BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Studi
tentang kurikulum dewasa ini semakin mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan
yang menekuni bidang pengembangan kurikulum, teknologi pendidikan dan
administrasi pendidikan. Studi ini dianggap menepati bagian terpenting dalam
studi pengembangan kurikulum dan administrasi pendidikan. Hal ini wajar, sebab
kurikulum adalah komponen penting dan merupakan alat pendidikan yang sangat
vital dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Itu sebabnya, setiap institusi
pendidikan, baik formal dan non formal,
harus memiliki kurikulum yang sesuai dan serasi, tepat guna dengan kedudukan,
fungsi dan peranan serta tujuan lembaga tersebut. Jadi artinya, bermutu atau
tidaknya sebuah institusi pendidikan sangat bergantung pada sistem
kurikulumnya.
Menilik
dari hal-hal di atas telah melatarbelakangi kelompok kami dalam menyusun
makalah ini. Sebelum membahas pengembangan kurikulum lebih mendalam, alangkah
lebih baiknya kita mengetahui teori-teori pendidikan dan kurikulum, karena ini
merupakan fondasi untuk memahami pengembangan kurikulum.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah
ini kami akan memaparkan beberapa poin mengenai :
a. Apa yang dimaksud dengan teori
pendidikan?
b. Bagaimana pendekatan-pendekatan dalam teori
pendidikan?
c. Apa yang dimaksud dengan teori
kurikulum?
d. Apa fungsi dari teori kurikulum?
e. Bagaimana hubungan antara teori
pendidikan dengan kurikulum?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
kami melakukan penulisan makalah ini adalah untuk :
a. Menjelaskan pengertian teori pendidikan.
b. Menjelaskan pendekatan-pendekatan dalam
teori pendidikan.
c. Menjelaskan pengertian teori kurikulum.
d. Menjelaskan fungsi dari teori kurikulum.
e. Menjelaskan hubungan antara teori
pendidikan dengan kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori Pendidikan
Kurikulum memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan teori
pendidikan. Suatu kurikulum disusun
dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum
dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu.
Nana
S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat )
teori pendidikan, yaitu :
1. Pendidikan klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada
filsafat klasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan Eksistensialisme dan
memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan
meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan
dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu
pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah
disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai
peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang
pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
2. Pendidikan pribadi
Teori
pendidikan ini bertolak dari asumsi
bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan
harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan
bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik
menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi
kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan
pelayan peserta didik.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi
pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang
bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan
keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis
merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual
(kurikulum subjek akademis).
3. Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep
pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan
pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang
berbeda. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan
penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan
pemeliharaan budaya lama.
Dalam teori pendidikan ini, isi pendidikan
dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus, berupa data-data obyektif dan
keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi
disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan
dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar
secara individual.
Peserta
didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan
secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera
digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih
banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
4. Pendidikan interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep
pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial
yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan
interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari
guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru.
Lebih dari itu, dalam teori
pendidikan ini, interaksi juga
terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan,
antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi melalui
berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar
mempelajari fakta-fakta.
Peserta didik mengadakan pemahaman
eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat
menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi
pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
B.
Pendekatan-Pendekatan dalam Teori Pendidikan
Pendidikan dapat dilihat dalam dua
sisi yaitu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai teori.
Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat
diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta
didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori
yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang
berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai
gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman
pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk
melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas. Diantara keduanya
memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya
berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan
seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam
praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan
dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan.
Terkait dengan upaya
mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan, diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3)
pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).
1.
Pendekatan Sains
Pendekatan sains
yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan dan memecahkan
masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu sebagai
dasarnya. Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan
prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris
menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui pendekatan
sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu pendidikan, dengan berbagai cabangnya, seperti: (1)
sosiologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam
pendidikan; (2) psikologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan perkembangan individu dalam
belajar; (3) administrasi atau manajemen pendidikan; suatu cabang ilmu
pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya
memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai
secara efektif dan efisien; (4) teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu
pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan teknologi untuk mengkaji aspek
metodologi dan teknik belajar yang efektif dan efisien; (5) evaluasi
pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi
pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa;
(6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi.
Tentunya masih banyak cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya yang terus semakin
berkembang yang dihasilkan melalui berbagai kajian ilmiah.
2.
Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi
yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan
dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena
masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang
hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah
yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh
pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat
dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan
pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan
hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak
bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan
diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam. Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan
melalui metode berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang
pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model: (1) model filsafat
spekulatif; (2) model filsafat preskriptif; (3) model filsafat analitik.
Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada,
merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala
yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan intelektual
yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam
keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan pengalaman Filsafat preskriptif
berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian tentang
nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian tentang seni,
menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek.
Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan
gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif
memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat. Filsafat
analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata, istilah-istilah, dan
pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau gagasan untuk
menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang dipergunakan secara hati dan
cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam sistem berfikir (disarikan
dari Uyoh Sadulloh, 1994). Terdapat beberapa aliran dalam filsafat,
diantaranya: idealisme, materialisme, realisme dan pragmatisme (Ismaun, 2001).
Aplikasi aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan kemudian menghasilkan
filsafat pendidikan,
yang selaras dengan aliran-aliran filsafat tersebut. Filsafat pendidikan akan
berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan
konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam merumuskan tujuan dan
kebijakan pendidikan. Dari kajian tentang filsafat pendidikan selanjutnya
dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya: (1) perenialisme; (2)
esensialisme; (3) progresivisme; dan (4) rekonstruktivisme. (Ella Yulaelawati,
2003).Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan
keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan
dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari.
Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut ,
kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.
3.
Pendekatan Religi
Pendekatan
religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan
bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan
dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk
menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja
pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara
kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan
religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut
orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru
kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan
teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam
bukunya “ Ilmu Pendidikan
dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu
Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis
Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat
aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya
(Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan
demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat
buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.
