A. Pendahuluan
1. Kronologi Masalah
Pada zaman modernisasi ini kebanyakan orang tidak mau membayar zakat dan pajak. Padahal di Indonesia mayoritas penduduk atau masyrakatnya beragama Islam. Di ajaran agama Islam telah dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun Hadist tentang zakat. Al-Qur’an dan Hadist telah menjelaskan bahwa membayar zakat hukumnya wajib bagi orang yang mempunyai kekayaan yang sudah sampai pada nishabnya. Al-Qur’an dan Hadist juga telah mengajarkan kepada kita hikmah dari orang yang mau mengeluarkan zakatnya. Dengan membayar zakat maupun pajak, akan tercipta hidup damai dan saling tolong menolong satu sama lain. Tetapi oleh umat Islam sendiri tidak mau mengamalkan apa yang sudah diajarkan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Mereka beranggapan bahwa zakat dan pajak adalah beban yang harus ditanggung dalam kehidupannya. Sehingga akan menimbulkan hidup yang tidak keselarasan antar sesama umat beragama Islam, padahal pajak maupun zakat itu akan membangun rasa solidaritas dan akan memajukan suatu bangsa karena pendapatan negara itu dihasilkan dari pajak untuk pembangunan maupun untuk kemajuan negara.
Kewajiban zakat dan kewajiban pajak merupakan beban kumulatif atau kewajiban berganda yang tidak bisa saling mengganti satu sama lain bagi umat Islam yang pendapatan dan kekayaannya telah mencapai tingkat wajib pajak dan wajib zakat. Di dalam Islam, manusia wajib membayar zakat sesuai dengan Hukum Islam. Dan menurut peraturan perundang-undangan umat Islam juga wajib membayar pajak. Dengan adanya zakat dan pajak merupakan beban kumulatif itu, banyak para oknum-oknum yang mengelola zakat maupun pajak negara mempunyai niat jelek untuk melakukan kejahatan. Mereka menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat untuk mengelola zakat dan pajak tersebut tetapi oknum-oknum tersebut menggunakan zakat maupun pajak tidak untuk kepentingan umum melainkan untuk kepentingan diri sendiri maupun keluarganya.
Dari uraian tersebut, penting kiranya untuk membahas apakah pajak dapat menggantikan posisi zakat dalam kehidupan umat Islam.
B. Substansi Kajian
1. Pajak
Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pengetian pajak menurut bebetapa ahli :
1.Prof Dr Adriani
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang)(dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak
• Iuran / pungutan
• Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
• Pajak dapat dipaksakan
• Tidak menerima kontra prestasi
• Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Dengan berlakunya UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 dan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk untuk menghitung, memperhitungkan, memotong / memungut, menyetor dan melaporkan besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan melaporkannya sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
2. Zakat
Pengertian zakat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu menurut bahasa dan istilah. Dari segi bahasa, zakat berarti tumbuh, bersih, berkah, berkembang dan baik. Sedangkan dari segi istilah, zakat berarti mengeluarkan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak.
Zakat pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu zakat mal (harta) dan zakat fitrah (jiwa). Zakat mal wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki harta atau kekayaan yang telah memenuhi syarat, seperti telah mencapai nishab, kepemilikannya sempurna, berkembang secara riil atau estimasi, cukup haul (berlaku waktu satu tahun). Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang mampu setiap bulan ramadhan
Prinsip-prinsip zakat adalah sebagai berikut:
1. Prinsip keyakinan keagamaan.
Yakni orang yang membayar zakat meyakini bhawa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belun menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.
2. Prinsip pemerataan
Cukup jelas bahwa zakat bertujuan yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia
3. Prinsip produktivitas dan kematangan
Menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkanproduk tertentu.
4. Prinsip penalaran
Bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama.
5. Prinsip etik
Menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memerhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita
Tujuan zakat adalah:
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup
2. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi penerima zakat
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesame muslim dan manusia pada umumnya
4. Menhilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta
5. Membersihkan sifat cemburu dan dengki dari hati orang-orang miskin
6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab social
8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya
9. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan social
3. Persamaan dan Perbedaan Pajak dengan Zakat
Titik Persamaan
Yusuf Qardawi merinci titik persamaan antara pajak dan zakat sebagai berikut:
a. Unsur kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat. Bagi seorang muslim, ketika ia terlambat membayar zakatmenyadari bahwa keimanan dan islam baginya belum kuat. Adalah kewajiban kita bersama tentang wajibnya kita untuk mengeluarkan zakat kita.
b. Bila pajak disetorkan kepada “amil pajak” dalam hal pemerintah pusat atau daerah, maka zakat pun demikian juga, yaitu disetorkan pada “amil zakat”dalam hal ini, di Indonesia dilakukan oleh pemerintah (BAZIS) atau yang ditunjuk oleh pemerintah (LAZIS)
c. Diantara ketentuan pajak, yaitu tidak adanya imbalan tertentu terhadap wajib pajak. Para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Demikian halnya dengan zakat, para wajib zakat selaku anggota masyarakat Islam dengan niat karena Allah SWT tanpa mendapat prestasi kembali atas pembayaran zakatnya.
d. Hasil pengumpulan pajak melalui Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (Pusat dan Daerah) digunakan untuk tujuan keuangan kepemerintahan dan tujuan pembangunan masyarakat, membantu rakyat untuk menanggulangi kemiskinan, kelemahan, pendidikan dan penderitaan hidup rakyat. Demikian juga zakat, yaitu sebagai wujud melaksanakan perintah Allah SWT dalam menanggulangi kemiskinan, eksploitasi manusia oleh manusia lain (budak), masalah ekonomi (hutang-piutang), jalan Allah SWT dan jaminan social bagi ibnu sabil (dalam perjalanan atau terlantar).
e. Dari sisi tujuan penggunaan pajak adalah untuk memakmurkan (menyuburkan ) masyarakat, demikian juga salah satu makna zakat adalah untuk menyuberkan masyarakat. Pemerintah menggunakan dana pajak untuk pembangunan dalam arti luas, demikian zakat dalam arti luas memancarkan tujuan yang mulia, yaitu pembangunan masyarakat.
Titik Perbedaan
Dari segi istilah, zakat mengandung arti suci, tambah, dan berkah. Orang yang mengeluarkan zakat akan memiliki jiwa yang bersih dari sifat kikir dan tamak. Hartanya pun menjadi bersih karena telah dibebaskan dari hak orang lain. Zakat secara lahir memang mengurangi harta, namun dalam pandangan Allah, zakat dapat menjadikan harta tumbuh dan tambah. Sedangkan pajak dalam bahasa Arab disebut al-dharibah, yang artinya utang, pajak tanah yang wajib dilunasi. Dari sini kesan makna pajak adalah sesuatu yang berat sebagai beban yang dipaksakan.
a. Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada ummat sebagai tanda syukur kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan pajak adalah kewajiban atas warga Negara, baik muslim maupun non muslim, yang tidaj dikaitkan dengan ibadah. Zakat harus diniatkan saat mengeluarkannya sedangkan pajak tidak diniscayakan.
b. Ketentuan zakat berasal dari Allah dan Rasul-Nya, baik masalah nishab, kadar, atau penyalurannya, sedangkan pajak bergantung pada kebijakan pemerintah.
c. Zakat adalah kewajiban yang permanen tak akan berubah selama-lamanya, tak terhapus oleh oleh siapapun dan kapan pun. Berbeda dengan itu, pajak bisa berkurang, bertambah, atau bahkan dihapus sesuai kebijakan sang penguasa.
d. Pos penyaluran zakat tak akan lebih dari delapan golongan seperti yang dijelaskan dalam surat at-Taubah : 60, sedangkan pajak penyalurannyalebih luas sesuai dengan kebutuhan suatu Negara.
e. Maksud dan tujuan zakat mengandung pembinaan spiritual dan moral yang tinggi ketimbang pajak. Di samping kesadaran, para wajib zakat mengemban perintah penguasa. Biasanya kepatuhan kepada perintah Allah berbeda berbeda dengan kepatuhan kepada penguasa, yang mana perasaan bersalah jika melanggar juga tidak sama. Di sini zakat sebagai pembangkit sisi spiritual dan moral dapat dicermati.
4. Kedudukan pajak dan zakat
Mengingat kedudukan dan fungsi zakat dan pajak yang sangat berbeda itu maka ada beberapa alasan tidak disetujuinya pendapat bahwa ketetapan kumulatif atas zakat dan pajak pada umumnya disamakan (diqiyaskan) dengan ketetapan beban kumulatif atas zuru’ (zakat hasil tanaman) dan kharaj (pajak bumi milik penduduk non-muslim di daerah pendudukan pasukan Islam). Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah berhak atau boleh memungut pajak di samping zakat terhadap penduduk yang beragama Islam, bahkan pemerintah berhak memungut dana dari masyarakat berupa sumbangan-sumbangan wajib, apabila dana-dana tersebut benar-benar diperlukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum dan negara, sedangkan hasil penarikan zakat atau pajak tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan.
