Taman

Tuesday, March 5, 2013

Agama Shinto.

AGAMA SHINTO

Untuk memenuhi Tugas Mata Studi Agama-Agama
Dosen Pembimbing: Drs. Bashori

Oleh:
Abdul Hadi         (09110144)
Anis Fatmawati    (09110199)
Nur Aini        (09110213)
Aufal Widad        (09110225)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
Desember, 2012
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Sejarah
Shinto adalah kata majemuk dari “shin dan to”. Arti kata “shin” adalah roh dan “to” adalah jalan. Jadi Shinto mempunyai arti harfiyah yaitu “jalannya roh”, baik roh orang yang telah meninggal maupun roh bumi dan roh langit. “shin” atau “shen” juga identik dengan kata “yin” dalam taoisme (agama Lao Tse) di tiongkok, yang berarti “gelap, basah, negative, dan sebagainya; lawan dari kata “yang”. Sedangkan kata “to” dalam taoisme adalah berdekatan arti dengan kata “tao” yang berarti jalannya dewa atau jalannya dewa langit dan dewa bumi. Dengan melihat hubungan nama “Shinto” ini dengan taoisme-tiongkok, maka bisa diduga agama Shinto banyak dipengaruhi oleh faham-faham keagamaan yang berasal dari tiongkok, yaitu Lao Tse dan Kong Hu Cu. Disamping soal nama dari agama Shinto tersebut, pengaruh tiongkok juga tampak dalam acara perawatan jenazah serta penghormatan kepada arwah leluhur.
Menurut pendapat yoseph Gaer (penulis sejarah agama, bangsa yahudi), ketika bangsa jepang mengadakan hubungan dengan Tiongkok, mereka mengambil tulisan-tulisan China, Buddhaisme dan Konfusianisme atau banyak elemen-elemen kebudayaan Cina. Agama Shinto juga sangat dipengaruhi oleh agama Buddha. Tentang pengaruh agama Buddha tampak dalam hal-hal seperti anggapan bawa dewa-dewa agama Shinto merupakan Awatara Buddha (penjelmaan dari budha dan Bodhisatwa). Danichi Nyorai (cahaya besar), figure yang disamakan dengan Wairocana (salah satu dari dewa-dewa penjuru angin dalam agama Buddha Mahayana), adalah sama dengan Amaterasu Ohomi Kami. Dengan anggapan demikian itu, hal itu memudahkan  agama Buddha tersiar di seluruh jepang.
B.    Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum dan jelas tentang Agama Shinto pada umumnya, serta unsur-unsur yang mengakaji segala hal-hal yang berkaitan di dalamnya. Adapun tujuan khusus dari pada makalah ini antara lain:
1.    Mengetahui bagaimana tinjauan umum agama shinto yang terbagi menjadi asal-usul agama Shinto, pendiri agama Shinto, sistem ketuhanan agama Shinto, kitab-kitab suci agama Shinto, sekte-sekte agama Shinto, dan doktrin-doktrin yang dikembangkan agama Shinto.
2.    Untuk mengetahui praktek keagamaanya yang terdiri dari ritual keagamaan agama Shinto, upacara-upacara keagamaan agama Shinto, tempat-tempat suci Agama Shinto
C.    Alasan Pembahasan
Agama Jepang biasanya disebut dengan agama Shinto. Sebagai agama asli bangsa Jepang, agama tersebut memiliki sifat yang cukup unik. Proses terbentuknya, bentuk-bentuk upacara keagamaannya maupun ajaran-ajarannya memperlihatkan perkembangan yang sangat ruwet. Banyak istilah-istilah dalam agama Shinto yang sukar dialih bahasakan dengan tepat ke dalam bahasa lainnya. Kata-kata Shinto sendiri sebenarnya berasal dari bahasa China yang berarti “jalan para dewa”, “pemujaan para dewa”, “pengajaran para dewa”, atau “agama para dewa”. Dan nama Shinto itu sendiri baru dipergunakan untuk pertama kalinya untuk menyebut agama asli bangsa Jepang itu ketika agama Buddha dan agama konfusius (Tiongkok) sudah memasuki Jepang pada abad keenam masehi.
