A. Pendahuluan
Bismillahirrahmanirrahim, washalatu wassalamu ‘ala saidil mursalin Muhammadin khotaminnabiyin wa’ala alihi washohabatihi maa daamas samaawaati wal ard amien. Pada kesempatan kali ini, penulis akan sedikit mengungkap sepak terjang kholifah kedua setelah Nabi Muhammad SAW ia adalah ‘Umar bin Khottob.
Sebagaimana yang telah kita ketahui jauh abad sebelum pertemuan ini, adalah ‘Umar bin Khottob atau yang lebih dikenal al-Faruq (nama yang disandarkan oleh Nabi Muhammad SAW karena keislamannya ia dapat membedakan antara yang haq dan bathil) adalah sosok pemuda yang tangkas dari keturunan ‘Ady bin Ka’ab pada mulanya termasuk orang yang sangat membenci akan Muhammad karena ajaran yang dibawak. Kebencian ini pulalah yang akan menghantarkan ‘Umar kepada kebenaran yang terang karena ia adalah orang yang dimaksud oleh Rosulullah yang akan membela agama Islam secara mati-matian sebagaimana sebelum itu ia adalah orang yang sangat membenci Islam dan ingin menghancurkan Islam dengan segala daya upaya.
Sungguh indah perjalanan ‘Umar semenjak ia meniti jalan kebenaran yakni Islam. Belum lagi ketika ia menjabat sebagai amirul mukminin, ia adalah sosok pemimpin yang sebenarnya, pemimpin yang zuhud akan kemewahan dunia. Pemimpin yang tidak dapat membiarkan haq-haq pengikutnya didzolimi, pernah suatu ketika ‘Umar mengejar seekor onta yang lepas dari baitul mal “hendak kemana kau ‘Umar?’’ tanya saiduna ‘Ali R.A “mengejar anak onta milik baitul maal” tegasnya. “kau akan menyusahkan penggantimu kelak..” ujar saiduna Ali R.A “bergurau”. Maka ‘Umar pun melanjutkan, walau seandainya ada satu kambing milik baitul maal tenggelam di sungai Ifrad, maka ‘Umarlah yang pertama kelak ditanya oleh Allah SWT. Hal ini menggambarkan keperibadian yang amanah lagi mulia pada dirinya senantiasa tidak semena dalam menjalankan kepercayaan mengemban sebagai ‘Amirul Mukminin.
Dalam makalah sederhana ini penulis akan memaparkan sebagai berikut :
A. Pendahuluan
B. Pembahasan
1. 1 .1 Nasab ‘Umar
2. 1.2 Kepribadian ‘Umar
3. 1.3 Keislamannya
4. 1.4 Ahlul Hal Wal ‘Aqdi
5. 1.5 Perluasan Wilayah Islam Masa ‘Umar bin Khatab
6. 1.6 Pengembangan Islam Sebagai Sistem Sosial
A. Penggajian tentara
B. Pelimbahan wewenang kepada daerah
C. Ghanimah
D. Sistem Pertahanan dan Kependudukan
E. Ilmu KeIslaman
F. Hasil Ijtihad ‘Umar dalam Hkukum Islam
1.7 Yurisprudensi (Sistem Hukum) dan Khazanah Keagamaan Masa ‘Umar
C. Kesimpulan
B. Pembahasan
1.1 Nasab ‘Umar
Ada beberapa pendapat masa kelahiran ‘Umar diantaranya dia dilahirkan 14 tahun sesudah kelahiran Nabi, tapi ada juga yang berpendapat bahwa ia dilahirkan 4 tahun sebelum perang Pijar namun ada pula yang berpendapat kelahirannya diperkirakan sekitar 13 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW ada pula yang berpendapat 12 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sahabat ‘Umar bernama lengkap’Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Ribaah bin Abdullah bin Qarth bin Razaah bin Adiy bin Kaab bin Luai al-Qursyi al-‘Adwi julukannya cukup banyak, diantaranya Abu Hafsin. Ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Mahzum dan ia (Hatamah) adalah anak perempuan dari paman Abu Jahal . Nasab sukunya nyambung ke Suku ‘Adi bin Ka’ab, suku ‘Adnaaniyah dari bangsa Quraisy.
