Friday, October 7, 2011

EPISTEMOLOGI DAKWAH ISLAM

Edisi Revisi
EPISTEMOLOGI DAKWAH ISLAM
Pembimbing : M. Nur Cholik, M.Pd
Disusun oleh : Soleh Jalaludin (STAIMA Al Hikam Malang)


A. Pendahuluan
    Agama Islam merupakan agama yang menebarkan rahmat bagi seluruh alam. Keberadaan ajaran Islam ditengah-tengah kita adalah hasil kerja keras para tokoh muslim dalam menyebarkannya kesegala penjuru dunia. Sebuah hadis Nabi dari sahabat Abdullah bin Umar mengatakan “sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”, ini merupakan indikasi untuk menjalankan dakwah kepada umat tentang ajaran Islam.
    Dalam menjalankan dakwah diperlukan tata cara atau metode penyampaian agar penyampaian ajaran Islam bisa lebih mudah diterima oleh umat tanpa ada persinggungan apapun. Secangkir kopi, sepotong roti yang disajikan kepada seorang tamu dengan ramah dan sopan dan disesuaikan dengan selera tamu akan lebih mudah diterima tamu tanpa ada rasa curiga. Dalam konteks seperti ini penyampaian dakwah memerlukan sebuah metode agar materi yag disampaikan bisa diterima. Betapapun sempurnanya materi, lengkapnya bahan-bahan dan aktualnya isu-isu yang disajikan, akan tetapi jika disampaikan dengan jalan sembrono, tidak sistematis dan serampangan, akan menimbulkan kesan yang tidak simpatik yang berujung pada kesia-siaan, dan bahkan memungkinkan terjadi penolakan yang disertai perlawanan yang ekstrim.
    Dalam menyusun strategi dakwah/ metode dakwah perlu kiranya untuk diketahui pemahaman mendalam apa sebenarnya dakwah itu? Dalam memahaminya kita perlu mengkaji dakwah itu dari sisi aksiologi, ontologi dan epistemologinya. Apa itu dakwah, dari mana sumbernya, dan sejauh mana kebenaran tentang dakwah itu.
    Dalam makalah kecil ini penulis akan mencoba menyampaikan dakwah dari sisi epistemologinya. Kajian ini merupakan hal yang baru bagi penulis, oleh karena itu dalam penyampaiannya terasa jauh dari kesempurnaan. Namun ini merupakan awal dari cara kita memahami sebenarnya dakwah.

B. Pembahasan
1. Pengertian epistemologi
    Dalam filsafat Epistemologi merupakan disiplin yang esensial setelah metafisika (ontologi) yang keduanya merupakan cabang filsafat. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yang merupakan gabungan antara episteme (pengetahuan) dan Logos (teori/ilmu) . Jadi Epistemologi adalah teori pengetahuan, dimana ia menyelidiki keaslian pengetahuan, mengukur struktur dan kevalidan pengetahuan. Epistemologi membahas apa dan bagaimana cara seseorang mendapatkan pengetahuan.
Epistemologi berperan sebagai opertor dalam mengkoordinasikan sistem berpikir, memberikan orientasi dan peta pemikiran dalam memahami dan melihat semua kenyataan yang ada. Sehingga sebuah kenyataan yang ada akan menjadi bagian dari pengetahuannya.
Mengkaji efistemologi dalam artian ilmu pengetahuan ada tiga persoalan pokok. Pertama, apakah sumber pengetahuan itu? dari manakah datangnya pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?. Kedua, apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa ada dunia yang benar-benar diluar pikiran kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya?. Ketiga, apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaiman kita dapat membedakan yang benar dari yang salah?  Namun secara umum pertanyaan-pertanyaan epistemologi tadi berhubungan dua hal, yakni kefilsafatan yang berhubungan dengan psikologi dan semantik yang menyangkut hubungan antara pengetahuan dengan objek pengetahuan tersebut, dan yang dimaksud disini adalah dakwah.
Menurut Faizah (2006:7) dakwah adalah suatau kegiatan untuk menyampaikan dan mengajarkan serta mempraktekkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kalau melihat secara mendalam tentang dakwah, ada tiga tahapan yang harus dilaksanakan dakwah. Penyampaian, pembentukkan, dan pembinaan merupakan langkah yang harus dilakuakn agar benar-benar dakwah bisa sesuai dengan tujuannya. Ilmu dakwah adalah seperangkat keilmuan yang mempelajari bagaimana bagaiman proses pembumian Islam dilakukan. Sementara psikologi dakwah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah. Dari sini kita bisa melihat esensi dakwah terletak pada usaha pencegahan (preventif) dari penyakit masyarakat yang bersifat psikis dengan cara mengajak, memotivasi, merangsang, serta membimbing individu atau kelompok agar sehat dan sejahtera iwa dan raganya sehingga mereka dapat menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran dan dapat menjalankannya.
Pada mulanya dalam epistemologi ada dua aliran, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide sementara peran indra di nomor duakan. Sementara empirisme adalah kebalikannya. Plato dan Aristoteles adalah nama-nama yang merupakan prototype cikal bakal pergumulan antara rsionalisme dan empirisme. Plato menganggap bahwa hasil pengamatan indra masih diragukan kebenaran, karena sifatnya yang masih berubah-rubah. Namun Aristoteles berpendapat bahwa realitas yang sebenarnya terletak dari hasil pengamatan indra terhadap benda-benda konkrit, bukan pada ide (Bertens, 1984: 153) . Menurt penulis, sebenarnya dari kedua pendapat bapak filsafat ini bisa digabungkan, dalam artian kedua pendapat ini sama-sama pentingnya dimana kebenaran pengetahuan itu selalu berpijak dari ide yang sesuai dengan realitas yang mampu ditangkap oleh panca indra. Namun juga terkadang pengetahuan itu hanya bisa mengandalkan ide (akal) tanpa melihat realitanya dalam wilayah tertentu. Begitu juga hasil dari pengamatan indra merupakan pengetahuan yang benar dalam wilayah tertentu.


