hasil Belajar PAI Siklus I
Sebelum melaksanakan tes hasil belajar siklus I, guru terlebih dahulu merencanakan hari yang tepat untuk melaksanakan tes. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari guru bidang studi PAI bahwa hari yang tepat adalah Kamis yang tetap memiliki 30 menit waktu pembelajaran, maka peneliti memilih hari Kamis tanggal 15 Nov 2012, tes hasil belajar bentuk uraian ini hanya memerlukan waktu 20-25 menit.
Tes uraian hasil belajar ini terdiri dari empat soal yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, mulai dari tingkat kesulitan rendah sampai tinggi. Tes ini dilaksanakan di kelas X-4 yang diikuti oleh 34, pukul 14.15 s/d 15.15 dan berlangsung kondusif. Pelaksanaan tes uraian hasil belajar PAI dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1: Siswa melaksanakan ujian tes
hasil belajar siklus I

6) Perencanaan Tindakan Siklus II
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang diperbaiki sebagai hasil refleksi dari pertemuan ke-II Siklus I sebagai berikut:
1)      Guru sebelum memerintahkan siswa untuk melakukan percobaan, terlebih dahulu menjelaskan petunjuk yang ada pada lembar petunjuk pelaksanaan percobaan agar siswa tidak bingung.
2)      Memastikan siswa untuk benar-benar membaca lembar petunjuk pelaksanaan percobaan.
3)      Kalimat dalam petunjuk pelaksanaan percobaan harus jelas dan mudah dipahami.
4)      Guru sebelumnya harus menginformasikan bahwa ada batasan pertanyaan dalam sesi tanya jawab agar waktunya cukup yakni maksimal 5 pertanyaan.
5)      Mengecek kembali sarana yang akan digunakan di siklus II, sebelum melaksanakan tindakan dalam pembelajaran.
7) Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Pelaksanaan tindakan siklus II pertemuan ke I dilaksanakan pada tanggal 01 Nov 2012 dan pertemuan ke II tanggal 15 Nov 2012 dengan alokasi waktu yang digunakan untuk masing-masing pertemuan  adalah 2x30 menit.
1)      Pertemuan ke I
Kegiatan pembuka pada pertemuan ini yakni guru mengkondisikan kesiapan belajar siswa, mengabsen siswa. Guru juga menyuruh siswa untuk berkumpul sesuai anggota kelompok yang telah dibentuk di siklus I. Ada beberapa siswa yang lupa dengan anggota kelompoknya sehingga guru membacakan kembali anggota masing-masing kelompok.
Siswa ditunjuk secara random untuk bercerita tentang pergaulan yakni mulai di rumah, sekeliling rumah dan sekolah sudah benarkah menurut syari’ah (Relating). Memotivasi siswa dengan memberikan gambar dan menginformasikan maksud dari gambar tersebut, diharapkan siswa tergugah hatinya untuk dapat merealisasikan hal-hal yang sudah ditetapkan wajib/fardu, mandub/sunnah, haram, makruh, jaiz/mubah.
Pada kegiatan inti siswa mendengarkan penjelasan singkat materi hukum taklifi yang meliputi definisi hukum, taklifi, prinsip mukallaf, dan manfaat serta kerugian yang disebabkan hukum taklifi. Setelah guru menjelaskan ternyata ada siswa yang mengacungkan tangan untuk bertanya, namun guru menyuruh untuk mencatat pertanyaan yang ingin diajukan dan disampaikan nanti di kegiatan sesi tanya jawab, guru menjelaskan supaya kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan berjalan dengan sistematis dan sesuai dengan prosedur, dan penjelasan guru diterima oleh siswa tersebut.
Selanjutnya guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan faktor penyebab pergaulan bebas berkenaan dengan materi, terdapat empat siswa yang bersedia menjelaskan, dua siswa berasal dari kelompok A, dan siswa lainnya masing-masing dari kelompok D, dan E. Selanjutnya, guru memberikan kertas yang berisi gambar-gambar faktor penyebab terjadinya pergaulan bebas, lalu guru menyuruh siswa mengidentifikasi gambar tersebut.
   Guru melanjutkan kegiatan dengan membagikan lembar petunjuk pelaksanaan percobaan siklus II dan sarana percobaan kepada masing-masing kelompok. Sarana yang digunakan berupa Al-Qur’an terjemah, buku Hadits dan beberapa lampiran pendapat ‘ulama. Sebelum dilakukan percobaan, siswa terlebih dahulu bekerja sama (Cooperating) untuk menganalisis sarana sesuai petunjuk pelaksanaan dan pengamatan percobaan siklus II. Setelah sarana selesai dianalisis, maka selanjutnya siswa bekerja sama dalam anggota kelompok untuk melaksanakan percobaan dan diamati oleh siswa dalam kelompok melalui lembar pengamatan percobaan yang telah diberikan oleh guru.
Siswa melakukan percobaan dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan. Berdasarkan hasil percobaan diketahui percobaan yang dilakukan oleh kelompok A dan B menemukan masalah-masalah yang diwajibkan. Hal ini disebabkan karena sarana yang digunakan oleh kelompok A dan B hanya menggunakan Al-Qur’an.
Percobaan yang dilakukan oleh kelompok C dan D menemukan masalah-masalah yang disunnahkan karena sarana mereka terfokus pada buku Hadits, dan percobaan yang dilakukan oleh kelompok E dan F menemukan masalah-masalah yang wajib, sunnah bahkan haram hal ini lebih bagus dari percobaan yang dilakukan oleh kelompok C dan D. Hal ini disebabkan mereka menganalisis Al-Qur’an sekaligus buku hadits dan di cocokkan dengan lampiran pendapat para ‘ulama.
Setelah melakukan percobaan, selanjutnya siswa mendiskusikan permasalahan dalam kelompok yakni menganalisis upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam mendukung pencegahan pergaulan bebas akibat mengabaikan perintah dan larangan Allah SWT di Indonesia. Siswa dalam kelompok bekerja sama dalam menjawab pertanyan-pertanyaan yang ada didalam format laporan hasil percobaan yang nantinya akan dibacakan pada sesi presentasi kelas pada tahap memindahkan (Transfering).