Pertumbuhan dan perkembagan agama serta kebudayaan Jepang memang memperlihatkan kecenderungan yang asimilatif. Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa negeri itu telah menerima berbagai macam pengaruh, baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua pengaruh itu tidak menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari luar tersebut justru memperkaya kehidupan spiritual bangsa Jepang. Antara tradisi-tradisi asli dengan pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru yang jenisnya hampir sama. Dan dalam proses perpaduan itu yang terjadi bukanlah pertentangan atau kekacauan nilai, melainkan suatu kelangsungan dan kelanjutan. Dalam bidang spiritual, pertemuan antara tradisi asli Jepang dengan pengaruh-pengaruh dari luar itu telah membawa kelahiran suatu agama baru yaitu agama Shinto, agama asli Jepang.

BAB II
TINJAUAN UMUM
A.    Asal-Usul Agama Shinto
Agama Shinto didirikan mulai sekitar 2,500 - 3000 tahun yang lalu di Jepang. Agama ini memiliki 13 sekte yang mana masing-masing dari 13 (tigabelas) sekte kuno memiliki pendirinya. Dengan pengikut sekitar 30 Juta orang, dominan terbesar di Jepang. Sebagian besar juga adalah penganut agama Buddha. Ada dua pemisahan utama. Pertama adalah tiga belas sekte-sekte kuno, hampir sama semuanya. Kedua adalah apa yang dikenal sebagai Shinto Negara, dan merupakan sinthesa kemudian yang menemukan ekspresi tertinggi pada pemujaan pada Kaisar dan kesetiaan pada Negara dan keluarga. Shinto (dari bahasa Cina Shen dan Tao, yang berarti "Jalan dari Jiwa-jiwa") disebut Kami-no-michi dalam bahasa Jepang, kami adalah banyak Dewa atau jiwa alam.
Agama ini timbul pada zaman prasejarah dan siapa pembawanya tak dapat dikenal dengan pasti. Penyebarannya ialah di Asia dan yang terbanyak ialah di Jepang. Agama shinto di Jepang itu tumbuh dan hidup dan berkembang dalam lingkungan penduduk, bukan datang dari luar. Nama asli agama itu ialah Kami no Michi yang bermakna jalan dewa.
Pada saat Jepang berbenturan dengan kebudayaan Tiongkok maka nama asli itu terdesak kebelakang oleh nama baru, yaitu Shin-To. Nama baru itu perubahan bunyi dari Tien-Tao, yang bermakna jalan langit. Perubahan bunyi iitu serupa halnya dengan aliran Chan, sebuah sekte agama Budha mazhab Mahayana di Tiongkok, menjadi aliran Zen sewaktu berkembang di Jepang.
Agama shinto itu berpangkal pada mithos bahwa bumi Jepang itu ciptaan dewata yag pertama-tama dan bahwa Jimmu Tenno, kaisar Jepang yang pertama itu adalah turunan langsung dari Amaterasu Omi Kami, yakni Dewi Matahari dalam perkawinannya dengan Touki Iomi, yakni Dewa Bulan. Sekalian upacara dan kebaktian terpusat seluruhnya pada pokok keyakinan tersebut.
Sejarah perkembangan agama Shinto di Jepang dapat dibagi kepada beberapa tahapan masa sebagai berikut:
1.    Masa perkembangannya dengan pengaruh yang mutlak sepenuhnya di Jepang, yaitu dari tahun 660 sebelum masehi sampai tahun 552 masehi, didalam masa duabelas abad lamanya.
2.    Masa agama Budha dan ajaran Konghuchu dan ajaran Tao masuk ke Jepang, yaitu dari tahun 552 M sanpai tahun 800 M yang dalam masa dua setengah abad itu agama sintho beroleh saingan berat. Pada tahun 645 M Kaisar Kotoku merestui agama Budha dan menyampingkan Kami no Michi.