2. Sumber-sumber dakwah dan ilmu dakwah
    Ilmu dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang membahas masalah dan segala hal yang timbul atau yang mengemuka dalam interaksi antara unsur dari sistem dakwah agar diperoleh pengetahuan yang tepat dan benar mengenai kenyataan dakwah .
    Dalam beberapa literatur, sumber ilmu dakwah terdari dari empat, yaitu akal, intuisi, indra, dan otoritas. Namun ada juga yang mengatakan bahwa sumber ilmu itu adalah wahyu, akal, dan alam. Bahkan Muhammad Iqbal mengatakan sumbernya hanya berakar pada afaq (alam semesta), anfus (ego/diri), dan tarikh (sejarah). Sebenarnya menurut kami dari ketiga pendapat tadi memiliki kesamaan. Antara wahyu, sejarah dan otoritas memilki kesamaan fungsi. Sementara istilah indra, alam dan anfus juga memililki kesamaan fungsi. Namun penyamaan fungsi dari unsur-unsur dalam beberapa pendapat di atas jika kita mengacu pada pemikiran Islam dimana sumber otoritas yang paling tinggi adalah Dzat Yang Maha Mutlak.
    Dari sumber-sumber ilmu dakwah di atas kami menyimpulkan bahwa akal, wahyu (al-Qur’an dan hadis dan segala pemahamannya) atau sejarah merupakan sumber dari dakwah yang berujung pada satu yaitu Dzat Yang Maha Mutlak. Kita bisa mengistilahkan sumber ini dengan sebutan doktrin Islam.
    Keragaman metode dan gaya sebenarnya adalah buah dari pemahaman dai terhadap doktrin Islam dan pengalaman-pengalaman yang melatar blakanginya. Ilmu ini yang kemudian menjadi sebuah disiplin ilmu ysng kemudian menjadi acuan dalam melaksanakan dakwah. Proses apa saja yang harus dijalani dan langkah apa yang perlu untuk dilakukan agar Islam benar membumi.
Kalau kita amati hubungan antara makna ilmu dakwah dengan sumber-sumbernya akan menimbulkan interaksi antara doktrin Islam, dai, tujuan dakwah dan mad’u (orang yang terkena ajakan dai). Dari hubungan tersebut kita bisa lihat gambar dibawah ini.











    Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa interaksi antara doktrin Islam dan dai merupakan objek forma dakwah yang berkaitan dengan pemahaman sumber-sumber dakwah. Hubungan antara dai dan mad’u adalah objek forma dakwah yang berhubungan dengan problem tabligh baik billisan, bilhal, atau bilqalam walau sebenarnya bilqalam bisa termasuk dakwah billisan yang tertuangkan dalam tulisan. Interaksi antara dai dan tujuan dakwah adalah objek forma ilmu dakwah yang berkaitan dengan problem organisional dan managerial dakwah Islam. Sementara interaksi antara tujuan dakwan dan mad’u adalah objek forma ilmu dakwah yang berkaitan dengan problem pengembangan masyarakat Islam.
    Tercapainya tujuan dakwah Islam bisa dilihat dari pola kehidupan masyarakat yang merupakan mad’u secara luas. Landingnya doktrin Islam dalam kehidupan masyarakat secara makro merupakan hasil akhir dari dakwah.


C. Kesimpulan
    Islam sebagai agama dakwah senantiasa mendorong umatnya untuk aktif melakukan kegiatan dakwah. Maju mundurnya agama Islam sangat tergantung dan berkaitan erat dengan dakwah yang dilakukan oleh umatnya.
    Ilmu dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang membahas masalah dan segala hal yang timbul dalam interaksi antar unsur dakwah dari sistem dakwah agar diperoleh pegetahuan yang benar dan tepat dari kenyataan dakwah. Dari hubungan interaksi antar unsur dakwah bisa menghasilkan term dakwah. Dengan tujuan mengembalikan potensi fitrah manusia agar eksistensinya memilki makna dihadapan penciptanya, dakwah memberikan tugas mulia pada manusia untuk selalu menyerukan doktrin Islam yang akan membawa kepada kebahagian yang hakiki.
    Dzat Yang Maha Mutlak memang merupakan sumber dari segala sumber dakwah, namun dalam kenyataan empirik yang menjadi pedoman pelaksanaan dakwah tidak keluar dari al-Qur’an, sunnah Rasul, sejarah dan pengalaman yang mengitarinya. Banyak dai yang menjadiakan experience sebagai referensi dalam menjalankan dakwah.
    Memahami situasi dan kondisi dilapangan adalah sebuah keharusan dalam menjalankan dakwah agar tepat sasaran dan tercapainya tujuan.
    Senoga bermanfaat....

No comments:

Post a Comment