I. PENDAHULUAN
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha
Kuasa, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga makalah
ini dapat terselesaikan. Tak lupa sholawat serta salam kami haturkan kepada
junjungan kami Nabi Muhammad saw.
Islam
merupakan agama yang telah datang sebelum abad ke-13, melalui jalur
perdagangan, kemajuan perdagangan yang signifikan membuat Islam masuk ke
Sumatra sangat cepat, karena semenjak zaman kerajaan Sriwijaya, Sumatra telah
mengetahui adanya perdagangan antar bangsa yang seringkali disebut dengan
perdagangan Internasional. Berdasarkan berita Cina zaman T’ang, pada abad abad
tersebut ( abad ke-7 dan ke-8) diduga masyarakat muslim telah ada, baik di
kanfu maupun di daerah Sumatra sendiri.[1]
Islamisasi di Indonesia melalui berbagai jalur,
baik dari jalur perdagangan maupun dari perkawinan. Dan masuknya Islam di
Indonesia terjadi sebelum orang-orang Barat mencari rempah-rempah di Indonesia
sekitar abad ke-13 M, dimana masyarakat muslim sudah berada di Samudra Pasai,
Perlak dan Palembang di Sumatra. Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam itu,
perkembangan Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 fase, dari singgahnya
pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara, adanya komunitas
Islam dari beberapa daerah kepulauan Indonesia, sampai berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Pembahasan kita sebenarnya adalah
kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia sebelum kemerdekaan, namun
setelah kita pertimbangkan lagi kalau kita bahas semuanya maka pembahasan kami
bisa kurang fokus. Sehingga, setelah dimusyawarahkan, kami putuskan mengambil
dua kerajaan besar yaitu kerajaan samudera pasai dan kerajaan demak.
Alasan dua kerajaan tersebut kami angkat adalah
Samudera Pasai merupakan kerajaan yang besar dan kerajaan Islam awal yang ada
di Indonesia, sedangkan kerajaan Demak adalah kerajaan besar, puncak kemajuan
Islamisasi di Indonesia dengan adanya peran walisongo disana. Kerajaan demak
juga merupakan cikal bakal kerajaan Islam Pajang, kesultanan cirebon, kerajaan
mataram Islam dll.
Semoga pembahasan kami bisa mewakili pemahaman
tentang kerajaan – kerajaan Islam yang ada di Indonesia.
Dari latar belakang yang kami uraikan di atas,
kami memproleh beberapa rumusan masalah yang nantinya akan kami bahas dalam bab
2, pembahasan, yaitu:
1. Bagaimana sejarah kerajaan
Samudra Pasai?
2. Bagaimana sejarah kerajaan
Demak?
3. Apa sajakah perkembangan yang
di capai keduanya dalam bidang Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
militer dan pendidikan?
Setiap sesuatu pasti mempunyai suatu tujuan,
begitu pula makalah ini, tujuan pembuatan makalh ini ialah, diharapkan pembaca
mampu:
1. Mendeskripsikan tentang
sejarah kerajaan Samudra Pasai.
2. Menganalisis tentang sejarah
kerajaan Demak.
3. Mendeskripsikan apa saja
perkembangan yang di capai keduanya dalam bidang Ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, militer dan pendidikan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Kerajaan Samudera Pasai (1267 – 1524 M)
Latar Belakang Munculnya Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam
pertama di Nusantara. Kemunculan kerajaan ini diperkirakan berdiri mulai awal
atau pertengahan abad ke-13 M[2] sebagai
hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi
pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8, dan seterusnya. Kerajaan ini
terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kerajaan Samudra Pasai merupakan gabungan
dari kerajaan Pase dan Peurlak.
Pasai merupakan kerajaan besar, pusat
perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan
ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik.
Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh
agama Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi.
Nama lengkap Kesultanan Samudera Pasai adalah ‘‘Samudera Aca Pasai’‘, yang artinya ‘‘Kerajaan Samudera yang baik dengan ibukota di Pasai’‘.[3]
Pusat pemerintahan kerajaan tersebut sekarang sudah tidak ada lagi namun
diperkirakan lokasinya berada di sekitar negeri Blang Melayu. Nama ‘‘Samudera’‘ itulah yang
dijadikan sebagai nama pulau yang kini disebut sebagai Sumatra, seperti yang
disebut oleh orang-orang Portugis. Sebelumnya, nama wilayah tersebut adalah
Pulau Perca.
Sedangkan para pengelana yang berasal
dari Tiongkok/Cina menyebutnya dengan nama ‘‘Chincou’‘, yang artinya ‘‘Pulau Emas’‘, seperti misalnya yang diketahui berdasarkan
tulisan-tulisan I’‘tsing. Raja
Kertanegara, pemimpin Kerajaan Singasari yang terkenal, menyebut daerah ini
dengan nama Suwarnabhumi, yang artinya ternyata sama dengan apa yang
disebut oleh orang-orang Tiongkok, yakni ‘‘Pulau Emas’‘.
Samudera, Pasai, dan Pengaruh Mesir
Terdapat beberapa pendapat berbeda yang
merumuskan serta menafsirkan tentang asal muasal berdirinya Kesultanan Samudera
Pasai. Salah satunya adalah pendapat yang mengatakan bahwa Kesultanan Samudera
Pasai merupakan kelanjutan dari riwayat kerajaan-kerajaan pra Islam yang telah
eksis sebelumnya. Dalam buku berjudul ‘‘Runtuhnya
Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara’‘, Slamet Muljana menulis bahwa Nazimuddin Al Kamil,
Laksamana Laut dari Dinasti Fathimiah di Mesir, berhasil menaklukkan sejumlah
kerajaan Hindu/Buddha yang terdapat di Aceh dan berhasil menguasai daerah subur
yang dikenal dengan nama Pasai. Nazimuddin Al-Kamil kemudian mendirikan sebuah
kerajaan di muara Sungai Pasai itu pada 1128 Masehi dengan nama Kerajaan Pasai.
Alasan Dinasti Fathimiah mendirikan pemerintahan di Pasai didasarkan atas
keinginan untuk menguasai perdagangan di wilayah pantai timur Sumatra yang
memang sangat ramai.