3.    Masa sinkronisasi secara berangsur-angsur antara agama Shinto dengan tiga ajaran agama lainnya, yaitu dari tahun 800M sampai tahun 1700M. Yang dalam masa sembilan abad itu pada akhirnya lahir Ryobu-Shinto (Shinto-Panduan). Dibangun oleh Kobo-Daishi (774-835) dan Kitabake Chikafuza (1293-1354M) dan Ichijo Kanoyoshi (1465-1500M) dan lainnya.
B.    Pendiri Agama Shinto
Adapun pendiri agama Shinto tidak dapat diketahui karena ia dipandang berasal dari dewa-dewa yang menurunkan bangsa jepang. Shinto mempunyai dua buah kitab yang dipandang sebagai pedoman pemeluk-pemeluk agama Shinto itu, yakni: 1) kitab kogiki yang diperkirakan ditulis pada 712M dan 2) kitab Nihonggi yang ditulis pada 720 M.
Tentang penulisannya pun tak ada yang mengetahuinya dengan pasti. Tetapi ada dugaan bahwa yang menulis adalah seorang bangsawan yang bernama Ono Yashumaru. Dalam kitab tersebut diuraikan tentang asal usul terjadinya bangsa dan Negara jepang, yang pada umumnya bersifat fantastic dan mythologic. Menurut cerita cyclus (cerita berantai) yang terdapat dalam kitab Kogiki dan Nihonggi, sepasang dewa-dewi, Isanagi dan Isonami, sambil berdiri diatas jembatan langit membawa lembing, keduannya menciptakan Negara jepang dari tetesan lembingnya, yang dihiasi dengan ratna mutu manikam. Kedua dewa tersebut mempunyai beberapa anak termasuk Amaterasu Ohomi Kami, (Dewi Matahari), ia menampakkan dirinya dilangit dan memerintah langit.
C.    Sistem Ketuhanan Agama Shinto
Dewa dalam agama Shinto lebih dikenal dengan sebutan kami atau kamisama. Penyebutan kami itu sulit sebenarnya untuk didefinisikan, terkait dengan maknanya yang begitu luas. Umat Shinto mendefinisikan hal itu sesuai dengan tujuan tertentu. Ketika lebih tertuju pada sifat-sifat lebih, unggul, atau kuasa yang dimiliki kami atas yang lain, maka istilah tersebut dapat didefinisikan sesuatu yang lebih di atas yang unggul. Namun jika dimaksudkan untuk menyebut suatu kekuatan spiritual, maka kami dapat dikatakan sebagai Dewa atau Tuhan, layaknya agama-agama lain. 
Menurut masyarakat Jepang kuno, istilah kami ditujukan untuk menyebut suatu kekuatan atau kekuasaan tertentu yang terdapat dalam berbagai hal atau benda, tanpa membedakan apakah objek tersebut hidup atau mati. Ada unsur kami dalam segala hal atau benda, telah menguatkan bahwa konsep kepercayaan yang diusung oleh agama Shinto lebih mengarah poleteistis murni.
Kamisama ini menurut penganut agama Shinto bersemayam atau hidup di berbagai ruang dan tempat, baik benda mati maupun benda hidup. Pohon, hutan, alam, sungai, batu besar, bunga sehingga wajib untuk dihormati. Penamaan Tuhan dalam kepercayaan Shinto bisa dibilang sangat sederhana yaitu kata Kami ditambah kata benda. Tuhan yang berdiam di gunung akan menjadi Kami no Yama, kemudian Kami no Kawa (Tuhan Sungai), Kami no Hana (Tuhan Bunga) dan Dewa/Tuhan tertingginya adalah Dewa Matahari (Ameterasu Omikami) yang semuanya harus dihormati dan dirayakan dengan perayaan tertentu.
Jadi inti dari konsep Tuhan dalam kepercayaan Shinto adalah sangat sederhana yaitu ”semua benda di dunia, baik yang bernyawa ataupun tidak, pada hakikatnya memiliki roh, spirit atu kekuatan jadi wajib dihormati” . konsep ini memiliki pengaruh langsung didalam kehidupan masyarakat Jepang.Misalnya seperti, seni Ikebana atau merangkai bunga yang berkembang pesat di Jepang karena salahsatunya dilandasi konsep Shinto tentang Spirit atau Tuhan yang bersemayam pada bunga serta tumbuhan yang harus dihormati.