Dulunya suku ‘Adi bi ka’ab adalah suku yang memiliki harta dan keturunan yang sedikit sehingga tumbuhlah tekat dari suku ini untuk menutupi kekurangan itu dengan jalan menganjurkan para lelaki golongan mereka untuk banyak menikahi para perempuan dalam rangka memperbanyak keturunan selanjutnya untuk mengurangi sedikitnaya harta suku ini pun banyak melakukan studi diberbagai bidang keahlian ilmu seperti keahlian dalam membaca, menulis, pengembangan pengetahuan akan perekonomian. Tidak ayal lagi dengan segala usaha yang telah tempuh mereka tampak semakin luas ilmu pengetahuan hingga akhirnya mereka menjadi suatu suku dalam bangsa Quraisy yang terpandang mulia, megah dan berkedudukan tinggi.
Suku ini juga terkenal para pemudanya yang memiliki kehebatan dalam bersya’ir lagi nan fashihnya. Nasab ‘Umar bertemu dengan Nabi Muhammad SAW pada nasab yang kedelapan yaitu ‘Ady sedangkan ‘Ady sendiri adalah kakek ke delapan dari ‘Umar dan ia adalah saudara Murroh kakek Nabi yang kedelapan.
1.2 keperibadian ‘Umar
Terkumpul pada diri ‘Umar beberapa karakter yakni keras kepala (kukuh pendirian), keras dalam berkemauan, ilmu, kekuatan karena hal ini tidak lepas dari pengaruh orang tua (ayah) yang mendidiknya dengan keras. ‘Umar kecil telah terbiasa dengan kehidupan yang serba sempit, sedikit harta. Sehingga tumbuhlah ‘Umar sebagai sosok pemuda yang gigih, keras kepala (berpendirian kuat) dan dua sifat ini telah menjadi karakternya.
Hobby ‘Umar pada masa mudanya yaitu menunggangi kuda, membawa pedang serta mendatangi komunitas pergulatan, namun tidak dapat dipungkiri memang ‘Umar memiliki tubuh yang kuat yang siap membantunya dalam mengalahkan tentara-tentara raksasa sekalipun. Postur tubuhnya ideal kurang lebih dua meter, bertubuh atletis, berkulit putih, a’asar menggunakan tangan kiri (kemungkinan memilili kepalan tangan yang kuat).
‘Umar adalah orang yang banyak kemiripan dengan Kholid bin Walid baik dari bentuk, postur, dan kekuatan tubuh serta fashih bertutur kata dan berambutkan merah sehingga tidak jarang masyarakat saat itu mengalami kesulitan dalam membedakan keduanya.
1.3 Keislamannya
Sebelum ‘Umar mengikrarkan keislamanya ia adalah sosok pemuda yang suka bermain wanita dan minum-minuman keras walau demikian, ada sisi baik pada diri ‘Umar adalah orang kepercayaan saat itu bayangkan, ia dia memegang tugas sifrah (penengah) antara masyarakat Quraiys dengan kabilah-kabilah lain. Pada saat itu ‘Umar adalah orang yang sangat memusuhi Nabi sekaligus ajaran dan ummatnya.
Suatu hari Abu Bakar melihat ‘Umar sedang menyiksa budak perempuannya yang tidak mau kembali keagama semula dan meninggalkan islam karena ibah Abu Bakar membeli budak itu lalu memerdekakannya .
Ia masuk Islam setelah mendengar ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh adiknya (Fatimah binti Khattab) (atau tepatnya pada tahun kelima setelah kenabian adapula yang berpendapat Beliau masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-sahabat-nabi/umar-bin-khattab.html), padahal ketika itu ia hendak membunuhnya karena mengikuti ajaran Nabi.
Dengan masuknya Umar kedalam Islam, maka terjawablah doa Nabi yang meminta agar Islam dikuatkan dengan salah satu dari dua Umar (Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam “nama asli dari Abu Jahal”) dan sebagai suatu anugrah dan kemenangan yang nyata bagi Islam. ‘Umar adalah muslim yang ke 40 yang berikrar dihadapan Nabi (yang 39 tidak penulis cantumkan namun dapat dikroscek dalam buku yang diterjemahkan oleh Abu Syauqi Baya’syud Mustafa Mahdami “Umar Ibn’l Khattab Mukmin Perkasa”).