Untuk memuluskan ambisi itu, Dinasti Fathimiah
mengerahkan armada perangnya demi merebut Kota Kambayat di Gujarat, membuka
kota pelabuhan di Pasai, dan menyerang daerah penghasil lada yakni Kampar Kanan
dan Kampar Kiri di Minangkabau. Dalam ekspedisi militer untuk merebut daerah di
Minangkabau itu, Nazimuddin Al-Kamil gugur dan jenazahnya dikuburkan di
Bangkinang, di tepi Sungai Kampar Kanan pada 1128 itu juga.[4] Pada
1168, Dinasti Fathimiah, yang berdiri sejak tahun 976 Masehi, dikalahkan oleh
tentara Salahuddin yang menganut madzhab Syafi’i.
Dengan runtuhnya Dinasti Fathimiah, maka hubungan Pasai dengan Mesir otomatis
terputus.
Dalam sumber yang sama disebutkan bahwa
penerus Nazimuddin Al-Kamil sebagai penguasa Kerajaan Samudera adalah Laksamana
Kafrawi Al-Kamil, namun pada 1204 Masehi kekuasaan Kerajaan Pasai jatuh ke
tangan Laksamana Johan Jani dari Pulau We. Di bawah kendali Laksamana Johan
Jani yang merupakan peranakan India-Parsi, Kerajaan Pasai bertambah kuat dan
sempat menjelma menjadi negara maritim yang paling kuat di Nusantara.[5]
Di Mesir, muncul dinasti baru untuk
menggantikan Dinasti Fathimiah. Dinasti baru itu adalah Dinasti Mamaluk yang
hidup dalam rentang waktu dari tahun 1285 sampai dengan 1522. Seperti halnya
pendahulunya, Dinasti Mamaluk juga ingin menguasai perdagangan di Pasai. Pada
tahun-tahun awal berdirinya, Dinasti Mamaluk mengirim utusan ke Pasai, yakni
seorang pendakwah yang lama belajar agama Islam di tanah suci Mekkah bernama
Syaikh Ismail dan Fakir Muhammad, bekas ulama dari Pantai Barat India.
Di Pasai, kedua utusan ini bertemu dengan
Marah Silu yang kala itu menjadi anggota angkatan perang Kerajaan Pasai. Syaikh
Ismail dan Fakir Muhammad berhasil membujuk Marah Silu untuk memeluk agama
Islam. Selanjutnya, dengan bantuan Dinasti Mamaluk di Mesir, mereka mendirikan
Kerajaan Samudera sebagai tandingan bagi Kerajaan Pasai. Marah Silu ditabalkan
menjadi Sultan Kerajaan Samudera. Baik Kerajaan Samudera maupun Kerajaan Pasai,
keduanya berada di muara Sungai Pasai dan menghadap ke arah Selat Malaka.
Sistem Politik dan
Pemerintahan
Silsilah
Raja-Raja
Berikut
nama-nama sultan/sultanah yang diketahui pernah memimpin Kesultanan Samudera
Pasai:
- Sultan
Malik Al-Salih (1267-1297)
- Sultan
Muhammad Malikul Zahir
- Sultan Malikul
Mahmud
- Sultan
Malikul Mansur
- Sultan
Ahmad Malik Az-Zahir (1346-1383)
- Sultan
Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir (1383-1405)
- Sultanah
Nahrasiyah atau Sultanah Nahrisyyah (1420-1428)
- Sultan
Sallah Ad-Din (1402)
- Sultan
Abu Zaid Malik Az-Zahir 1455)
- Sultan
Mahmud Malik Az-Zahir (1455-1477)
- Sultan
Zain Al-Abidin (1477-1500)
- Sultan
Abdullah Malik Az-Zahir (1501-1513)
- Sultan
Zain Al-Abidin (1513-1524)
Silsilah Sultan/Sultanah Kesultanan Samudera Pasai Menurut Hikayat Raja Pasai.
Sultan Malik Al Salih memimpin Kesultanan Samudera, sementara putranya,
Sultan Muhammad Malikul Zahir adalah penguasa Kesultanan Pasai. Ketika Sultan
Muhammad Malikul Zahir wafat, pemerintahan Kesultanan Pasai dipegang oleh
Sultan Malik Al Salih untuk sementara sembari menunggu kedua putra Sultan
Muhammad Malikul Zahir, yakni Malikul Mahmud dan Malikul Mansur, beranjak
dewasa. Setelah kedua putra Sultan Muhammad Malikul Zahir tersebut dinilai
mampu untuk menjadi pemimpin, Sultan Malik Al Salih mengundurkan diri dari
sebagai sultan dari kedua kerajaan yang dipimpinnya tersebut.
Selanjutnya, Sultan Malik Al Salih menyerahkan kendali pemerintahan kepada
kedua cucunya tersebut, masing-masing Kesultanan Pasai kepada Malikul Mahmud
serta Kesultanan Samudera kepada Malikul Mansur. Masa periode pemerintahan
ketiga sultan, yaitu Sultan Muhammad Malikul Zahir, Sultan Malikul Mahmud, dan
Sultan Malikul Mansur, sengaja tidak disebutkan karena masih terdapat beberapa
kejanggalan mengenai hal tersebut, termasuk yang tercatat dalam Hikayat Raja
Pasai.
Kesimpang-siuran mengenai periode pemerintahan masing-masing
sultan/sultanah menjadi kendala tersendiri, dan karena itulah kurun tahun yang
dicantumkan dalam daftar di atas merupakan interpretasi dari beberapa informasi
yang berhasil ditemukan. Demikian pula dengan penyebutan nama atau gelar dari masing-masing
sultan/sultanah yang ternyata ditemukan banyak sekali versinya. Selain itu,
ketidaklengkapan informasi mengenai siapa saja sultan/sultanah yang pernah
memerintah Kesultanan Samudera Pasai secara urut dan runtut juga menimbulkan
permasalahan lain karena belum tentu apa yang ditulis dalam silsilah di atas
mencatat semua penguasa yang pernah bertahta di Kesultanan Samudera Pasai.
