Sunday, June 26, 2011
CONTOH PENELITIAN HADITS
A. PENGANTAR
Disebabkan bahwa syarat sebuah hadits dinyatakan berkualitas sahih manakala memenuhi 4(empat) syarat, yaitu : 1. Diriwayatkan oleh para periwayat yang Adl dan Dhabit (keduanya disebut Tsiqah), 2. Sanadnya bersambung, 3. Bebas dari Syadz dan 4. Bebas dari Illat, maka langkah meneliti hadits harus ditempuh melalui 4 (empat) langkah.
Langkah pertama menguji ketsiqahan para periwayat. Langkah ini dilakukan untuk memenuhi terwujud – tidaknya syarat adl dan dhabit pada periwayat. Cara yang dilakukan adalah dengan menelusuri biografi masing-masing periwayat dalam kitab Tarajum (biografi) untuk mendapatkan data-data periwayat tersebut yang meliputi antara lain : nama lengkapnya, tempat dan tahun dilahirkan dan wafatnya, guru-gurunya, murid-muridnya dan yang paling penting kualitas jarh dan ta’dilnya.
Langkah kedua adalah menguji persambungan sanadnya. Langkah ini ditempuh untuk menilai terwujud-tidaknya syarat persambungan sanad para periwayat. Cara ini dilakukan dengan menganalisis redaksi tahammul wa al-ada’ yang digunakan oleh para periwayat.
Langkah ketiga adalah menguji apakah matan hadits terbebas dari unsur syudzudz. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui terpenuhi-tidaknya syarat bebas dari syadz atau syudzudz. Cara yang dilakukan adalah mengkofirmasikan teks matan dan atau maknanya dengan dalil Naqli, yaitu dengan mendatangkan ayat dan semua matan yang sama atau satu tema dari jalur sanad lainnya, untuk dianalisis dan dibandingkan guna menentukan mana matan yang mahfudz dan mana matan yang syadz.
Langkah keempat adalah menguji apakah matan hadits terbebas dari unsur illat atau tidak. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui apakah syarat terbebas dari illat itu terpenuhi atau tidak. Cara yang dilakukan adalah mengkofirmasikan teks matan dan atau maknanya dengan dalil Aqli, ilmu pengetahuan, panca indera dan fakta sejarah. Apabila teks matan dan atau maknanya kontradiksi dengan semua itu, maka matan hadits dapat dinyatakan dhaif.
Untuk menelusuri biografi masing-masing periwayat yang tercantum dalam sanad dari hadits yang diteliti, yaitu hadits riwayat Al-Nasa’I, penelitian ini menggunakan rujukan kitab-kitab biografi sebagai berikut :
1. Tahdzib al-Tahdzib karya Ibn Hajar.
2. Taqrib al-Tahdzib karya Ibn Hajar juga.
3. Al-Kasyif karya Al-Dzahabi.
4. Khulashah Tadzhib Tahdzib al-Kamal karya Al-Khazraji.
Keempat kitab biografi ini disusun berdasarkan sistematika alfabetis.
B. TEKS HADITS LENGKAP
أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْمُعَلِّمُ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَمَّا فَتَحَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَكَّةَ قَامَ خَطِيبًا فَقَالَ فِى خُطْبَتِهِ « لاَ يَجُوزُ لاِمْرَأَةٍ عَطِيَّةٌ إِلاَّ بِإِذْنِ زَوْجِهَا »( رواه النسائي)
“Ismail Ibn Mas’ud mengkhabarkan kepada saya, berkata dia,Khalid Ibn al-Harits bercerita kepada saya,berkata dia, Husain al-Muallim bercerita kepada saya dari Amr Ibn Syuaib bahwa bapaknyabercerita kepadanya dariAbd Allah Ibn Amr berkata: Ketika Rasul Allah saw. menaklukkan kota Mekkah Beliau berdiri berkhotbah yang didalam khotbahnya berkata : Perempuan tidak diperbolehkan memberikan apapun (dari harta suaminya) kecuali dengan seizin suaminya. HR. al-Nasa’i.”