Pada tahap memindahkan (Transfering) di siklus II pertemuan ke-I ini hanya dua kelompok yang melakukannya, dan maju berdasarkan hasil lotre dari guru yakni kelompok E dan F. Selanjutnya guru membuka sesi tanya jawab dengan membatasi lima pertanyaan, dalam sesi ini terdapat empat penanya yang sebelumnya juga pernah bertanya di siklus I. Siswa bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami dan kepada kelompok yang sudah melakukan presentasi.
Sesi tanya jawab berlangsung meriah karena ada perbedaan pendapat antara presentator dengan penanya, namun kejadian ini bisa diluruskan bersama dengan bimbingan guru. Selanjutnya, siswa dibimbing oleh guru untuk menyimpulkan hasil pembelajaran hari ini. Kegiatan penutup pada pertemuan ini adalah siswa diberi tugas mencari artikel tentang contoh prilaku sekitar yang sesuai dengan materi dan mempelajari dalail yang mendukungnya agar siswa mendapat pengetahuan tentang materi hukum taklifi lebih banyak lagi, serta lebih memahami materi untuk persiapan di pertemuan ke-II Siklus II.
2)      Pertemuan ke-II
Kegiatan pembelajaran dibuka oleh guru. Kemudian dilanjutkan dengan mengkondisikan kesiapan belajar siswa dengan menyuruh siswa memasukkan buku-buku pelajaran selain buku PAI. Guru mengabsen kehadiran siswa dan mereview percobaan yang dilaksanakan pada pertemuan ke-I siklus II agar siswa mempunyai gambaran tentang percobaan yang telah dilaksanakan, sehingga siap melaksanakan presentasi kelas. Seperti biayasanya, presentasi dilakukan berdasarkan hasil lotre oleh guru. Berdasarkan hasil lotre kelompok A dan B mendapatkan kesempatan untuk tampil pertama kali di pertemuan ke-II ini, seterusnya dilanjutkan oleh kelompok C dan D.
Penampilan kelompok A dan B sangat bagus, sehingga banyak siswa yang bertanya pada sesi tanya jawab. Namun guru membatasi pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan kesepakatan awal  pertanyaan dibatasi dengan lima pertanyaan saja, dan empat pertanyaan diajukan kepada kelompok A dan B sedangkan 1 pertanyaan diajukan kepada kelompok C dan D.
Kegiatan pembelajaran selanjutnya yakni tahap penerapan (Aplaying) yang dilaksanakan dengan memuat dalail yang mereka temukan, dibuat di atas kertas tulis dan dibagi menjadi  tujuh kolom. Tujuan penerapan ini yakni untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang urutan dalil agar pemahaman bisa runtut. Dalam hal ini siswa pertama-tama disuruh menunjuk dan memilih dalil yang cocok untuk dijadikan pijakan awal menentukan sebuah hukum sesuai dengan prinsip hukum taklifi.
Setelah siswa menentukan dalil yang cocok untuk dijadikan acuan hukum tahap awal, maka selanjutnya siswa mengemukakan pendapatnya akan dalil dan hukum yang dihasilkan.
Manfaat yang bisa diambil dalam kegiatan ini yakni agar siswa lebih memahami materi hukum taklifi dan tidak hanya dalam angan-angan saja. Manfaat lain dari kegiatan ini yakni dapat memberikan kemudahan dalam mengingat materi yang telah dipelajari, sehingga ketika mengerjakan soal tes hasil belajar, siswa lebih mudah dalam menjawabnya, dan diharapkan siswa dapat merealisasikan prinsip hukum taklifi dalam kehidupannya sehari-hari.
Setelah menerapkan, siswa dibimbing untuk menganalisis upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam mendukung dalam mendukung pencegahan pergaulan bebas akibat mengabaikan perintah dan larangan Allah SWT di Indonesia. Selanjutnya, pada kegiatan sesi tanya jawab tentang materi yang belum dipahami pada pertemuan ke-II siklus II ini tidak ada yang bertanya, siswa mengatakan telah memahami materi. Oleh karena itu, guru langsung melanjutkan pada kegiatan menyimpulkan materi pembelajaran dengan memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada siswa untuk bersedia menyimpulkan.
Sebanyak dua puluh tiga siswa mengacungkan tangan untuk menyimpulkan pembelajaran, namun guru hanya menunjuk empat siswa saja, dua dari laki-laki dan dua dari perempuan. Kegiatan penutup pada pertemuan ini yakni guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari kembali materi hukum taklifi karena akan diadakan tes hasil belajar siklus II di hari yang lain.
8)      Hasil Observasi Siklus II
a)      Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Siklus II
Pertemuan ke-I
Berdasarkan hasil pengamatan oleh observer terhadap ativitas guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dari hasil observasi terhadap guru jumlah skor yang diperoleh adalah sebesar 20, sedangkan skor maksimal adalah 20, berdasarkan hasil data observasi pengamat, maka jumlah skor yang diperoleh adalah . Taraf keberhasilan kegiatan guru berdasarkan observasi sebesar 100%, ini berarti seluruh perencanaan aktivitas guru terlaksana seluruhnya. Hal ini sama dengan skor aktivitas siswa yang menunjukkan skor 100%. Berdasarkan perhitungan   , maka dapat dikatakan bahwa guru dan siswa sudah melaksanakan seluruh aktivitas kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan.
b)     Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Siklus II
Pertemuan ke-II
Berdasarkan hasil pengamatan observer terhadap ativitas guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil pengamatan aktivitas siswa. Dari hasil observasi jumlah skor yang diperoleh adalah sebesar 13, sedangkan skor maksimal adalah 13.
Berdasarkan hasil data observasi pengamat, maka jumlah skor yang diperoleh adalah , taraf keberhasilan kegiatan guru mendapatkan skor sebesar 100% yang membuktikan bahwa seluruh perencanaan aktivitas guru di pertemuan ke II siklus II dapat dilaksanakan. Sedangkan aktivitas siswa memiliki skor maksimal 7 dan terlaksana seluruhnya, sehingga skor yang diperoleh adalah , skor 100% yang telah diperoleh ini menunjukkan bahwa siswa sudah melaksanakan seluruh aktivitas kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan.