Sementara itu,
Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu
muslim yang sempurna dengan ciri-ciri : (1) memiliki jasmani yang sehat, kuat
dan berketerampilan; (2) memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu
menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan
filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan
filsafat dan (3) memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati
yang berkemampuan dengan alam gaib.
Mengingat
kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori
pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan
menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan
holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan
memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang
lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner.
C.
Teori Kurikulum
Menurut para ahli, keberadaan teori kurikulum belum
mantap atau dengan kata lain belum bisa
dibentuk. Meskipun demikian, banyak ahli yang
menyumbangkan buah pikirannya agar terbentuk teori
kurikulum yang akurat. Karenanya, upaya-upaya ke arah terjadinya suatu teori
kurikulum sebagai science of
curriculum terus
dikembangkan. Kesulitan-kesulitan
dalam menjadikan teori kurikulum disebabkan
berbagai faktor, antara
lain karena para ahli, yaitu:
James
B. MacDonald, mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum
merupakan an historical accident yang berlangsung secara kebetulan, acak
dan tidak sistematis. Pemikiran mengenai kurikulum tidak dilakukan
secara sistematis berdisarkan apa yang dicapai sebelumnya. Karenanya,
pengembangan kurikulum mesti didahului dengan pembentukan sistem dan model konseptual yang seterusnya diuji melalw penelitian
empiric yang sistematis (Nasution, 1993:175).
Colin Marsh dan Ken Stafford (1984:22-23) menyatakan
bahwa: Granted that theory
building in the field of curriculum is very difficult, it is worth considering wheather succesful
theories have been produced in other fields of
endeavor Scientific theories, such as in the physical and biological sciences,
have been developed over many decades. Such theories usually contain wriable
which systematize or unify research findings from seemingly unrelated
phenomena, to generate research hypotheses, to make prediction and to provide
explanation. Papat dipastikan bahwa membangun teori kurikulum itu merupakan
pekerjaan. sulit. Mempertimbangkan yang berarti mengingat teori-teori yang
sudah berhasil
dibentuk ternyata memerlukan usaha yang keras. Teori-teori ilmu pengetahuan
seperti dalam bidang fisika dan biologi telah dikembangkan selama berabad-abad.
Kesimpulan
dari pendapat-pendapat di atas adalah terdapat bermacam-macam alasan mengapa
sulit membuat teori kurikulum. Pertama, belum terdapat definisi kurikulum yang
diterima secara umum. Defmisi tersebut mencakup dari hal yang sempit (berupa
matapelajaran) sampai yang luas, yakni meliputi sernua kehidupan manusia. Kedua, belum bisa
ditentukan dengan jelas mengenai batas-batas materi yang menjadi wilayah
penelitiannya. Kembali kepada teori kurikulum, pada dasarnya bukanlah hal yang
stabil atau mantap keberadaannya, sebagaimana diungkapkan di muka, namun is
selalu berkembang mengikun perkembangan rains dan teknologi. Seperti halnya
dalam mengambil keputusan praktis lainnya, teori dapat dimanfaatkan dalam
pengambilan (keputusan praktik (pelaksanaan) sistem kurikulum dan sistem pendidikan yang memang
memerlukan sifat elektif.
Berbagai asumsi utama yang diungkapkan para pembuat teori
kurikulum (curriculum theories) adalah
berbagai pertanyaan epistemologi mengenai pengetahuan yang diseleksi untuk isi
kurikulum dan mengapa bisa seperti itu. Terdapat pertanyaan-pertanyaan serupa yang telah dilontarkan para.
pendidik selama beberapa abad.
Mungkin tidak penting mengkhususkan isi secara khusus, namun yang
penting adalah petunjuk-petunjuk dapat dibangun dan dibenarkan mengenai
prinsip-prinsip umum penyeleksian.
Klasifikasi
Theories dan Theorizing
Sebagaimana diterangkan di atas, terdapat banyak
problem pokok dalam menciptakan teori-teori
kurikulum, dan banyak yang berpendapat bahwa kita masih harus
menghasilkan suatu teori kurikulum yang
akurat dan dapat digunakan terus
menerus. Tetapi, jika kita menggunakan kriteria
bahwa suatu teori kurikulum, bersama dengan teori-teori yang lain, harus
berisi petunjukpetunjuk dan uraian
elemen-elemen, maka dapat diargumentasikan bahwa terdapat sejumlah
contoh teori-teori kurikulum.
B. F. Skinner mempunyai teori operant
conditioning dan diusulkan sebagai suatu teori belajar pada tahun 1953. Akhirnya,
dia mengaplikasikan teorinya dengan lebih langsung melakukan pengajaran di luar
keras. Tetapi, teori itu masih menyisakan tantangan yang lain dalam
mengaplikasikan teori Skinner ke dalam suatu area kurikulum yang lebih
spesifik, seperti yang dilakukan Becker
Engelmenn dan Thomas (1945).
Proses
peneorian lain yang diusahakan oleh pekerja kurikulum dan spesialis yang
bekerja pada bidang kurikulum menunjukkan suatu spektrum keseluruhan yang
menampakkan berbagai spesialisasi intuisi belaka dalam mendekati teori-teori.
Hal itu tergambar pada bidang-bidang,
seperti: 11mu. Psikoterapi, Sosiologi, Filsafat, Ekonomi dan Manajemen.
Sebagian dari usaha-usaha tersebut
menunjukkan suatu usaha keras dari individu-individu (contoh, Carl
Rogers dan Paul Hirst), sementara yang lain menunjukkan usaha-usaha keras
terhadap banyak individu dan kelompok (sebagai contoh unit teknologi
pendidikan di USA dan UK).
1. Skema Lain Klasifikasi
Skema
klasifikasi digunakan untuk mempertahankan berbagai bagian berdasarkan dua
kategori yang telah ada, yakni structured,/ controlled dan person-centered.
Kategori pertama, structured/controlled category, dipilih untuk mencontohkan
tingkatan dari proses peneorian yang terfokus pada perencanaan yang rasional,
terfokus pada struktur, dan juga pada cara-cara pengawasan atau pengontrolan
hasil (outcomes), selain juga melakukan pengontrolan sekolah secara umum. Yang
termasuk dalam kategori ini adalah dua teori yang dikembangkan Taba dan
Skinner.