C. STRUKTUR SANAD HADITS
Didalam hadits diatas terdapat 6 (enam) periwayat, yaitu :
1. Isma’il Ibn Mas’ud.
2. Khalid Ibn al-Harits.
3. Husain al-Muallim.
4. Amr Ibn Syuaib.
5. Syuaib (Bapaknya Amr).
6. Abd Allah Ibn Amr Ibn al-Ash.
Bagan sanadnya dapat disusun sebagai berikut:
Nabi saw
ا
Abd Allah Ibn Amr Ibn al-Ash
ا
Syuaib
ا
Amr Ibn Syuaib
ا
Husain al-Muallim
ا
Khalid Ibn al-Harits
ا
Isma’il Ibn Mas’ud
ا
Al-Nasa`i
D. BIOGRAFI MASING-MASING PERIWAYAT :
1. Nama Lengkap
2. Tahun Kelahiran dan Wafatnya
3. Guru-gurunya
4. Murid-muridnya
5. Jarh dan Ta’dilnya.
E. UJI KETSIQAHAN PARA PERIWAYAT
Penyajian data-data tentang al-Jarh wa al-Ta’dilnya para periwayat dalam sanad hadits yang diteliti dan analisisnya dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Isma’il Ibn Mas’ud.
a. Dalam kitab Taqrib al-Tahdzib Juz 1 halaman 74, dikatakan : ثقة
b. Dalam kitab Al-Kasyif Juz 1 halaman 128, dikatakan : ثقة
c. Dalam kitab Khulashah Tadzhib Tahdzib al-Kamal halaman 36, dikatakan : Abu Hatim mengatakan : صدوق , dan dalam kitab Al-Hasiyah, Al-Nasa’I mengatakan : ثقة .
Dari sajian data-data diatas, dapat disimpulkan bahwa Isma’il Ibn Mas’ud adalah periwayat yang tsiqah.
2. Khalid Ibn al-Harits.
a. Dalam kitab Taqrib al-Tahdzib Juz 1 halaman 211-212, dikatakan :
ثقة ثبت
b. Dalam kitab al-Kasyif Juz 1 halaman 266-267, dikatakan : Ahmad mengatakan : اليه المنتهي في التثبت بالبصرة , dan Al-Qatthan mengatakan :
ما رايت خيرا منه ومن سفيان .
c. Dikatakan dalam kitab Al-Khulashah halaman 99-100 : Al-Nasa’I mengatakan : ثقة ثبت , dan al-Qatthan mengatakan :
ما رايت خيرا منه ومن سفيان
Dari paparan data-data diatas dapat disimpulkan bahwa periwayat yang bernama : Khalid Ibn al-Haris adalah periwayat yang sangat tsiqah.
3. Husain al-Muallim.
a. Dalam kitab Taqrib al-Tahdzib Juz 1 halaman 175-176 dikatakan : ثقة ربما وهم .
b. Dalam kitab al-Kasyif dikatakan : الحسين بن ذكوان المعلم البصري الثقة .
c. Dalam kitab Khulashah dikatakan, Ibn Ma’in dan Abu Hatim menilai
Husain al-Muallim :ثقة .
Data-data diatas menunjukkan bahwa Husain al-Muallim adalah periwayat yang tsiqah.
4. Amr Ibn Syuaib.
a. Dalam kitab Taqrib al-Tahdzib Juz 2 halaman 72, dikatakan :صدوق .
b. Dalam kitab al-Kasyif Juz 2 halaman 332, dikatakan : al-Qatthan mengatakan : Bila belajar kepadanya periwayat yang tsiqah, maka dia dapat dijadikan hujjah. Imam Ahmad mengatakan : Kami menjadikannya hujjah. Al-Bukhari mengatakan : saya melihat Imam Ahmad, Ali, Ishaq Abu Ubaidah dan seluruh sahabat kami menjadikannya hujjah. Abu dawud mengatakan : Tidak bisa dijadikan hujjah.
