BAB
I
PENDAHULUAN
Istilah
sikap yang dalam bahasa Inggris disebut attitude pertama kali digunakan oleh
Herbert Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status
mental seseorang. Kemudian pada tahun 1888 Lange menggunakan konsep ini dalam
suatu eksperimen laboratorium. Kemudian konsep sikap secara populer digunakan
oleh para ahli sosiologi dan psikologi. Bagi para ahli psikologi, perhatian
terhadap sikap berakar pada alasan perbedaan individual. Mengapa individu yang
berbeda memperlihatkan tingkah laku yang berbeda di dalam situasi yang sebagian
besar gejala mi diterangkan oleh adanya perbedaan sikap. Sedang bagi para ahli
sosiologi sikap memiliki arti yang lebih besar untuk menerangkan perubahan
sosial dan kebudayaan.
Kita
telah mengetahui bahwa orang dalam berhubungan dengan orang lain tidak hanya
berbuat begitu saja, tetapi juga menyadari perbuatan yang dilakukan dan
menyadari pula situasi yang ada sangkut pautnya dengan perbuatan itu. Kesadaran
mi tidak hanya mengenai tingkah laku yang sudah terjadi, tetapi juga tingkah
laku yang mungkin akan terjadi. Kesadaran individu yang menentukan perbuatan
nyata dan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan terjadi inilah yang dinamika
SIKAP. Jadi sikap ialah suatu hal yang menentukansifat, hakikat, baik perbuatan
sekarang maupun perbuatan yang akan datang.
Oleh
karena itu ahli psikologi W.J. Thomas memberi batasan sikap sebagai suatu
kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang
mungkin akan terjadi di dalam kegiatan-kegiatan sosial. Dalam hal ini Thomas
menyatakan bahwa sikap seseorang selalu diarahkan terhadap sesuatu hal atau
suatu objek tertentu. Tidak ada satu sikap pun yang tanpa objek.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sikap
Menurut
Muhibbin Syah “Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau
merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya,
baik secara positif maupun negatif”[1].
Ahli
psikologi W.J. Thomas berpendapat bahwa “Sikap sebagai suatu kesadaran individu
yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan
terjadi”. Dalam hal ini Thomas menyatakan bahwa sikap seseorang selalu
diarahkan terhadap sesuatu hal atau suatu objek tertentu. Tidak ada satu sikap
pun yang tanpa objek.[2]
John
H. Harvey dan William P. Smith mendefinisikan sikap sebagai kesiapan merespons
secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi.
Sedangkan Genmgan mendefinisikan bahwa pengertian attitude dapat
diterjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan
sikap, pandangan atau perasaan, tetapi sikap itu disertai oleh kecenderungan
untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu. Jadi attitude itu
lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal.[3]
Meskipun
ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, namun ada beberapa ciri yang
dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap
adalah predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah
dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang
sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks. Sehubungan dengan itu pula kami
cenderung untuk mengemukakan pengertian sikap sebagai suatu respons dari
stimulus yang dating baik itu bersifat positif maupun negatif.
Tiap-tiap
sikap mempunyai 3 aspek:[4]
1. Aspek
Kognitif, yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti
berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu
tentang objek atau kelompok objek tertentu.
2. Aspek
Afekit, berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti
ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan kepada
objek-ojek tertentu.
3. Aspek
Konatif, berwujud proses
tendensi/kecenderungan untuk berbuatu sesuatu objek, misalnya kecenderungan
memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya
Sikap
sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang
berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi: simbol,
káta kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya.
Orang
dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objeic psikologi apabila ia
suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan
memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka
(dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi.
B. Sikap
Sosial Dan Individual[5]
1. Sikap
Sosial
Sikap
sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang
sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial (objeknya banyak orang dalam
kelompok) dan dinyatakan berulang-ulang. Misalnya: sikap berkabung seluruh
anggota kelompok karena meninggalnya seorang pahlawannya.
Jadi
yang menandai adanya sikap sosial adalah:
a. Subjek
orang-orang dalam kelompoknya.
b. Objek-objeknya
sekelompok, objeknya sosial.
c. Dinyatakan
berulang-ulang.
2. Sikap
Individual
Ini
hanya dimiliki secara individual seorang demi seorang. Objeknya pun bukan
merupakan objek sosial. Misalnya: Sikap yang berupa kesenangan atas salah satu
jenis makanan atau salah satu jenis tumbuh-tumbuhan.
Di
samping pembagian sikap atas sosial dan individual sikap dapat pula dibedakan
atas:
a. Sikap
positif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, merima, mengakui,
menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu
berada.
b. Sikapnegatif:
sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
Sikap
positif/negatif ini tentu saja berhubungan dengan norma. Orang tidak akan tahu
apakah sikap seseorang itu positif atau negatif tanpa mengetahui norma yang
berlaku.