D.    Kitab Suci Agama Shinto
Kitab yang tertua di dalam agama Shinto ada dua buah yang disusun sepuluh abad sepeninggal Jimmu Tenno (660 SM). Dua buah lagi disusun pada masa yang lebih belakangan. Keempat kitab tersebut antara lain:
a.    Kojiki
Kitab ini bermakna catatan peristiwa purbakala. Disusun pada tahun 712 M. Kitab ini menguraikan tentang alam kayangan tempat kehidupan para dewa sampai kepada Amaterasu omi Kami (dewi Matahari) dan Tsukiyomi (dewa bulan) diangkat menguasai “tanah yang indah dan subur ”.
b.    Nihonji
Kitab ini bermakna riwayat Jepang, disusun pada tahun 720 M oleh penulis yang sama dengan dibantu oleh seorang Pangeran di Istana.
c.    Yengisiki
Kitab ini disusun pada abad ke-10 masehi yang terdiri dari 50 bab. Kitab ini berisikan ulasan kisah-kisah purbakalaserta nyanyian-nyanyian dan pujaan yang sangat panjang pada berbagai upacara keagamaan.
d.    Manyoshiu
Kitab ini bermakna himpunan sepuluh ribu daun. Berisikan bunga rampai, terdiri atas 4496 buah sajak, disusun antara abad ke-5 dengan abad ke-8 masehi.
E.    Sekte-sekte Agama Shinto
Secara umum Shinto bisa dikelompokkan menjadi 4 bagian atau kelompok. Yang masing masing mempunyai keunikannya tersendiri.
1.    Imperial Shinto (Kyuchu Shinto atau Koshitsu Shinto)
Shinto kelompok ini sangat eksklusif dan tidak umum ditemukan. Memiliki beberapa kuil saja yang kalau tidak salah 5 buah di seluruh negeri. Nama kuil ini biasanya berakhir dengan nama Jingu, misalnya Heinan Jingu, Meiji Jingu, Ise Jingu dll. Kuil Shinto kelompok ini selain berfungsi sebagai tempat untuk memuja Kami juga berfungsi sebagai tempat memuja leluhur khususnya keluarga kerajaan. Salah satu dari kuil ini dibangun khusus untuk menghormati dewa Matahari.
2.    Folk Shinto (Minzoku Shinto)
Mithyologi tentang Kojiki, cerita terbentuknya pulau Jepang dan cerita tentang dewa dewa lain adalah ciri khas dari Shinto kelompok ini. Jadi Folk Shinto adalah kepercayaan Shinto yang meliputi cerita tua, legenda, hikayat dan cerita sejarah. Kuil Kibitsu Jinja yang terletak di daerah Okayama, Jepang tengah adalah salah satu contoh menarik karena dibangun untuk menghormati tokoh utama dalam cerita rakyat yaitu Momo Taro. Disamping itu Shinto kelompok ini juga mendapat pengaruh yang kuat dari agama Buddha, Konghucu, Tao dan ajaran penduduk local seperti Shamanism, praktek penyembuhan dan lain-lain. Kuil kelompok ini biasanya mudah dibedakan dengan kuil lainya karena adanya sejarah pendirian kuil yang unik. Jadi jangan kaget kalau Anda menemukan kuil yang penuh dengan ornament dan pernak pernik kucing atau binatang dan benda lainya karena sejarah pendiriannya yang memang berkaitan dengan binatang tersebut.
3.    Sect Shinto (Kyoha atau Shuha Shinto)
Shinto kelompok ini mulai muncul pada abad ke 19 dan sampai saat ini memiliki kurang lebih 13 sekte. Dua diantara sekte ini yang cukup banyak pengikutnya adalah Tenrikyo atau Kenkokyo. Keberadaan dari Sect Shinto ini cukup unik karena memiliki ajaran, doktrin, pemimpin atau pendiri yang dianggap sebagai nabi dan yang terpenting biasanya menggolongkan diri dengan tegas sebagai penganut monotheisme. Shinto golongan ini sepertinya jarang dibahas ataupun kurang dikenal oleh kebanyakan orang.sehingga konsep monotheisme dari shinto aliran baru nyaris luput dari tulisan kebanyakan orang.