9)      Hasil Refleksi Siklus II
Setelah pelaksanaan pembelajaaran siklus II usai, maka peneliti bersama beberapa perwakilan siswa dan observer melakukan refleksi. Refleksi ini berguna untuk mengetahui tentang beberapa kekurangan yang ada selama proses pembelajaran siklus II dan dapat dilakukan perbaikan pada pembelajaran siklus berikutnya. Sedangkan perbaikan yang telah terlaksana pada siklus II dari kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I adalah sebagai berikut :
a)      Siswa sudah terbiasa dengan penerapan model pembelajaran REACT dan tidak ada kebingungan-kebingungan lagi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam tahapan-tahapannya.
b)      Penjelasan guru terhadap instruksi yang ada pada lembar petunjuk pelaksanaan percobaan membuat siswa lebih paham untuk merangkai alat percobaan dan melakukan percobaan tanpa bertanya-tanya kembali, sehingga waktu pembelajaran bisa digunakan secara efektif dan efisien.
c)      Siswa tidak merasa keberatan lagi untuk bergabung dengan anggota kelompok yang telah ditentukan oleh guru, karena setiap kelompok dibimbing dengan baik oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, sehingga siswa dapat berkoordinasi dengan baik dalam bekerja sama dan terlihat akrab dengan anggota kelompoknya.
d)      Tidak ada saling tunjuk lagi ketika guru menyuruh perwakilan kelompok untuk maju karena siswa sudah mulai terlatih untuk mengungkapkan pendapatnya.
e)      Siswa terlihat lebih memahami materi pada siklus II, banyak siswa yang ingin menyimpulkan hasil materi pembelajaran.
Dari hasil refleksi pada siklus II, diketahui bahwa siswa mengalami peningkatan dalam memahami materi dan lebih antusias dalam belajar. Hal ini berarti bahwa perbaikan yang telah direncanakan sebelum melaksanakan tindakan pembelajaran di siklus II telah berhasil.
10) Pelaksanaan Tes Hasil Belajar PAI Siklus II
Berbeda dengan pelaksanaan tes hasil belajar di siklus I, pelaksanaan tes di siklus II dilaksanakan di hari Jumat tanggal 22 November 2012. Waktu yang digunakan sama dengan pelaksanaan tes di siklus I yakni 2x30 menit.
Tes uraian hasil belajar ini terdiri dari empat soal yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, mulai dari tingkat kesulitan rendah sampai tinggi. Tes ini dilaksanakan di kelas X-4 yang diikuti oleh 34, pukul  14.15 s/d 15.15 dan berlangsung kondusif. Pelaksanaan tes uraian hasil belajar PAI siklus II dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut.
Gambar 1.2: Pelaksanaan tes uraian hasil belajar
PAI siklus II berlangsung kondusif.


