Sunday, November 13, 2011

ABDUL SHAMAD AL-PALIMBANI, biografi, pendidikan, karangan "ulama' dari Palembang kota Pempek"

wong kito yang muderat


Dia termasuk sufi moderat, karena menggabungkan paham wujudiyah dengan Tasawuf Al-Ghazali.

            Palembang terkenal sebagai pusat maritim dan bandar yang banyak disinggahi para pedagang pada abad ke 17 dan 18. Kejayaan kota ini sebagai jalur lalu lintas internasional saat itu di ikuti dengan tingginya mobilitas anak negeri, termasuk dalam menuntut ilmu. Dalam perkembangan tasawuf, salah satu putra Palembang yang namanya sangat harum adalah Abdul Shamad Al-Palimbani.

            Abdul Shamad adalah ulama Palembang paling menonjol, terutama karena karya-karyanya yang di kenal luas di Nusantara. Nama lengkapnya adalah Abdul Shamad bin Abdullah Al-Jawi Al-Palimbani. Di lahirkan pada 1704 M / 1116 H di Palembang. Ayahnya seorang Sayyid, sedang ibunya seorang wanita Palembang asli. Sang ayah berasal dari Sana’a, Yaman, bernama Syekh Abdul Jalil bin Abdul Wahab, dan sering melakukan perjalanan ke India dan Jawa sebelum menetap di Kedah, Malaysia.

            Selanjutnya ayahandanya ditunjuk menjadi Kadi kesultanan Kedah. Sekitar tahun 1700 di pergi ke Palembang, menikah dengan wanita setempat dan kembali ke Kedah dengan putranya yang baru lahir, yang Abdul Shamad. Pendidikan awalnya dijalani di Madrasah di Kedah.

            Meskipun Abdul Shamad banyak menghabiskan hidupnya di Haramain, dia tetap selalu mempunyai hubungan yang baik dengan Nusantara. Dia meninggal pada tahun 1789 dalam usia 85 tahun setelah menyelesaikan karya yang terakhir dan paling masyhur, Sayr al-Salikin. Selama di Haramain, ia terlibat dalam komunitas Kawi (komunitas orang Indonesia di Arab), dan menjadi kawan seperguruan Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman Al-Batawi, dan Daud Al-Fatani. Keterlibatannya dengan komunitas Jawi membuat tanggap terhadap perkembangan sosio-religius dan politik Nusantara.

            Kelihatannya Abdul Shamad baru menghasilkan karya pada usia 60 tahun. Banyak bukunya yang berbicara tentang Iman dan tasawuf. Dalam karya-karyanya ia tidak hanya menyebarkan ajaran neosufi, tapi juga mengimbau kaum muslimin untuk melancarkan jihad melawan penjajahan orang Eropa. Guru Abdul Shamad antara lain Muhammad Murad Al-Muradi, Muhammad bin Ahmad Al-Jauhari atau Al-Mishri, juga Athaillah.

            Abdul Shamad mempelajari ilmu-ilmu Fikih, Hadis Tafsir, Syariah, Kalam, dan Tasawuf. Kecendrungannya sangat kuat terhadap mistisisme. Dia mempelajari tasawuf terutama kepada Syekh Samman dan memperoleh ijazah tarekat Sammaniyah. Ia belajar kepada Syekh Samman selama lima tahun di Madinah. Selama belajar dia juga menjadi asistendan mengajar murid-murid Syekh Samman yang lain, terutama orang asli Arab.

            Melalui Abdul Shamad, tarekat Sammaniyah menyebar ke seluruh Nusantara, terutama di daerah kelahirannya, Palembang. Karya tulis Abdul Shamad berjumlah delapan buah, empat berupa manuskrip, dan dua buah hanya diketahui namanya, dua buah diantaranya berbahasa Melayu, diantaranya Ratib As-Shamad, tentang Ratib dan Dzikir, lalu hidayat As-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin dan Sair as-Salikin ila ibadat Rabb al-Amin.

JALAN TENGAH

            Bukunya, Hidayat as-Salikin, menyajikan ajaran-ajaran para sufi lain dari bermacam-macam sumber, termasuk ajaran Wahdatul Wujud dari Ibnu Arabi. Dari penyajiannya itu terlihat, ia mempunyai pandangan bahwa tasawuf Al-Ghazali dan tasawuf Ibnu Arabi merupakan dua aliran tasawuf yang saling melengkapi.