3. Wilayah
Kekuasaan
Pada kurun abad ke-14, nama Kesultanan Samudera Pasai sudah sangat terkenal
dan berpengaruh serta memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Armada
perang yang kuat sangat mendukung Kesultanan Samudera Pasai untuk semakin
melebarkan sayap kekuasaannya, baik dengan tujuan menguasai dan menduduki
wilayah kerajaan lain ataupun demi mengemban misi menyebarkan agama Islam.
Wilayah kekuasaan Kesultanan Samudera Pasai pada masa kejayaannya terletak di
daerah yang diapit oleh dua sungai besar di Pantai Utara Aceh, yaitu Sungai
Peusangan dan Sungai Pasai. Daerah kekuasaan Kesultanan Samudera Pasai tersebut
juga meliputi Samudera Geudong (Aceh Utara), Meulaboh, Bireuen, serta Rimba
Jreum dan Seumerlang (Perlak).
Sementara itu, ada pula yang menganut pendapat bahwa wilayah Kesultanan Samudera Pasai meliputi wilayah yang lebih luas lagi ke sebelah selatan, yaitu hingga ke muara Sungai Jambu Ayer.[6] Yang jelas, luas wilayah kekuasaan Kesultanan Samudera Pasai melingkupi sepanjang aliran sungai yang hulu-hulunya berasal jauh di pedalaman Dataran Tinggi Gayo, sekarang berada di dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam. Kesultanan Samudera Pasai juga berhasil meluaskan wilayahnya ke luar dari bumi Aceh. Beberapa daerah luar yang menjadi negeri taklukan Kesultanan Samudera Pasai antara lain Minangkabau, Palembang, Jambi, Patani, Malaka, bahkan hingga mencapai beberapa kerajaan di pesisir pantai di Jawa.[7]
|
Sementara itu, ada pula yang menganut pendapat bahwa wilayah Kesultanan Samudera Pasai meliputi wilayah yang lebih luas lagi ke sebelah selatan, yaitu hingga ke muara Sungai Jambu Ayer.[6] Yang jelas, luas wilayah kekuasaan Kesultanan Samudera Pasai melingkupi sepanjang aliran sungai yang hulu-hulunya berasal jauh di pedalaman Dataran Tinggi Gayo, sekarang berada di dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam. Kesultanan Samudera Pasai juga berhasil meluaskan wilayahnya ke luar dari bumi Aceh. Beberapa daerah luar yang menjadi negeri taklukan Kesultanan Samudera Pasai antara lain Minangkabau, Palembang, Jambi, Patani, Malaka, bahkan hingga mencapai beberapa kerajaan di pesisir pantai di Jawa.[7]
Sistem
Pemerintahan
Komposisi masyarakat yang menjadi warga Kesultanan Samudera Pasai
menunjukkan sifat yang berlapis-lapis. Menurut Ayatrohaedi, lapisan itu terdiri
atas Sultan dan Orang-Orang Besar kerajaan pada lapisan atas sampai dengan
hamba sahaya pada lapisan yang paling bawah.[8]
Pada lapisan kelompok birokrasi terlihat adanya kelompok Orang-Orang Besar,
perdana menteri, menteri, tentara, pegawai, dan kaum bangsawan kerajaan yang
lainnya.
Adanya orang-orang yang bergerak dalam perdagangan, misalnya orang-orang
yang berniaga, orang berlayar, orang pekan, nahkoda, dan lain-lainnya. Kendati
jumlah populasi orang-orang Arab yang berdiam di Pasai tidak sebanyak
orang-orang dari India, namun kalangan orang Arab sangat berpengaruh dalam
jalannya pemerintahan kerajaan, bahkan atas kebijakan Sultan Pasai sekalipun.
Keadaan ini terlihat sejak masa awal terbentuknya Kesultanan Pasai dan berlangsung
lama hingga nama kerajaan ini berubah menjadi Kesultanan Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Salih sebagai penguasa pertama di
Kesultanan Pasai, terdapat sejumlah Orang-Orang Besar di negeri itu, antara
lain Tun Sri Kaya dan Tun Baba Kaya. Nama-nama itu jelas menunjukkan kedudukan
mereka yang dinamakan Orang-Orang Besar tersebut. Hal ini sesuai dengan
penyebutan Orang-Orang Besar kerajaan di Semenanjung Melayu dan Kesultanan Aceh
Darussalam sebagai Orang Kaya.[9]
Kedua Orang Besar yang ikut mengontrol jalannya pemerintahan di Kesultanan
Pasai itu masing-masing kemudian diberi gelar Sayid Ali Ghitauddin dan Sayid
Asmayuddin, seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada bagian keislaman
Marah Silu atau Sultan Malik Al Salih. Dalam hikayat digambarkan dengan jelas
bahwa Orang-Orang Besar itu disebutkan sebagai perdana menteri, satu untuk
Kesultanan Pasai dan seorang lagi untuk Kesultanan Samudera. Kedudukan mereka
yang sangat penting di sana berlangsung sejak rezim Sultan Malik Al Salih
sampai era pemerintahan cucunya yaitu Malikul Mahmud dan Malikul Mansur.
Di masa kedua
cucu Sultan Malik Al Salih itu berkuasa di masing-masing kerajaannya, terjadi
sengketa di antara keduanya, yakni ketika Malikul Mansur melakukan perbuatan
yang tidak senonoh terhadap salah seorang istri Malikul Mahmud. Mengetahui
perbuatan hina
saudaranya itu,
Sultan Malikul Mahmud sempat berucap bahwa sekiranya ia tidak menghormati Sayid
Asmayuddin, yang menjadi penasehat Sultan Malikul Mansur di Kesultanan
Samudera, niscaya Sultan Malikul Mahmud sudah membunuh saudaranya sendiri atas
perbuatan hina yang tidak termaafkan. Fragmen ini sudah cukup membuktikan bahwa
betapa kuatnya pengaruh Orang-Orang Besar tersebut dalam ikut mengendalikan
roda pemerintahan kerajaan, bahkan sampai pada tingkat mempengaruhi kondisi
personal dan psikis Sultan.