Setelah khalifah pertama meninggal, ‘Umar bin Khattab detetapkan sebagai pengganti Abu Bakar. Pengangkatan ini dilakukan oleh Abu Bakar sendiri pada saat menjelang wafatnya. Dengan demikian, penetapannya sebagai kepala pemerintahan berbeda dari penunjukan Abu Bakar. Bila khalifah yang pertama diangkat berdasarkan penerimaan secara aklamasi, maka yang kedua ditetapkan berdasarkan penunjukan dari khalifah yang masih memegang jabatan, yang kemudian desetujui masyarakat. Walaupun demikian adanya, namun pemilihan ini tidak murni atas pertimbangan Abu Bakar, melainka ada pihak-pihak yang ikut andil didalamnya diantaranya : Abdur Rahman binAuf, Usman bin Affan, Usaid bin Hudair al-Ansari, Sa’id bin Zaid , dan Talhah bin Ubaidillah. Setelah disetujui Abu Bakar meminta Usman untuk mencatat dengan wasiat, setelah sepeninggal Abu Bakar maka ‘Umarlah yang ditunjuk sebagai pemimpin umat dan kepala pemerintahan.
Setelah jenazah Abu Bakar dikebumikan Umar dibai’at (walau sebenarnya ‘Umar sangat membenci jabatan ini, namun ia tidak memiliki alasan kuat untuk tidak menerimanya dikarenakan Islam saat itu memang membutuhkannya).
Selanjutnya, ia memerintah selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari 13 H/634 M-23 H/644 M. (tambahan riwayat lain 10 thn 6 bln 4 hari). Ia adalah kholifah pertama yang dijuluki amirul mukminin (hal ini sesuai dengan jabatannya sebagai pemimpin orang-orang yang beriman).
Wafatnya ‘Umar pada bulan Zulhijah 23H/644M dalam usia 63 tahun. Kematiannya disebabkan oleh luka yang diderita akibat tikaman-tikaman yang dilakukan Abu Lu’lu’ah. Pembunuh ini berasal dari Persia, yang mendendam akibat penaklukan yang dilakukan pasukan Islam pada masa ‘Umar. Tragedi ini merupakan pembunuhan politik pertama dalam sejarah Islam. Kemudian jenazahnya dikebumikan di samping Abu Bakar dan Rasulullah SAW.
Tatkala Saidina ‘Umar merasa ajalnya telah dekat ditunjukkanlah enam orang sahabat pilihan, yaitu sahabat-sahabat yang menjadi ahli asyura di zamannya. Seorang dari mereka berenam itu dipilih dan diangkat jadi khalifah, yaitu yang terbanyak mendapat suara. Mereka itu ialah : ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Usman bin ‘Affan, Zubeir bin ‘Awwam, Sa’ad bin Abi Waqas, ‘Abdur Rahman bin ‘Auf dan Thalhah bin ‘Ubaidillah. Menurut wasiat ‘Umar, siapa yang terbannyak mendapat suara dialah yang akan dibatalkan menjadi khalifah. Dan bila suara itu sama banyaknya, haruslah dipilih yang disetujui oleh ‘Abdullah bin ‘Umar.
Dan akhirnya pemilihan itu jatuhlah atas diri Saiduna ‘Usman bin ‘Affan .
1.4 Ahlul Hall Wal ‘Aqdi
Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa.
Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota
majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik pandai (cendekiawan) yang
menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka. Dinamakan ahlul hall wal aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum dapat dilaksanakan (Rahman, 1994 :194). Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi dalam Dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Quran (Al Maududi, 1995:261).
Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:
1. Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :
a. Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal,
antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab,
Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.
b. Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan
pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut
kepentingan umum.
c. Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar
dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.
2. Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
3. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan
pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
4. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan
kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji
pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
5. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam
negara.
6. Departemen Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123).
Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti
secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan
tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa
mengajak musyawarah para sahabatnya (Hasjmy , 1995:61-69).
1.5 Perluasan wilayah Islam masa ‘Umar bin Khattab
Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh Khalifah Abu bakar dan era penaklukan militer telah dimulai, maka Umar menganggap bahwa tugas utamanya adalah mensukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya.
Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 635 M, Damascus, Ibu kota Syuriah, telah ia tundukkan.