B.     Deskripsi Data
1.      Siklus I
Berdasarkan perencanaan awal, maka pada siklus I dilakukan penerapan model pembelajaran REACT yang disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Setelah melakukan penerapan model REACT di kelas X-4, selanjutnya dilaksanakan tes hasil belajar pada hari yang lain.
Tes hasil belajar berupa tes uraian materi pelestarian lingkungan hidup berjumlah 4 soal yang memiliki tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Kisi-kisi soal uraian tes hasil belajar siklus I. Dari pelaksanaan tes hasil belajar tersebut, maka diperoleh data peningkatan hasil belajar siswa berupa skor. Berdasarkan data pada lampiran tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar PAI dari 34 siswa terdapat 29 siswa yang telah mencapai SKM. Sedangkan 5 siswa yang lain masih dibawah SKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Dengan demikian hasil belajar 29 siswa telah tuntas dan 5 siswa yang lain tidak tuntas.
Bersamaan dengan pelaksanaan tindakan siklus I, maka juga dilakukan observasi atau pengamatan oleh 2 observer. Observasi tersebut dilakukan terhadap aktivitas guru dan siswa. Tujuan dari observasi ini yakni sebagai bahan refleksi untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya, dengan harapan hasil belajar PAI siswa menjadi lebih meningkat dari siklus sebelumnya.
2.      Siklus II
Setelah dilakukan perencanaan berdasarkan hasil refleksi di siklus I, maka dilaksanakan tindakan pada siklus II. Pelaksanaan tindakan siklus II ini telah disusun dalam RPP. Setelah melakukan penerapan model REACT di kelas X-4 pada siklus II, selanjutnya dilaksanakan tes hasil belajar pada hari yang lain.
Soal-soal uraian tes hasil belajar PAI siklus II berisi tentang materi pembangunan berkelanjutan. Materi tersebut sesuai dengan yang telah diterapkan pada tindakan siklus II. Dari pelaksanaan tes hasil belajar tersebut, maka diperoleh data peningkatan hasil belajar siswa berupa skor. Berdasarkan data pada lampiran tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar PAI dari 34 siswa, hanya 2 siswa saja yang tidak mencapai SKM. Sedangkan 32 siswa yang lain sudah mencapai SKM yang telah ditentukan oleh sekolah yakni 75. Dengan demikian hasil belajar PAI 2 siswa tidak tuntas dan 32 siswa yang lain sudah tuntas.
Bersamaan dengan pelaksanaan tindakan siklus II, maka juga dilakukan observasi terhadap aktivitas guru dan siswa. Berdasarkan hasil observasi dapat diakatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model REACT telah sesuai dengan perencanaan dan hasil belajar siswa telah mencapai hasil yang diinginkan. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang pada materi hukum taklifi telah tercapai, sehingga penelitian dinyatakan selesai.
C.    Analisis Data
Data peningkatan hasil belajar berupa skor. Skor diperoleh dari tes hasil belajar PAI siswa. Selengkapnya skor tersebut dapat dilihat pada laporan distribusi frekuensi hasil belajar PAI siswa pra tindakan, siklus I, dan siklus II sebagai berikut:
Tabel  Distribusi Frekuensi Hasil Belajar PAI Siswa Pra Tindakan, Siklus I,
dan Siklus II