Pada era kepemimpinan yang berikutnya, yakni di bawah rezim Sultan Ahmad
Malik Az-Zahir (1346-1383), pemerintahan Kesultanan Samudera Pasai dikawal oleh
empat orang perdana menteri, yang masing-masing bernama Tulus Agung Tukang
Sukara, Baba Mentuha, Sulaiman Dendang Air, dan Tun Syah Alam Kota.[10]
Masih sama seperti pada masa-masa sebelumnya, keempat perdana menteri tersebut
menjalankan fungsinya sebagai penasehat Sultan dan ikut mempengaruhi kebijakan
kerajaan kendati keputusan akhir masih tetap berada di tangan Sultan Samudera
Pasai. Kehidupan sosial dan politik warga Kesultanan Samudera Pasai sangat
diwarnai oleh unsur agama dan kebudayaan Islam. Pemerintahannya bersifat
teokrasi (berdasarkan ajaran Islam) dan sebagian besar rakyatnya memeluk agama
Islam.
KERAJAAN DEMAK[11]
(1500-1546 M)
Sekitar tahun 1500 seorang bupati
Majapahit bernama Raden Patah, yang berkedudukan di Demak dan memeluk agama
Islam, terang-terangan memutuskan segala ikatannya dari Majapahit yang sudah
tidak berdaya lagi itu. Dengan bantuan daerah-daerah lainnya di Jawa Timur yang
sudah Islam pula, seperti Jepara, Tuban dan Gresik, ia mendirikan Kerajaan
Islam dengan Demak sebagai pusatnya.[12]
Pernyataan tersebut adalah bukti bahwa Kesultanan Demak masih terdapat hubungan
dengan Kerajaan Majapahit. Karena Kesultanan Demak merupakan Kerajaan yang
bangkit dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit. Hal tersebut terjadi karena
Kesultanan atau Kerajaan Demak mendapat bantuan-bantuan dari daerah-daerah lain
yang yang telah Islam.
Kehidupan
Politik dan Pemerintahan
Babad Demak Bintoro erat sekali
kaitannya dengan penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Dengan dukungan penuh
Wali Sanga, Kraton Demak Bintoro mampu tampil sebagai Kraton Islam yang teguh,
kokoh dan berwibawa. Dalam pergaulan antar bangsa, Kraton Demak Bintoro
merupakan juru bicara kawasan Asia tenggara yang sangat disegani. Hal ini
disebabkan oleh kontribusi Kraton Demak Bintoro dalam bidang ekonomi,
pelayaran, perdagangan, kerajinan, pertanian, pendidikan dan keagamaan.[13]
Di saat itu Demak Bintoro sangatlah jaya, karena menguasai beberapa bidang di
Asia Tenggara, dengan jayanya Demak Bintoro penyebaran agama Islam juga
berkembang pesat dan tersebar ke seluruh Nusantara, cara penyebaran Islam oleh
Kesultanan Demak melalui perdagangan yang dilakukan oleh para ulama.
Duta besar
Kraton Demak Bintoro di tempatkan di negara-negara Islam. Misalnya saja Negeri
Johor, Negeri Pasai, Negeri Gujarat, Negeri Turki, Negeri Parsi, Negeri Arab
dan Negeri Mesir. Sesama Negeri Islam itu memang terjadi solidaritas keagamaan.
Para pelajar dari Demak Bintoro juga dikirim untuk belajar ke berbagai Negeri
sahabat tersebut. Saat itu Kraton Demak Bintoro memang muncul sebagai Kraton
maritim Islam yang makmur, lincah, berilmu, kosmopolit dan Agamis. Dari hal
tersebut dapat dilihat bahwa Kesultanan Demak banyak menjalin persahabatan
dengan negara-negara Islam lainnya. Sehingga kesolidaritasan negara-negara
Islam tersebut membuat masa itu adalah masa kejayaan perkembangan Negara Islam.
Dan Kesultanan Demak juga mulai berkembang dalam bidang pendidikannya. Terbukti
dengan dikirimnya pelajar dari Kesultanan Demak Bintoro untuk belajar ke
berbagai Negeri sahabat tersebut. Kesultanan Demak Bintoro juga mempunyai
wilayah yang sangat penting untuk perekonomian Demak Bintoro, daerah tersebut
bernama Tlatah.
1. Raden Fatah
Pada awal abad ke 14, Kaisar Yan
Lu dari Dinasti Ming di China mengirimkan seorang putri kepada raja Brawijaya V
di Majapahit, sebagai tanda persahabatan kedua negara. Putri yang cantik jelita
dan pintar ini segera mendapat tempat istimewa di hati raja. Raja brawijaya
sangat tunduk kepada semua kemauan sang putri jelita, hingga membawa banyak
pertentangan dalam istana majapahit. Pasalnya sang putri telah berakidah
tauhid. Saat itu, Brawijaya sudah memiliki permaisuri yang berasal dari Champa
(sekarang bernama kamboja), masih kerabat Raja Champa.
Sang permaisuri
memiliki ketidak cocokan dengan putri pemberian Kaisar yan Lu. Akhirnya dengan
berat hati raja menyingkirkan putri cantik ini dari istana. Dalam keadaan
mengandung, sang putri dihibahkan kepada adipati Pelembang, Arya Damar.
Nah di sanalah
Raden Patah dilahirkan dari rahim sang putri cina.
Nama kecil raden patah adalah pangeran Jimbun. Pada masa mudanya raden patah memperoleh pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan dan politik. 20 tahun lamanya ia hidup di istana Adipati Palembang. Sesudah dewasa ia kembali ke majapahit.
Nama kecil raden patah adalah pangeran Jimbun. Pada masa mudanya raden patah memperoleh pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan dan politik. 20 tahun lamanya ia hidup di istana Adipati Palembang. Sesudah dewasa ia kembali ke majapahit.
Raden Patah
memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia belasan
tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di Ampel
Denta. Mereka mendarat di pelabuhan Tuban pada tahun 1419 M.