c. Dalam kitab al-Khulashah halaman 290 dikatakan : al-Qatthan mengatakan : Jika dia berguru kepada periwayat yang tsiqah, maka dia itu tsiqah dan dapat dijadikan Hujjah. Riwayat Ibn Ma’in mengatakan : Jika dia meriwayatkan dari selain bapaknya, maka dia tsiqah. Abu Dawud mengatakan : Riwayat Amr Ibn Syuaib dari bapaknya dari kakeknya tidak dapat dijadikan Hujjah. Abu Ishaq mengatakan : Dia itu seperti Ayyub dari Nafi’ dari Ibn Umar, dan al-Nasa’I menilainya tsiqah. Al-Hafidh Abu Bakar Ibn Zayyad mengatakan : Mendengarnya Amr dari bapaknya adalah sah (benar). Mendengarnya Syuaib dari kakeknya Abd Allah Ibn Amr juga sah (benar). Imam Bukhari mengatakan : Syuaib pernah mendengarkan dari kakeknya Abd Allah Ibn Amr.
Data-data diatas menunjukkan bahwa Amr Ibn Syuaib adalah periwayat yang diperselisihkan ketsiqahannya. Ulama yang tidak mentsiqahkannya tidak sampai pada men-jarh-nya dalam keadilan dan kedhabitannya, tetapi mereka menilainya negative karena factor eksternal diluar keadilan dan kedhabitannya, yaitu persoalan periwayatannya dari bapaknya. Apakah benar dia pernah mendengar dan belajar kepada bapaknya?. Kalau memang ya, apakah semua hadits yang ia riwayatkan itu memang didengar semuanya dari bapaknya?. Itulah sebabnya mengapa kebanyakan Ulama al-Jarh wa al-Ta’dil mengatakan: Jika dia meriwayatkan dari selain bapaknya, maka dia Tsiqah.
Kesimpulannya, secara pribadi Amr Ibn Syuaib adalah periwayat yang Tsiqah walaupun tidak penuh atau dengan ungkapan redaksi lain shaduq. Jika dia mengatakan mendengar dari bapaknya, maka haditsnya bisa dijadikan hujjah.
5. Syuaib Ibn Muhammad (Bapaknya Amr).
a. Dalam kitab Taqrib al-Tahdzib Juz 1 halaman 353 dikatakan :صدوق .
b. Dalam kitab al-Kasyif Juz 2 halaman 13-14 dikatakan : صدوق .
c. Dalam kitab al-Khulashah halaman 168 dikatakan: Ibn Hibban menilainya :ثقة .
Paparan data diatas menunjukkan bahwa Syuaib Ibn Muhammad adalah periwayat yang berkualitas Shaduq dan hadits yang diriwayatkannya berkualitas Hasan serta dapat diterima sebagai hujjah.
6. Abd Allah Ibn Amr Ibn al-Ash.
Abd Allah Ibn Amr Ibn al-Ash adalah seorang Sahabat Nabi saw. yang tidak perlu diragukan ketsiqahannya.
F. UJI PERSAMBUNGAN SANAD
Penyajian dan analisis data persambungan sanad dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Imam al-Nasai mengatakan : احبرنا اسماعيل بن مسعود . Ungkapan atau redaksi ini digunakan oleh Muhadditsin untuk periwayatan hadits dalam bentuk Qira’ah yaitu pembacaan hadits oleh murid dihadapan gurunya. Dengan demikian berarti ada pertemuan antara al-Nasai dengan gurunya Isma’il Ibn Mas’ud, dan sanadnya dengan demikian : Muttasil.
2. Isma’il Ibn Mas’ud mengatakan : حدثنا خالد بن الحارث . Redaksi ini oleh Muhadditsin digunakan dalam periwayatan hadits dalam bentuk Sima’ah,yaitu pembacaan hadits oleh guru kepada murid. Dengan demikian berarti ada pertemuan antara Isma’il Ibn Mas’ud dengan gurunya Khalid Ibn al-Harits, dan ini berarti bahwa sanadnya : Muttasil.