4. Shrine Shinto (Jinja Shinto)
Dari semua kelompok kuil Shinto yang ada, kelompok inilah yang sepertinya paling mudah untuk ditemukan. Diperkirakan saat ini ada sekitar 80 ribuan kuil yang ada di seluruh negeri dan semuanya tergabung dalam satu organisasi besar yaitu Association of Shinto Shrines.
F.    Doktrin Agama Shointo
1.    Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka (penganut Shinto)
2.    Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas, bahkan senantiasa bertambah, hal ini diungkapkan dalam istilah “Yao-Yarozuno Kami” yang berarti “delapan miliun dewa”. Menurut agama Shinto kepercayaan terhadap berbilangnya tersebut justru dianggap mempunyai pengertian yang positif. Sebuah angka yang besar berarti menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung, maha sempurna, maha suci dan maha murah. Oleh sebab itu angka-angka seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10, 50, 100, 500 dan seterusnya dianggap sebagai angka-angka suci karena menunjukkan bahwa jumlah para dewa itu tidak terbatas jumlahnya. Dan seperti halnya jumlah angka dengan bilangannya yang besar maka bilangan itu juga menunjukkan sifat kebesaran dan keagungan “Kami”. Pengikut-pengikut agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi “Kami negara – no – mishi” yang artinya : tetap mencari jalan dewa. Kepercayaan kepada “Kami” daripada benda-benda dan seseorang, keluarga, suku, raja-raja sampai kepada “Kami” alam raya menimbulkan kepercayaan kepada dewa-dewa. Orang Jepang (Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi) dan dewa yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan pemberi kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian.
3.    Mempercayai adanya kekuatan gaib yang mencelakakan, yakni hantu roh-roh jahat yang disebut dengan Aragami yang berarti roh yang ganas dan jahat. Jadi dalam Shintoisme ada pengertian kekuatan gaib yang dualistis yang satu sama lain saling berlawanan yakni “Kami” versus Aragami (Dewi melawan roh jahat).
4.    Hubungan antara manusia dengan Tuhan. Tuhan menurut ajaran agama Shinto, hidup di laut, udara, sawah, sungai, dll. Atau dengan kata lain, hidup tidak jauh dari kehidupan manusia. Jadi, konsep Tuhan di atas atau dilangit dan manusia di bumi, tidak ada dalam ajaran Shinto
5.    Konsep sorga, neraka, dan alam akhirat adalah hal yang umum ditemukan pada ajaran agama atau kepercayaan primitif sekalipun. Akan tetapi, dalam agama Shinto kepercayaan tentang sorga dan neraka hampir tidak di bahas sama sekali. Ritual dan tatacara pemakaman di Jepang sepenuhnya dilakukan dengan tatacara agama Budha dan kristen. Kuburan dan tempat makam juga umumnya berada dibawah organisasi kedua agama tersebut.

BAB III
PRAKTEK KEAGAMAAN AGAMA SHINTO
A.    Ritual Keagamaan Agama Shinto
Mengenai tata cara sembahyang atau doa dalam kuil Shinto sangat sederhana, yaitu dengan melemparkan uang logam sebagai sumbangan di depan altar, mencakupkan kedua tangan di dada dan selesai. Jadi, semua proses berdoa yang dilakukan dengan berdiri ini tidak lebih dari sepuluh detik. Doa dilakukan tidak mengenal hari atau jam khusus, sehingga mereka bebas dilakukan kapan saja. Walaupun aturan tata cara berdoa ini bisa disebut baku namun sama sekali tidaklah bersifat mengikat. Berdoa tepat di depan altara utama, dari halaman kuil, dari luar pintu gerbang, dilakukan tidak dengan mencakupkan tangan namun membungkukan badan atau bahkan tidak berdoa sama sekali bukanlah masalah sama sekali.