Kategori kedua
adalah the person-centered category yang memiliki penekanan atau perhatian pada
lmgkungan sekolah. Upaya yang dilakukan kategori ini adalah membongkar
seluk-beluk asumsi yang belum diuji mengenai persekolahan. Proposal dibuat demi
kesadaran, harapan, dan kemungkinan yang akan dihadapi anak didik. Termasuk
dalam kategori ini adalah contoh-contoh theorising yang dilakukan oleh Carl
Rogers dan Wifliam. Pinar. Pada periode tahun 1950-an dan 1960-an, Carl Rogers
dan koleganya mengembangkan pendekatan selj-'directed learning. Sedangkan
konsep Pinar mengungkapkan suatu contoh kontemporer tentang self actualization
anak didik dengan penekanannya pada self reflection dan aktivitas otobiografi.
2. Contoh Structured/Controlled Category
a. Teori Hilda Taba
Teori induktif yang dikembangkan Hilda
Taba cenderun." memfokuskan pada proses berpikir, namun proyek
pengembangar, kurikulum berikutnya telah menekankan suatu disiphn yang solid
(Durkin et. al., 1997). Teori Taba merupakan salah satu teori (dari beberapa
teori) yang telah terkonseptualkan secara penuh dalair, bentuk deskriptif
dengan cara membenarkan penggunaan teori kurikulum.
Sebagai graduate student, Hilda Taba
belajar di bawah bimbingan Ralp Tyler di Universitas Chicago, dan kemudian
bekeria dengannya dalam beberapa bidang studi evaluasi termasuk pada Eight Year
Study. Untuk beberapa tahun, dia mengajar di San Fransisco State University,
dan kapasitasnya, sebagai dosen (lecturer) dan teacher menjadikan dirinya
menjadi sangat terlibat dalam berbagai aktivitas pelayanan dengan pendidik di
Contra Costa, suatu sekolah yang ada di wilayah San Fransisco. Teorinya
merefleksikan pengalaman-pengalaman praktik yang la perlukan ketika bekerja
dengan para pendidik dan la juga mendapatkan berbagai teknik yang muncul dari
pengalaman mengajar tersebut, serta beberapa prinsip spesifik mengenai proses
berpikir yang dia kembangkan dari para ahli teori belajar kontemporer dan juga
dari para ahli psikologi perkembangan. Bukunya tentang teori kurikulum
dipublikasikan pertama kali dalam suatu volume cetakan yang begitu besar, yakm
Curriculum Development.• Theory and Practice pada tahun 1962 dan selanjutnya:
Teaching Strategic and Cognitive Functioning in Elementary School Children
(1996) serta Teacher's Handbook for Elementary Social Studies (1967).
-
Prosesl
Fase
Model proses ala Taba adalah
berdasarkan model Tyler, tetapi is memasukkan beberapa pengembangan tertentu
pada fase-fase pokok. Suatu hal yang paling penting dari modelnya adalah fase diagnosis (diagnosis stage) yang
teriadi secara bebas untuk membentuk tujuan (objectives); pengembangan
strategistrategi kognitif secara khusus, dan pengembangan yang efektif serta
penggunaan berbagai pendekatan untuk mengevaluasi pengembangan dan pertumbuhan
keterampilan-keterampilan berpikir anak didik (dapat dilihat pada tabel 5 di
bawah ini).
-
Teacher's role
Peran pendidik atau guru dalam
pendekatan Taba adalah sebagai inisiator atau questioner, oner, tetapi dalam
suatu dukungan tindakan yang berorientasikan lingkungan. Terserah kepada
pendidik dalam memulai tugas, apakah memulai dengan menyeleksi berbagai
generalisasi yang penting sebagai fokus atau dengan menggunakan bidang isi yang
lugs atau topik dari generalisasi-generalisasi yang akan dimunculkan secara
alamiah. Pendidik mendiagnosis situasi awal dalam membuka pertanyaan-pertanyaan
untuk mendapatkan informasi.
-
Classroom Climate
Dasar pendekatan Taba adalah supportive
dan co-operative di ruangan kelas yang mana anak didik dan pendidik dapat
mengekspresikan ide-ide dan opini mereka tanpa ada rasa khawatir mendapatkan
bahan tertawaan/ejekan. Dengan demikian, pendidik/guru bertindak sebagai
inisiator dalam Ease-Ease atau susunan-susunan, sedangkan anak didik mungkin
dipecah ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengambil alih
inisiatif-inisiatif setelah mereka memahami prosedur-prosedur yang ada.
-
Curriculum Development Examples
Kurikulum untuk social studies yang
utama, yakm K-8 Social Studies Curriculum, dikembangkan oleh Taba dan telah
digunakan selama tahun 1960-an dan 1970-an yang berjudul: Taba Program in
Social Science Grades 1-7 Program tersebut mencakup sebelas konsep yang
diproses dari bidang-bidang ilmu sosial, meskipun penekanannya pada
keterampilan pengembangan pemikiran ketimbang pada pengembangan isi.
b. Teori Skinner
Skinner berpendapat bahwa metode pengaturan langsung reinforcement secara positif harus digunakan di sekolah. Anak didik tidak boleti belajar secara simpel dengan hanya
memenuhi pengalaman saja.
Lingkungan luar perlu juga dieter secara teliti agar anak didik menjadi responsif dengan berbagai
pekerjaan dan konsekuensi yang akan mereka kontrol dengan hati-hati. Hal ini dapat dan harus dilakukan dengan prosedur reinforcement
yang tepat.
Teori Skinner didasarkan pada empat dasar asumsi, dan asumsi tersebut perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan
kurikulum yang akurat. Yang pertama, karena semua tingkah laku ditujukan kepada variabel-variabel
yang efektif dalam menghasilkan
tujuan-tujuan yang ia targetkan. Kedua, karena tingkah laku dapat
diobservasi dan diidentifikasi, sehingga
pendidik pun bisa berkonsentrasi pada observasi dan pengakuan anak didik. Dari sana kemudian,
pendidik mampu mengatasi setiap
masalah utama yang dihadapi anak didik. Ketiga, anak didik juga akan merespons dengan care-care
yang unik terhadap stimuli yang same.