Oleh
karena itu untuk menentukan apakah sikap ini positif/ negatifperlu
dikonsultasikan dengan norma yang berlaku di situ. Di samping itu masing-masing
kelompok atau kesatuan sosial memiliki norma sendiri-sendiri yang mungkin
saling berbeda atau bahkan bertentangan. Sikap yang dliperlihatkan oleh
individu dalam kelompok A dianggap atau dinilai sebagai sikap yang negatif,
belum tentu sikap yang sama yang diperlihatkan oleh anggota kelompok B juga
dinilai sebagai sikap negatif.
C. Pembentukan
Dan Perubahan Sikap[6]
Sikap
timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi
perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya: keluarga, norma,
golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan
yang besar dalam membentuk sikap putra-putranya. Sebab keluargalah sebagai
kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap
seseorang tidak selamanya tetap. Ini bukan berarti orang tidak bersikap. Ia
bersikap juga hanya bentuknya: diam.
Sikap
tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi,
politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak
dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan
perbedaan sikap antara individu yang sama dengan yang lain karena perbedaan pengaruh
atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi
manusia, terhadap objek tertentu atau suatu objek.
1. Faktor-faktor
yang menyebabkan perubahan sikap
a. Faktor
intern: yaitu manusia itu sendiri.
b. Faktor
ekstern: yaitu faktor manusia.
Dalam hal ini Sherif mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah
atau dibentuk apabila:
a. Terdapat
hubungan timbal balik yang langsung antara manusia.
b. Adanya
komunikasi (yaitu hubungan langsung) dan satu pihak.
Faktor inipun masih tergantung pula adanya:
a. Sumber
penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyak/tidak.
b. Ragu-ragu
atau tidaknya menghadapi fakta dan isi sikap baru itu.
Pembentukan
dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam
hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui
hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar,
buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan yang
mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan
sehari-hari baiyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dan: orang tua,
saudara-saudara di rumah memiliki peranan yang penting.
Sementara
orang berpendapat bahwa mengajarkan sikap adalah merupakan tanggung jawab orang
tua atau lembaga-lembaga keagamaan. Tetapi tidaklah demikian halnya. Lembaga
lembaga sekolah pun memiliki tugas pula dalam membina sikap ini. Bukankah
tujuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah adalah mempengaruhi,
membawa, membimbing anak didik agar memiliki sikap seperti yang diharapkan oleh
masing-masing tujuan pendidikan?
Dengan
demikian lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah memiliki tugas untuk
membina dan mengembangkan sikap anak didik menuju kepada sikap yang kita
harapkan.
Pada
hakikatnya tujuan pendidikan adalah mengubah sikap anak didik ke arah tujuan
pendidikan.
2. Hubungan
antara Sikap dan Tingkah laku
Adanya hubungan yang erat antara sikap (attitude) dan
tingkah laku (behavior) didukung oleh pengertian sikap yang mengatakan bahwa
sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak.
Tetapi beberapa penelitian yang mencoba menghubungkan antara sikap dan tingkah laku menunjukkan hasil yang agak berbeda, yaitu menunjukkan hubungan yang kecil saja atau bahkan hubungan yang negatif.
Tetapi beberapa penelitian yang mencoba menghubungkan antara sikap dan tingkah laku menunjukkan hasil yang agak berbeda, yaitu menunjukkan hubungan yang kecil saja atau bahkan hubungan yang negatif.
D. Ciri-Ciri
Dan Fungsi Sikap[7]
Sikap
menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang
yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapatlah dikatakan bahwa
sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah
sikap. Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:
1. Sikap
itu dipelajari (learnablity)
Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari
motif- motif psikologi lainnya. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan
tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah
mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan
membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau
memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.
2. Memihki
kestabilan (Stability)
Sikap bermula dan dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat,
tetap, dan stabil, melalui pengalaman.
3. Personal
(societal significance)
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain
dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa
orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti
bagi dirinya, ia merasa bebas, dan favorable.
4. Berisi
cognisi dan affeksi
Komponen cognisi daripada sikap adalah berisi informasi yang
faktual, misalnya: objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Sedangkan
fungsi dari sikap (tugas) sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
1. Sikap
berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikandiri.
2. Sikap
berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku
3. Sikap
berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
4. Sikap
berfungsi sebagai pernyataan kepribadian
BAB
III
PENUTUP
Sikap timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap
itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan
misalnya: keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini
keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap putra-putranya.
Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang
paling dominan. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ini bukan berarti orang
tidak bersikap. Ia bersikap juga hanya bentuknya: diam.
BAB
III
DAFTAR
PUSTAKA
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar.Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada, 2006
M. Alisuf Sabri. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1996
Slameto. Belejar dan Fakto-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta, 2003
M. Ali dan M. Asrori. Psikologi remaja dan perkembangan peserta
didik. Jakarta: Bumi Aksara, 2005
[2] M. Ali dan M. Asrori, Psikologi remaja dan perkembangan peserta
didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) hal. 141
[3] M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1996) hal. 83
[5] M. Ali dan M. Asrori, Op.Cit. hal 143
[6] M. Ali dan M. Asrori, Op.Cit. hal 145
[7] M. Alisuf Sabri, Op.Cit. hal 93
No comments:
Post a Comment