Amatan
Rata-Rata Skor
Peningkatan
%Peningkatan
Pra Tindakan
48,83
27,08
55,46
Siklus I
75,91
Siklus I
75,91
12,57
16,56
Siklus II
88,48


Gambar Hasil belajar selama penerapan model pembelajaran REACT
 di kelas X-4 SMAN 3 Malang

Dari data tabel dan grafik di atas, dapat diketahui rata-rata skor hasil belajar PAI siswa pada Pra Tindakan = 48,83, Siklus I = 75,91, dan Siklus II = 88,48. Dari rata-rata skor hasil belajar tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa dihitung dengan rumus skor peningkatan pertama = rata-rata skor Siklus I – rata-rata skor Pra Tindakan yaitu 75,91-48,83 = 27,08. Sedangkan besarnya skor peningkatan kedua =  rata-rata skor Siklus II- rata-rata skor Siklus I = 88,48-75,91 = 12,57.
Peningkatan hasil belajar PAI siswa dalam bentuk persentase, dihitung dengan menggunakan rumus. Rumus persentase peningkatan pertama = ((rata-rata skor hasil belajar Siklus I - rata-rata skor hasil belajar Pra Tindakan)) x 100)/(rata-rata skor hasil belajar Pra Tindakan), sehingga diperoleh hasil (27,08x100)/48,83 = 55,46%. Persentase peningkatan kedua = ((rata-rata skor hasil belajar Siklus II - rata-rata skor hasil belajar Siklus I)) x 100)/(rata-rata skor hasil belajar Siklus I), sehingga diperoleh hasil (12,57x100)/75,91 = 16,56%. Dari perhitungan tersebut, diketahui bahwa terjadi peningkatan persentase keberhasilan dari Pra Tindakan sebesar 55,46% dan Siklus I ke Siklus II sebesar 16,56%.
D.    Temuan Penelitian
Beberapa temuan penelitian selama penerapan model pembelajaran REACT di kelas X-4 SMAN 3 Malang pada siklus I dan siklus II adalah sebagai berikut:
1.      Siklus I
Hasil belajar PAI siswa sudah meningkat namun belum mencapai target penelitian.
2.      Siklus II
Hasil belajar PAI siswa telah mencapai target penelitian dan tuntas.

3.      Temuan Tambahan
a.       Model pembelajaran REACT  pertama kali diterapkan di SMAN 3 Malang, khususnya di kelas X-4. Pertemuan ke-I masih banyak siswa yang bingung untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai tahapan-tahapan model tersebut, namun di pertemuan ke-II siswa sudah bisa menyesuaikan.
b.      Pembagian kelompok pada penerapan model ini harus merata antara siswa yang mempunyai nilai kognitif rendah dan tinggi.
c.       Ada kelompok yang salah merangkai alat-alat percobaan yang disebabkan oleh siswa tidak membaca petunjuk pelaksanaan percobaan terlebih dahulu.














BAB V
PEMBAHASAN

A.    Pada Siklus I Hasil Belajar PAI Siswa Meningkat
Peningkatan hasil belajar PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I diketahui berdasarkan data hasil temuan penelitian dengan cara membandingkan skor rata-rata hasil belajar PAI siswa pada pra tindakan dengan siklus I. Peningkatan hasil belajar PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal.
Pertama, peningkatan skor rata-rata hasil belajar PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I disebabkan oleh siswa sudah memahami materi dengan baik di siklus I setelah diberi penerapan model pembelajaran REACT. Walaupun pada siklus I siswa masih sedikit bingung dengan tahap kegiatan pembelajaran REACT yang dilaksanakan karena model ini belum pernah diterapkan di kelas X-4 sebelumnya. Siswa masih dalam proses transisi untuk membiyasakan diri melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai tahapan-tahapan model REACT. Adanya bimbingan dari guru, ternyata memberikan bantuan kepada siswa untuk dapat melaksanakan semua kegiatan pembelajaran sesuai tahapan-tahapan yang ada pada model REACT. Dibanding pada saat pra tindakan, di siklus I ini siswa lebih baik dalam memahami materi yang ditunjukkan dengan lebih banyak siswa yang bersedia menjawab pertanyaan guru dan menyimpulkan hasil pembelajaran.
Kedua, terdapat tahap kegiatan pembelajaran yang paling dominan pada model REACT  ini dalam meningkatkan hasil belajar PAI siswa. Tahap tersebut yakni mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), dan menerapkan (aplaying). Kedua tahap kegiatan (experiencing dan aplaying) dikolaborasikan dengan cooperating. Pada tahap mengaitkan (relating), siswa dibimbing oleh guru untuk menghubungkan materi sumber hukum Islam dengan kehidupan siswa sehari-hari dengan cara bercerita tentang aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam upaya menghindari pergaulan bebas di sekitar siswa. Tahap ini merupakan langkah awal untuk memberikan gambaran-gambaran tentang materi kepada siswa agar materi mudah dipahami. Banyak siswa yang bersedia untuk menceritakan pengalamannya tentang aktivitas yang dilakukan sehari-hari dalam menghindari pergaulan bebas. Namun guru hanya memberi kesempatan kepada beberapa siswa saja karena waktu yang digunakan untuk tahap ini hanya sedikit.
Ketiga, ketika siswa sudah mempunyai gambaran tentang materi sumber hukum Islam melalui tahap mengaitkan (relating), maka guru melanjutkannya kepada tahap mengalami (Experiencing) dengan cara melakukan percobaan terhadap suatu permasalahan konsep pacaran yang disimulasikan ke dalam kelas melalui sumbernya (Al-Qur’an, Hadits, qaul mu’tabar). Permasalahan yang disajikan ke dalam kelas berupa proses menghindari pergaulan dengan pacaran yang sehat dengan jalan menelaah sumber hukum Islam. Dalam tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk melakukan percobaan sendiri sesuai petunjuk pelaksanaan percobaan dan mengamati proses percobaan sekaligus mencatat hasil percobaan dengan tetap dibawah bimbingan guru. Percobaan tentang permasalahan ini menambah pemahaman siswa tentang materi sumber hukum Islam yang juga didukung oleh gambaran-gambaran materi yang dimiliki siswa pada tahap mengaitkan (relating) sebelumnya.
Keempat, setelah siswa mendapatkan gambaran-gambaran tentang materi sumber hukum Islam sekaligus ditambah oleh pemahaman siswa melalui percobaan tentang sebuah permasalahan pergaulan, maka selanjutnya siswa memantapkan pemahamannya tentang materi sumber hukum Islam yang dipelajari dalam tahap menerapkan (aplaying). Kegiatan yang dilakukan pada tahap menerapkan yakni siswa bekerja sama dalam memisah dalil qoth’i dan dzonni serta menerka kemungkinan hukum pada permasalahan yang dibahas. Kegiatan ini, selain ditujukan untuk memantapkan pemahaman siswa tentang materi sumber hukum Islam yang sudah dimiliki, juga ditujukan agar siswa peduli terhadap pergaulan di sekitar siswa. Pemahaman siswa terhadap materi tersebut, berdampak kepada peningkatan rata-rata skor hasil belajar PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I.
Peningkatan hasil belajar PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I yang sangat tinggi ditunjukkan dalam data temuan hasil penelitian. Hal ini disebabkan karena sebelumnya di pra tindakan siswa belum pernah diberi penerapan model REACT, sehingga pemahaman siswa tentang materi PAI di pra tindakan masih rendah dibandingkan setelah siswa diberi tindakan di siklus I. Pemahaman materi yang sangat berbeda tersebut berdampak kepada perolehan rata-rata skor hasil belajar PAI siswa yang juga berbeda jauh.
Dari skor rata-rata hasil belajar PAI siswa di siklus I, ternyata perlu adanya perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan untuk penerapan tindakan di siklus II. Upaya perbaikan-perbaikan dilakukan agar siswa bisa melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai tahapan-tahapan model REACT, sehingga siswa dapat memahami materi dengan lebih baik tanpa adanya hambatan seperti kebingungan-kebingungan yang terjadi di siklus I. Perbaikan-perbaikan tersebut sebagai berikut:

6)      Guru sebelum memerintahkan siswa untuk melakukan percobaan, terlebih dahulu menjelaskan petunjuk yang ada pada lembar petunjuk pelaksanaan percobaan agar siswa tidak bingung untuk melakukan percobaan.
7)      Guru memastikan siswa untuk benar-benar membaca lembar petunjuk pelaksanaan percobaan.
8)      Guru lebih maksimal dalam membimbing siswa dalam kelompok.
9)      Kalimat dalam petunjuk pelaksanaan percobaan harus jelas dan mudah dipahami.
10)  Guru sebelumnya harus menginformasikan bahwa ada batasan pertanyaan dalam sesi tanya jawab agar waktunya cukup yakni maksimal 5 pertanyaan.
11)  Guru mengecek kembali sumber bacaan yang akan digunakan di siklus II, sebelum melaksanakan tindakan dalam pembelajaran.

B.     Pada Siklus II Hasil Belajar PAI Siswa Meningkat Mencapai SKM
Penyempurnaan dilakukan pada siklus II yaitu dengan memberikan penjelasan terhadap petunjuk pelaksanaan percobaan. Penjelasan ditujukan agar siswa tidak mengalami kebingungan lagi seperti yang terjadi di siklus I, sehingga proses percobaan dapat berjalan dengan lancar, dan siswa dapat berusaha memahami materi tanpa adanya hambatan. Peningkatan hasil belajar PAI siswa dari Siklus I ke Siklus II tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal.
Pertama, tahapan model REACT yang paling dominan dalam meningkatkan hasil belajar PAI siswa di siklus II ternyata sama dengan tahapan yang paling dominan yang ada di siklus I, yakni mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), dan menerapkan (aplaying). Perbedaan penerapan model REACT di siklus II terletak pada siswa sudah terbiyasa dengan penerapan model REACT. Siswa sudah terlatih untuk menghubungkan materi hukum taklifi dengan kehidupan sehari-hari tanpa bimbingan guru.
Siswa tidak kebingungan lagi untuk melakukan percobaan, sehingga mereka sangat fokus untuk mengamati proses percobaan dan berusaha memahami maksud dari percobaan dan konsep pengetahuan yang ada dalam pelaksanaan percobaan. Pada tahap menerapkan, siswa lebih antusias lagi dengan melakukan kegiatan simulasi tentang pemilihan dalil yang cocok untuk dijadikan acuan hukum tahap awal, maka selanjutnya siswa mengemukakan pendapatnya akan dalil dan hukum yang dihasilkan. Tidak adanya hambatan di siklus II dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai tahapan-tahapan model REACT, membuat siswa lebih maksimal dalam berusaha memahami materi hukum taklifi.
Kedua, lebih banyak siswa yang memahami materi tentang hukum taklifi yang ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah siswa yang bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun siswa lain. Dibandingkan dengan siklus I, ternyata di siklus II jawaban-jawaban siswa terhadap pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain dan guru selalu tepat dan benar. Siswa yang bersedia menyimpulkan hasil pembelajaran bertambah lebih banyak lagi. Pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran PAI yang semakin tinggi tersebut, juga berdampak kepada hasil belajar PAI siswa yang semakin meningkat dari siklus I ke siklus II.
Peningkatan hasil belajar PAI siswa dari Siklus I ke Siklus II tidak sebesar seperti peningkatan hasil belajar PAI dari pra tindakan ke siklus I. Hal ini terjadi karena di siklus I dan siklus II siswa sudah sama-sama diberi tindakan atau melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan tahapan-tahapan model REACT, sehingga rentangan peningkatannya juga relatif kecil.
Pemahaman siswa terhadap materi PAI di siklus I dan siklus II menjadi lebih baik karena adanya penerapan model REACT. Model pembelajaran REACT  membimbing siswa untuk memahami materi dengan cara mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan siswa. Siswa melakukan percobaan terhadap suatu permasalahan yang terjadi di kehidupan melalui simulasi. Siswa menerapkan konsep pengetahuan yang sudah dimiliki agar pemahaman terhadap materi semakin meyakinkan, dan mengemukakan pengetahuan yang sudah dimiliki melalui kerja kelompok, presentasi kelas, dan sesi tanya jawab. Dengan kemampuan bekerja sama yang baik, siswa akan lebih mudah menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasannya untuk memberikan alternatif  pemecahan terhadap permasalahan yang disajikan oleh guru ke dalam kelas. Selain itu, manfaat dari kerja sama kelompok membuat suasana pembelajaran di kelas lebih hidup dan semangat, sehingga menjadi sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan.
Manfaat lain yang bisa didapat ketika siswa sudah terlatih dan mampu mengaitkan materi dengan kehidupannya, maka materi akan mudah dipahami dan lebih gampang untuk diingat kembali. Siswa juga lebih mudah saat mengerjakan soal-soal tes dengan pemahaman materi yang mudah untuk diingat kembali dan akhirnya dapat berpengaruh terhadap hasil belajar PAI siswa yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa:
Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam hal ini termasuk model REACT  merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna, memori jangka pendek manusia menentukan apakah akan membuang sampai 90 % dari informasi yang diterimanya dalam 24 jam terakhir, atau meneruskan informasi itu ke memori jangka panjang. Pengiriman informasi ke memori jangka panjang akan terjadi jika otak mengerti apa yang dipelajarinya. Hal itu pasti akan terjadi jika otak menemukan makna di dalam hal yang dipelajarinya (Johnson, 2011:59).















BAB VI
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari hasil analisis data dan temuan penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dibuat kesimpulan bahwa model pembelajaran REACT dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X-4  SMAN 3 Malang.
B.     Saran
Berikut adalah beberapa saran yang dapat diajukan berkaitan dengan penelitian ini.
1.      Bagi guru PAI SMAN 3 Malang, sebaiknya Guru menerapkan model  REACT dalam proses pembelajaran PAI di kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan cara : (1) memilih materi pembelajaran yang mempunyai hubungan dengan kehidupan, (2) dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), tahap kegiatan mengalami (Experiencing) sebaiknya dikolaborasikan dengan tahap bekerja sama (Cooperating) agar waktu yang digunakan lebih efektif dan efisien, (3) prosedur penilaian keterlaksanaan kegiatan pembelajaran model ini lebih baik jika dilakukan terhadap aktivitas guru dan juga siswa, serta dilengkapi dengan catatan lapangan.
2.      Bagi peneliti lanjut, sebaiknya peneliti lanjut lebih teliti dalam menerapkan tahap-tahap kegiatan pembelajaran model REACT dengan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi pada penelitian ini. Kesalahan tersebut seperti tidak menjelaskan petunjuk pelaksanaan percobaan dan mengulang kegiatan merangkai alat permodelan sehingga menyita waktu pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN


Al-Qur’an
Kitab Shohih Muslim
Buku PAI untuk SMA Kelas X, Edisi KTSP/Standar Isi 2006, Tim Perdana Ilmu                                         Malang, PI, 2007.
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Husein, Harun M. 1995. Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan Dan Penegakan Hukumnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Johnson, Elaine B. 2010. Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa Learning.

Mulyasa, E .2010. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Made, Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta Timur: PT Bumi Aksara.

Purwanto, Edy. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Malang : UM press.
Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja RosdaKarya.
Suryabrata, Sumandi. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wulan, Ratna. 2001. Taksonomi Bloom Revisi, (online), (http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/ANA_RATNAWULAN/taksonomi_Bloom_revisi.pdf), diakses 12 Mei 2012.
Yuliati, Lia. 2008. Model-Model Pembelajaran Fisika Teori dan Praktek. Malang: Universitas Negeri Malang.



4 comments:

  1. assalamu'alaikum..
    kak ..buku2 yg bhas tentang REACT tu buku yg mna kak dri referensi tu ?
    btuh unutk skripsi kak..
    mohon bantuan nya kak..

    ReplyDelete
  2. W'alaikum,
    tulisan ini adalah PTK saya yang telah lalu, lupa juga letak file ini dalam laptop, tapi insyaAllah saya cari dulu ya ................ :)
    memang footnote saya hilangkan,, jadi, coba dicatat daftar rujukan di atas, kemudian, cari buku2 tersebut di perpus, nanti akan terlihat buku mana yang lebih banyak membicarakan tentang react,

    ReplyDelete
  3. sudah mencoba mencari kak diperpus dan di gramed, tpi blum menemukan jg kak..
    kk pnya bku yg dapusny Yuliati, Lia. 2008. Model-Model Pembelajaran Fisika Teori dan Praktek. Malang: Universitas Negeri Malang ?
    lgi mencari buku tu,krna sering disebutkan dalam model pembelajaran REACT..

    mohon bantuan nya kak ..terimakasih .

    ReplyDelete
  4. nemuin buku itu di perpus Universitas Negeri Malang,,
    coba saja berkunjung, nanti kan bisa fotocopy... :)
    *saran saya,

    1. Coba datang ke perpus UM
    2. atau kalau kamu di malang....? bisa berkunjung ke wilis, di sana insyaAllah tersedia buku2 lama dengan kualitas bagus harga miring.
    3. atau juga bisa search di google, dengan kata kunci antara lain "React doc/pdf" "Skripsi React doc/pdf" dll
    4. coba buka:
    http://www.google.com/custom?q=Model-Model+Pembelajaran+Fisika+Teori+dan+Praktek&sa=&domains=library.um.ac.id&sitesearch=library.um.ac.id&client=pub-2914600261958472&forid=1&ie=UTF-8&oe=UTF-8&safe=active&cof=GALT%3A%23008000%3BGL%3A1%3BDIV%3A%23336699%3BVLC%3A663399%3BAH%3Acenter%3BBGC%3AFFFFFF%3BLBGC%3A336699%3BALC%3A0000FF%3BLC%3A0000FF%3BT%3A000000%3BGFNT%3A0000FF%3BGIMP%3A0000FF%3BLH%3A50%3BLW%3A234%3BL%3Ahttp%3A%2F%2Flibrary.um.ac.id%2Fimages%2Fjoomla_logo_black.jpg%3BS%3Ahttp%3A%2F%2Flibrary.um.ac.id%3BFORID%3A1&hl=en

    http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/booksearch/Yuliati,.html

    semoga bisa didownload,


    goodlucky eaa.... :)

    ReplyDelete