Untuk selanjutnya, bantuan (dari seorang pendidik) harus dibuat dengan
tingkatan yang berbeda rnenurt:' perkembangannya. Keempat, tingkah laku anak didik dapa-, diubah oleh bentuk
reinforcement meskipun tingkah laku masa lalu mereka mungkin mengalami
perbedaan. Pendidik harus fokus pada setiap hubungan fungsional yang terjadi
antara anak didik dan lingkungan mereka.
-
Process/leases
Fase
terakhir dalam perencanaan kurikulum adalah memberikan kesempatan kepada umpan batik pads
situasi ruangan kelas secara aktual. Data
perlu dikoleksi, apakah semua respons dicapai oleh anak didik
sebagaimana yang dimaksudkan atau tidak-
jika mereka tidak mencapainya, defisiensi pun terbentang dalam teknik
pelayanannya, dan menjadi sangat penting untuk memperbaiki contoh-contoh
stimulus dan reinforcer.
Karena
fase perencanaannya jelas, fase-fase implementasi aktual dilengkapi dalam pendekatan Skinner yang bisa kerangkakan
berikut ini:
1. Present a
stimulus;
2. Observe or
model a response (optimal);
3. Provide
practice in responding to the stimulus;
4. Reinforce appropriate responses as immediately as possible. Goyce
& Well, 1980: 336).
-
Teacher's
Role dan Classroom Climate
Pendidik
yang melaksanakan atau mengaplikasikan pendekatan Skinner harus menjadi seorang
ahli perencana dan seseorang yang dipersiapkan untuk melaksanakan struktur
ruangan kelas dengan sangat memuaskan. Meskipun seorang pendidik boleh
menggunakan beberapa mater yang dipersiapkan secara komersial, namun dia masih
mempunyai persiapan berdasarkan
pertimbangan melalui susunan seperti yang terlihat pads Label 6 di atas. jika
alat bantu dan perlengkapan komputer tersedia, pendidik punya kesempatan
membimbing anak didik yang lebih besar jumlahnya dan efisien dalam
waktu mengajar sehingga dapat digunakan pads
suatu periode dengan kelompok tutorial kecil. Kesimpulannya, togas
guru/pendidik a" A memberi kepastian bahwa stimulasi yang direncanakan
sedang dipresentasikan dan bahwa the
reinforcer diberikan kapan dan di mana hat itu dianggap tepat.
Anak didik dalam lingkungan ini pun diatur sesuai dengan bentuk-bentuk reinforcer baik yang, negatif
maupun positif. Dalam kebudayaan kasus, mereka
mungkin akan bekerja pads tugas-tugas individu, khususnya jika materinya
merupakan program berdasarkan komputer atau
program tekstual. Mereka akan sadar
bahwa tingkah laku yang tidak tepat tidak akan diberi penghargaan (rewards,
reinforcer) oleh pendidik atau guru mereka.
-
Curriculum
Development Examples
Teks-teks
program dan pengajaran dengan menggunakan mesin banyak dikembangkan oleh
berbagai perusahaan selama tahun 1950-an. Meskipun hal itu masih digunakan di
ruangan kelas, peningkatan atau perkembangan komputer canggih balk hardware maupun
software telah mampu membuat suatu produk yang sangat membantu
kepentingan pengajaran balk untuk anak didik
pada tingkat dasar maupun menengah. Bibliografi secara besar-besaran
yang dikembangkan oleh program Computer Assisted Instruction (CAI) sekarang
telah tersedia.
Selanjutnya
banyak program kurikulum utama yang telah dikembangkan berdasarkan teori
Skinner. Dalam beberapa contoh, program tersebut dikembangkan untuk anak didik
dengan pelajaran yang spesifik dan anak didik yang tidak normal secara fisik.
Program serupa juga telah dicoba secara luas, dievaluasi dan disetujui dengan
keberhasilan yang memuaskan, seperti program
pengajaran yang dikembangkan W.C. Becker, S. Engelmann, dan Dr. Thomas
dalam buku A Modular Revision of Teaching.
-
Evaluation
of The Theory
Teori
Skinner berisi serangkaian artikulasi
yang balk dan proposisinya berdasarkan
konsep-konsep reinforcement dan operant conditioning. Skinner
dan teman-temannya berhasil mengembangkan teknik bahasa yang balk dengan
begitu luas dan efisien dalam menjelaskan struktur-struktur dan proses-proses
yang dilibatkan dalam implementasi teorinya tersebut.
Teori
Skinner pun disebarkan oleh para pendidik secara besar-besaran pada masyarakat
umum. Teori tersebut menjelas‑kan salah sate aema yang dihadapi manusia saat
ini, yakni konflik antara teknologi dan alam (Milhollan dan Forisha, 1972).
3. Person-Centered Category
a. Teorisasi Carl Rogers
Carl Rogers mengembangkan pendekatannya
setelah bekerja praktik dengan para invididu Nien) di berbagai klinik sehingga
is mengklaim (seperti halnya Taba) bahwa prinsip-prinsipnya telah diuji di
berbagai situasi praktik. Pendekatannya tertumpu pada self directed learning
yang pertama kali dijelaskan dalam bukunya Client-Centered Therapy (1951) dan
kemudian di Freedom to Learn (1969). Orientasi Rogers diklasifikasikan sebagai
pendekatan kurikulum, dan publikasi-publikasi yang dilakukannya selama lebih
dari setahun memberikan perhitungan dan pertimbangan yang mendalam dan total
terhadap elemen-elemen perencanaan dan pengajaran yang diperlukan untuk
mengimplementasikan pendekatannya di ruang kelas. Secara mendetail, hal akan
diungkapkan dalam bagian berikut ini.
-
Major
Goals/Frame of Reference
Rogers
membuat asumsti dasar bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk
yang bebas dan unik, Berta dapat membuat pilihan-pilihan dalam setiap situasi.
Lebih lanjut, is mengungkapkan bahwa kesadaran manusia merupakan suatu pribadi
yang esensial, sedangkan kehidupan dunia internal dan tingkah laku manusia merupakan ekspresi terhadap fungsi-fungsi internal
yang dapat diobservasi. Di dalam lingkungan sekolah, terdapat berbagai
fasilitas yang menempatkan:
1.
Pengembangan
akal individu dalam realitas;
2.
Kekuatan-kekuatan internal yang menyebabkan individu bisa
bertindak;
3.
Pengembangan
konsep pribadi (self concept) individu itu sendiri (Millholm &
Forisha, 1972: 98).
Berbagai
aktivitas tersebut dikembangkan lagi ke dalam Sembilan
prinsip, dan kemudian dengan bersama-sama mereka menggambarkan tujuan
pendekatannya untuk mengembangkan fungsi
seseorang secara penuh yang berimplikasi pada proses kurikulum. Tetapi,
problem utama perencanaan proses kurikulum
adalah tidak mungkin bisa memprediksi pengembangan pengalaman belajar yang diperlukan oleh
sekelompok anak didik atau tingkah
laku yang akan mereka tunjukkan. Rogers menjamin bahwa tindakan anak didik akan menjadi Bah menurut peraturan,
sehingga tidak banyak memberikan bantuan untuk tugas-tugas perencanaan.
-
Process/Phrases,
Teacher's Role, Classroom Climate
Dalam pendekatan Rogers, tidaklah mungkin menanyakan pertanyaan-pertanyaan
tentang proses pengembangan tradisional, yakni apa yang akan diajarkan atau
apa yang sesungguhnya ingin diketahui oleh anak didik? Proses-proses atau
fase-fase kurikulum merupakan hal yang sangat sulit didefinisikan, namun
sangatlah mungkin untuk memisahkan pengembangan dengan suatu keadaan fase-fase
yang diyakini dan suatu penempatan fase-fase individu atau kelompok.
-
Bar
Curriculum Development Examples
Satu hal yang perlu diperhatikan dari pendekatan
kurikulum adalah jumlah dan tingkat materi kurikulum yang dihasilkan
berdasarkan materi tersebut.Pendekatan Rogers,dengan penekanannya pada
student-initiated learning,tidak kondusif dengan hal itu,dan fakta menunjukkan
bahwa hal itu antitesis terhadap penyebaran produksi paket-paket mengajar.Jika
administrasi dan norma-norma pelaksanaan di sekolah primary dan secondary tidak
leluasa dilakukan,hal itu akan membuat para pendidik sulit mengembangkan dan
mengimplementasikan aktivitas-aktivitas kelasa berdasarkan pendekatan Rogers.
Namun,ada bukti dimana sekolah mau mengaplikasikan
prinsip-prinsip Rogers.Hal ini bisa kita lihat di berbagai daerah di
Australia,di mana ada sekolah-sekolah alternatif yang mengembangkan prinsip
Rogers,seperti Schools without Walls di Canberra atau Kids school in Perth.
Bukti adanya modifikasi peneorian (theoryzing) yang
dilakukan Rogers bisa dilihat di sejumlah proyek ternama,seperti Man A Course
of Study (MACOS),yang berusaha menganalisis pertanyaan-pertanyaan:Whats is
human about human being?Sejumlah unit proyek materi pendidikan sosial,seperti
dalam lingkungan keluatga,juga memakai prinsip-prinsip Rogers yang telah
dimodifikasi.Begitu juga dengan peningkatan secara bertahap dalam penelitian
orientasi materi yang dipakai dalam student project dan student contarcts yang
merefleksikan beberapa aspek dari pendekatan Rogers.
-
Evaluation
Meskipun
Rogers dan teorinya mendapatkan dukungan dari nilai-nilai kebebasan dan
eksplorasi langsung itu sendiri dalam kepustakaan kurikulum,namun pendekatannya
sangatlah filosofis.Pendekatan Rogers menurut Refers (1975) tidak
lengkap,karena pendekatan itu mengabaikan nilai-nilai filosofis utama,seperti
keyakinan atau kepercayaan dan moralitas.
Kliebart
(1974:178) menyerang pendekatan itu,karena Rogers menggunakan bentuk
terminologi fasilitator dan teaching dengan begitu luas.dengan mendefinisikan
teaching sebagai bagian dari pengetahuan dan keterampilan,Rogers mengembangkan
straw-mean sehingga dia kemudian mencakupkan banyak aktivitas lain yang menjadi
bagian dari pemindahan suatu peranan hubungan yang sebenarnya tidak akan lebih
baik dibandingkan penggunaan terminologi teacher.
b. Pendekatan Teorisasi William Pinar
William
Pinar sangat dipengaruhi oleh para ahli seperti Klohr,McDonald,Gren dan Heubner
dalam studi akademiknya di Ohio Stat University pada akhir 1960-an.Pinar
tertarik dengan berbagai pendekatan kurikulum,yakni pendekatan psikoanalitis
dan fenomenologi.dia adalah penggerak yang kuat dalam mengadakan berbagai
konferensi tahunan bagi para conceptualistis,khususnya bagi para curriculum
theoritis,yang pertama kalinya dilaksanakan di Rochester,USA tahun 1973.
-
Major Goal/Frame of Reference
Pada dasarnya,Pinar melaksanakan eksperimennya
berdasarkan prinsip kehidupan.Ia menganjurkan agar semua komponen pendidikan
(pendidik dan peserta didik) mengusahakan dialektika internal
(Pinar,1980)Yakni,seseorang merespons suatu ide,sebuah teks terhadap orang
lain.cara kita merespons akan membuat kita mengerti,mengembangkan serta
mentransformasikan perasaan dan fikiran kita.Melalui pengalaman hidup dan
refleksi dialetika,kita dapat mengembangkan kualitas kehidupan kita dan
kehidupan orang lain.Oleh karena itu,Pinar tidak memberikan tujuan-tujuan
spesifik terhadap suatu aktivitas kurikulum.Ia menganggap bahea perencanaan
sedapat mungkin harus dijaga dari kepentingan individu,sehingga tujuan-tujuan
spesifik tersebut tidak tergambar atau terpengaruh oleh kepentingan individu
dalam aktivitas tersebut.
Walaupun demikian,Pinar sebenarnya sudah memberikan
tujuan-tujuan umum,dan hal ini akan memberi kita pengertian akan berbagai
referensi pribadinya,yakni:
·
Yang
paling penting dan utama dari seorang pendidik adalah mampu menganalisis dan
merefleksikan bias-bias mereka sendiri.dengan demikian,pendidik harus mampu
menilai diri dan berperilaku yang baik sebelum memasuki dunia kehidupan anak
didik
·
Para
pendidik rekonseptual (reconceptualized teachers) saat berhadapan dengan anak
didik harus menggambarkan kejernihan sifat,harus kreatif,jujur.
-
Process/Phases
Pinar tidak memberikan langkah-langkah dalam
perencanaan kurikulum,karena ia beragumen bahwa tidaklah mungkin mendesain suatu
kurikulum untuk yang lain.tetapi,ia juga menyadari bahwa adakalanya individu
juga ingin memulai dan menjalani pengalaman-pengalaman hidup mereka sendiri
dengan menggunakan terminologi currere.Dalam memberikan contoh untuk
currere,Pinar (1980) berharap anak didik mulai membaca buku-buku yang ia anggap
menarik dalam beberapa hal.Tujuannnya adalah untuk memberikan teks kepada diri
sendiri namun tidak untuk di interpretasikan.Anak didik merekam bagian-bagian
yang dicatat oleh anak didik dan mendiskusikan tema-tema yang yang
direprentasikan olehnya.Kemudian,anak didik mempelajari tiap tema sampai
bagian-bagian tersebut diidentifikasi.Selanjutnya,anak didik menulis catatan
pendek sebagai tambahan bagi kondisi autobiografinya sendiri.Pendidik dan anak
didik kemudian membandingkan bagian-bagian teks itu dengan bagian
autobiografinya serta mengadakan diskusi sehingga bisa menemukan dan
menganalisis berbagai pengalaman untuk mendapatkan transformasi dari knower dan
known.
-
Teacher’s Role dan Classroom Climate
Pinar hanya sedikit membahas tentang peran guru atau
pendidik,kecuali yang ada kaitannnya dengan hal di atas,bahwa pendidik harus
menunjukkan diri mereka sendiri dalam suatu analitis historis biografi yang
sama dengan saat pendidik mempromosikan dirinya di hadapan anak didik.Setiap
anak didik harus mereflesikan pengalaman-pengalaman hidupnya meski harus
mengakui bahwa pengalaman tidak menjamin kesuksesan atau sesuatu yang
menyenangkan.pendidik juga harus mendorong anak didik untuk menggunakan
imajinasinya mereka sebagai sesuatu yang berharga dalam menumbuhkan perasaan
emosional.Selain itu,mereka juga perlu menghadapi trauma-trauma pribadi dan
memperkaya kepuasan hidup mereka(Feinberg,1985:87-88).
Dengan konteks tersebut,Pinar (1982) mengungkapkan
bahwa caring (kepedulian) adalah bagian yang paling relevan dalam ruang
kelas.Ia berkata bahwa pendidik yang peduli bisa menerima terhadap orang
lain.Dengan menggunakan tatap muka,para pendidik dapat mendemontrasikan kepada
anak didik.Dengan tindakan-tindakan mereka,pendidik dapat berkomunikasi
terhadap anak didik dan itu merupakan hal yang jauh lebih penting dari materi
pelajaran yang mereka ajarkan.Caring merupakan sesuatu yang bersifat
tambahan,sesuatu yang tidak spesifik,dan hal ini merupakan sentral dalam suatu
ruangan kelas.
-
Curriculum Development Examples
Sangat sedikit contoh yang tersedia untuk
mengilustrasikan bagaimana teori pinar dapat diaplikasikan di
sekolah.Pinar,sebagaimana dilaporkan dalam Feinberg (1985:92),mengakui bahwa ia
tidak menyodori sekolah sekolah di Amerika serikat untuk mengimplementasikan a
reconceptualized curriculum, namun ini dapat dimengerti,karena teorinya dan
teori-teori yang lain masih dalam proses pembangunan langkah-langkah lebih
jelas.Meskipun demikian,bisa saja suatu saat mendapatkan beberapa impresi awal
(tentang bagaimana teori Pinar dapat diaplikasikan si sekolah,dari contoh
koleganya yang diberikan oleh koleganya yang bekerja dalam suatu kerangka kerja
(rekonseptualis).
-
Evaluation
Sangatlah sulit mengevaluasi kontribusi Pinar dalam
proses teori kurikulum.Dalam mendeskripsikan teori dan proses pembuatan
teori,tidaklah semuanya tepat untuk mengaplikasikan teorinya Pinar.
Kelemahan utama teori Pinar (dan pengamat
reconceptualis lain) adalah kurangnya analisis sehingga hanya memberikan pengertian
yang bersifat praktis (Van Manen,1978).Kesulitan lainnya adalah teori pinar
hanya memberikan garis besarnya saja sehingga sulit dioperasionalkan.Meskipun
para pendidik mungkin terpengaruh dengan tulisan-tulisannya,tapi mereka tampak
kurang memahami bentuk-bentuk praktiknya di ruang kelas.
Namun
demikian,terdapat sejumlah pengembangan berarti yang telah dicapai oleh Pinar
dan pengikutnya.Pinar telah menstimulasi imajinasi-imajinasi para pendidik dan
juga mengungkapkan berbagai kendala pendekatan-pendekatan tradisional kurikulum
yang ada.Dia juga mengkritik bagian akhir perencanaan yang rasional terhadap
contoh yang dianggap komprehensif dalam ulasannya dan memiliki tingkat
keyakinan yang tinggi.
Pinar dan koleganya juga telah
menghasilkan konsep-konsep dan bahasa baru dalam proses teorisasi kurikulum. Bahasa
baru tersebut diperlukan untuk menjelaskan segala perbedaan prospektif dan
hubungan yang cukup memadai. Pinar dan kolega-koleganya menggunakan
bentuk-bentuk tekhnis seperti: bermeneutics (proses interpretasi), praxis
(aktivitas aktivitas yang diterima dari sikap dan pemecahan masalah), reflexility
(self-analysis),phenomenological (fenomena yang menjadi dasar pengalaman), problematic
(definisi segala konsep bidang yang dikaji,yang tidak hanya dari bentuk-bentuk
yang dimasukkan,tapi juga apa yang telah dikeluarkan), currere (membuat
pengalaman pribadi dengan mengingatkan dan merefleksikan pengalaman-pengalaman
masa lalu seseorang di sekolah yang memproyesikan harapan-harapan seseorang di
masa mendatang). Kesimpulannya, Pinar dan koleganya telah memberikan sesuatu
yang menarik.Mereka adalah para pembuat dan perencana kurikulum melaui
tulisan-tulisan yang pertama muncul di sekitar tahun 1970-an.Meskipun ada
sedikit bahaya di sekitar tulisan tersebut yang terlalu banyak berkomentar di
berbagai media yang ada (Rogers). Yang paling penting dari sumbangan mereka
adalah mereka mengajak kita untuk mempertinggi tentang berbagai fenomena
kurikulum.
D.
Fungsi Teori Kurikulum
Teori merupakan
suatu alat disiplin ilmu dengan menentukan orientasi ilmu tersebut;memberikan
kerangka konseptual tentantg cara mensistemasi,mengategorisasi dan mengadakan
interrelasi data;fakta-fakta menjadi generalisasi empiris dan sistem
generalisasi;meramalkan fakta-fakta;dan memperlihatkan kekurangan-kekurangan
dalam pengetahuan manusia mengenai disiplin ilmu.
Menurut Nasution
(1993:172),terdapat dua pendirian dalam kaitannya dengan fungsi teori kurikulum
tersebut.Pertama,memandang fungsi teori kurikulum sebagai kegiatan
intelektual,misalnya dalam hal memahami hakikat pengalaman dalam pendidikan dan
pengajaran secara internal dan eksistensial.Dalam kegiatan intelektual
tersebut,mereka menggunakan intuisi untuk membantu menganalisisnya.
Namun,penelitian empiris belum dilakukan,karena bagi mereka teori kurikulum
yang dimaksud bukanlah untuk memberi pegangan dalam pelaksanaan kurikulum dalam
aktivitas pengajaran.
Persoalan
keunikan dan kebebasan individu serta temporalitas dalam eksistensi
dipersoalkan oleh mereka,dan kurikulum dilihat sebagai usaha moril dan bukan
sebagai persoalan tekhnis.Bagi mereka,tujuan teori kurikulum adalah
mengembangkan dan mengkritik konsep-konsep mengenai kurikulum dengan harapan
bisa ditemukan konsep-konsep mengenai kurikulum.Tidak banyak penganut pendirian
yang berfilosofis tersebut.
Kedua,pendirian
yang diambil oleh mayoritas para ahli teori kurikulum,yakni dengan cara mencari
berbagai pendekatan (approach) rasional mengenai cara-cara atau metode-metode
pencapaian serta tujuan pendidikan dengan mengandalkan data empiris agar dapat
memvalidasi keunggulan alat-alat tersebut dalam mencapai sasaran yang
ada,sehingga keterkaitan yang kokoh antara teori dan praktik bisa menjadi
pegangan dari pendirian ini.Teori kurikulum juga memiliki fungsi yang sangat
krusial (penting) yang berhubungan dengan penyusunan,
pengembangan,pembinaan,dan evaluasi kurikulum pada khususnya dan pendidikan
pada umumnya. Dalam kaitan ini,Subandijah (1993:11) mengungkapkan bahwa ada
empat fungsi kurikulum ,yakni 1)Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan
memberikan alternatif yang mendetail dalam perencanaan kurikulum, 2)Sebagai
landasan sistematis dalam pengambilan keputusan,memilih,menyusun dan membuat
urutan isi kurikulum, 3)Merupakan pedoman dalam evaluasi formatif bagi
kurikulum yang sedang berjalan, dan 4)Membantu mengidentifikasi kesenjangan
pengetahuan seseorang (pengembangan kurikulum)
Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa fungsi teori kurikulum paling tidak memberi kerangka
pegangan dalam pengembangan dan penelitian serta penilaian terhadap
perkembangan kurikulum tersebut.Kemudian,fungsi kurikulum bisa juga untuk
menjelaskan variabel-variabel yang berkaitan dengan aspek-aspek kurikulum yang
dapat divalidasi secara empiris serta memberikan seperangkat prinsip dan
hubungan yang dapat di tes secara empiris dalam pengembangan
kurikulum.Akhirnya,fungsi teori tersebut merupakan aktivitas intelektual
kreatif dengan mengembangkan,menganalis,dan mengoreksi sistem-sistem konseptual
yang ada agar munculnya ide-ide dan cara-cara baru dalam pembicaraan kurikulum
menjadi lebih bermanfaat atau berdaya guna dari sebelumnya,terutama bermanfaat
untuk anak didik.
Kurikulum
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis.Kurikulum harus
selalu dikembangkan dan disempurnakan sehingga sesuai dengan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi serta masyarakat yang sedang membangun.Pengembangan kurikulum
harus berdasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang
berlaku.Maksudnya agar hasil pengembangan kurikulum itu sesuai dengan minat,
bakat, kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah, sehingga dapat
memperlancar pelaksanaan pendidikan di suatu negara dalam rangka mewujudkan
ciri-ciri pembangunan dan pendidikan nasional bangsa yang bersangkutan.
Pengembangan
kurikulum tersebut selalu menggunakan berbagai prinsip dan pendekatannya. Hal
ini mempunyai arti bahwa kurikulum itu diharapkan dapat menghasilkan output
yang berkualitas,mempunyai nilai relevansi terhadap pengembangan atau apa-apa
yang akan terjadi di masa mendatang.Dengan kata lain,program-program yang
ditawarkan oleh dunia pendidikan diharapkan memiliki arti yang mendalam bagi
anak didik,keluarga,dan bangsa menurut perkembangan zaman.