            Seperti di ketahui, bahwa tasawuf Al-Ghazali memusatkan perhatian pada upaya pencapaian ma’rifat, mengenal Allah secara langsung tanpa hijab, melalui penyucian hati dan penghayatan akidah menurut ajaran syariat Islam. Sedang tasawuf Ibnu Arabi memusatkan perhatian pada pembahasan metafisika ketuhanan yang bertumpu pada ide dasar bahwa wujud hakiki hanya satu, yaitu Allah, sedang alam semesta yang serba ganda bukanlah wujud hakiki, melainkan bayang-bayang-Nya.

            Saling melengkapi di atas lebih kurang mengandung arti bahwa, untuk mencapai Ma’rifat, orang perlu mengamalkan tasawuf Al-Ghazali, sedang Allah yang dikenal dalam Ma’rifat itu tidak lain dari Allah seperti paham Wahdatul Wujud Ibnu Arabi (Manunggaling Kawula-Gusti), bersatunya Makhluk dan Khalik. Dalam konsep Abdul Shamad yang memadukan kedua konsep tasawuf tersebut, terlihat betapa ia berusaha mengambil jalan tengah untuk dua hal yang oleh para sufi sering dianggap tidak bisa di sandingkan. Sikap moderat ini merupakan bukti betapa Abdul Shamad lebih mengedepankan toleransi yang bermula dari ketinggian akhlaknya.

            Dalam bukunya, ia juga menyajikan ajaran-ajaran terekat Khalwatiyah Sammaniyah, yang menempatkan guru tarekat bukan saja sebagai pembimbing kerohanian, tetapi bahkan sebagai perantara yang harus di lalui muridnya yang ingin mengenal tuhan secara langsung. Tarekat Sammaniyah merupakan ajaran berbagai tarekat yang di racik oleh Syekh Amman dengan memadukan teknik-teknik dzikir, bacaan-bacaan lain, dan ajaran mistis.

RATIB SAMMAN

            Dikalangan masyarakat tarekat Sammaniyah sangat di kenal ritus pembacaan Ratib Samman. Ratib tersebut sangat populer di Nusantara, termasuk di daerah perkotaan, seperti Bekasi, Jakarta, Depok, dan Bogor. Biasanya mereka melakukan pembacaan Ratib selama enam hingga tujuh jam.

            Meski ritus ini harus dipimpin oleh salik, murid tarekat, yang telah mendapat Baiat, orang yang ikut dalam pembacaan ini bisa saja berasal dari luar anggota tarekat. Mereka membuat sebuah lingkaran yang mengelilingi pemimpin dan para pengikutnya, menyanyikan dzikir serta mempertunjukkan berbagai sikap tubuh dan gerakan dengan cara seperti yang ditunjukkan pemimpinnya.

            Praktek dzikir dalam tarekat Sammaniyah terdiri dari Dzukir Nafi Itsbat, Dzikir Ism al Jalalah, dzikir Ism al Isyarah, dan dzikir khusus. Zikir Nafi Itsbat dilakukan dengan membaca La ilah Illa Allah. Kata La ilaha bermakna Nafi atau meniadakan. Semantara kata iIla Allah bermakna itsbat atau penegasan, yang merupakan satu-satunya yang abadi. Dzikir Nafi Itsbat biasanya di berikan kepada murid yang berada pada tingkat permulaan. Biasanya mereka latihan berzikir Nafi Itsbat sebanyak 100 kali setiap hari. Namun bisa ditambah 300 kali setiap hari apabila tingkat atau maqamnya sudah lebih tinggi.

            Zikir Ism al Jalalah, dengan membaca Allah, Allah. Zikir ini biasanya diajarkan kepada murid yang telah mencapai tingkat khusus, dan dibaca 40, 100, atau 300 kali sehari.

            Zikir Ism al Isyarah diberikan kepada murid yang telah mencapai tingkat tinggi atau yang sudah menjadi menjadi mursyid. Jumlah zikirnya antara 100 hingga 700 kali setiap hari.

            Zikir khusus hanya diberikan kepada murid yang telah menjadi mursyid dan telah mencapai maqam tertinggi karena ma’rifatullah. Tarekat Sammaniyah mempunyai aturan atau tata cara berzikir dan lafadz yang khas. Sebelum berzikir, ada lima adab yang harus di lakukan, yaitu bertobat dari segala dosa, berwudu atau mandi jika junub, diam, tidak berbicara, kecuali berzikir, berdoa kepada Allah SWT, dan ketika masuk ke dalam zikir di bimbing oleh mursyidnya.

( Alkisah No. 02 / 16-29 Jan 2006 )

No comments:

Post a Comment