Proses ritual atau ibadah yang dilakukan oleh agama Shinto bertujuan untuk mensucikan diri mereka. Akan tetapi menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan bersih. Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua dan merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae), oleh karenanya agama Shinto sering dikatakan sebagai yang dimulai dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian.
B.    Upacara Keagamaan
Matsuri diadakan di banyak tempat di Jepang dan pada umumnya diselenggarakan jinja atau kuil, walaupun ada juga matsuri yang diselenggarakan gereja dan matsuri yang tidak berkaitan dengan institusi keagamaan. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim gugur disebut Kunchi.
Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya.
Pada penyelenggaraan matsuri hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan Mikoshi, Dashi (Danjiri) dan Yatai yang semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan. Pada matsuri juga bisa dijumpai Chigo (anak kecil dalam prosesi), Miko (anak gadis pelaksana ritual), Tekomai (laki-laki berpakaian wanita), Hayashi (musik khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandan dan berpakaian bagus, dan pasar kaget beraneka macam makanan dan permainan.
Kesucian dan kebersihan, adalah suatu hal yang sangat penting. Atas pengaruh ajaran kebersihan atau kesucian ini, maka soal mandi termasuk perbuatan agama, sehingga dijadikan salah satu upacara keagamaan.
C.    Tempat-Tempat Suci Agama Shinto
Kuil Shinto ( jinja) adalah struktur permanen dari kayu yang dibangun untuk pemujaan berdasarkan kepercayaan Shinto. Tidak semua kuil Shinto adalah bangunan permanen, sejumlah kuil memiliki jadwal pembangunan kembali. Bangunan di Ise Jingū misalnya, dibangun kembali setiap 20 tahun. Pada zaman kuno, walaupun tidak didirikan bangunan, tempat-tempat pemujaan Shinto tetap disebut jinja (kuil Shinto). Pada masa itu, kekuatan alam yang ditakuti seperti gunung (gunung berapi), air terjun, batu karang, dan hutan merupakan objek pemujaan. Kuil Shinto berbentuk bangunan seperti dikenal sekarang, diperkirakan berasal dari bangunan pemujaan yang dibuat permanen setelah didiami para Kami yang pindah dari goshintai (objek pemujaan). Kuil Shinto tidak memiliki aula untuk beribadat, dan bukan tempat untuk mendengarkan ceramah atau menyebarluaskan agama. Pada zaman sekarang, kuil Shinto dipakai untuk upacara pernikahan tradisional Jepang.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Agama Shinto didirikan mulai sekitar 2,500 - 3000 tahun yang lalu di Jepang. Agama ini timbul pada zaman prasejarah dan siapa pembawanya tak dapat dikenal dengan pasti. Agama shinto di Jepang itu tumbuh dan hidup dan berkembang dalam lingkungan penduduk, bukan datang dari luar. Nama asli agama itu ialah Kami no Michi yang bermakna jalan dewa. Shinto (dari bahasa Cina Shen dan Tao, yang berarti "Jalan dari Jiwa-jiwa") disebut Kami-no-michi dalam bahasa Jepang, kami adalah banyak Dewa atau jiwa alam.
Sistem ketuhanan agama Shinto dikenal dengan Kami. Menurut masyarakat Jepang kuno, istilah kami ditujukan untuk menyebut suatu kekuatan atau kekuasaan tertentu yang terdapat dalam berbagai hal atau benda, tanpa membedakan apakah objek tersebut hidup atau mati. Ada unsur kami dalam segala hal atau benda, telah menguatkan bahwa konsep kepercayaan yang diusung oleh agama Shinto lebih mengarah poleteistis murni.
Ritual dalam agama Shinto bertempat di kuil yang biasa di kenal dengan Jinja. Mengenai tata cara sembahyang atau doa dalam kuil Shinto sangat sederhana, yaitu dengan melemparkan uang logam sebagai sumbangan di depan altar, mencakupkan kedua tangan di dada dan selesai.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Perbandingan Agama. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Mansur, Sufaa’at. 2001. Agama-Agama Besar Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sou’yb, Joesoef.1993. Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: Pustaka Al-Husna
http///:mengenal-agama-shinto-lebih-dekat. html

No comments:

Post a Comment