2. Kalau yang dimaksud dengan kharaj itu tanah milik penduduk non-Muslim di daerah pendudukan pasukan Islam, yang terkena pajak, kemudian pemiliknya masuk Islam atau tanahnya pindah tangan kepada penduduk Muslim, lalu sesuai dengan pendapat jumhur,bahwa pemiliknya yang Muslim itu terkena usyur (zakat hasil tanaman 5 – 10 %) dan kharaj (pajak bumi) secara akumulatif, maka tanah kharaj tersebut tidak dikenal di negara kita dan juga di negara-negar lain dewasa ini sehingga tidak relevan kalau ketetapan beban kumulatif berupa zakat dan pajak untuk semua pendapatan dan kekayaan itu disamakan/dikiaskan dengan usyur dan kharaj.
Khusus mengenai maslah tanah kharaj (tanah penduduk non-Muslim di daerah pendudukan pasukan Islam), kemudian pemiliknya masuk Islam (muallaf) atau tanahnya pindah tangan kepada penduduk yang Muslim, maka sebaiknya ia dapat memilih salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut:
1. Pemiliknya yang Muslim lama/baru itu terkena pajak bumi saja (kharaj), berdasarkan dalil istishab (melanjutkan status tanah yang telah ada sebelumnya).
2. Pemiliknya yang Muslim itu hanya terkena zakat saja, karena kondisi dan illat hukumnya telah berubah. Semula pemiliknya terkena pajak, karena ia non-Muslim. Kemudian ia masuk Islam atau pemiliknya telah berganti Muslim, maka hukumnya pun berubah, yakni dari kewajiban pajak menjadi kewajiban zakat. Alternatif kedua ini sesuai dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
3. Pemiliknya terkena zakat dan pajak secara akumulatif. Hanya, apabila tanah-tanah lain milik penduduk Muslim lainnya tidak terkena beban kumulatif tersebut, jelas tidak sesuai dengan asas keadilan hukum (law justice) dan asas tidak memberatkan umat Islam. Di samping itu, beban kumulatif berupa zakat dan pajak atas orang muallaf, bisa merugikan strategi dakwah Islam di kalangan masyarakat non-Muslim. Sebab hal tersebut bisa menjadi hambatan bagi pemilik tanah non-Muslim yang mau masuk Islam karena khawatif terkena beban kumulatif berupa zakat dan pajak atas tanahnya.
Untuk menjadikan umat Islam di Indonesia agar menjadi umat beragama yang taat pada ajaran agama dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab kepada negara, dapatlah ditempuh beberapa alternatif pemecahannya antara lain dengan cara :
a. Pengelolaan zakat dan pajak berada di tangan pemerintah
Pengelolaan zakat seharusnya ditangani oleh Pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai aparat pemerintah yang lengkap, sarana dan prasarana yang memadai dan mempunyai wewenang/ kekuasaan memakswa menurut hukum kepada para wajib zakat yang enggan menunaikan kewajiban zakatnya.
Fatwa-fatwa dari sahabat nabi (mazhab sahabi menurut istilah ushul fiqh) yang merupakan salah satu sumber atau dasar hukum Islam yang menegaskan bahwa umat Islam wajib menyerahkan zakatnya kepada pemerintah, sekalipun di antara aparat pemerintah itu ada oknum-oknum yang menyalahgunakan hasil pengumpulan zakat untuk kepentingan pribadi
Pemerintah RI seharusnya mengelola zakat dengan aparat zakat yang bersih dan berwibawa, bertakwa, dan menguasai seluk-beluk aturan zakat berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, serta mempunyai kemampuan mengelola zakat dengan management yang modern. Menurut umat Islam di Indonesia akan menyebut positif pengelolaan zakat oleh pemerintah,sebab selain hal ini sesuai dengan perintah agama dan praktek zakat pada zaman nabi, juga mengingat kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Meningkatkan kesadaran wajib zakat umat Islam dapat diharapkan, karena sejalan dengan meningkatnya kesadaran wajib pajak, akibat dari sistem perpajakan yang makin baik, aparat pajak yang makin tertib, dan kehidupan sosial ekonomi yang semakin maju, sehingga penenrimaan negara dari sektor pajak makin meningkat dari tahun ke tahun. Apabila pengelolaan zakat dan pajak sudah berada di tangan Pemerintah, maka melalui peraturan perundang-undangan bisa diambil kebijaksanaan untuk meringankan beban umat Islam yang memikul beban kumulatif berupa zakat dan pajak tanpa merugikan negara dengan cara antara lain:
• Wajib zakat dan pajak membayar dulu pajak yang terutang untuk tahun berjalan, dan pajak ini dikategorikan sebagai utang sehingga mengurangi jumlah harta yang harus di zakati. Kemudian sisanya baru dizakati setelah kebutuhan pokok keluarga sudah terpenuhi dan bebas dari utang,sedangkan jumlah sisanya itu masih mencapai batas minimum kena zakat (nishab) dan telahjatuh pula temponya (haul)
• Wajib zakat dan pajak membayar dulu zakatnya dan zakat yang telah dibayar ini diperhitungkan untuk mengurangi jumlah pajak terhitung untuk tahun berjalan.
b. Pengelolaan zakat berada di tangan lembaga-lembaga Islam
Apabila pemerintah belum siap menangani pengelolaan zakat secara efektif, maka umat Islam melalui lembaga-lembaganya berhak dan bekewajiban mengelola zakat atas dasar pertimbangan hajah.
Karena realisasi zakat itu merupakan pelaksanaan ibadah, maka lembaga yang mengelolanya harus lembaga Islam, artinya lembaga yang benar-benar menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan dalam mengelola zakat. Pengelolaan zakat di zaman modern ini memerlukan penanganan oleh orang-orang yang beriman, berakhlak mulia, berpengetahuan luas baik agama maupun umum, dan berketampilan management yang modern dan terbuka, agar dapat menimbulkan kewibawaan pengurus dan kepercayaan masyarakat.
Apabila zakat dikelola oleh lembaga Islam yang mempunyai status sebagai badan hukum seperti NU dan Muhammadiyah dan mempunyai program-program yang realistik-pragmatik dengan open management dan management by obyektive and result ( deangan perencanaan yang matang yang jelas tujuannya dan hasil-hasil yang ingin dicapai) dan ditangani oleh orang-orang beriman, berilmu, berakhlak dan berketerampilan management yang baik, maka lembaga islam tersebut akan memperoleh dana besar yang tetap dari hasil pengelolaan zakat yang sangat berguna untuk kemajuan agama dan kesejahteraan umat/bangsa dan negara
Sebaliknya apabila zakat dikelola oleh badan-badan amil zakat yang jumlahnya tidak terbatas dan bebas seperti sekarang ini maka hasilnya tidak akan mencapai sasaran dan tujuan utama dari kewajiban zakat. Apabila kalau pelaksanaan zakat diserahkan sepenuhnya kepada kemauan dan kesedaran para wajib zakat tanpa campur tangan pemerintah dan tanpa adanya lembaga islam yang mengurusnya.
Karena itu, sebelum pemerintah dapat mengelola zakat, untuk sementara melalui SK Menteri Agama atau SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mengatur ketentuan tentang lembaga-lembaga yang mengelola zakat (syarat-syaratnya dan sebagainya.
1. SISTEM PAJAK DAN ZAKAT
a. Sistem pajak tunggal dan pajak ganda
Sesungguhnya dasar sistem pajak tunggal adalah wadah yang satu, berbentuk pajak tunggal, satu produksi dalam impor barang umum. Sedangkan sistem pajak ganda yaitu beberepa barang dengan dispensasi menentukan beberapa macam pajak yang meliputi semua bentuk kegiatan yang dilakukan oeh para pemilik harta.
b. Sistem pajak tunggal dan pajak ganda dalam perspektif hukum ekonomi
Munculnya ide pajak tunggal dapat dikaitkan dengan pemikiran hukum, seperti ide sebagian ekonom barat pada abad 17 dan 18. Mereka adalah orang pertama yang membangun ide pajak tunggal dan ketentuannya. Ekonom Amerika Henry Jorjuo pada tahun 1979 mengajak untuk menetapkan kewajiban pajak tunggal yang pokok, sebagia bahan pangan kebutuhan pemerintah. Pemikiran itu didasari atas tambah meningkatnya tanah yang subur dengan diberi beberapa tambahan fasilitas yang memadai, keramaian dan sebagian tambahan penghasilan tanah yang subur itu juga dikenakan pajak.
Keistimewaan sistem pajak tunggal
Merealisasi keadilan pajak. Pajakn tunggal itu diambil dengan melihat unsur-unsur kemanusiaan dalam kewajiban dan kemampuan beban bagi pemilik harta sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan mereka, dan keluarganya serta menerapkan sistem bertahap dan kenaikan nilai harga nyimpapajakmenurut kemampuan pemilik harta. Ukuran ini akan sulit diterapkan pada pajak ganda sebab menyangkut bentuk kekayaan dan aktivitas ekonomi yang beragam
Ekonomis dalam memperoleh pajak. Pajak tunggal akan lebih mudah dilakukannya dan administrasinya, lebih tertib tidak memberatkan para pegawai dan mempermudah perolehan pajak.