Patah sempat tinggal
beberapa lama di ampel Denta, bersama para saudagar muslim ketika itu. Di sana
pula ia mendapat dukungan dari utusan Kaisar Cina, yaitu laksamana Cheng Ho
yang juga dikenal sebagai Dampo Awang atau Sam Poo Tai-jin, seorang panglima
muslim.
Raden patah
mendalami agama islam bersama pemuda-pemuda lainnya, seperti raden Paku (Sunan
Giri), Makhdum ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah
dianggap lulus, raden patah dipercaya menjadi ulama dan membuat
permukiman di Bintara. Ia diiringi oleh Sultan Palembang, Arya Dilah 200
tentaranya. Raden patah memusatkan kegiatannya di Bintara, karena daerah
tersebut direncanakan oleh Walisanga sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.
Menurut cerita
rakyat Jawa Timur, Raden Fatah termasuk keturunan raja terakhir dari kerajaan
Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Setelah dewasa, Raden Fatah diangkat menjadi
bupati di Bintaro (Demak) dengan Gelas Sultan Alam Akbar al-Fatah.
Raden Fatah
memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya, kerajaan
Demak berkembang dengan pesat, karena memiliki daerah pertanian yang luas
sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu, kerajaan
Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor kerajaan
Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka,
Maluku dan Samudera Pasai.
Pada masa
pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan kerajaan Demak meliputi daerah
Jepara,Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di kalimantan.
Disampin itu, kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan –pelabuhan penting seperti
Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang berkemabng menjadi pelabuhan
transito (penghubung).
Kerajaan Demak
berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama islam. Jasa
para Wali dalam penyebaran agama islam sangatlah besar, baik di pulau Jawa
maupun di daerah-daerah di luar pulau Jawa, seperti di daerah Maluku yang
dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur yang dilakukan oleh
seorang penghulu dari Demak yang bernama Tunggang Parangan.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunan masjid itu di bantu oleh para wali atau sunan.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunan masjid itu di bantu oleh para wali atau sunan.
Raden Fatah
tampil sebagai raja pertama Kerajaan Demak. Ia menaklukan kerajaan
Majapahit dan memindahkan seluruh benda upacara dan pusaka kerajaan Majapahit
ke Demak. Tujuannya, agara lambang kerajaan Majapahit tercermin dalam kerajaan
Demak.
Ketika kerajaan
Malaka jatuh ketangan Portugis tahun 1511 M, hubungan Demak dan Malaka
terputus. Kerajaan Demak merasa dirugikan oleh Portugis dalam aktivitas
perdagangan. Oleh karena itu, tahun 1513 M Raden Fatah memerintahkan Adipati
Unu memimpin pasukan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Serangan itu
belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat dan persenjataannya
lengkap. Atas usahnya itu Adipati Unus mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor.
2. Adipati Unus
Setelah Raden
Fatah wafat, tahta kerajaan Demak dipegang oleh Adipati Unus. Ia memerintah
Demak dari tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama,
karena ia meninggal dalam usia yang masih muda dan tidak meninggalkan seorang
putera mahkota. Walaupun usia pemerintahannya tidak begitu pasukan Demak
menyerang Portugis di Malaka. Setelah Adipati Unus meninggal, tahta kerajaan
Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana.
Sejak tahun 1509
Adipati Unus anak dari Raden Patah, telah bersiap untuk menyerang Malaka. Namun
pada tahun 1511 telah didahului Portugis. Tapi adipati unus tidak mengurungkan
niatnya, pada tahun 1512 Demak mengirimkan armada perangnya menuju Malaka.
Namun setalah armada sampai dipantai Malaka, armada pangeran sabrang lor
dihujani meriam oleh pasukan portugis yang dibantu oleh menantu sultan Mahmud,
yaitu sultan Abdullah raja dari Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun
1521 oleh pangeran sabrang lor atau Adipati Unus. Tetapi kembali gagal, padahal
kapal telah direnofasi dan menyesuaikan medan.
Selain itu, dia
berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan Majapahit
yang beragama Hindu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerja sama
dengan orang-orang Portugis. Adipati Unus (Patih Yunus) wafat pada tahun 938
H/1521 M.
3. Sultan Trenggana
Sulltan
Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Dibawah pemerintahannya,
kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan Trenggana berusaha memperluas
daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada tahun 1522 M kerajaan
Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah
yang berhasil di kuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.
Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara
Portugis dan kerajaan Padjajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada
Demak pimpinan Fatahillah. Dengan kemenangan itu, fathillah mengganti nama
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang
terjadi pada tanggal 22 juni 1527 M itu kemudian di peringati sebagai hari jadi
kota Jakarta.
Dalam usaha
memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri
pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil di kuasai, seperti Madiun,
Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi ketika menyerang Pasuruan 953 H/1546 M
Sultan Trenggana gugur. Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan yang kafir itu
ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata gagal. Dengan demikian, maka Sultan
Trenggana berkuasa selama 42 tahun.
Di masa jayanya,
Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari Sunan gunung jati,
Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar Islam seperti itu
sebelumnya telah diberikan kepada raden patah, yaitu setelah ia berhasil
mengalahkan Majapahit.
a. Ekonomi
Pasai
merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati
lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam
perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham) yang
dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat
Sementara
masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali setahun, serta memilki sapi perah untuk
menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya memiliki tinggi rata-rata 2.5
meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat dari
bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan di
atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan.][14]
Ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa perkembangan ekonomi ini di spesifikasikan
lagi yaitu sebagai berikut :
Kemajuan
kemajuan tersebut antara lain:
1.
Perdagangan
Yang merupakan perdagangan
internasional, Pasai mempunyai Bandar-bandar yang dapat menjadi persinggahan
para pedagang asing dan mereka juga membayar uang pajak untuk Pasai
2.
Pelayaran
Sebagai kerajaan maritime,
pastinya Pasai mempunya keunggulan dalam bidang pelayaran dan nelayan. Maka
dari itu masyarakat Pasai, mayoritas ialah nelayan.