Setahun kemudian seluruh wilayah Syuriah jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania. Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Syuriah di masa Khalifah Umar tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya. Khalifah Abu Bakar telah mengirim pasukan besar dibawah pimpinan Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah ke front Syuriah. Ketika pasukan itu terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khalid Ibn al-Walid yang sedang dikirim untuk memimpin pasukan ke front Irak, untuk membantu pasukan di Syuriah. Dengan gerakan cepat, Khalid bersama pasukannya menyeberangi gurun pasir luas ke arah Syuriah. Ia bersama Abu Ubaidah mendesak pasukan Romawi. Dalam keadaan genting itu, wafatlah Abu Bakar dan diganti oleh Umar bin al-Khattab. Khalifah yang baru itu mempunyai kebijaksanaan lain. Khalid yang dipercaya untuk memimpin pasukan di masa Abu Bakar, diberhentikan oleh ‘Umar dan diganti oleh Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah. Hal itu tidak diberitahukan kepada pasukan hingga selesai perang, dengan maksud supaya tidak merusak konsentrasi dalam menghadapi musuh.
Damascus jatuh ke tangan kaum muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan Muslim yang dipimpin oleh Abu Ubaidah itu melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinisrun, Laziqiyah dan Aleppo. Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan penaklukan atas Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat pertama bagi umat Islam itu dikepung oleh pasukan Muslim selama empat bulan. Akhirnya kota itu dapat ditaklukkan dengan syarat harus Khalifah Umar sendiri yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena kekhawatiran mereka terhadap pasukan Muslim yang akan menghancurkan gereja-gereja (Mufradi, 1997: 54).
Dari Syuriah, laskar kaum muslimin melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika Utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh raja Fir’aun itu. ‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan juga oleh Khalifah dengan mengirim 4000 tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi itu. Tahun 18 H, pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan Poelisium (Al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan kaum muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H.
Satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babylonia juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung. Iskandariah (ibu kota Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh Khalifah dari Madinah sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin. Dengan jatuhnya Iskandariah ini, maka sempurnalah penaklukan atas Mesir. Ibu kota negeri itu dipindahkan ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Dengan Syuriah sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia , Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka.
Demikian juga dengan serangan-serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan selama bertahun-tahun. Seperti halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Syuriah, perang Qadisia pada tahun 637 M, menentukan masa depan Persia.
Khalifah Umar mengirim pasukan di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk menundukkan kota itu. Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi gerakan maju tentara Muslim ke dataran Eufrat dan Tigris. Setelah dikepung selama 2 bulan, Yazdagrid III, raja Persia melarikan diri. Pasukan Islam kemudian mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz tahun 22 H. Pada tahun itu pula, seluruh Persia sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan. Isfahan juga ditaklukan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan Tabristan, Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada tentara Islam, yaitu 6 dibanding 1, menderita kerugian besar. Kaum muslimin menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh).(Nasution , 1985:58). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan Islam pada masa itu meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Mesir dan sebagian besar Persia.
1.6 Pengembangan Islam sebagai sistem sosial
A. Penggajian tentara
Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam
segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat) sebagai code (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah islamiyah (tanpa mengabaikan jasa-jasa Khalifah sebelumnya). Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum Muslim. Di situlah letak kekuatan politik terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum Muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jund (Majid, 1978:86). Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji tetap (rawatib), juga menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sebesar 200 dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar disamping tunjangan (al-jizyaat) karena hanya sebagai kepala daerah (al-amil).
B. Pelimpahan wewenang kepada daerah
Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (oramg Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah :
1. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.
2. Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.
3. Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.
4. Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.
5. Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.
6. Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.
7. Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
8. Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
9. Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah (Suaib, 1979:185)
C. Ghanimah
Tentang ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat kemenangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan dari assalb,
ghanimah dimasukkan ke baitul maal. Bahkan ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang membagi menurut ijtihad beliau
D. Sistem Pertanahan dan kependudukan
Khalifah Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan dirubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al- muallafatu qulubuhum) (Syalabi, 1997;263-264).
E. Ilmu Keislaman
Mengenai ilmu keislaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, dimana penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.
Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah), mengalami kemajuan yang cukup pesat pula. Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan. Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yait :
1. Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus
syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih, dan sejarah
(tarikh).
2. Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa
permulaan Islam.
3. Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan filsafat. Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan
karena:
a. Mereka mengalami kesulitan memahami Al Qur’an
b. Sering terjadi perkosaan terhadap hukum
c. Dibutuhkan dalam istimbath (pengambilan) hukum
d. Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.
Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan. Apabila ada orang menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.