Keseimbangan sistem pajak tunggal dapat memberikan kesempatan kepada pemilik harta untuk merealisasikan beban pajak yang telah ditentukan. Sistem ini merupakan sistem yang ringfan bebannya dan tidak terpengaruh oleh kegiatan ekonomi yang berbeda-beda.
Kelemahan pajak tunggal
Menyimpang dari keadilan sebab hanya diwajibkan sekali saja, sehingga memberi beban kepada pemilik harta. Karena keadilannya hanya pada lahir saja, akan tetapi pemilik harta biasanya akan terbebas dari beban yang berat.
Kelemahan pemerolehan pajak. Pajak ditentukan oleh satu ketentuan saja yang tidak sesuai dengan pengelokasian penghasilan atau sasaran yang ingin diharapkan, apalagi untuk menutup kepentingan pangan dan biaya administrasi dalam memperoleh pajak.
Keterbatasan pelaku. Pemerintah tidak bisa berpegang pada kaidah tersebut, seperti sarana ekonomi, sosial dan politik. Dari sini pemerintah akan sulit merealisasikan sasaran pajak yang seimbang dan mengarahkan mereka pada aspek ekonomi dan sosial. Suatu saat akan menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk melaksanakan tujuan politis keuangan dalam negeri.
Tidak terbatas. Tidak ada satu batasan yang dapat dijadikan ukuran dalam membatasi ketentuan pajak atau kekayaan yang layak untuk dijadikan pajak. Pada hakikatnya pajak tunggal sulit untuk diterapkan pada negara besar dan masa yang silam. Tampak jelas kelemahan itu bersamaan dengan perkembangan tujuan dan sistem serta pajak peranan pajak dalam negeri serta realisasi sasaran politik keuangan bagi pemerintah, khususnya setelah pajak tunggal untuk merealisasikan pemasukan negara yang hanya bisa diwujudkan dengan sistem pajak ganda.
c. Sistem zakat tunggal dan zakat ganda dalam perspektif islam
Sistem zakat menurut perspektif keuangan Islam berbeda dan tidak mengikuti sistem zakat tunggal. Dalam sistem keuangan Islam zakat hanya diwajibkan pada modal harta, misalnya zakat mas dan perak, zakat hewan dan zakat dagangan.
Sistem keuangan Islam juga memperhatikan sistem zakat dan pengalokasiannya, misalnya zakat pertanian dan zakat hasil bumi, zakat yang diwajibkan anatara lain zakat hasil bumi, zakat tanaman yang muncul di tanah dan berbuah, zakat harta, zakat harta yang terpendam dalam tanah dan lautan misallnya intan, wangi-wangian, ikan, serta zakat transportasi.
Sistem ekonomi Islam juga meliputi zakat untuk manusia, misalnya zakat fitrah untuk muslim yang kaya untuk muslim yang fakir untuk setiap tahun yang dibayar diakhir ramadhan untuk membersihkan puasa, menghilangkan segala kefasikan, ucapan kotor, serta maksiat yang mengganggu puasanya.
d. Pemberdayaan Zakat Menurut Perspektif Ekonomi Islam
Pemberdayaan ekonomi melalui zakat
Yaitu untuk menghindari intervensi politis keuangan Islam dalam zakat untuk membantu para fakir miskin yang secara langsung besar pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap hasil produksi, penghasilan dalam kekayaan yang dapat diwujudkan untuk mencapai target perkembangan ekonomi serta sumbangsihnya dalam mengentaskan pertumbhan ekonomi,dengan cara melakukan pengembangan ekonomi atau mengatur unsur-unsur hasil produksi.
Fungsi zakat bagi kehidupan sosial
Untuk menghindari kendala-kendala dalam menghasilkan harta benda maka poltik keuangan islam secara umum dapat memberdayakan zakat sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan sosial, mengembangkan masyarakat sosial dan menyelamatkan modal harta dan pengembangannya
Zakat telah ditentukan oleh hukum ekonomi islam sebagai dasar untuk mengembangka lahiriah insani. Hukum islam telah membatasi sasaran peranan awal zakat sebagai tujuan kemanusian yang lebih luas lagi dan lebih mendalam serta lebih luas artinya dalam peranan zakat baik kehidupan sosial maupun individu.
Pemberdayaan Harta Melalui Zakat
Sistem keuangan Islam telah mengatur bagaimana cara menunaikan zakat dalam merealisasikan dan menyempurnakan harta pada baitul mal untuk kemudian diberikan kepada delapan golongan penerima zakat.tidak diragukan lagi perolehan zakat sejak masa pemerintahan Islam sangatlah penting untuk memberdayakan fakir miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, fi sabilillah dan ibnu sabil. Para penerima zakat ini tentu membutuhkan dana yang besar untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak.
5. Kaidah – Kaidah Beban Pajak dan Zakat
Berpegang pada kaidah-kaidah bahwa dalam menetapkan pajak itu adalah menghindari kekuasaan, maka terjadi kesepakatan antara kesejahteraan harta dan kesejahteraan pemilik harta, khususnya setelah terjadi perkembangan tujuan pajak untuk mencapai tujuan sosial, ekonomi dan politik. Pemikiran keuangan menjadi kaidah-kaidah tersebut sebagai undang-undang pajak dan meliputi prinsip-prinsip pokok perpajakan.
Ekonom Adam Smith telah merancang kaidah-kaidah ini dan memuat empat teori, yaitu :
1. Teori keadilan atau persamaan
2. Teori keyakinan
3. Teori ekonomi
4. Teori keseimbangan
a. Kaidah – kaidah beban pajak menurut perspektif hukum ekonomi
1) Kaidah keadilan atau persamaan
Keadilan pajak adalah kewajiban pertama yang harus dijunjung tinggi. Adam smith menetapkan bahwa perlindungan pemerintah untuk masyarakat dalam menutupi beban umum harus sesuai dengan kemampuan dan ketentuannya, ukuran kebaikan terletak pada ukuran pemasukan dan inilah yang dimaksud bahwa membayar zakat itu wajib disesuaikan dengan kemampuan keuangan, karena itulah dia melihat bahwa kewajibanpajak itu diberlakukan pada harta yang lebih bukan pada modal harta, diperbolehkannya pemberian bagian pajak untuk fakir miskin dan sebgai tafsir terhadap kaidah keadilan pajak, hukum keuangan melihat adanya kebutuhan yang mendesak untuk membangun prinsip-prinsip tertentu, yaitu :
Prinsip umum dalam merealisasikan pajak
Keadilan prinsip ini menuntut kewajiban pajak terhadap semua individu dan harta yang berada dalam jangkauan kepemimpinan pemerintah, baik dalam teritori pemerintah maupun di luarnya. Secara umum keadilan ini menuntut adanya keasadaran warga untuk tunduk terhadap pajak, bukan bersikap baik kepada orang lain di luar kewajiban pajak.
Secara umum keadilan dalam pajak itu juga diarahkan untuk memperhatikan pemilik harta pribadi dan harta umum bahwa keduanya sama tanpa ada perbedaan untuk tunduk pada peraturan perpajakan.
Prinsip kesatuan dalam merealisasikan pajak
Prinsip kedua ini menuntut adanya satu beban pajak pada masyarakat, artinya semua individu sama dalam membayar pajak, inilah yang dikenal sebagai satu kesatuan bagi wajib pajak. Pemahaman keadilan pajak akan beriringan dengan sumbangan pemikiran hukum ekonomi yang mengatakan perlu adanya menghindari barang berharga yang relatif menuju barang berharga yang nilainya tinggi. Keadilan pajak menuntut untuk melihat situasi dan kondisi masyarakat sebab pajak bisa menjadi beban bagi mereka.
Prinsip persamaan dalam merealisasikan pajak
Prinsip ini untuk menjamin keadilan pajak dalam bentuk yang ideal. Hal ini untuk menghindari penyimpangan perpajakan. Namun, prinsip ini tampak tidak jelas dalam hukum ekomomi bila dibandingkan dengan hukum keuangan Islam., di mana hukum Islam sesuai dengan prinsip persamaan dalam merealisasikan pajak.
2. Kaidah kepercayaan atau keyakinan
Menurut Adam Smith pajak harus berdasarkan keyakinan. Dengan demikian segala hal yang berkaitan dengan nilai harga, nisab, kadar, waktu dan tindakan – tindakan penghasilan yang berkaitan dengan pajak harus jelas. Batasan pajak ada pada tindakan-tindakan untuk terjadinya perubahan atau keadilan, kecuali dalam keadaan yang sulit, maka seorang mukallaf akan ikut mengatur kebutuhan pangan dan kewajiban materi.
Dan batasan-batasan tidak jelas bagi pajak yang bisa mendatangkan kezaliman, kesewenang-wenangan, kerusakan, lebih-lebih bagi para pelaksana administrasi dan pelaksana perpajakan serta dapat menggoncangkan semangat kerja, situasi keuangan dan kepercayaan yang dipegang oleh pejabat perpajakan terhadap pajak yang dibayarkan masyarakat .
3. Kaidah keselarasan
Teori ini menghendaki agar hukum yang berkaitan dengan pajak itu sesuai dengan kondisi muslim mukallaf, khususnya yang berkaitan dengan batasasn waktu dan sebab-sebab penarikan zakat.
a. Dari segi batasan waktu penarikan pajak
Ketentuan pajak hendaknya sesuai dengan situasi dan kondisi keuangan dan kehidupan masyarakat, seperti waktu penghasilan atau setelah memperoleh penghasilan.
b. Dari segi cara penarikan pajak
Kaidah keselarasan itu menghendaki layanan penarikan pajak yang maksimal sesuai keadaaan muslim mukallaf, sehingga dia tidak merasa berat membayar pajak.
4. Kaidah Ekonomi (Moderasi)
Kaidah ini menghendaki agar sikap pemborosan dan upaya maksimal dalam memperoleh hasil pajak atau sarana lain dalam perpajakan, seperti mata uang, transportasi dan inventarisasi, atau yang berkaitan dengan kebutuhan pembayar pajak dihindari sehingga manfaat pajak itu dapat direalisasikan dengan memperkaya hasil pajak.
b. Kaidah- kaidah beban zakat menurut perspektif ekonomi Islam
1. Kaidah keadilan dan persamaan
Keadilan beban keuangan dalam zakat itu dapat menyelamatkan sistem ekonomi Islam dalam hal pembebanan. Keadilan zakat yang hakiki menghendaki kesesuaian antara beban dan kemampuan. Untuk mewujudkan kaidah keadilan dan persamaan dalam zakat hukum keuangan, Islam mengambil dasar-dasar prinsip sebagai berikut :
Prinsip umum dalam merealisasikan zakat
Hukum keuangan Islam berpedoman pada prinsip-prinsip umum dalam mewajibkan zakat, baik itu terhadap individu atau harta dalam bentuk yang jelas nilai keadilannya. Zakat adalah beban harta dan kewajiban setiap muslim mukallaf, laki-laki atau wanita, kecil atau dewasa, berakal, selama memiliki satu nisab dan memenuhi syarat membayar zakat. Seperti pendapat Imam Ibnu Hazm : bahwa zakat itu kewajiban bagi laki-laki dan perempuan, kecil, dewasa, berakal atau yang gila,semua itu bertujuan untuk memperoleh kebersihan dari Allah dan kesucianNya bagi manusia. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi ketika mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman : Ketahuilah sesungguhnya Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang diperoleh dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir.
Prinsip kesatuan dalam merealisasikan zakat
Hukum keuangan Islam lebih dulu ada dan lebih banyak realisasinya terhadap prinsip kesatuan dalam zakat. Hakekat realisasi zakat dalam ekonomi Islam adalah pembebanan yang sama dalam zakat. Bukti adanya kesatuan dalam merealisasikan beban zakat adalah sebagai berikut :
• Tidak adanya beban ganda dalam membayar zakat
• Memelihara situasi dan kondisi kehidupan muslim mukallaf.
• Memperhatikan sumber pemasukan.
• Mengikuti sistem kenaikan harga dalam zakat.
Prinsip keseimbangan dalam merealisasikan zakat
Hukum keuangan Islam telah menyandarkan prinsip ini menuju pada keumuman keadilan dan beban pajak. Hukum keuangan Islam menegakkan prinsip kehati-hatian secara mutlak dan menjaga diri dari kedzaliman. Hukum keuangan Islam itu pada dasarnya terdapat keseimbangan dalam menerapkan beban kewajiban zakat dan macam-macamnya, antara lain :
• Keseimbangan etika, bahwa penarik zakat itu harus orang yang profesional, terpercaya, ahli takwa dan adil;
• Keseimbangan administrasi yang profesional, bahwa penarik zakat itu ahli administrasi dan bisa bergaul dengan masyarakat;
• Keseimbangan reputasi keilmuan, bahwa penarik zakat harus intelektual dan ahli tentang zakat;
• Keseimbangan intelektual, penarik zakat harus benar-benar intelektual, menguasai ilmu hukum dan kewajiban-kewajiban lain sebagai mukallaf.
2. Kaidah keyakinan
Pemahaman beban keyakinan yang disandarkan kepada zakat itu berdasarkan ketetapan hadist nabi. Inilah yang menyebabkan zakat itu lebih konsisten, jelas, terinci nisabnya, ketentuannya, alokasinya dibanding sistem pajak yang berdasarkan atas pemahaman keyakinan terhadap kebijakan kekuasaan, kebijakan kelompok atau tindakan –tindakan para pejabat yang menyebabkan hukum pajak selalu berubah dan mengarah pada kesewenang-wenangan oknum yang mengatasnamakan upaya untuk merealisasikan kesejahteraan umum ketikan memberlakukan hukum.
Hadis Nabi telah menjelaskan tentang situasi dan kondisi tindakan-tindakan kewajibannya, misalnya tentang harga barang, asal bukan situasi yang dikaitkan dengan zakat tanaman atau buah-buahan.
3. Kaidah keseimbangan
Kaidah ini besar nilainya apabila dikaitkan dengan hukum keuangan Islam, baik mengenai pengalokasian zakat maupun sistem penarikannya. Apabila dikaitkan dengan waktu penarikan zakat, maka hukum keuangan Islam mewajibkan penarikan zakat itu bila sudah dalam satu tahun sesuai sabda Nabi : tidak wajib zakat pada harta sehingga sudah satu tahun. Sebab zakat tidak di ambil bila sudah berkembang dan waktunya harus satu tahun. Namun terkadang waktu membayar zakat itu setelah harta menjadi berkembang atau waktu panen seperti tanaman dan buah-buahan, perkembangannya di sini adalah waktu panen bukan satu tahun.
Hukum keuangan Islam memperbolehkan diakhirkannya penarikan zakat karena beberapa sebab. Seperti yang dilakukan oleh umar bin khattab pada musim paceklik dimana beliau menanggungkan penarikan zakat ketahun depan kemudian dikumpulkan dari 2 tahun silam. Berdasarkan pendapat imam syafi’i dan ahmad, bahwa Imam Abu Hanifah dan Malik itu mewajibkan zakat tunggal.
4. Kaidah ekonomi (moderasi)
Apabila dikaitkan dengan kaidah ini, hukum keuangan islam, lebih banyak nilai ekonomi dan keadilannya, khususnya yang berkaitan dengan masalah keuangan, penghasilan yang dikumpulkan, dialokassikan atau menginfakkan hartanya, individu atau kelompok maupun harta umum atau individu.
Apabila dikaitkan dengan zakat, maka hukum islam sangat berkompeten untuk tidak berbuat aniaya dalam menarik zakat, baik dari para amilnya atau dari wajib zakat serta melarang menerima hadiah sebagai pekerja penarik zakat. Ada peraturan ekonomi dalam penarikan zakat, diantaranya adalah tidak adanya paksaan pemerintah untuk menarik zakat. Umar bin abdul aziz telah membatasi sebagai mana dalam suratnya tentang bagian para amil. Dia melihat orang yang benar-benar berusaha untuk menarik zakat dengan terpercaya. Dia akan diberi gaji sesuai dengan kerjanya menghimpun zakat. Para pegawai akan digaji bila mereka bekerja dengan para amil sesuai wilayah mereka dalam menarik zakat, mungkin bagian mereka itu seperempat bagian ini.
C. Peta Konsep
D. Kesimpulan
Mengingat kedudukan dan fungsi zakat dan pajak yang sangat berbeda itu maka ada beberapa alasan tidak disetujuinya pendapat bahwa ketetapan kumulatif atas zakat dan pajak pada umumnya disamakan (diqiyaskan) dengan ketetapan beban kumulatif atas zuru’ (zakat hasil tanaman) dan kharaj (pajak bumi milik penduduk non-muslim di daerah pendudukan pasukan Islam). Pengelolaan zakat ditangan pemerintah adalah lebih efektif dan efisien dari pada ditangan badan-badan amil zakat non pemerintah yang tidak terbatas jumlahnya seperti sekarang ini. Pengelolaan zakat harus ditangani oleh aparat pemerintahan atau orang-orang yang beriman, berakhlak berilmu agama dan umum, dan berketerampilan management yang modern dengan open management dan juga Pengelolaan zakat dan pajak di tangan pemerintah bisa lebih menguntungkan bagi pemerintah (penerimaan pendapatan bisa bertambah) dan juga bagi wajib zakat dan pajak (zakat dan pajaknya sah dipenuhi dengan mendapat sedikit keringanan).
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Gustian.2006. Pelaporan Zakat Pengurangan Zakat Penghasilan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Muhammad, Sahri. 2006. Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat Miskin. Malang: Bahtera Pers
Sudirman.2007. Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang : UIN Press
Zuhdi, Masjfuk.1987. Pengantar hukum Syari’ah. Jakarta: CV Haji Masagung
Khallaf, Abdul Wahab. 1972. Ilmu Ushul Fiqh, Al-Majlis al-Alla al-Indonesia
Inayah, Gazi. 2003. Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya
1. Kronologi Masalah
Pada zaman modernisasi ini kebanyakan orang tidak mau membayar zakat dan pajak. Padahal di Indonesia mayoritas penduduk atau masyrakatnya beragama Islam. Di ajaran agama Islam telah dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun Hadist tentang zakat. Al-Qur’an dan Hadist telah menjelaskan bahwa membayar zakat hukumnya wajib bagi orang yang mempunyai kekayaan yang sudah sampai pada nishabnya. Al-Qur’an dan Hadist juga telah mengajarkan kepada kita hikmah dari orang yang mau mengeluarkan zakatnya. Dengan membayar zakat maupun pajak, akan tercipta hidup damai dan saling tolong menolong satu sama lain. Tetapi oleh umat Islam sendiri tidak mau mengamalkan apa yang sudah diajarkan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Mereka beranggapan bahwa zakat dan pajak adalah beban yang harus ditanggung dalam kehidupannya. Sehingga akan menimbulkan hidup yang tidak keselarasan antar sesama umat beragama Islam, padahal pajak maupun zakat itu akan membangun rasa solidaritas dan akan memajukan suatu bangsa karena pendapatan negara itu dihasilkan dari pajak untuk pembangunan maupun untuk kemajuan negara.
Kewajiban zakat dan kewajiban pajak merupakan beban kumulatif atau kewajiban berganda yang tidak bisa saling mengganti satu sama lain bagi umat Islam yang pendapatan dan kekayaannya telah mencapai tingkat wajib pajak dan wajib zakat. Di dalam Islam, manusia wajib membayar zakat sesuai dengan Hukum Islam. Dan menurut peraturan perundang-undangan umat Islam juga wajib membayar pajak. Dengan adanya zakat dan pajak merupakan beban kumulatif itu, banyak para oknum-oknum yang mengelola zakat maupun pajak negara mempunyai niat jelek untuk melakukan kejahatan. Mereka menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat untuk mengelola zakat dan pajak tersebut tetapi oknum-oknum tersebut menggunakan zakat maupun pajak tidak untuk kepentingan umum melainkan untuk kepentingan diri sendiri maupun keluarganya.
Dari uraian tersebut, penting kiranya untuk membahas apakah pajak dapat menggantikan posisi zakat dalam kehidupan umat Islam.
B. Substansi Kajian
1. Pajak
Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pengetian pajak menurut bebetapa ahli :
1.Prof Dr Adriani
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang)(dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak
• Iuran / pungutan
• Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
• Pajak dapat dipaksakan
• Tidak menerima kontra prestasi
• Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Dengan berlakunya UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 dan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk untuk menghitung, memperhitungkan, memotong / memungut, menyetor dan melaporkan besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan melaporkannya sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
2. Zakat
Pengertian zakat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu menurut bahasa dan istilah. Dari segi bahasa, zakat berarti tumbuh, bersih, berkah, berkembang dan baik. Sedangkan dari segi istilah, zakat berarti mengeluarkan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak.
Zakat pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu zakat mal (harta) dan zakat fitrah (jiwa). Zakat mal wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki harta atau kekayaan yang telah memenuhi syarat, seperti telah mencapai nishab, kepemilikannya sempurna, berkembang secara riil atau estimasi, cukup haul (berlaku waktu satu tahun). Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang mampu setiap bulan ramadhan
Prinsip-prinsip zakat adalah sebagai berikut:
1. Prinsip keyakinan keagamaan.
Yakni orang yang membayar zakat meyakini bhawa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belun menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.
2. Prinsip pemerataan
Cukup jelas bahwa zakat bertujuan yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia
3. Prinsip produktivitas dan kematangan
Menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkanproduk tertentu.
4. Prinsip penalaran
Bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama.
5. Prinsip etik
Menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memerhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita
Tujuan zakat adalah:
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup
2. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi penerima zakat
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesame muslim dan manusia pada umumnya
4. Menhilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta
5. Membersihkan sifat cemburu dan dengki dari hati orang-orang miskin
6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab social
8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya
9. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan social
3. Persamaan dan Perbedaan Pajak dengan Zakat
Titik Persamaan
Yusuf Qardawi merinci titik persamaan antara pajak dan zakat sebagai berikut:
a. Unsur kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat. Bagi seorang muslim, ketika ia terlambat membayar zakatmenyadari bahwa keimanan dan islam baginya belum kuat. Adalah kewajiban kita bersama tentang wajibnya kita untuk mengeluarkan zakat kita.
b. Bila pajak disetorkan kepada “amil pajak” dalam hal pemerintah pusat atau daerah, maka zakat pun demikian juga, yaitu disetorkan pada “amil zakat”dalam hal ini, di Indonesia dilakukan oleh pemerintah (BAZIS) atau yang ditunjuk oleh pemerintah (LAZIS)
c. Diantara ketentuan pajak, yaitu tidak adanya imbalan tertentu terhadap wajib pajak. Para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Demikian halnya dengan zakat, para wajib zakat selaku anggota masyarakat Islam dengan niat karena Allah SWT tanpa mendapat prestasi kembali atas pembayaran zakatnya.
d. Hasil pengumpulan pajak melalui Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (Pusat dan Daerah) digunakan untuk tujuan keuangan kepemerintahan dan tujuan pembangunan masyarakat, membantu rakyat untuk menanggulangi kemiskinan, kelemahan, pendidikan dan penderitaan hidup rakyat. Demikian juga zakat, yaitu sebagai wujud melaksanakan perintah Allah SWT dalam menanggulangi kemiskinan, eksploitasi manusia oleh manusia lain (budak), masalah ekonomi (hutang-piutang), jalan Allah SWT dan jaminan social bagi ibnu sabil (dalam perjalanan atau terlantar).
e. Dari sisi tujuan penggunaan pajak adalah untuk memakmurkan (menyuburkan ) masyarakat, demikian juga salah satu makna zakat adalah untuk menyuberkan masyarakat. Pemerintah menggunakan dana pajak untuk pembangunan dalam arti luas, demikian zakat dalam arti luas memancarkan tujuan yang mulia, yaitu pembangunan masyarakat.
Titik Perbedaan
Dari segi istilah, zakat mengandung arti suci, tambah, dan berkah. Orang yang mengeluarkan zakat akan memiliki jiwa yang bersih dari sifat kikir dan tamak. Hartanya pun menjadi bersih karena telah dibebaskan dari hak orang lain. Zakat secara lahir memang mengurangi harta, namun dalam pandangan Allah, zakat dapat menjadikan harta tumbuh dan tambah. Sedangkan pajak dalam bahasa Arab disebut al-dharibah, yang artinya utang, pajak tanah yang wajib dilunasi. Dari sini kesan makna pajak adalah sesuatu yang berat sebagai beban yang dipaksakan.
a. Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada ummat sebagai tanda syukur kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan pajak adalah kewajiban atas warga Negara, baik muslim maupun non muslim, yang tidaj dikaitkan dengan ibadah. Zakat harus diniatkan saat mengeluarkannya sedangkan pajak tidak diniscayakan.
b. Ketentuan zakat berasal dari Allah dan Rasul-Nya, baik masalah nishab, kadar, atau penyalurannya, sedangkan pajak bergantung pada kebijakan pemerintah.
c. Zakat adalah kewajiban yang permanen tak akan berubah selama-lamanya, tak terhapus oleh oleh siapapun dan kapan pun. Berbeda dengan itu, pajak bisa berkurang, bertambah, atau bahkan dihapus sesuai kebijakan sang penguasa.
d. Pos penyaluran zakat tak akan lebih dari delapan golongan seperti yang dijelaskan dalam surat at-Taubah : 60, sedangkan pajak penyalurannyalebih luas sesuai dengan kebutuhan suatu Negara.
e. Maksud dan tujuan zakat mengandung pembinaan spiritual dan moral yang tinggi ketimbang pajak. Di samping kesadaran, para wajib zakat mengemban perintah penguasa. Biasanya kepatuhan kepada perintah Allah berbeda berbeda dengan kepatuhan kepada penguasa, yang mana perasaan bersalah jika melanggar juga tidak sama. Di sini zakat sebagai pembangkit sisi spiritual dan moral dapat dicermati.
4. Kedudukan pajak dan zakat
Mengingat kedudukan dan fungsi zakat dan pajak yang sangat berbeda itu maka ada beberapa alasan tidak disetujuinya pendapat bahwa ketetapan kumulatif atas zakat dan pajak pada umumnya disamakan (diqiyaskan) dengan ketetapan beban kumulatif atas zuru’ (zakat hasil tanaman) dan kharaj (pajak bumi milik penduduk non-muslim di daerah pendudukan pasukan Islam). Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah berhak atau boleh memungut pajak di samping zakat terhadap penduduk yang beragama Islam, bahkan pemerintah berhak memungut dana dari masyarakat berupa sumbangan-sumbangan wajib, apabila dana-dana tersebut benar-benar diperlukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum dan negara, sedangkan hasil penarikan zakat atau pajak tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan.
2. Kalau yang dimaksud dengan kharaj itu tanah milik penduduk non-Muslim di daerah pendudukan pasukan Islam, yang terkena pajak, kemudian pemiliknya masuk Islam atau tanahnya pindah tangan kepada penduduk Muslim, lalu sesuai dengan pendapat jumhur,bahwa pemiliknya yang Muslim itu terkena usyur (zakat hasil tanaman 5 – 10 %) dan kharaj (pajak bumi) secara akumulatif, maka tanah kharaj tersebut tidak dikenal di negara kita dan juga di negara-negar lain dewasa ini sehingga tidak relevan kalau ketetapan beban kumulatif berupa zakat dan pajak untuk semua pendapatan dan kekayaan itu disamakan/dikiaskan dengan usyur dan kharaj.
Khusus mengenai maslah tanah kharaj (tanah penduduk non-Muslim di daerah pendudukan pasukan Islam), kemudian pemiliknya masuk Islam (muallaf) atau tanahnya pindah tangan kepada penduduk yang Muslim, maka sebaiknya ia dapat memilih salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut:
1. Pemiliknya yang Muslim lama/baru itu terkena pajak bumi saja (kharaj), berdasarkan dalil istishab (melanjutkan status tanah yang telah ada sebelumnya).
2. Pemiliknya yang Muslim itu hanya terkena zakat saja, karena kondisi dan illat hukumnya telah berubah. Semula pemiliknya terkena pajak, karena ia non-Muslim. Kemudian ia masuk Islam atau pemiliknya telah berganti Muslim, maka hukumnya pun berubah, yakni dari kewajiban pajak menjadi kewajiban zakat. Alternatif kedua ini sesuai dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
3. Pemiliknya terkena zakat dan pajak secara akumulatif. Hanya, apabila tanah-tanah lain milik penduduk Muslim lainnya tidak terkena beban kumulatif tersebut, jelas tidak sesuai dengan asas keadilan hukum (law justice) dan asas tidak memberatkan umat Islam. Di samping itu, beban kumulatif berupa zakat dan pajak atas orang muallaf, bisa merugikan strategi dakwah Islam di kalangan masyarakat non-Muslim. Sebab hal tersebut bisa menjadi hambatan bagi pemilik tanah non-Muslim yang mau masuk Islam karena khawatif terkena beban kumulatif berupa zakat dan pajak atas tanahnya.
Untuk menjadikan umat Islam di Indonesia agar menjadi umat beragama yang taat pada ajaran agama dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab kepada negara, dapatlah ditempuh beberapa alternatif pemecahannya antara lain dengan cara :
a. Pengelolaan zakat dan pajak berada di tangan pemerintah
Pengelolaan zakat seharusnya ditangani oleh Pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai aparat pemerintah yang lengkap, sarana dan prasarana yang memadai dan mempunyai wewenang/ kekuasaan memakswa menurut hukum kepada para wajib zakat yang enggan menunaikan kewajiban zakatnya.
Fatwa-fatwa dari sahabat nabi (mazhab sahabi menurut istilah ushul fiqh) yang merupakan salah satu sumber atau dasar hukum Islam yang menegaskan bahwa umat Islam wajib menyerahkan zakatnya kepada pemerintah, sekalipun di antara aparat pemerintah itu ada oknum-oknum yang menyalahgunakan hasil pengumpulan zakat untuk kepentingan pribadi
Pemerintah RI seharusnya mengelola zakat dengan aparat zakat yang bersih dan berwibawa, bertakwa, dan menguasai seluk-beluk aturan zakat berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, serta mempunyai kemampuan mengelola zakat dengan management yang modern. Menurut umat Islam di Indonesia akan menyebut positif pengelolaan zakat oleh pemerintah,sebab selain hal ini sesuai dengan perintah agama dan praktek zakat pada zaman nabi, juga mengingat kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Meningkatkan kesadaran wajib zakat umat Islam dapat diharapkan, karena sejalan dengan meningkatnya kesadaran wajib pajak, akibat dari sistem perpajakan yang makin baik, aparat pajak yang makin tertib, dan kehidupan sosial ekonomi yang semakin maju, sehingga penenrimaan negara dari sektor pajak makin meningkat dari tahun ke tahun. Apabila pengelolaan zakat dan pajak sudah berada di tangan Pemerintah, maka melalui peraturan perundang-undangan bisa diambil kebijaksanaan untuk meringankan beban umat Islam yang memikul beban kumulatif berupa zakat dan pajak tanpa merugikan negara dengan cara antara lain:
• Wajib zakat dan pajak membayar dulu pajak yang terutang untuk tahun berjalan, dan pajak ini dikategorikan sebagai utang sehingga mengurangi jumlah harta yang harus di zakati. Kemudian sisanya baru dizakati setelah kebutuhan pokok keluarga sudah terpenuhi dan bebas dari utang,sedangkan jumlah sisanya itu masih mencapai batas minimum kena zakat (nishab) dan telahjatuh pula temponya (haul)
• Wajib zakat dan pajak membayar dulu zakatnya dan zakat yang telah dibayar ini diperhitungkan untuk mengurangi jumlah pajak terhitung untuk tahun berjalan.
b. Pengelolaan zakat berada di tangan lembaga-lembaga Islam
Apabila pemerintah belum siap menangani pengelolaan zakat secara efektif, maka umat Islam melalui lembaga-lembaganya berhak dan bekewajiban mengelola zakat atas dasar pertimbangan hajah.
Karena realisasi zakat itu merupakan pelaksanaan ibadah, maka lembaga yang mengelolanya harus lembaga Islam, artinya lembaga yang benar-benar menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan dalam mengelola zakat. Pengelolaan zakat di zaman modern ini memerlukan penanganan oleh orang-orang yang beriman, berakhlak mulia, berpengetahuan luas baik agama maupun umum, dan berketampilan management yang modern dan terbuka, agar dapat menimbulkan kewibawaan pengurus dan kepercayaan masyarakat.
Apabila zakat dikelola oleh lembaga Islam yang mempunyai status sebagai badan hukum seperti NU dan Muhammadiyah dan mempunyai program-program yang realistik-pragmatik dengan open management dan management by obyektive and result ( deangan perencanaan yang matang yang jelas tujuannya dan hasil-hasil yang ingin dicapai) dan ditangani oleh orang-orang beriman, berilmu, berakhlak dan berketerampilan management yang baik, maka lembaga islam tersebut akan memperoleh dana besar yang tetap dari hasil pengelolaan zakat yang sangat berguna untuk kemajuan agama dan kesejahteraan umat/bangsa dan negara
Sebaliknya apabila zakat dikelola oleh badan-badan amil zakat yang jumlahnya tidak terbatas dan bebas seperti sekarang ini maka hasilnya tidak akan mencapai sasaran dan tujuan utama dari kewajiban zakat. Apabila kalau pelaksanaan zakat diserahkan sepenuhnya kepada kemauan dan kesedaran para wajib zakat tanpa campur tangan pemerintah dan tanpa adanya lembaga islam yang mengurusnya.
Karena itu, sebelum pemerintah dapat mengelola zakat, untuk sementara melalui SK Menteri Agama atau SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mengatur ketentuan tentang lembaga-lembaga yang mengelola zakat (syarat-syaratnya dan sebagainya.
1. SISTEM PAJAK DAN ZAKAT
a. Sistem pajak tunggal dan pajak ganda
Sesungguhnya dasar sistem pajak tunggal adalah wadah yang satu, berbentuk pajak tunggal, satu produksi dalam impor barang umum. Sedangkan sistem pajak ganda yaitu beberepa barang dengan dispensasi menentukan beberapa macam pajak yang meliputi semua bentuk kegiatan yang dilakukan oeh para pemilik harta.
b. Sistem pajak tunggal dan pajak ganda dalam perspektif hukum ekonomi
Munculnya ide pajak tunggal dapat dikaitkan dengan pemikiran hukum, seperti ide sebagian ekonom barat pada abad 17 dan 18. Mereka adalah orang pertama yang membangun ide pajak tunggal dan ketentuannya. Ekonom Amerika Henry Jorjuo pada tahun 1979 mengajak untuk menetapkan kewajiban pajak tunggal yang pokok, sebagia bahan pangan kebutuhan pemerintah. Pemikiran itu didasari atas tambah meningkatnya tanah yang subur dengan diberi beberapa tambahan fasilitas yang memadai, keramaian dan sebagian tambahan penghasilan tanah yang subur itu juga dikenakan pajak.
Keistimewaan sistem pajak tunggal
Merealisasi keadilan pajak. Pajakn tunggal itu diambil dengan melihat unsur-unsur kemanusiaan dalam kewajiban dan kemampuan beban bagi pemilik harta sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan mereka, dan keluarganya serta menerapkan sistem bertahap dan kenaikan nilai harga nyimpapajakmenurut kemampuan pemilik harta. Ukuran ini akan sulit diterapkan pada pajak ganda sebab menyangkut bentuk kekayaan dan aktivitas ekonomi yang beragam
Ekonomis dalam memperoleh pajak. Pajak tunggal akan lebih mudah dilakukannya dan administrasinya, lebih tertib tidak memberatkan para pegawai dan mempermudah perolehan pajak.