3. Khalid Ibn al-Harits mengatakan : حدثنا حسين المعلم .Redaksi periwayatan ini sama dengan diatas menunjukkan bahwa sanadnya : Muttasil.
4. Adapun Husain al-Muallim mengatakan : عن عمرو بن شعيب . Periwayatan Husain ini memang menggunakan redaksi ‘An (عن), tetapi ‘An’anahnya tidak ada indikasi menunjukkan adanya keterputusan sanad, bahkan dapat dinyatakan bahwa sanadnya adalah : Muttasil, karena : (1) Husain al-Muallim adalah periwayat yang Tsiqah, (2) Dia bukan periwayat Mudallis, dan (3) Dimungkinkan ada atau pernah bertemu antara Husain dengan gurunya Amr Ibn Syuaib. Dalam biografinya dia mengatakan pernah berguru kepada Amr Ibn Syuaib, dan dalam biografi Amr Ibn Syuaib, Husain disebutkan sebagai muridnya dalam pembelajaran hadits.
5. Amr Ibn Syuaib mengemukakan bahwa bapaknya menceritakan kepadanya ( ان اباه حدثه ). Redaksi Haddatsahu sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa sanadnya : Muttasil.
6. Adapun Syuaib Ibn Muhammad Ibn Abd Allah mengatakan :
عن عبد الله بن عمرو . ‘An’anahnya Syuaib Ibn Muhammad ini bermasalah, karena Syuaib ternyata periwayat yang mudallis.
Namun al-Hafidh Ibn Hajar memasukkannya dalam kategori mudallis tabaqah kedua, yaitu tabaqah dimana para periwayat yang ada didalamnya ditoleransi ketadlisannya dan dimasukkan dalam kelompok periwayat yang dinilai sahih karena ketokohannya dan sangat kecilnya tadlis yang dilakukan dibandingkan dengan jumlah yang diriwayatkannya.
Atas dasar itu semua, peneliti mentolerir ketadlisan yang sangat minim dari Syuaib Ibn Muhammad dan memutuskan bahwa ‘An’anahnya Syuaib Ibn Muhammad adalah Muttasil In Syaa Allah.
G. UJI SYADZ - TIDAKNYA MATAN HADITS
Sejauh yang peneliti tahu, hadits tentang : larangan bagi istri untuk memberikan harta suami tanpa izin, tidak mengandung syadz, dalam arti : tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur;an atau bertentangan dengan hadits-hadits lain yang satu tema yang lebih tinggi derajatnya. Dengan demikian dapat peneliti nyatakan bahwa hadits riwayat Al-Nasai ini terbebas dari unsur syadz atau syudzudz.
H. UJI BERILLAT – TIDAKNYA MATAN HADITS
Sejauh yang peneliti amati dan renungkan, hadits tentang : larangan bagi istri memberikan harta suami tanpa izin suami ini, teksnya maupun makna yang dikandungnya, tidak ada yang bertentangan dengan akal, ilmu pengetahuan, indra maupun fakta sejarah. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa hadits yang diteliti terbebas dari unsur illat.
I. Paparan Jalur lain :
J. KESIMPULAN
1. Semua periwayat yang berjumlah 6 (enam) periwayat yang ada dalam sanad hadits, seluruhnya berkualitas : Tsiqah penuh, kecuali Amr Ibn Syuaib dan Syuaib Ibn Muhammad, keduanya berkualitas Shaduq atau Hasan.
2. Seluruh sanadnya bersambung, walaupun ada sedikit kemungkinan terputusnya sanadnya Syuaib Ibn Muhammad dari kakeknya Abd Allah Ibn Amr.
3. Sejauh yang peneliti tahu, matan hadits terbebas dari unsur syadz.
4. Sejauh yang peneliti amati, matan hadits juga terbebas dari unsur illat.
Atas dasar uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa hadits yang diteliti berkualitas Hasan Lidzatihi, bisa diterima untuk dijadikan Hujjah, karena otentik berasal dari Nabi saw. Wa Allah a’lam bi al-shawab.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment