Taman

Saturday, July 6, 2013

Teori Pendidikan. doc


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Studi tentang kurikulum dewasa ini semakin mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan yang menekuni bidang pengembangan kurikulum, teknologi pendidikan dan administrasi pendidikan. Studi ini dianggap menepati bagian terpenting dalam studi pengembangan kurikulum dan administrasi pendidikan. Hal ini wajar, sebab kurikulum adalah komponen penting dan merupakan alat pendidikan yang sangat vital dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Itu sebabnya, setiap institusi pendidikan, baik formal dan  non formal, harus memiliki kurikulum yang sesuai dan serasi, tepat guna dengan kedudukan, fungsi dan peranan serta tujuan lembaga tersebut. Jadi artinya, bermutu atau tidaknya sebuah institusi pendidikan sangat bergantung pada sistem kurikulumnya.
Menilik dari hal-hal di atas telah melatarbelakangi kelompok kami dalam menyusun makalah ini. Sebelum membahas pengembangan kurikulum lebih mendalam, alangkah lebih baiknya kita mengetahui teori-teori pendidikan dan kurikulum, karena ini merupakan fondasi untuk memahami pengembangan kurikulum.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan memaparkan beberapa poin mengenai :
a.       Apa yang dimaksud dengan teori pendidikan?
b.      Bagaimana pendekatan-pendekatan dalam teori pendidikan?
c.       Apa yang dimaksud dengan teori kurikulum?
d.      Apa fungsi dari teori kurikulum?
e.       Bagaimana hubungan antara teori pendidikan dengan kurikulum?


C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami melakukan penulisan makalah ini adalah untuk :
a.       Menjelaskan pengertian teori pendidikan.
b.      Menjelaskan pendekatan-pendekatan dalam teori pendidikan.
c.       Menjelaskan pengertian teori kurikulum.
d.      Menjelaskan fungsi dari teori kurikulum.
e.       Menjelaskan hubungan antara teori pendidikan dengan kurikulum.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori Pendidikan
Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu.
Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu :
1.      Pendidikan klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.

2.      Pendidikan pribadi
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis).

3.      Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.
Dalam teori pendidikan ini, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus, berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual.
Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.

4.      Pendidikan interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru.
Lebih dari itu, dalam teori pendidikan ini, interaksi juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.
Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.

B.     Pendekatan-Pendekatan dalam Teori Pendidikan
Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas. Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan.
Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).



1.      Pendekatan Sains
Pendekatan sains yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu sebagai dasarnya. Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu pendidikan, dengan berbagai cabangnya, seperti: (1) sosiologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam pendidikan; (2) psikologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan perkembangan individu dalam belajar; (3) administrasi atau manajemen pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien; (4) teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan teknologi untuk mengkaji aspek metodologi dan teknik belajar yang efektif dan efisien; (5) evaluasi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa; (6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi. Tentunya masih banyak cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya yang terus semakin berkembang yang dihasilkan melalui berbagai kajian ilmiah.

2.      Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.           Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model: (1) model filsafat spekulatif; (2) model filsafat preskriptif; (3) model filsafat analitik. Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam sistem berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994). Terdapat beberapa aliran dalam filsafat, diantaranya: idealisme, materialisme, realisme dan pragmatisme (Ismaun, 2001). Aplikasi aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan kemudian menghasilkan filsafat pendidikan, yang selaras dengan aliran-aliran filsafat tersebut. Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan. Dari kajian tentang filsafat pendidikan selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya: (1) perenialisme; (2) esensialisme; (3) progresivisme; dan (4) rekonstruktivisme. (Ella Yulaelawati, 2003).Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

3.      Pendekatan Religi
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.
Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri : (1) memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan; (2) memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan filsafat dan (3) memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.

Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner.    

C.    Teori Kurikulum
Menurut para ahli, keberadaan teori kurikulum belum mantap atau dengan kata lain belum bisa dibentuk. Meskipun demikian, banyak ahli yang menyumbangkan buah pikirannya agar terbentuk teori kurikulum yang akurat. Karenanya, upaya-upaya ke arah terjadinya suatu teori kurikulum sebagai science  of curriculum terus dikembangkan. Kesulitan-kesulitan dalam menjadikan teori kurikulum disebabkan berbagai faktor, antara lain karena para ahli, yaitu:
James B. MacDonald, mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum merupakan an historical accident yang berlangsung secara kebetulan, acak dan tidak sistematis. Pemikiran mengenai kurikulum tidak dilakukan secara sistematis berdisarkan apa yang dicapai sebelumnya. Karenanya, pengembangan kuriku­lum mesti didahului dengan pembentukan sistem dan model konseptual yang seterusnya diuji melalw penelitian empiric yang sistematis (Nasution, 1993:175).
Colin Marsh dan Ken Stafford (1984:22-23) menyatakan bahwa: Granted that theory building in the field of curriculum is very difficult, it is worth considering wheather succesful theories have been produced in other fields of endeavor Scientific theories, such as in the physical and biological sciences, have been developed over many decades. Such theories usually contain wriable which systematize or unify research findings from seemingly unrelated phenomena, to generate research hypotheses, to make prediction and to provide explanation. Papat dipastikan bahwa membangun teori kurikulum itu merupakan pekerjaan. sulit. Mempertimbangkan yang berarti mengingat teori-teori yang sudah berhasil dibentuk ternyata memerlukan usaha yang keras. Teori-teori ilmu pengetahuan seperti dalam bidang fisika dan biologi telah dikembangkan selama berabad-abad.