Keseimbangan sistem pajak tunggal dapat memberikan kesempatan kepada pemilik harta untuk merealisasikan beban pajak yang telah ditentukan. Sistem ini merupakan sistem yang ringfan bebannya dan tidak terpengaruh oleh kegiatan ekonomi yang berbeda-beda.
Kelemahan pajak tunggal
Menyimpang dari keadilan sebab hanya diwajibkan sekali saja, sehingga memberi beban kepada pemilik harta. Karena keadilannya hanya pada lahir saja, akan tetapi pemilik harta biasanya akan terbebas dari beban yang berat.
Kelemahan pemerolehan pajak. Pajak ditentukan oleh satu ketentuan saja yang tidak sesuai dengan pengelokasian penghasilan atau sasaran yang ingin diharapkan, apalagi untuk menutup kepentingan pangan dan biaya administrasi dalam memperoleh pajak.
Keterbatasan pelaku. Pemerintah tidak bisa berpegang pada kaidah tersebut, seperti sarana ekonomi, sosial dan politik. Dari sini pemerintah akan sulit merealisasikan sasaran pajak yang seimbang dan mengarahkan mereka pada aspek ekonomi dan sosial. Suatu saat akan menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk melaksanakan tujuan politis keuangan dalam negeri.
Tidak terbatas. Tidak ada satu batasan yang dapat dijadikan ukuran dalam membatasi ketentuan pajak atau kekayaan yang layak untuk dijadikan pajak. Pada hakikatnya pajak tunggal sulit untuk diterapkan pada negara besar dan masa yang silam. Tampak jelas kelemahan itu bersamaan dengan perkembangan tujuan dan sistem serta pajak peranan pajak dalam negeri serta realisasi sasaran politik keuangan bagi pemerintah, khususnya setelah pajak tunggal untuk merealisasikan pemasukan negara yang hanya bisa diwujudkan dengan sistem pajak ganda.
c. Sistem zakat tunggal dan zakat ganda dalam perspektif islam
Sistem zakat menurut perspektif keuangan Islam berbeda dan tidak mengikuti sistem zakat tunggal. Dalam sistem keuangan Islam zakat hanya diwajibkan pada modal harta, misalnya zakat mas dan perak, zakat hewan dan zakat dagangan.
Sistem keuangan Islam juga memperhatikan sistem zakat dan pengalokasiannya, misalnya zakat pertanian dan zakat hasil bumi, zakat yang diwajibkan anatara lain zakat hasil bumi, zakat tanaman yang muncul di tanah dan berbuah, zakat harta, zakat harta yang terpendam dalam tanah dan lautan misallnya intan, wangi-wangian, ikan, serta zakat transportasi.
Sistem ekonomi Islam juga meliputi zakat untuk manusia, misalnya zakat fitrah untuk muslim yang kaya untuk muslim yang fakir untuk setiap tahun yang dibayar diakhir ramadhan untuk membersihkan puasa, menghilangkan segala kefasikan, ucapan kotor, serta maksiat yang mengganggu puasanya.
d. Pemberdayaan Zakat Menurut Perspektif Ekonomi Islam
Pemberdayaan ekonomi melalui zakat
Yaitu untuk menghindari intervensi politis keuangan Islam dalam zakat untuk membantu para fakir miskin yang secara langsung besar pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap hasil produksi, penghasilan dalam kekayaan yang dapat diwujudkan untuk mencapai target perkembangan ekonomi serta sumbangsihnya dalam mengentaskan pertumbhan ekonomi,dengan cara melakukan pengembangan ekonomi atau mengatur unsur-unsur hasil produksi.
Fungsi zakat bagi kehidupan sosial
Untuk menghindari kendala-kendala dalam menghasilkan harta benda maka poltik keuangan islam secara umum dapat memberdayakan zakat sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan sosial, mengembangkan masyarakat sosial dan menyelamatkan modal harta dan pengembangannya
Zakat telah ditentukan oleh hukum ekonomi islam sebagai dasar untuk mengembangka lahiriah insani. Hukum islam telah membatasi sasaran peranan awal zakat sebagai tujuan kemanusian yang lebih luas lagi dan lebih mendalam serta lebih luas artinya dalam peranan zakat baik kehidupan sosial maupun individu.
Pemberdayaan Harta Melalui Zakat
Sistem keuangan Islam telah mengatur bagaimana cara menunaikan zakat dalam merealisasikan dan menyempurnakan harta pada baitul mal untuk kemudian diberikan kepada delapan golongan penerima zakat.tidak diragukan lagi perolehan zakat sejak masa pemerintahan Islam sangatlah penting untuk memberdayakan fakir miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, fi sabilillah dan ibnu sabil. Para penerima zakat ini tentu membutuhkan dana yang besar untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak.
5. Kaidah – Kaidah Beban Pajak dan Zakat
Berpegang pada kaidah-kaidah bahwa dalam menetapkan pajak itu adalah menghindari kekuasaan, maka terjadi kesepakatan antara kesejahteraan harta dan kesejahteraan pemilik harta, khususnya setelah terjadi perkembangan tujuan pajak untuk mencapai tujuan sosial, ekonomi dan politik. Pemikiran keuangan menjadi kaidah-kaidah tersebut sebagai undang-undang pajak dan meliputi prinsip-prinsip pokok perpajakan.
Ekonom Adam Smith telah merancang kaidah-kaidah ini dan memuat empat teori, yaitu :
1. Teori keadilan atau persamaan
2. Teori keyakinan
3. Teori ekonomi
4. Teori keseimbangan
a. Kaidah – kaidah beban pajak menurut perspektif hukum ekonomi
1) Kaidah keadilan atau persamaan
Keadilan pajak adalah kewajiban pertama yang harus dijunjung tinggi. Adam smith menetapkan bahwa perlindungan pemerintah untuk masyarakat dalam menutupi beban umum harus sesuai dengan kemampuan dan ketentuannya, ukuran kebaikan terletak pada ukuran pemasukan dan inilah yang dimaksud bahwa membayar zakat itu wajib disesuaikan dengan kemampuan keuangan, karena itulah dia melihat bahwa kewajibanpajak itu diberlakukan pada harta yang lebih bukan pada modal harta, diperbolehkannya pemberian bagian pajak untuk fakir miskin dan sebgai tafsir terhadap kaidah keadilan pajak, hukum keuangan melihat adanya kebutuhan yang mendesak untuk membangun prinsip-prinsip tertentu, yaitu :
Prinsip umum dalam merealisasikan pajak
Keadilan prinsip ini menuntut kewajiban pajak terhadap semua individu dan harta yang berada dalam jangkauan kepemimpinan pemerintah, baik dalam teritori pemerintah maupun di luarnya. Secara umum keadilan ini menuntut adanya keasadaran warga untuk tunduk terhadap pajak, bukan bersikap baik kepada orang lain di luar kewajiban pajak.
Secara umum keadilan dalam pajak itu juga diarahkan untuk memperhatikan pemilik harta pribadi dan harta umum bahwa keduanya sama tanpa ada perbedaan untuk tunduk pada peraturan perpajakan.
Prinsip kesatuan dalam merealisasikan pajak
Prinsip kedua ini menuntut adanya satu beban pajak pada masyarakat, artinya semua individu sama dalam membayar pajak, inilah yang dikenal sebagai satu kesatuan bagi wajib pajak. Pemahaman keadilan pajak akan beriringan dengan sumbangan pemikiran hukum ekonomi yang mengatakan perlu adanya menghindari barang berharga yang relatif menuju barang berharga yang nilainya tinggi. Keadilan pajak menuntut untuk melihat situasi dan kondisi masyarakat sebab pajak bisa menjadi beban bagi mereka.
Prinsip persamaan dalam merealisasikan pajak
Prinsip ini untuk menjamin keadilan pajak dalam bentuk yang ideal. Hal ini untuk menghindari penyimpangan perpajakan. Namun, prinsip ini tampak tidak jelas dalam hukum ekomomi bila dibandingkan dengan hukum keuangan Islam., di mana hukum Islam sesuai dengan prinsip persamaan dalam merealisasikan pajak.
2. Kaidah kepercayaan atau keyakinan
Menurut Adam Smith pajak harus berdasarkan keyakinan. Dengan demikian segala hal yang berkaitan dengan nilai harga, nisab, kadar, waktu dan tindakan – tindakan penghasilan yang berkaitan dengan pajak harus jelas. Batasan pajak ada pada tindakan-tindakan untuk terjadinya perubahan atau keadilan, kecuali dalam keadaan yang sulit, maka seorang mukallaf akan ikut mengatur kebutuhan pangan dan kewajiban materi.
Dan batasan-batasan tidak jelas bagi pajak yang bisa mendatangkan kezaliman, kesewenang-wenangan, kerusakan, lebih-lebih bagi para pelaksana administrasi dan pelaksana perpajakan serta dapat menggoncangkan semangat kerja, situasi keuangan dan kepercayaan yang dipegang oleh pejabat perpajakan terhadap pajak yang dibayarkan masyarakat .