F. Hasil-hasil Ijtihad ‘Umar dalam hukum Islam
Ada banyak jasa dari ijtihad ‘Umar bagi hukum Isalam diantaranya :
1. Ijtihad ‘Umar mengenai talak tiga
2. Dia juga berijtihad dalam soal perkawinan dan perceraian, tentang kehidupan suami –istri dan ibu. Dengan ijtihad yang kemudian begitu besar pengaruhnya dalam pembentukan hukum fikih
3. Dialah yang melarang nikah mut’ah. Sejak itu kaum suni berjalan atas dasar pendapatnya itu
4. Juga ‘Umar melarang penjualan ibu, anak-anak (yang asalnya hamba sahaya) yang di masa Rasulullah dan di masa Abu Bakar dibolehkan
5. ‘Umar juga yang menjatuhkan hukum hukumna bagi peminum khomer
6. ‘Umar berijtihad mengenai penentuan hukuman dengan memakai kias (analogi) pada hukum tuduhan berzina (terhadap perempuan baik-baik) yang terdapat dalam al-Qur’an
7. Melarang pengutipan hadits (agar tidak tercampurnya antara ayat-ayat al-Quran dan hadits Nabi)
8. Seperti yang kita lihat, dengan adanya ijtihad ‘Umar itu sudah seharusnya hati kaum muslimin akan merasa tenang. Dengan demikian kita dapat mengatakan ‘Umar adalah Imamul Mujtahid “Bapaknya Para Mujtahid” (menurut versi buku ini)
9. Hukum Darurat : hukum Islam sangat berutang budi kepada ijtihad ‘Umar, yang tidak kurang pula dari politik Islam dalam menegakkan kedaulatan, dengan pandangannya dalam hukum fikih, yang oleh mereka yang datang kemudian telah dijadikan pegangan, dan segala yang berasal dari dia dipandang sebagai bukti yang sahih. Tidak sedikit dari pengaruh prinsip-prinsip itu yang penting sekali artinya. Karenanya, peneraannya tetap berlaku sampai sekarang.
Dalam beberapa bidang hukum, baik dalam hukum Islam atau diluar hukum Islam sudah dianggap sebagai prinsip-prinsip universal yang sudah tak dapat dibantah lagi. Di antara prinsip-prinsip itu ialah soal hukum darurat (terpaksa). Dalam al-Quran sudah ditentukan hukum-hukum Allah yang berlaku mengenai pembunuhan, pencurian, zina, tuduhan palsu dan perampokan. Allah berfirman :
“...barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah mereka itulah orang fasik,” (Qur’an 5:47). Sesungguhpun begitu ‘Umar berpendapat akan menghindari hukuman itu dengan cara darurat berdasarkan firman Allah:”..jika dalam keadaan terpaksa bukan sengaja hendak melanggar atau mau melampaui batas maka tidaklah ia berdosa . Allah Maha Penganmpun, Maha Pengasih”. (Qur’an 2:173)
10. Persamaan di Depan Hukum : dari antara prinsip-prinsip yang sudah dibuat oleh ‘Umar itu yang sampai sekarang di kebanyakan negara yang sudah maju masih tetap berlaku ialah prinsip persamaan di depan hukum.
11. Yang tak terdapat nasnya daslam Qur’an ‘Umar berijtihad sendiri : kita sudah melihat sikap Abu Bakar mengenai warisan nenek dari pihak ibu. Ada beberapa soal lain yang diajukan kepada ‘Umar, yang tidak terdapat nasnya dalam Qur’an ataupun dalam sunah, tetapi harus dipecahkan dengan jalan ijtihad berdasarkan pendapat dan pikiran, diantaranya ialah masalahyang terkenal dengan sebutan al-mas’alah al-‘umuriyah atau al-mas’alah al-hajriyah yang memperoleh bagian adalah saudari laki-laki pewaris dari pihak ibu, sedangkan saudara kandung pewaris tidask memperolehnya. Sesudah hal ini disampaikan kepada ‘Umar, ia memberikan fatwa bahwa saudara kandung saudara dari pihak ibu dan saudara dari pihak dari pihak ayah sama-sama mendapat.
12. Dll
1.7 Yurisprudensi (sistem hukum) dan khazanah keagamaan masa ‘Umar bin Khatab
Sepeninggal Nabi dan Abu Bakar, tidaklah menjadi masalah bagi ‘Umar. Soalnya, dia sudah sangat mendalami fikih dan hukum syari’at, dan hampir tak ada yang menandinginya, sehingga tentang dia ini Ibn Mas’ud berkata : “Andaikata ilmu yang ada pada ‘Umar deletakkan di satu piring neraca dan ilmu kabilah-kabilah Arab di piring neraca yang lain, masih akan lebih berat tangan ‘Umar” . Akan tetapi dengan kearifan dan ketawadhu’annya, ‘Umar tidak segan untuk melakukan dialog (musyawaroh, karena ini dianjurkan dalam al-Qur’an) dengan para sahabat apabila menemui hal-hal yang janggal. Tanpa melupakan al-Qur’an dan berbagai macam bentuk ijtihad.