3.
Perekonomian
Merupakan salah satu
kemajuan Pasai dalm meraih kejayaannya, dan perekonomian Pasai telah terbantu
dengan adanya perdagangan dan pelayaran, serta pajak dagang yang dikenakan bagi
pedagang,
4.
Hubunagn internasional dan politik
Merupakan keterkaitan,
yakni terjadi pula politik pernikahan, yang dilakukan oleh sultannya.[15]
gambar mata uang disana digunakan sebagai alat jual beli yang sah di kerajaan samudra
pasai
b. sosial
Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu dan Buddha juga turut
mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires,[16] telah membandingkan dan
menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa, maupun
tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan kesamaan
ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat
oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana
diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Kerajaan
Demak
letak Demak sangat strategis di jalur
perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah
penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah
Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang.
Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di
daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki
wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga
beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan
demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan
Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang
strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya
yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat
berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris.
Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat
pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya seperti
beras, garam dan kayu jati.
b. sosial
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong
oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah Islam. Oleh karena itu tidak
heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh asing.
Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai kerajaan
Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung dakwah
pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan
budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau
Jawa. Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para
wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonang.[17]
c. Budaya
Demikian
pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan
dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu
tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal.
Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid
(pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten
(Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta
dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid
Agung Demak seperti yang tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan adanya
wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan Islam. Salah satu
peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak
di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni
salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang,
dan di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.[18]
Pendidikan Islam Pada Masa
Kerajaan Samudra Pasai[19]
a. Metode awal penyiaran
islam
Menurut
Muhammad Yunus, rupanya oleh pedagang-pedagang Muslim dahulu dipegang teguh
ajaran Islam itu, diturut dan diamalkan. Sambil berdagang, mereka menyiarkan
agama Islam kepada orang-orang disekelilingnya. Dimana ada kesempatan, mereka
berikan pendidikan dan ajaran agama Islam. Bukan saja dengan perkataan, melainkan
juga dengan perbuatan.
Didikan
dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan suri
tauladan. Mereka berlaku sopan santun, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan
menjaga kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji,
serta menghormati adat istiadat anak negeri. Pendeknya, mereka berbudi pekerti
yang tinggi dan berakhlak mulia. Semua itu berdasarkan cinta dan taat kepada
Allah sesuai dengan didikan dan ajaran Islam.
Proses
penyiaran pendidika Islam ini telah berlangsung lama semenjak abad ke-1 H / ke
7 M, sejalan dengan awal masuknya agama Islam, sehingga muncullah komunitas
muslim, yang merupakan perbauran (asimilasi) antara masyarakat
pendatang (muslim) yang notabennya adalah para pedagang sekaligus da’i dengan
masyarakat local (Samudra Pasai).
Namun,
tampaknya proses penyiaran (pendidikan) Islam tersebut kurang berlaku efektif.
Terbukti hampir 5 abad lamanya proses penyiaran pendidikan itu berlangsung, ---
antara abad ke-7 hingga awal abad ke-13, tetapi belum menuai hasil yang
prestisius dan menggembirakan.
Atas
dasar fakta tersebut diatas, diubahlah metode penyiaran pendidikan tersebut,
yakni dengan mengadakan pendekatan secara langsung dengan pimpinan masyarakat /
atau kepala suku yang dilakukan oleh Syekh Ismail seorang da’i yang diutus
langsung oleh seorang Syarif penguasa makalah. Melalui Merah Silu --- yang
kenudian setelah beragama Islan bernama Sultan Malik Al Saleh --- inilah Islam
mulai berkembang pesat di Samudra Pasai.
b. Sistem Pendidikan
Sistem
pendidikan yang berlaku pada masa Kerajaan Samudra tentu tidak seperti zaman
sekarang ini. Sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu lebih bersifat
informal, yang berbentuk majlis taklim dan halaqah.
Namun demikian, komponen-komponen pendidikan yang ada pada massa Samudra Pasai
pada waktu itu, tidak jauh berbeda dengan komponen-komponen pendidikan yang ada
sekarang ini. Hanya saja bentuk dan jenisnya masih sederhana. Namun demikian,
secara substansial proses pendidikan dapat berjalan dengan sangat baik.
Komponen-komponen pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendidik dan peserta
didik
Pada
saat itu yang menjadi pendidik atau guru adalah mereka para saudagar yang
sekaliguus merangkap sebagai da’i yang berasal dari Gujarat dan Timur Tengah.
Mereka antara lain adalah Syekh Ismail dan Syekh Sayid Abdul Aziz. Demikian
pula para Silltan Kerajaan Samuadra Pasai. Mereka ikut mengajarkan dan
mennyebarkakn ajaran Islam kepada segenap rakyatnya.
Adapun
peserta didik pada saat itu adalah tidak terbatas usia, melainkan dari segala
usia, yakni mulai dari anak-anak hingga dewasa (usia lanjut). Tidak terbatas
pada kalangan tertentu, melainlkan dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat
biasa / jelata sampai dengan sultan atau raja..
2. Materi Pendidikan
Materi
pendidikan Islam yang pertama kali diberikan pada peserta didik adalah “Dua
Kalimah Syahadat”. Ucaapan itu dilakukan meskipun dengan bahasa sendiri.
Setelah mereka mengucapkan dua kalimah sahadat yang berarti telah masuk Islam
barulah mereka diberikan pelajaran selanjutnnya, yaitu menbaca Al-Qur’an, cara
melaksanakan shalat dan pada tingkat yang lebih tinggi. Materi yang diajarkan
yaitu, pengajian kitab-kitab fiqh yang bermadzhab imam Syafi’i, seperti: takrb,
sulam taufiq, bahkan terdapat pula pengajian yang dilakukan secara berkala pada
setiap selesain shalat jum’at berupa pengajian kitab-kitab yang lebih tinggi
tingkatannya, yaitu kitab Ihya Ulumuddin, Al Um, dan lain-lain.