Pengertian
relevansi pada konteks ini tidak selalu sama artinya dengan kurikulum
pendidikan di negara lain,karena banyak faktor lain yang turut andil
mempengaruhi.Di Indonesia,misalnya kurikulumnya berdasarkan pancasila,UUD
1945,dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN),dan itu sama halnya di negara
tertentu yang akan mempunyai landasan tertentu pula dalam pengembangan
kurikulum.Agar kurikulum mempunyai arti bagi anak didik,efektif dan efisien
serta sesuai dengan tujuan pendidikan yang dicita-citakan,pemahaman mengenai
prinsip dan pendekatannya menjadi tidak kalah penting.
E.
Hubungan antara
Teori Pendidikan dan Kurikulum
Pendidikan
merupakan ilmu terapan (applied science), yaitu terapan dari ilmu atau disiplin
lain terutama filsafat, psikologi, sosiologi dan humanitas. Sebagai ilmu
terapan, perkembangan teori pendidikan berasal dari pemikiran–pemikiran filosofis-teoritis,
penelitian empiris dalam praktik pendidikan.dengan latar belakang seperti itu,
beberapa ahli menyatakan bahwa ilmu pendidikan merupakan ilmu yang “belum
jelas”. Hal itu diperkuat oleh kenyataan bahwa cukup sulit untuk merumuskan
teori pendidikan. Teori-teori pendidikan yang ada lebih menggambarkan pandangan
filosofis, seperti teori pendidikan Langeveld, Kohnstam, dan sebagainya, atau
lebih menekankan pada pengajaran seperti teori Gagne, Skinner, dan sebagainya.
Menurut Beauchamp (1975, hal. 34), teori
pendidikan akan atau dapat berkembang tetapi perkembangannya pertama-tama
dimulai pada sub-sub teorinya. Yang menjadi subteori dalam dari teori
pendidikan adalah teori-teori dalam kurikulum. Pengajaran, evaluasi,
bimbingan-konseling, dan administrasi pendidikan.
Ada dua
kecendrungan perkembangan ilmu pendidikan, yaitu :
-
Perkembangan
yang bersifat teoritis yang merupakan pengkajian masalah-masalah pendidikan
dari sudut pandang lain, seperti filsafat, psikologi dan lain-lain.
-
Perkembangan
ilmu pendidikan dari praktik pendidikan. Keduanya dapat saling membantu,
melengkapi, dan memperkaya. Dalam kenyataan, tidak selalu terjadi hal yang
demikian. Hanya sedikit hasil-hasil pengkajian teoritis yang diterapkan para
pelaksana pendidikan. Sebagai contoh: teori J.J Rousseau yang menekankan
pendidikan alam dengan peranan anak sebagai subjek yang penuh potensi, hampir
tidak ada yang melaksanakannya secara penuh., kecuali beberapa prinsip
utamanya, itupun dengan modifikasi. Sebaliknya para pendidik dilapangan melaksanakan
praktik pendidikan yang lebih didasarkan kebutuhan-kebutuhan praktis, sekalipun
tidak banyak dilandasi oleh teori-teori yang kuat.
Selain
itu, menurut Hugh C. Black dalam
bukunya A Four-fold Classification of
Edicational theories (1966), mengemukakan empat teori pendidikan yaitu,
teori tradisional, teori progresif, teori hasil belajar, dan teori proses
belajar. Teori tradisional menekankan fungsi pendidikan sebagai pemelihara dan
penerus warisan budaya, teori progresif memandang pendidikan sebagai penggali
potensi anak-anak, dalam teori ini anak menempati kedudukan yang sentral dalam
pendidikan. Teori hasil belajar sesuai dengan namanya mengutamakan hasil,
sedangkan teori proses belajar mengutamakan proses belajar.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan sebagai praktik yakni
seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan
tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh
perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat
pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk
menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan
peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan
(empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna
pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun
1945, kurikulum pendidikan nasional
telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
Sebab, kurikulum
sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum
nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD
1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan
dalam merealisasikannya.
Keberadaan teori kurikulum belum mantap atau
dengan kata lain belum bisa dibentuk. Teori kurikulum, pada dasarnya bukanlah
hal yang stabil atau mantap keberadaannya, sebagaimana diungkapkan di muka,
namun is selalu berkembang mengikun perkembangan rains dan teknologi. Seperti
halnya dalam mengambil keputusan praktis lainnya, teori dapat dimanfaatkan
dalam pengambilan (keputusan praktik (pelaksanaan) sistem kurikulum dan sistem
pendidikan yang memang
memerlukan sifat elektif.
B.
Saran
Lembaga pendidikan
semestinya dapat menghasilkan calon-calon penerus yang tinggi secara sumber
daya manusianya. Oleh karena itu system pendidikan yang ada harus memadukan
seluruh unsure pembentuk pendidikan yang unggul.
Dalam hal ini, ada tiga hal penting
yang harus kita perhatikan dengan baik, yaitu :
1.
Kerjasama yang terpadu antara sekolah, masyarakat, dan keluarga.
Ketiga hal ini menggambarkan kondisi faktual obyektif
pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di
samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.
2.
Kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK
hingga Perguruan Tinggi.
Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi
ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Dengan
adanya kurikulum yang sering gonta ganti akhir-akhir ini, pendidikan kita jadi
sedikit membingungkan, apalagi bagi masyarakat awam.
3.
Orientasi pendidikan ditujukan pada kepribadian islam dan
penguasaan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi umat.
Ketiga hal ini merupakan goal yang kita tuju.berorientasi pada
pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan
panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
Sistem
pendidikan yang sekarang ini tentunya masih perlu banyak perbaikan disana-sini
dan semestinya kita memperbaharui sistem yang ada untuk kebaikan kita semua.
Berusaha terus untuk menghasilkan generasi berkepribadian islam yang mampu
mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamalik, Oemar. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Sekolah Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah. (2009). Pengembangan Kurikulum (teori dan praktik).
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Junaidi, Wawan. (2009). Teori Kurikulum. [online]. Tersedia: http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/11/teori-kurikulum.html/
[18 November 2010].
Sudrajat, Akhmad. (2008). Hubungan Teori Pendidikan dengan Kurikulum.
[online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/teori-pendidikan-dan-kurikulum/
[18 November 2010].
No comments:
Post a Comment