C. Kesimpulan
‘Umar bin Khattab adalah pemimpin yang sempurna. Betapa tidak sifat-sifat yang melekat padanya seperti zuhud, kasih sayang, adil, dan mengabdi kepada fakir miskin dan kaum tak punya. Itu sebabnya pemerintahannya disukai orang, dan beberapa tindakannya yang dulu terasa begitu tegas dan keras bagi mereka kini bukan masalah, dan kewibawaannya tidak pula membuat orang banyak menjauhinya. Kalau tidak karenanya niscaya mereka mengadukan segala keperluan mereka kepadanya dan dia pun akan menyelesaikannya.
Hal penting yang perlu dicatat dari pemerintahan Khalifah Umar diantaranya adalah :
1. Munculnya Pemerintahan Arab
Berkat jasa Khalifah Abu Bakar, seluruh jazirah telah berada dibawah pemerintahan Islam bahkan pernah memasuki wilayah Byzantium Syria tetapi mengalami kegagalan. Kemudian pada zaman Khalifah Umar, Islam baru bisa dikembangkan ke wilayah Persia dan Byzantium. Dalam waktu singkat Persia dan Byzantium telah di kuasai oleh Islam, dan menyusul Mesir yang ketika itu dikuasai oleh Romawi. Masuknya Islam ke wilayah Persia, Irak dan Byzantium berarti kemenangan bangsa Arab terhadap bangsa Persia yang sejak dulu memang terlibat sentimen permusuhan. karena itulah pemerintahan Khalifah Umar disebut pemerintahan Arab (Ibrahim, 1989:37).
2. Pembangunan Kota Baru
Khalifah Umar terkenal sebagai Khalifah yang berani dan dermawan. Oleh karena itu, setiap beliau berhasil mengusai pusat kerajaan, beliau tidak menempati pusat kerajaan yang telah ada, akan tetapi ia lebih suka membangun daerah baru yang jauh dari kota dan cocok untuk peternakan sebagai pusat dari kerajaan baru yang telah ia taklukkan. Berdasarkan konsep pemikiran tersebut Khalifah Umar mendirikan kota Basrah pada tahun 16 H, Kufah pada tahun 17 H dan Fustat pada tahun 19 H sekarang menjadi Kairo Kuno (Hasan, 1967:37-52).
Adapun cara Khalifah Umar dalam mendirikan kota baru adalah pertama membangun Masjid dan pengadaan air minum baru kemudian kantor pemerintahan. Dari sinilah daerah tersebut berangsur–angsur menjadi kota dan sebagai pusat kebudayaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan masjid sebagai sentralnya. Hal ini terbukti sampai sekarang Kufah, Basrah dan Kairo menjadi pusat ilmu dan kebudayaan Dunia Islam. Oleh karena itu, daerah tersebut banyak didatangi oleh bangsa lain seperti: Cina dan Bangsa Eropa.
3. Lembaga Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan , baik yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran (Hasan, 1989:39). Sebenarnya konsep perpajakan secara dasar berawal dari keinginan Umar untuk mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat.
Kemudian secara tehnis beliau banyakmemperoleh masukan dari orang bekas kerajaan Persia, sebab ketika itu Raja Persia telah mengenal konsep perpajakan yang disebut sijil, yaitu daftar seluruh pendapatan dan pengeluaran diserahkan dengan teliti kepada negara. Berdasarkan konsep inilah Umar menugaskan stafnya untuk mendaftar pembukuan dan menyusun kategori pem bayaran pajak.
Daftar Pustaka
Ali Syu’baan Hilmi,1991, Silsilatu a’amidatil Islaami, Beirut-Libanon : Darul Kutub Al- Ilmiyah.
Husain Haekal Muhammad, Umar bin Khattab Sebuha Telaah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya Masa Itu, Bogor : PT. Pustaka Litera AntarNusa. Mei 2007 Hlm. 748-760
Insiklopedia tematis dunia Isalam jilid 2 “Khilafah” Hlm :38
Osman A. Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Jakarta : Widjaya cetakan-2001
No comments:
Post a Comment