Materi Al-Qur’an yang diajarkan untuk tingkatan yang sudah bisa membaca huruf
Arab adalah berupa pengajian Tafsir Jalalain. Selain materi
tersebut, sudah banrang tentu para Syekh mengajarkan tentang Akidah dan Akhlaq.
3. Tujuan Pendidikan
Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan pada saat itu adalah belajar untuk menuntut ilmu
sehingga dapat memahami, menguasai, dan mengamalkan ajaran islam yang sudah
diperoleh dari sang guru. Lebih dari itu, mengembangkan ajaran Islam tanpa
pamrih. dengan kata lain, tidak berorientasi pada materi, melainkan
berorientasi semata-mata menuntut ilmu karena Allah.
4. Biaya Pendidikan
Mereka
belajar dan mengajar semataimaata akhlas karna ingin mendapat ridha dari Allah
swt. Mereka belajar untuk menuntut ilmu. Mereka mengajar untuk meningkatkan dan
mengembangkan kalimat Allah. Oleh karna itu, tidak mengharapkan imbalan berupa
materi. Kendatipun demikian, masyarakat tentu memahami dan mengerti akan
kebutuhan-kebutuhan para Syekh yyang notabennya adalah manusia yang tetap
membutuhkan makan dan minum serta tempat untuk berteduh. Oleeh karna itu,
secara sukarela masyarakat tentu mengeluarkan berbagai macam hadiah atau
pemberian kepada para guru tersebut, terutama dalam bentuk hasil pertanian,
jamuan-jamuan dan sebagainya. Yang palling penting lagi adalah bahwa pendidikan
pada saat itu dibiayai oleh negara / kerajaan, sehingga masyarakat secara resmi
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar guru.
5. Waktu Dan Tempat
Belajar
a. Tempat belajar
Secara
umum, pengajar-pengajar Islam dahulu malaksanakan penyaiaran Islam dimana saja
nereka berada, dipinggir kali sambil menanti perahu pengangkut barang, di
perjamuan di waktu kenduri, dipa dang rumput tempat gembala ternak, di tempat
penimbunan barang dagangan, di pasar-pasar tempat berjual beli, dan lain-lain.
Disitulah bmereka memberikan didikan dan ajaran Islam dan disanalah orang-orang
menerima didikan dan ajaran Islam. Semuanya dilakukan dengan perkataan secara
mudah, snehingga mudah pula orang memperoleh dididkan dan ajaran Islam. Adapun
secara khusus tempat-tempat pembelajaran dilakukan dirumah-rumah, masjid,
surau, rangkang, dan pendopo istana.
b. Waktu belajar
Waktu
yang digunakan untuk mempelajari atau mengerjakan pendidikan sesungguhnya tidak
mengikat. Karna pendidikan dapat berjalan kapan dan dimana saja. Pendidikan
dapat berlangsung pagi hari, siang hari, sore hari atau bahkan malam hari.
Namun secara khusus terutama yang terjadi dikalangan kesultanan, waktu-waktu
belajar dapat dilakukan sebagai berikuut:
1. Siang
hari khususnya setelah shalat jum’at
2. Sore
hari (ba’da ashar)
3. Malam
haru (ba’da magrub / isya)
Adapun metode yang
digunakan, khususnya dikalangan istana adalah diskusi
Salah seorang raja Majapahit bernama Sri Kertabumi mempunyai istri
yang beragama Islam yang bernama Putri Cempa. Kejadian tersebut tampaknya
sangat besar pengaruhnya terutama dalam rangka dakwah Islam. dari Putri Cempa
inilah lahir seorang putra yang bernama Raden Fatah, yang kemudian kita ketahui
menjadi Raja Islam pertama di jawa (Demak).
Tentang
berdirinya kerajaan demak, para ahli sejarah tampaknya berbeda pendapat.
Sebagian ahli berpendapat bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 M,
pendapat ini berdasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit. Adapula yang
berpendapat, bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1518 M. Hal ini
berdasarkan, bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun berakhirnya masa
pemerintahan Prabu Udara Brawijaya VII yang mendapat serbuan tentara Raden
Fatah dari Demak.
Kendatipun
demikian, kehadiran kerajaan Demak bukan penyebab runtuhnya Majapahit.
Keruntuhanya lebih banyak disebabkan kelemahan dan kehancuran Majapahit dari
dalam sendiri, setelah wafatnya Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Kerajaan
majapahit didahului oleh kelemahan pemerintah pusatnya yang disusul oleh perang
saudara. Misalnya perang antara Bre Wirabumi dengan putri mahkota
Kusumawardani, perang saudara di Majapahit ini berkepanjangan dengan memakan waktu
kurang lebih 30 tahun, yang melibatkan 6 orang ahli waris dari Hayam Wuruk.
Dengan demikian keruntuhan tersebut jelas bukan disebabkan oleh agama Islam.
Kehadiran
kerajaan Islam Demak dipandang oleh rakyat Majapahit sebagai cahaya baru yang
membawa harapan. Kerajaan Islam itu diharapkan sebagai kekuatan baru yang akan
menghalau segala bentuk penderitaan lahir dan mendatangkan kesejahteraan. Raja
Majapahit sudah kenal Islam jauh sebelum kerajaan Demak berdiri. Bahkan
keluarga Raja Brawijaya sendiri kenal agama Islam melalui putri Cempa yang
selalu bersikap ramah dan damai.
Tentang sikap
Raden Fatah tatkala terjadi penyerbuan terrhadap istana Majapahit olleh
Ranawijaya Girindrawardhana yang menyebabkan tewasnya ayah handanya Raja
kertabumi didalam keratin adalah sekedar bertahan dan membela hak waris atas
Majapahit. Sebab kalau memang yang melakukan penyerbuan kudeta di Majapahit
pada saat itu ialah Raden Fatah, mengapa pada saat tersebut dia tidak
memproklamasikan dirinya sebagai pengganti sekaligus. Semua itu sebenarnya
otomatis di anggap sah, dan haknya sebagai putra mahkota.