3. Kaidah keselarasan
Teori ini menghendaki agar hukum yang berkaitan dengan pajak itu sesuai dengan kondisi muslim mukallaf, khususnya yang berkaitan dengan batasasn waktu dan sebab-sebab penarikan zakat.
a. Dari segi batasan waktu penarikan pajak
Ketentuan pajak hendaknya sesuai dengan situasi dan kondisi keuangan dan kehidupan masyarakat, seperti waktu penghasilan atau setelah memperoleh penghasilan.
b. Dari segi cara penarikan pajak
Kaidah keselarasan itu menghendaki layanan penarikan pajak yang maksimal sesuai keadaaan muslim mukallaf, sehingga dia tidak merasa berat membayar pajak.
4. Kaidah Ekonomi (Moderasi)
Kaidah ini menghendaki agar sikap pemborosan dan upaya maksimal dalam memperoleh hasil pajak atau sarana lain dalam perpajakan, seperti mata uang, transportasi dan inventarisasi, atau yang berkaitan dengan kebutuhan pembayar pajak dihindari sehingga manfaat pajak itu dapat direalisasikan dengan memperkaya hasil pajak.
b. Kaidah- kaidah beban zakat menurut perspektif ekonomi Islam
1. Kaidah keadilan dan persamaan
Keadilan beban keuangan dalam zakat itu dapat menyelamatkan sistem ekonomi Islam dalam hal pembebanan. Keadilan zakat yang hakiki menghendaki kesesuaian antara beban dan kemampuan. Untuk mewujudkan kaidah keadilan dan persamaan dalam zakat hukum keuangan, Islam mengambil dasar-dasar prinsip sebagai berikut :
Prinsip umum dalam merealisasikan zakat
Hukum keuangan Islam berpedoman pada prinsip-prinsip umum dalam mewajibkan zakat, baik itu terhadap individu atau harta dalam bentuk yang jelas nilai keadilannya. Zakat adalah beban harta dan kewajiban setiap muslim mukallaf, laki-laki atau wanita, kecil atau dewasa, berakal, selama memiliki satu nisab dan memenuhi syarat membayar zakat. Seperti pendapat Imam Ibnu Hazm : bahwa zakat itu kewajiban bagi laki-laki dan perempuan, kecil, dewasa, berakal atau yang gila,semua itu bertujuan untuk memperoleh kebersihan dari Allah dan kesucianNya bagi manusia. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi ketika mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman : Ketahuilah sesungguhnya Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang diperoleh dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir.
Prinsip kesatuan dalam merealisasikan zakat
Hukum keuangan Islam lebih dulu ada dan lebih banyak realisasinya terhadap prinsip kesatuan dalam zakat. Hakekat realisasi zakat dalam ekonomi Islam adalah pembebanan yang sama dalam zakat. Bukti adanya kesatuan dalam merealisasikan beban zakat adalah sebagai berikut :
• Tidak adanya beban ganda dalam membayar zakat
• Memelihara situasi dan kondisi kehidupan muslim mukallaf.
• Memperhatikan sumber pemasukan.
• Mengikuti sistem kenaikan harga dalam zakat.
Prinsip keseimbangan dalam merealisasikan zakat
Hukum keuangan Islam telah menyandarkan prinsip ini menuju pada keumuman keadilan dan beban pajak. Hukum keuangan Islam menegakkan prinsip kehati-hatian secara mutlak dan menjaga diri dari kedzaliman. Hukum keuangan Islam itu pada dasarnya terdapat keseimbangan dalam menerapkan beban kewajiban zakat dan macam-macamnya, antara lain :
• Keseimbangan etika, bahwa penarik zakat itu harus orang yang profesional, terpercaya, ahli takwa dan adil;
• Keseimbangan administrasi yang profesional, bahwa penarik zakat itu ahli administrasi dan bisa bergaul dengan masyarakat;
• Keseimbangan reputasi keilmuan, bahwa penarik zakat harus intelektual dan ahli tentang zakat;
• Keseimbangan intelektual, penarik zakat harus benar-benar intelektual, menguasai ilmu hukum dan kewajiban-kewajiban lain sebagai mukallaf.
2. Kaidah keyakinan
Pemahaman beban keyakinan yang disandarkan kepada zakat itu berdasarkan ketetapan hadist nabi. Inilah yang menyebabkan zakat itu lebih konsisten, jelas, terinci nisabnya, ketentuannya, alokasinya dibanding sistem pajak yang berdasarkan atas pemahaman keyakinan terhadap kebijakan kekuasaan, kebijakan kelompok atau tindakan –tindakan para pejabat yang menyebabkan hukum pajak selalu berubah dan mengarah pada kesewenang-wenangan oknum yang mengatasnamakan upaya untuk merealisasikan kesejahteraan umum ketikan memberlakukan hukum.
Hadis Nabi telah menjelaskan tentang situasi dan kondisi tindakan-tindakan kewajibannya, misalnya tentang harga barang, asal bukan situasi yang dikaitkan dengan zakat tanaman atau buah-buahan.
3. Kaidah keseimbangan
Kaidah ini besar nilainya apabila dikaitkan dengan hukum keuangan Islam, baik mengenai pengalokasian zakat maupun sistem penarikannya. Apabila dikaitkan dengan waktu penarikan zakat, maka hukum keuangan Islam mewajibkan penarikan zakat itu bila sudah dalam satu tahun sesuai sabda Nabi : tidak wajib zakat pada harta sehingga sudah satu tahun. Sebab zakat tidak di ambil bila sudah berkembang dan waktunya harus satu tahun. Namun terkadang waktu membayar zakat itu setelah harta menjadi berkembang atau waktu panen seperti tanaman dan buah-buahan, perkembangannya di sini adalah waktu panen bukan satu tahun.
Hukum keuangan Islam memperbolehkan diakhirkannya penarikan zakat karena beberapa sebab. Seperti yang dilakukan oleh umar bin khattab pada musim paceklik dimana beliau menanggungkan penarikan zakat ketahun depan kemudian dikumpulkan dari 2 tahun silam. Berdasarkan pendapat imam syafi’i dan ahmad, bahwa Imam Abu Hanifah dan Malik itu mewajibkan zakat tunggal.
4. Kaidah ekonomi (moderasi)
Apabila dikaitkan dengan kaidah ini, hukum keuangan islam, lebih banyak nilai ekonomi dan keadilannya, khususnya yang berkaitan dengan masalah keuangan, penghasilan yang dikumpulkan, dialokassikan atau menginfakkan hartanya, individu atau kelompok maupun harta umum atau individu.
Apabila dikaitkan dengan zakat, maka hukum islam sangat berkompeten untuk tidak berbuat aniaya dalam menarik zakat, baik dari para amilnya atau dari wajib zakat serta melarang menerima hadiah sebagai pekerja penarik zakat. Ada peraturan ekonomi dalam penarikan zakat, diantaranya adalah tidak adanya paksaan pemerintah untuk menarik zakat. Umar bin abdul aziz telah membatasi sebagai mana dalam suratnya tentang bagian para amil. Dia melihat orang yang benar-benar berusaha untuk menarik zakat dengan terpercaya. Dia akan diberi gaji sesuai dengan kerjanya menghimpun zakat. Para pegawai akan digaji bila mereka bekerja dengan para amil sesuai wilayah mereka dalam menarik zakat, mungkin bagian mereka itu seperempat bagian ini.
C. Peta Konsep
D. Kesimpulan
Mengingat kedudukan dan fungsi zakat dan pajak yang sangat berbeda itu maka ada beberapa alasan tidak disetujuinya pendapat bahwa ketetapan kumulatif atas zakat dan pajak pada umumnya disamakan (diqiyaskan) dengan ketetapan beban kumulatif atas zuru’ (zakat hasil tanaman) dan kharaj (pajak bumi milik penduduk non-muslim di daerah pendudukan pasukan Islam). Pengelolaan zakat ditangan pemerintah adalah lebih efektif dan efisien dari pada ditangan badan-badan amil zakat non pemerintah yang tidak terbatas jumlahnya seperti sekarang ini. Pengelolaan zakat harus ditangani oleh aparat pemerintahan atau orang-orang yang beriman, berakhlak berilmu agama dan umum, dan berketerampilan management yang modern dengan open management dan juga Pengelolaan zakat dan pajak di tangan pemerintah bisa lebih menguntungkan bagi pemerintah (penerimaan pendapatan bisa bertambah) dan juga bagi wajib zakat dan pajak (zakat dan pajaknya sah dipenuhi dengan mendapat sedikit keringanan).
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Gustian.2006. Pelaporan Zakat Pengurangan Zakat Penghasilan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Muhammad, Sahri. 2006. Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat Miskin. Malang: Bahtera Pers
Sudirman.2007. Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang : UIN Press
Zuhdi, Masjfuk.1987. Pengantar hukum Syari’ah. Jakarta: CV Haji Masagung
Khallaf, Abdul Wahab. 1972. Ilmu Ushul Fiqh, Al-Majlis al-Alla al-Indonesia
Inayah, Gazi. 2003. Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya
No comments:
Post a Comment