Kesimpulan dari pendapat-pendapat di atas adalah terdapat bermacam-macam alasan mengapa sulit membuat teori kurikulum. Pertama, belum terdapat definisi kurikulum yang diterima secara umum. Defmisi tersebut mencakup dari hal yang sempit (berupa matapelajaran) sampai yang luas, yakni meliputi sernua kehidupan manusia. Kedua, belum bisa ditentukan dengan jelas mengenai batas-batas materi yang menjadi wilayah penelitiannya. Kembali kepada teori kurikulum, pada dasarnya bukanlah hal yang stabil atau mantap keberadaannya, sebagaimana diungkapkan di muka, namun is selalu berkembang mengikun perkembangan rains dan teknologi. Seperti halnya dalam mengambil keputusan praktis lainnya, teori dapat dimanfaatkan dalam pengambilan (keputusan praktik (pelaksanaan) sistem kurikulum dan sistem pendidikan yang memang memerlukan sifat elektif.
Berbagai asumsi utama yang diungkapkan para pembuat teori kurikulum (curriculum theories) adalah berbagai pertanyaan epistemologi mengenai pengetahuan yang diseleksi untuk isi kuri­kulum dan mengapa bisa seperti itu. Terdapat pertanyaan-perta­nyaan serupa yang telah dilontarkan para. pendidik selama bebera­pa abad. Mungkin tidak penting mengkhususkan isi secara khusus, namun yang penting adalah petunjuk-petunjuk dapat dibangun dan dibenarkan mengenai prinsip-prinsip umum penyeleksian.

Klasifikasi Theories dan Theorizing
Sebagaimana diterangkan di atas, terdapat banyak problem pokok dalam menciptakan teori-teori kurikulum, dan banyak yang berpendapat bahwa kita masih harus menghasilkan suatu teori kurikulum yang akurat dan dapat digunakan terus menerus. Tetapi, jika kita menggunakan kriteria bahwa suatu teori kuriku­lum, bersama dengan teori-teori yang lain, harus berisi petunjuk­petunjuk dan uraian elemen-elemen, maka dapat diargumentasikan bahwa terdapat sejumlah contoh teori-teori kurikulum.
B. F. Skinner mempunyai teori operant conditioning dan diusulkan sebagai suatu teori belajar pada tahun 1953. Akhirnya, dia mengaplikasikan teorinya dengan lebih langsung melakukan pengajaran di luar keras. Tetapi, teori itu masih menyisakan tan­tangan yang lain dalam mengaplikasikan teori Skinner ke dalam suatu area kurikulum yang lebih spesifik, seperti yang dilakukan Becker Engelmenn dan Thomas (1945).
Proses peneorian lain yang diusahakan oleh pekerja kuriku­lum dan spesialis yang bekerja pada bidang kurikulum menun­jukkan suatu spektrum keseluruhan yang menampakkan berbagai spesialisasi intuisi belaka dalam mendekati teori-teori. Hal itu tergambar pada bidang-bidang, seperti: 11mu. Psikoterapi, Sosiologi, Filsafat, Ekonomi dan Manajemen. Sebagian dari usaha-usaha ter­sebut menunjukkan suatu usaha keras dari individu-individu (contoh, Carl Rogers dan Paul Hirst), sementara yang lain me­nunjukkan usaha-usaha keras terhadap banyak individu dan ke­lompok (sebagai contoh unit teknologi pendidikan di USA dan UK).



1.      Skema Lain Klasifikasi
Skema klasifikasi digunakan untuk mempertahankan berbagai bagian berdasarkan dua kategori yang telah ada, yakni structured,/ controlled dan person-centered. Kategori pertama, structured/controlled category, dipilih untuk mencontohkan tingkatan dari proses peneorian yang terfokus pada perencanaan yang rasional, terfokus pada struktur, dan juga pada cara-cara pengawasan atau pengontrolan hasil (outcomes), selain juga melakukan pengontrolan sekolah secara umum. Yang termasuk dalam kategori ini adalah dua teori yang dikembangkan Taba dan Skinner.
Kategori kedua adalah the person-centered category yang memiliki penekanan atau perhatian pada lmgkungan sekolah. Upaya yang dilakukan kategori ini adalah membongkar seluk-beluk asumsi yang belum diuji mengenai persekolahan. Proposal dibuat demi kesadaran, harapan, dan kemungkinan yang akan dihadapi anak didik. Termasuk dalam kategori ini adalah contoh-contoh theorising yang dilakukan oleh Carl Rogers dan Wifliam. Pinar. Pada periode tahun 1950-an dan 1960-an, Carl Rogers dan koleganya mengembangkan pendekatan selj-'directed learning. Sedangkan konsep Pinar mengungkapkan suatu contoh kontemporer tentang self actualization anak didik dengan penekanannya pada self reflection dan aktivitas otobiografi.

2.      Contoh Structured/Controlled Category
a.      Teori Hilda Taba
Teori induktif yang dikembangkan Hilda Taba cenderun." memfokuskan pada proses berpikir, namun proyek pengembangar, kurikulum berikutnya telah menekankan suatu disiphn yang solid (Durkin et. al., 1997). Teori Taba merupakan salah satu teori (dari beberapa teori) yang telah terkonseptualkan secara penuh dalair, bentuk deskriptif dengan cara membenarkan penggunaan teori kurikulum.
Sebagai graduate student, Hilda Taba belajar di bawah bimbingan Ralp Tyler di Universitas Chicago, dan kemudian bekeria dengannya dalam beberapa bidang studi evaluasi termasuk pada Eight Year Study. Untuk beberapa tahun, dia mengajar di San Fransisco State University, dan kapasitasnya, sebagai dosen (lecturer) dan teacher menjadikan dirinya menjadi sangat terlibat dalam berbagai aktivitas pelayanan dengan pendidik di Contra Costa, suatu sekolah yang ada di wilayah San Fransisco. Teorinya merefleksikan pengalaman-pengalaman praktik yang la perlukan ketika bekerja dengan para pendidik dan la juga mendapatkan berbagai teknik yang muncul dari pengalaman mengajar tersebut, serta beberapa prinsip spesifik mengenai proses berpikir yang dia kembangkan dari para ahli teori belajar kontemporer dan juga dari para ahli psikologi perkembangan. Bukunya tentang teori kurikulum dipublikasikan pertama kali dalam suatu volume cetakan yang begitu besar, yakm Curriculum Development.• Theory and Practice pada tahun 1962 dan selanjutnya: Teaching Strategic and Cognitive Functioning in Elementary School Children (1996) serta Teacher's Handbook for Elementary Social Studies (1967).
-          Prosesl Fase
Model proses ala Taba adalah berdasarkan model Tyler, tetapi is memasukkan beberapa pengembangan tertentu pada fase-fase pokok. Suatu hal yang paling penting dari modelnya adalah fase diagnosis (diagnosis stage) yang teriadi secara bebas untuk membentuk tujuan (objectives); pengembangan strategi­strategi kognitif secara khusus, dan pengembangan yang efektif serta penggunaan berbagai pendekatan untuk mengevaluasi pengembangan dan pertumbuhan keterampilan-keterampilan berpikir anak didik (dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini).
-          Teacher's role
Peran pendidik atau guru dalam pendekatan Taba adalah sebagai inisiator atau questioner, oner, tetapi dalam suatu dukungan tindakan yang berorientasikan lingkungan. Terserah kepada pendidik dalam memulai tugas, apakah memulai dengan menyeleksi berbagai generalisasi yang penting sebagai fokus atau dengan menggunakan bidang isi yang lugs atau topik dari generalisasi-generalisasi yang akan dimunculkan secara alamiah. Pendidik mendiagnosis situasi awal dalam membuka pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan informasi.
-          Classroom Climate
Dasar pendekatan Taba adalah supportive dan co-operative di ruangan kelas yang mana anak didik dan pendidik dapat mengekspresikan ide-ide dan opini mereka tanpa ada rasa khawatir mendapatkan bahan tertawaan/ejekan. Dengan demikian, pendidik/guru bertindak sebagai inisiator dalam Ease-Ease atau susunan-susunan, sedangkan anak didik mungkin dipecah ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengambil alih inisiatif-inisiatif setelah mereka memahami prosedur-prosedur yang ada.
-          Curriculum Development Examples
Kurikulum untuk social studies yang utama, yakm K-8 Social Studies Curriculum, dikembangkan oleh Taba dan telah digunakan selama tahun 1960-an dan 1970-an yang berjudul: Taba Program in Social Science Grades 1-7 Program tersebut mencakup sebelas konsep yang diproses dari bidang-bidang ilmu sosial, meskipun penekanannya pada keterampilan pengembangan pemikiran ketimbang pada pengembangan isi.

b.      Teori Skinner
Skinner berpendapat bahwa metode pengaturan langsung reinforcement secara positif harus digunakan di sekolah. Anak didik tidak boleti belajar secara simpel dengan hanya memenuhi pengalaman saja. Lingkungan luar perlu juga dieter secara teliti agar anak didik menjadi responsif dengan berbagai pekerjaan dan konsekuensi yang akan mereka kontrol dengan hati-hati. Hal ini dapat dan harus dilakukan dengan prosedur reinforce­ment yang tepat.
Teori Skinner didasarkan pada empat dasar asumsi, dan asumsi tersebut perlu dipertimbangkan ketika mengembang­kan kurikulum yang akurat. Yang pertama, karena semua tingkah laku ditujukan kepada variabel-variabel yang efektif dalam menghasilkan tujuan-tujuan yang ia targetkan. Kedua, karena tingkah laku dapat diobservasi dan diidentifikasi, sehingga pendidik pun bisa berkonsentrasi pada observasi dan pengakuan anak didik. Dari sana kemudian, pendidik mampu mengatasi setiap masalah utama yang dihadapi anak didik. Ketiga, anak didik juga akan merespons dengan care-care yang unik terhadap stimuli yang same. Untuk selanjutnya, bantuan (dari seorang pendidik) harus dibuat dengan tingkatan yang berbeda rnenurt:' perkembangannya. Keempat, tingkah  laku anak didik dapa-, diubah oleh bentuk reinforcement meskipun tingkah laku masa lalu mereka mungkin mengalami perbedaan. Pendidik harus fokus pada setiap hubungan fungsional yang terjadi antara anak didik dan lingkungan mereka.
-          Process/leases
Fase terakhir dalam perencanaan kurikulum adalah mem­berikan kesempatan kepada umpan batik pads situasi ruangan kelas secara aktual. Data perlu dikoleksi, apakah semua respons dicapai oleh anak didik sebagaimana yang dimaksudkan atau tidak- jika mereka tidak mencapainya, defisiensi pun terbentang dalam teknik pelayanannya, dan menjadi sangat penting untuk memperbaiki contoh-contoh stimulus dan reinforcer.
Karena fase perencanaannya jelas, fase-fase implementasi aktual dilengkapi dalam pendekatan Skinner yang bisa kerangkakan berikut ini:
1.    Present a stimulus;
2.    Observe or model a response (optimal);
3.    Provide practice in responding to the stimulus;
4.    Reinforce appropriate responses as immediately as possible. Goyce & Well, 1980: 336).


-          Teacher's Role dan Classroom Climate
Pendidik yang melaksanakan atau mengaplikasikan pendekatan Skinner harus menjadi seorang ahli perencana dan seseorang yang dipersiapkan untuk melaksanakan struktur ruangan kelas dengan sangat memuaskan. Meskipun seorang pendidik boleh menggunakan beberapa mater yang dipersiap­kan secara komersial, namun dia masih mempunyai persiapan berdasarkan pertimbangan melalui susunan seperti yang terlihat pads Label 6 di atas. jika alat bantu dan perlengkapan komputer tersedia, pendidik punya kesempatan membimbing anak didik yang lebih besar jumlahnya dan efisien dalam waktu mengajar sehingga dapat digunakan pads suatu periode dengan kelom­pok tutorial kecil. Kesimpulannya, togas guru/pendidik a" A memberi kepastian bahwa stimulasi yang direncanakan sedang dipresentasikan dan bahwa the reinforcer diberikan kapan dan di mana hat itu dianggap tepat.
Anak didik dalam lingkungan ini pun diatur sesuai de­ngan bentuk-bentuk reinforcer baik yang, negatif maupun positif. Dalam kebudayaan kasus, mereka mungkin akan bekerja pads tugas-tugas individu, khususnya jika materinya merupakan pro­gram berdasarkan komputer atau program tekstual. Mereka akan sadar bahwa tingkah laku yang tidak tepat tidak akan diberi penghargaan (rewards, reinforcer) oleh pendidik atau guru mereka.
-          Curriculum Development Examples
Teks-teks program dan pengajaran dengan menggunakan mesin banyak dikembangkan oleh berbagai perusahaan selama tahun 1950-an. Meskipun hal itu masih digunakan di ruangan kelas, peningkatan atau perkembangan komputer canggih balk hardware maupun software telah mampu membuat suatu produk yang sangat membantu kepentingan pengajaran balk untuk anak didik pada tingkat dasar maupun menengah. Bibliografi secara besar-besaran yang dikembangkan oleh pro­gram Computer Assisted Instruction (CAI) sekarang telah tersedia.
Selanjutnya banyak program kurikulum utama yang telah dikembangkan berdasarkan teori Skinner. Dalam beberapa contoh, program tersebut dikembangkan untuk anak didik de­ngan pelajaran yang spesifik dan anak didik yang tidak normal secara fisik. Program serupa juga telah dicoba secara luas, dievaluasi dan disetujui dengan keberhasilan yang memuaskan, seperti program pengajaran yang dikembangkan W.C. Becker, S. Engelmann, dan Dr. Thomas dalam buku A Modular Revi­sion of Teaching.
-          Evaluation of The Theory
Teori Skinner  berisi serangkaian artikulasi yang balk dan proposisinya berdasarkan konsep-konsep reinforcement dan op­erant conditioning. Skinner dan teman-temannya berhasil me­ngembangkan teknik bahasa yang balk dengan begitu luas dan efisien dalam menjelaskan struktur-struktur dan proses-proses yang dilibatkan dalam implementasi teorinya tersebut.
Teori Skinner pun disebarkan oleh para pendidik secara besar-besaran pada masyarakat umum. Teori tersebut menjelas‑kan salah sate aema yang dihadapi manusia saat ini, yakni konflik antara teknologi dan alam (Milhollan dan Forisha, 1972).

3.      Person-Centered Category
a.      Teorisasi Carl Rogers
Carl Rogers mengembangkan pendekatannya setelah bekerja praktik dengan para invididu Nien) di berbagai klinik sehingga is mengklaim (seperti halnya Taba) bahwa prinsip-prinsipnya telah diuji di berbagai situasi praktik. Pendekatannya tertumpu pada self directed learning yang pertama kali dijelaskan dalam bukunya Client-Centered Therapy (1951) dan kemudian di Freedom to Learn (1969). Orientasi Rogers diklasifikasikan sebagai pendekatan kurikulum, dan publikasi-publikasi yang dilakukannya selama lebih dari setahun memberikan perhitungan dan pertimbangan yang mendalam dan total terhadap elemen-elemen perencanaan dan pengajaran yang diperlukan untuk mengimplementasikan pendekatannya di ruang kelas. Secara mendetail, hal akan diung­kapkan dalam bagian berikut ini.
-          Major Goals/Frame of Reference
Rogers membuat asumsti dasar bahwa manusia pada da­sarnya adalah makhluk yang bebas dan unik, Berta dapat membuat pilihan-pilihan dalam setiap situasi. Lebih lanjut, is mengungkapkan bahwa kesadaran manusia merupakan suatu pribadi yang esensial, sedangkan kehidupan dunia internal dan tingkah laku manusia merupakan ekspresi terhadap fungsi-fungsi internal yang dapat diobservasi. Di dalam lingkungan sekolah, terdapat berbagai fasilitas yang menempatkan:
1.     Pengembangan akal individu dalam realitas;
2.     Kekuatan-kekuatan internal yang menyebabkan individu bisa bertindak;
3.     Pengembangan konsep pribadi (self concept) individu itu sendiri (Millholm & Forisha, 1972: 98).
Berbagai aktivitas tersebut dikembangkan lagi ke dalam Sembilan prinsip, dan kemudian dengan bersama-sama mereka menggambarkan tujuan pendekatannya untuk mengembang­kan fungsi seseorang secara penuh yang berimplikasi pada proses kurikulum. Tetapi, problem utama perencanaan proses kuri­kulum adalah tidak mungkin bisa memprediksi pengembangan pengalaman belajar yang diperlukan oleh sekelompok anak didik atau tingkah laku yang akan mereka tunjukkan. Rogers menjamin bahwa tindakan anak didik akan menjadi Bah menurut peraturan, sehingga tidak banyak memberikan bantuan untuk tugas-tugas perencanaan.
-          Process/Phrases, Teacher's Role, Classroom Climate
Dalam pendekatan Rogers, tidaklah mungkin menanyakan pertanyaan-pertanyaan tentang proses pengembangan tradisio­nal, yakni apa yang akan diajarkan atau apa yang sesungguhnya ingin diketahui oleh anak didik? Proses-proses atau fase-fase kurikulum merupakan hal yang sangat sulit didefinisikan, namun sangatlah mungkin untuk memisahkan pengembangan dengan suatu keadaan fase-fase yang diyakini dan suatu penempatan fase-fase individu atau kelompok.
-          Bar Curriculum Development Examples
Satu hal yang perlu diperhatikan dari pendekatan kurikulum adalah jumlah dan tingkat materi kurikulum yang dihasilkan berdasarkan materi tersebut.Pendekatan Rogers,dengan penekanannya pada student-initiated learning,tidak kondusif dengan hal itu,dan fakta menunjukkan bahwa hal itu antitesis terhadap penyebaran produksi paket-paket mengajar.Jika administrasi dan norma-norma pelaksanaan di sekolah primary dan secondary tidak leluasa dilakukan,hal itu akan membuat para pendidik sulit mengembangkan dan mengimplementasikan aktivitas-aktivitas kelasa berdasarkan pendekatan Rogers.
Namun,ada bukti dimana sekolah mau mengaplikasikan prinsip-prinsip Rogers.Hal ini bisa kita lihat di berbagai daerah di Australia,di mana ada sekolah-sekolah alternatif yang mengembangkan prinsip Rogers,seperti Schools without Walls di Canberra atau Kids school in Perth.
Bukti adanya modifikasi peneorian (theoryzing) yang dilakukan Rogers bisa dilihat di sejumlah proyek ternama,seperti Man A Course of Study (MACOS),yang berusaha menganalisis pertanyaan-pertanyaan:Whats is human about human being?Sejumlah unit proyek materi pendidikan sosial,seperti dalam lingkungan keluatga,juga memakai prinsip-prinsip Rogers yang telah dimodifikasi.Begitu juga dengan peningkatan secara bertahap dalam penelitian orientasi materi yang dipakai dalam student project dan student contarcts yang merefleksikan beberapa aspek dari pendekatan Rogers.

-          Evaluation
Meskipun Rogers dan teorinya mendapatkan dukungan dari nilai-nilai kebebasan dan eksplorasi langsung itu sendiri dalam kepustakaan kurikulum,namun pendekatannya sangatlah filosofis.Pendekatan Rogers menurut Refers (1975) tidak lengkap,karena pendekatan itu mengabaikan nilai-nilai filosofis utama,seperti keyakinan atau kepercayaan dan moralitas.
Kliebart (1974:178) menyerang pendekatan itu,karena Rogers menggunakan bentuk terminologi fasilitator dan teaching dengan begitu luas.dengan mendefinisikan teaching sebagai bagian dari pengetahuan dan keterampilan,Rogers mengembangkan straw-mean sehingga dia kemudian mencakupkan banyak aktivitas lain yang menjadi bagian dari pemindahan suatu peranan hubungan yang sebenarnya tidak akan lebih baik dibandingkan penggunaan terminologi teacher.

b.      Pendekatan Teorisasi William Pinar
William Pinar sangat dipengaruhi oleh para ahli seperti Klohr,McDonald,Gren dan Heubner dalam studi akademiknya di Ohio Stat University pada akhir 1960-an.Pinar tertarik dengan berbagai pendekatan kurikulum,yakni pendekatan psikoanalitis dan fenomenologi.dia adalah penggerak yang kuat dalam mengadakan berbagai konferensi tahunan bagi para conceptualistis,khususnya bagi para curriculum theoritis,yang pertama kalinya dilaksanakan di Rochester,USA tahun 1973.
-          Major Goal/Frame of Reference
Pada dasarnya,Pinar melaksanakan eksperimennya berdasarkan prinsip kehidupan.Ia menganjurkan agar semua komponen pendidikan (pendidik dan peserta didik) mengusahakan dialektika internal (Pinar,1980)Yakni,seseorang merespons suatu ide,sebuah teks terhadap orang lain.cara kita merespons akan membuat kita mengerti,mengembangkan serta mentransformasikan perasaan dan fikiran kita.Melalui pengalaman hidup dan refleksi dialetika,kita dapat mengembangkan kualitas kehidupan kita dan kehidupan orang lain.Oleh karena itu,Pinar tidak memberikan tujuan-tujuan spesifik terhadap suatu aktivitas kurikulum.Ia menganggap bahea perencanaan sedapat mungkin harus dijaga dari kepentingan individu,sehingga tujuan-tujuan spesifik tersebut tidak tergambar atau terpengaruh oleh kepentingan individu dalam aktivitas tersebut.
Walaupun demikian,Pinar sebenarnya sudah memberikan tujuan-tujuan umum,dan hal ini akan memberi kita pengertian akan berbagai referensi pribadinya,yakni:
·         Yang paling penting dan utama dari seorang pendidik adalah mampu menganalisis dan merefleksikan bias-bias mereka sendiri.dengan demikian,pendidik harus mampu menilai diri dan berperilaku yang baik sebelum memasuki dunia kehidupan anak didik
·         Para pendidik rekonseptual (reconceptualized teachers) saat berhadapan dengan anak didik harus menggambarkan kejernihan sifat,harus kreatif,jujur.
-          Process/Phases
Pinar tidak memberikan langkah-langkah dalam perencanaan kurikulum,karena ia beragumen bahwa tidaklah mungkin mendesain suatu kurikulum untuk yang lain.tetapi,ia juga menyadari bahwa adakalanya individu juga ingin memulai dan menjalani pengalaman-pengalaman hidup mereka sendiri dengan menggunakan terminologi currere.Dalam memberikan contoh untuk currere,Pinar (1980) berharap anak didik mulai membaca buku-buku yang ia anggap menarik dalam beberapa hal.Tujuannnya adalah untuk memberikan teks kepada diri sendiri namun tidak untuk di interpretasikan.Anak didik merekam bagian-bagian yang dicatat oleh anak didik dan mendiskusikan tema-tema yang yang direprentasikan olehnya.Kemudian,anak didik mempelajari tiap tema sampai bagian-bagian tersebut diidentifikasi.Selanjutnya,anak didik menulis catatan pendek sebagai tambahan bagi kondisi autobiografinya sendiri.Pendidik dan anak didik kemudian membandingkan bagian-bagian teks itu dengan bagian autobiografinya serta mengadakan diskusi sehingga bisa menemukan dan menganalisis berbagai pengalaman untuk mendapatkan transformasi dari knower dan known.
-          Teacher’s Role dan Classroom Climate
Pinar hanya sedikit membahas tentang peran guru atau pendidik,kecuali yang ada kaitannnya dengan hal di atas,bahwa pendidik harus menunjukkan diri mereka sendiri dalam suatu analitis historis biografi yang sama dengan saat pendidik mempromosikan dirinya di hadapan anak didik.Setiap anak didik harus mereflesikan pengalaman-pengalaman hidupnya meski harus mengakui bahwa pengalaman tidak menjamin kesuksesan atau sesuatu yang menyenangkan.pendidik juga harus mendorong anak didik untuk menggunakan imajinasinya mereka sebagai sesuatu yang berharga dalam menumbuhkan perasaan emosional.Selain itu,mereka juga perlu menghadapi trauma-trauma pribadi dan memperkaya kepuasan hidup mereka(Feinberg,1985:87-88).
Dengan konteks tersebut,Pinar (1982) mengungkapkan bahwa caring (kepedulian) adalah bagian yang paling relevan dalam ruang kelas.Ia berkata bahwa pendidik yang peduli bisa menerima terhadap orang lain.Dengan menggunakan tatap muka,para pendidik dapat mendemontrasikan kepada anak didik.Dengan tindakan-tindakan mereka,pendidik dapat berkomunikasi terhadap anak didik dan itu merupakan hal yang jauh lebih penting dari materi pelajaran yang mereka ajarkan.Caring merupakan sesuatu yang bersifat tambahan,sesuatu yang tidak spesifik,dan hal ini merupakan sentral dalam suatu ruangan kelas.
-          Curriculum Development Examples
Sangat sedikit contoh yang tersedia untuk mengilustrasikan bagaimana teori pinar dapat diaplikasikan di sekolah.Pinar,sebagaimana dilaporkan dalam Feinberg (1985:92),mengakui bahwa ia tidak menyodori sekolah sekolah di Amerika serikat untuk mengimplementasikan a reconceptualized curriculum, namun ini dapat dimengerti,karena teorinya dan teori-teori yang lain masih dalam proses pembangunan langkah-langkah lebih jelas.Meskipun demikian,bisa saja suatu saat mendapatkan beberapa impresi awal (tentang bagaimana teori Pinar dapat diaplikasikan si sekolah,dari contoh koleganya yang diberikan oleh koleganya yang bekerja dalam suatu kerangka kerja (rekonseptualis).
-          Evaluation
Sangatlah sulit mengevaluasi kontribusi Pinar dalam proses teori kurikulum.Dalam mendeskripsikan teori dan proses pembuatan teori,tidaklah semuanya tepat untuk mengaplikasikan teorinya Pinar.
Kelemahan utama teori Pinar (dan pengamat reconceptualis lain) adalah kurangnya analisis sehingga hanya memberikan pengertian yang bersifat praktis (Van Manen,1978).Kesulitan lainnya adalah teori pinar hanya memberikan garis besarnya saja sehingga sulit dioperasionalkan.Meskipun para pendidik mungkin terpengaruh dengan tulisan-tulisannya,tapi mereka tampak kurang memahami bentuk-bentuk praktiknya di ruang kelas.
Namun demikian,terdapat sejumlah pengembangan berarti yang telah dicapai oleh Pinar dan pengikutnya.Pinar telah menstimulasi imajinasi-imajinasi para pendidik dan juga mengungkapkan berbagai kendala pendekatan-pendekatan tradisional kurikulum yang ada.Dia juga mengkritik bagian akhir perencanaan yang rasional terhadap contoh yang dianggap komprehensif dalam ulasannya dan memiliki tingkat keyakinan yang tinggi.

Pinar dan koleganya juga telah menghasilkan konsep-konsep dan bahasa baru dalam proses teorisasi kurikulum. Bahasa baru tersebut diperlukan untuk menjelaskan segala perbedaan prospektif dan hubungan yang cukup memadai. Pinar dan kolega-koleganya menggunakan bentuk-bentuk tekhnis seperti: bermeneutics (proses interpretasi), praxis (aktivitas aktivitas yang diterima dari sikap dan pemecahan masalah), reflexility (self-analysis),phenomenological (fenomena yang menjadi dasar pengalaman), problematic (definisi segala konsep bidang yang dikaji,yang tidak hanya dari bentuk-bentuk yang dimasukkan,tapi juga apa yang telah dikeluarkan), currere (membuat pengalaman pribadi dengan mengingatkan dan merefleksikan pengalaman-pengalaman masa lalu seseorang di sekolah yang memproyesikan harapan-harapan seseorang di masa mendatang). Kesimpulannya, Pinar dan koleganya telah memberikan sesuatu yang menarik.Mereka adalah para pembuat dan perencana kurikulum melaui tulisan-tulisan yang pertama muncul di sekitar tahun 1970-an.Meskipun ada sedikit bahaya di sekitar tulisan tersebut yang terlalu banyak berkomentar di berbagai media yang ada (Rogers). Yang paling penting dari sumbangan mereka adalah mereka mengajak kita untuk mempertinggi tentang berbagai fenomena kurikulum.

D.    Fungsi Teori Kurikulum
Teori merupakan suatu alat disiplin ilmu dengan menentukan orientasi ilmu tersebut;memberikan kerangka konseptual tentantg cara mensistemasi,mengategorisasi dan mengadakan interrelasi data;fakta-fakta menjadi generalisasi empiris dan sistem generalisasi;meramalkan fakta-fakta;dan memperlihatkan kekurangan-kekurangan dalam pengetahuan manusia mengenai disiplin ilmu.
Menurut Nasution (1993:172),terdapat dua pendirian dalam kaitannya dengan fungsi teori kurikulum tersebut.Pertama,memandang fungsi teori kurikulum sebagai kegiatan intelektual,misalnya dalam hal memahami hakikat pengalaman dalam pendidikan dan pengajaran secara internal dan eksistensial.Dalam kegiatan intelektual tersebut,mereka menggunakan intuisi untuk membantu menganalisisnya. Namun,penelitian empiris belum dilakukan,karena bagi mereka teori kurikulum yang dimaksud bukanlah untuk memberi pegangan dalam pelaksanaan kurikulum dalam aktivitas pengajaran.
Persoalan keunikan dan kebebasan individu serta temporalitas dalam eksistensi dipersoalkan oleh mereka,dan kurikulum dilihat sebagai usaha moril dan bukan sebagai persoalan tekhnis.Bagi mereka,tujuan teori kurikulum adalah mengembangkan dan mengkritik konsep-konsep mengenai kurikulum dengan harapan bisa ditemukan konsep-konsep mengenai kurikulum.Tidak banyak penganut pendirian yang berfilosofis tersebut.
Kedua,pendirian yang diambil oleh mayoritas para ahli teori kurikulum,yakni dengan cara mencari berbagai pendekatan (approach) rasional mengenai cara-cara atau metode-metode pencapaian serta tujuan pendidikan dengan mengandalkan data empiris agar dapat memvalidasi keunggulan alat-alat tersebut dalam mencapai sasaran yang ada,sehingga keterkaitan yang kokoh antara teori dan praktik bisa menjadi pegangan dari pendirian ini.Teori kurikulum juga memiliki fungsi yang sangat krusial (penting) yang berhubungan dengan penyusunan, pengembangan,pembinaan,dan evaluasi kurikulum pada khususnya dan pendidikan pada umumnya. Dalam kaitan ini,Subandijah (1993:11) mengungkapkan bahwa ada empat fungsi kurikulum ,yakni 1)Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan memberikan alternatif yang mendetail dalam perencanaan kurikulum, 2)Sebagai landasan sistematis dalam pengambilan keputusan,memilih,menyusun dan membuat urutan isi kurikulum, 3)Merupakan pedoman dalam evaluasi formatif bagi kurikulum yang sedang berjalan, dan 4)Membantu mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan seseorang (pengembangan kurikulum)
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa fungsi teori kurikulum paling tidak memberi kerangka pegangan dalam pengembangan dan penelitian serta penilaian terhadap perkembangan kurikulum tersebut.Kemudian,fungsi kurikulum bisa juga untuk menjelaskan variabel-variabel yang berkaitan dengan aspek-aspek kurikulum yang dapat divalidasi secara empiris serta memberikan seperangkat prinsip dan hubungan yang dapat di tes secara empiris dalam pengembangan kurikulum.Akhirnya,fungsi teori tersebut merupakan aktivitas intelektual kreatif dengan mengembangkan,menganalis,dan mengoreksi sistem-sistem konseptual yang ada agar munculnya ide-ide dan cara-cara baru dalam pembicaraan kurikulum menjadi lebih bermanfaat atau berdaya guna dari sebelumnya,terutama bermanfaat untuk anak didik.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis.Kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan sehingga sesuai dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta masyarakat yang sedang membangun.Pengembangan kurikulum harus berdasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang berlaku.Maksudnya agar hasil pengembangan kurikulum itu sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah, sehingga dapat memperlancar pelaksanaan pendidikan di suatu negara dalam rangka mewujudkan ciri-ciri pembangunan dan pendidikan nasional bangsa yang bersangkutan.
Pengembangan kurikulum tersebut selalu menggunakan berbagai prinsip dan pendekatannya. Hal ini mempunyai arti bahwa kurikulum itu diharapkan dapat menghasilkan output yang berkualitas,mempunyai nilai relevansi terhadap pengembangan atau apa-apa yang akan terjadi di masa mendatang.Dengan kata lain,program-program yang ditawarkan oleh dunia pendidikan diharapkan memiliki arti yang mendalam bagi anak didik,keluarga,dan bangsa menurut perkembangan zaman.
Pengertian relevansi pada konteks ini tidak selalu sama artinya dengan kurikulum pendidikan di negara lain,karena banyak faktor lain yang turut andil mempengaruhi.Di Indonesia,misalnya kurikulumnya berdasarkan pancasila,UUD 1945,dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN),dan itu sama halnya di negara tertentu yang akan mempunyai landasan tertentu pula dalam pengembangan kurikulum.Agar kurikulum mempunyai arti bagi anak didik,efektif dan efisien serta sesuai dengan tujuan pendidikan yang dicita-citakan,pemahaman mengenai prinsip dan pendekatannya menjadi tidak kalah penting.

E.     Hubungan antara Teori Pendidikan dan Kurikulum
Pendidikan merupakan ilmu terapan (applied science), yaitu terapan dari ilmu atau disiplin lain terutama filsafat, psikologi, sosiologi dan humanitas. Sebagai ilmu terapan, perkembangan teori pendidikan berasal dari pemikiran–pemikiran filosofis-teoritis, penelitian empiris dalam praktik pendidikan.dengan latar belakang seperti itu, beberapa ahli menyatakan bahwa ilmu pendidikan merupakan ilmu yang “belum jelas”. Hal itu diperkuat oleh kenyataan bahwa cukup sulit untuk merumuskan teori pendidikan. Teori-teori pendidikan yang ada lebih menggambarkan pandangan filosofis, seperti teori pendidikan Langeveld, Kohnstam, dan sebagainya, atau lebih menekankan pada pengajaran seperti teori Gagne, Skinner, dan sebagainya.
Menurut Beauchamp (1975, hal. 34), teori pendidikan akan atau dapat berkembang tetapi perkembangannya pertama-tama dimulai pada sub-sub teorinya. Yang menjadi subteori dalam dari teori pendidikan adalah teori-teori dalam kurikulum. Pengajaran, evaluasi, bimbingan-konseling, dan administrasi pendidikan.
Ada dua kecendrungan perkembangan ilmu pendidikan, yaitu :
-          Perkembangan yang bersifat teoritis yang merupakan pengkajian masalah-masalah pendidikan dari sudut pandang lain, seperti filsafat, psikologi dan lain-lain.
-          Perkembangan ilmu pendidikan dari praktik pendidikan. Keduanya dapat saling membantu, melengkapi, dan memperkaya. Dalam kenyataan, tidak selalu terjadi hal yang demikian. Hanya sedikit hasil-hasil pengkajian teoritis yang diterapkan para pelaksana pendidikan. Sebagai contoh: teori J.J Rousseau yang menekankan pendidikan alam dengan peranan anak sebagai subjek yang penuh potensi, hampir tidak ada yang melaksanakannya secara penuh., kecuali beberapa prinsip utamanya, itupun dengan modifikasi. Sebaliknya para pendidik dilapangan melaksanakan praktik pendidikan yang lebih didasarkan kebutuhan-kebutuhan praktis, sekalipun tidak banyak dilandasi oleh teori-teori yang kuat.
Selain itu, menurut Hugh C. Black dalam bukunya A Four-fold Classification of Edicational theories (1966), mengemukakan empat teori pendidikan yaitu, teori tradisional, teori progresif, teori hasil belajar, dan teori proses belajar. Teori tradisional menekankan fungsi pendidikan sebagai pemelihara dan penerus warisan budaya, teori progresif memandang pendidikan sebagai penggali potensi anak-anak, dalam teori ini anak menempati kedudukan yang sentral dalam pendidikan. Teori hasil belajar sesuai dengan namanya mengutamakan hasil, sedangkan teori proses belajar mengutamakan proses belajar.


























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Keberadaan teori kurikulum belum mantap atau dengan kata lain belum bisa dibentuk. Teori kurikulum, pada dasarnya bukanlah hal yang stabil atau mantap keberadaannya, sebagaimana diungkapkan di muka, namun is selalu berkembang mengikun perkembangan rains dan teknologi. Seperti halnya dalam mengambil keputusan praktis lainnya, teori dapat dimanfaatkan dalam pengambilan (keputusan praktik (pelaksanaan) sistem kurikulum dan sistem pendidikan yang memang memerlukan sifat elektif.
B.     Saran
Lembaga pendidikan semestinya dapat menghasilkan calon-calon penerus yang tinggi secara sumber daya manusianya. Oleh karena itu system pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsure pembentuk pendidikan yang unggul.
Dalam hal ini, ada tiga hal penting yang harus kita perhatikan dengan baik, yaitu :
1.      Kerjasama yang terpadu antara sekolah, masyarakat, dan keluarga.
Ketiga hal ini  menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.
2.      Kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi.
Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Dengan adanya kurikulum yang sering gonta ganti akhir-akhir ini, pendidikan kita jadi sedikit membingungkan, apalagi bagi masyarakat awam.
3.      Orientasi pendidikan ditujukan pada kepribadian islam  dan penguasaan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi umat.
Ketiga hal ini merupakan goal yang kita tuju.berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
Sistem pendidikan yang sekarang ini tentunya masih perlu banyak perbaikan disana-sini dan semestinya kita memperbaharui sistem yang ada untuk kebaikan kita semua. Berusaha terus untuk menghasilkan generasi berkepribadian islam yang mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia.



DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah. (2009). Pengembangan Kurikulum (teori dan praktik). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Junaidi, Wawan. (2009). Teori Kurikulum. [online]. Tersedia: http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/11/teori-kurikulum.html/ [18 November 2010].
Sudrajat, Akhmad. (2008). Hubungan Teori Pendidikan dengan Kurikulum. [online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/teori-pendidikan-dan-kurikulum/ [18 November 2010].


No comments:

Post a Comment