Tapi nyatanya
Demak sendiri baru dinyatakan berdiri sekitar tahun 1518 M. Dalam tahun ini
terjadi pertempuran antara penerus kekuasaan Majapahit Patih Udara dengan
Adipati Yunus yang berkuasa di Demak. Setelah terjadinya pertempuran tersebut,
kekuasaan Majapahit praktis berakhir.
Dengan
berdirinya agama Islam Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di jawa
tersebut, maka penyiaran agama Islam makin meluas, pendidikan dan pengajaran
Islam pun bertambah maju.
Pelaksanaan Pendidikan
Islam di Kerajaan Demak
Tentang sistem pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak punya kemiripan dengan yang
dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat yang menjadi
sentral di suatu daerah, disana diajarkan pendidikan agama dibawah pimpinan
seorang Badal untuk menjadi seorang guru, yang menjadi pusat pendidikan dan
pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberri
gelaran resmi, yaitu gelar sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga
tersebutlah nama-nama seperti: Sunan Gunung Jati, Sunan Geseng, Kiai Ageng
Tarub, Kiai Ageng Sela dan lain-lain.
Memang antara Kerajaan
Deamak dengan wali-wali yang Sembilan atau Walisonggo terjalin hubungan yang
bersifat khusus, yang boleh dikatakan semacam hubungan timbal-balik, dimana
sangatlah besar peranan para walisonggo di bidang dakwah Islam, dan juga Raden
Fatah sendiri menjadi raja adalah atas rasa keputusan para wali dan dalam hal
ini para wali tersebut juga sebagai penasehat dan pembantu raja.
Dengan kondisi yang
demikian, maka yang menjadi sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi
kalangan pemerintah dan rakyat umum.
Adanya kebijaksanaan
wali-wali menyiarkan agama dan memasukkan anasir-anasir pendidikan dan
pengajaran Islam dalam segala cabang kebudayaan nasional Indonesia, sangat
mengembirakan, sehingga agama Islam dapat tersebar di seluruh kepulauan
Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Soejono,R.Z.2008.Sejarah
Nasional Indonesia III: Zaman Prtumbuhan dan Perkembangan Islam di
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Zainuddin, H.M. 1961. Tarikh Aceh dan Nusantara. Medan: Pustaka
Iskandar Muda. Hal.
Muljana, Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Negara-negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS.
Ismail, Muhammad Gade. 1997. Pasai dalam Perjalanan Sejarah: Abad ke-13
sampai Awal Abad ke 16. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Sufi, Rusdi & Wibowo, Agus Budi. 2006. Kerajaan-kerajaan
Islam di Aceh. Banda Aceh: Badan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Ayatrohaedi.
1992. “Struktur Masyarakat Pasai”, dalam Makalah yang Disampaikan pada Diskusi
mengenai Pasai dalam Sejarah, Cisarua, 25-28 September 1992.
Jones, Russell. 1999. Hikayat Raja
Pasai. Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan dan Penerbit Fajar Bakti.
Purwadi
& Maharsi. 2005. Babad Demak: Perkembangan Agama Islam di Tanah
Jawa. Jogjakarta: Tunas Harapan.
Poesponegoro,
Marwati Djoened & Notosusanto, Nugroho. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekmono, R.
1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta:
Kanisius.
Purwadi
& Maharsi. 2005. Babad Demak: Perkembangan Agama Islam di Tanah
Jawa. Jogjakarta: Tunas Harapan.
Purwadi &
Maharsi. 2005. Babad Demak: Perkembangan Agama Islam di Tanah
Jawa. Jogjakarta: Tunas Harapan.
Soekmono, R.
1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Kanisius.
Poesponegoro,
Marwati Djoened & Notosusanto, Nugroho. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.
[1] Soejono,R.Z.2008.Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman
Prtumbuhan dan Perkembangan Islam di Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Hal. 1
[2] Pendapat lain menyatakan bahwa pada abad ke-13, utusan Samudra
Pasai membawa upeti ke Cina. Dari sumber Cina Dinasti Yuan (1280-1367),
tampaknya raja Samudra mengirim utusan ke Quilon, India Barat, tahun 1282,
sepuluh tahun sebelum Marcopolo mendarat di Perlak. (Anthony Reid, 1998: 48)
[4] Muljana, Slamet. 2005. Runtuhnya
Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara. Yogyakarta:
LKiS. Hal . 133
[6] Ismail, Muhammad Gade. 1997. Pasai dalam
Perjalanan Sejarah: Abad ke-13 sampai Awal Abad ke 16. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI. Hal. 7
[7] Sufi, Rusdi & Wibowo, Agus Budi. 2006. Kerajaan-kerajaan
Islam di Aceh. Banda Aceh: Badan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Hal. 61
[8] Ayatrohaedi. 1992. “Struktur Masyarakat Pasai”, dalam Makalah yang
Disampaikan pada Diskusi mengenai Pasai dalam Sejarah, Cisarua, 25-28 September
1992.
[10] Jones, Russell. 1999. Hikayat Raja
Pasai. Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan dan Penerbit Fajar Bakti. Hal. 36
[12] Soekmono, op.cit. Hal. 52
[13] Purwadi & Maharsi. 2005. Babad Demak: Perkembangan
Agama Islam di Tanah Jawa. Jogjakarta: Tunas Harapan. Hal. 1
[14] Yuanzhi Kong, (2000), Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 9794613614.
[15] Soejono,R.Z.2008.Sejarah Nasional
Indonesia III: Zaman Prtumbuhan dan
Perkembangan Islam di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
[16] Cortesão, Armando, (1944), The Suma Oriental of Tomé Pires, London: Hakluyt
Society, 2 vols
[17] http://sejarah-andychand.blogspot.com/2012/05/kerajaan-demak.html
di akses pada 5 Desember 2013 pukul 09.00
[18] Ibid
[19] http://jimmygeneh.blogspot.com/2012/03/pendidikan-islam-pada-masa-kerajaan.html
di akses pada 7 Desember 2013 pukul 08.00
[20] http://ranuwa.wordpress.com/2011/12/15/sistem-pendidikan-pada-masa-kerajaan-islam-di-indonesia/
di akses pada 7 Desember 2013 pukul 08.00 WIB
No comments:
Post a Comment