Rahmat
13770019
Pascasarjana UIN Maliki Malang
Program Magister PAI
Malang, Maret 2014
A.
PENDAHULUAN
Menurut
undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 57
ayat 1, evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan nasional
sebagai bentuk akuntabilitas penyelengara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
di antaranya terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan.
Evaluasi yang dilakukan tentu saja tidak dapat terlepas dari proses
pengukuran dan penilaian. Bagi sebagian besar pendidik,
istilah pengukuran, penilaian, evaluasi adalah istilah yang sering digunakan
dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Lebih khusus bagi guru Bimbingan
dan Konseling pelaksanaan pengukuran, penilaian dan evaluasi terhadap program,
proses maupun hasil pelayanan perlu dilaksanakan sebagai upaya peningkatan mutu
pelayanan bimbingan dan konseling.
Namun permasalahan yang timbul ternyata masih banyak pendidik belum
mengetahui tentang hakikat pengukuran, penilaian/assessment dan evaluasi. Penggabungan makna maupun penyamaaan makna
antara ketiganya masih sering ditemui. Padahal penting bagi pendidik untuk
mengetahui definisi ataupun konsep ketiga hal tersebut agar dalam
pelaksanaannya tidak terjadi kekeliruan maupun tumpang tindih.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Memang tidak semua orang menyadari bawa setiap saat kita selalu
melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita
jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian.
Dari dua kalimat di atas kita sudah menemui tiga buah istilah
yaitu: pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Sementara orang lebih cenderung
mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga
dalam memakainya hanya tergantung dari kata mana yang sedang siap untuk
diucapkannya. Akan tetapi sementara orang lain, membedakan ketiga istilah
tersebut.
Untuk memahami persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara
ketiganya, dapat dipahami melalui contoh-contoh di bawah ini:
a.
Apabila
ada orang yang akan memberi sebatang pensil kepada kita, dan kita disuruh
memilih antara dua pensil yang tidak sama panjangnya, maka tentu saja kita akan
memilih yang “panjang”. Kita tidak akan memilih yang “pendek” kecuali ada
alasan yang sangat khusus.
b.
Pasar,
merupakan suatu tempat bertemunya orang-orang yang akan menjual dan membeli.
Sebelum menentukan barang yang akan dibelinya, seorang pembeli akan memilih
dahulu mana barang yang lebih “baik” menurut ukurannya. Apabila ia ingin
membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning, dan kulitnya halus.
Semuanya itu dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya, jenis
jeruk-jeruk yang demikian ini rasanya akan manis. Sedangkan jeruk yang masih
kecil, hijau, dan kulitnya agak kasar, biasanya masam rasanya.
Dari contoh-contoh di atas ini dapat kita simpulkan bahwa sebelum
menentukan pilihan, kita mengadakan penilaian terhadap benda-benda yang
akan kita pilih. Dalam contoh pertama kita memilih mana pensil yang lebih
panjang, sedangkan dalam contoh kedua kita menentukan dengan perkiraan kita
atas jeruk yang baik, yaitu yang rasanya manis.
Untuk dapat mengadakan penilaian, kita mengadakan pengukuran
terlebih dahulu. Jika ada penggaris, maka sebelum menentukan mana pensil yang
lebih panjang, kita ukur dahulu kedua pensil tersebut. Dan setelah mengetahui
beberapa panjang masing-masing pensil itu, kita mengadakan penilaian dengan
melihat bandingan panjang antara kedua pensil tersebut.
Dua langkah kegiatan yang dilakukan sebelum mengambil barang
disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat
mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran.
· Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran
bersifat kuantitatif.
· Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran
baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
· Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai.
Dalam istilah asingnya, pengukuran adalah measurement,
sedangkan penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah
diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan
mengukur terlebih dahulu).[1]
Untuk menjawab pertanyaan kasus perumpamaan di atas dapat dicermati
dengan teliti, dan akhirnya diperoleh kesamaan, diantaranya :
· Kedua batasan merupakan alat atau metode yang digunakan untuk
mencari dan menggali data dari para subjek didik atau peserta didik.
· Evaluasi dan pengukuran merupakan metode untuk membuat keputusan
terhadap anak didik.
· Pengukuran memiliki cakupan yang lebih sempit dibanding evaluasi
yang mengkuantitatifkan fenomena yang muncul dari subjek yang dievaluasi.
· Evaluasi dapat melalui proses pengukuran jika para guru ingin
menstransfer data kuantitatif dan tanpa melalui pengukuran ketika data
kualitatif diinginkan oleh guru.[2]
Disamping ada banyak persamaan, terdapat perbedaan dari pengukuran, penilaian dan evaluasi
adalah :
Terkait ruang lingkup, maka evaluasi lebih luas ruang lingkupnya dengan
penilaian, sedangkan penilaian atau pengukuran lebih terfokus pada aspek
tertentu dan merupakan bagian dari ruang lingkup evaluasi.[3]
Tentang penilaian dengan pengukuran juga ada perbedaan yang sangat prinsip,
penilaian bersifat kualitatif, sedangkan pengukuran bersifat kuantitatif
(skor). Perbedaan dua istilah tersebut adalah pengukuran memberi jawaban
terhadap pertanyaan “how much”, sedangkan penilaian akan memberikan
jawaban terhadap pertanyaan “what value”.[4]
Pengukuran adalah proses membandingkan sesuatu (bisa berupa fisik seperti
tinggi, berat, atau non fisik seperti kecerdasan, kemampuan akademik dll)
dengan suatau ukuran yang bersifat kuantitatif, kemudian kalau penilaian adalah
suatu proses pemaknaan terhadap sesuatu
dengan menggunakan tolak ukur tertentu yang bersifat kualitatif, seperti baik
buruk, panjang pendek, dsb. Sedangkan evaluasi adalah proses pengambilan keputusan
yang didasarkan atas hasil penilaian tersebut.[5]
Pengukuran, penilaian, dan evaluasi merupakan suatu bentuk hierarki
kegiatan yang harus dilakukan oleh pendidik termasuk guru bimbingan dan
konseling. Ketiganya merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas
pelayanan bimbingan dan konseling. Berbagai data yang diperoleh dari proses di
atas merupakan bahan bagi guru bimbingan dan konseling dalam mengambil
keputusan yang tentunya harus didasarkan atas data objektif dan intrepetasi
data yang akurat.
Test dan penilaian dilakukan untuk menghasilkan skor, dan skor
berupa angka. Jadi, jika kita ingin memikirkan dan menggunakan nilai tes, kita
harus siap untuk memikirkan dan mengolah dengan angka. Angka-angka yang
mewakili nilai ujian dapat diatur untuk memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan,
tapi pertama kita harus tahu jenis pertanyaan tersebut. Setelah kita memiliki
pertanyaan dalam pikiran, kita dapat mulai bertanya angka berapa dapat diatur
untuk memberikan jawabannya.[6]
Misalnya, untuk melakukan evaluasi maka awalnya perlu dilakukan pengukuran.
Setelah diperoleh data yang berbentuk angka (pengukuran) maka perlu diberikan
penilaian. Contohnya seorang guru Bimbingan dan Konseling mengamati siswa A
membuang sampah di halaman sekolah sebanyak 3 kali (pengukuran), berdasarkan
patokan nilai apa yang dilakukan siswa A tergolong salah (penilaian), guru BK
mencari tahu penyebab siswa A membuang sampah sembarangan dan memutuskan untuk
memberikan pengertian kepada siswa tersebut baik secara individual, kelompok
maupun klasikal untuk menjaga kebersihan sekolah (evaluasi).
2.
Prinsip-prinsip Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
a. Prinsip-prinsip pengukuran prestasi
belajar
Seperti telah dikemukakan terdahulu, hasil tes prestasi merupakan
salah-satu informasi penting guna pengambilan keputusan pendidikan. Namun perlu
diingat bahwa apabila informasi tersebut merupakan informasi yang benar dan
dapat dipercaya tergantung pada sejauh mana tes yang digunakan itu memenuhi
kriteria sebagai tes prestasi yang layak. Tes prestasi yang layak tentulah
dapat diperoleh apabila penyusunannya didasari oleh prinsip-prinsip pengukuran
yang berlaku sehingga menjadi sarana yang positif dalam meningkatkan proses
belajar-mengajar.[7]
Gronlund (1977) dalam
bukunya mengenai penyusunan tes prestasi merumuskan beberapa prinsip dasar
dalam pengukuran prestasi belajar, antara lain :[8]
1) Tes harus mengukur hasil belajar
yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan intruksional.
Prinsip ini menjadi langkah pertama dalam penyusunan tes prestasi
belajar, yaitu langkah pembatasan tujuan ukur. Identifikasi dan pembatasan
tujuan ukur harus bersumber dan mengacu pada tujuan instruksional yang telah
digariskan bagi suatu program.
2) Tes prestasi harus mengukur suatu
sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh
program instruksioanl atau pengajaran.
Untuk dapat dikatakan mengukur hasil belajar materi pelajaran
secara keseluruhan, sampel pertanyaan yang termuat dalam tes harus
representatif yakni harus menanyakan semua bagian materi yang dicakup oleh
suatu program secara proporsioanl.
3)
Tes
prestasi harus beerisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur
hasil belajar yang diinginkan.
4)
Tes
prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan
hasilnya.
5)
Reliabilitas
tes prestasi harus diusahakan setinggi munkin dan hasil ukurnya harus
ditafsirkan dengan hati-hati.
6)
Tes
prestasi dapat digunakan (bermanfaat) untuk
meningkatkan belajar para anak didik.
b.
Prinsip-prinsip Penilaian
Kini banyak orang khususnya para guru atau pengajar mulai menyadari
bahwa masalah pengukuran dan penilain prestasi belajar siswa dan mahasiswa
bukanlah pekerjaan yang mudah, yang dapat dilakukan secara intuitif atau secara
trial and error saja. Untuk dapat melakukan pengukuran dan penilaian
secara efektif diperlukan latihan dan penguasaan teori-teori yang relevan
dengan tujuan dari proses-belajar-mengajar sebagai bagian yang tidak terlepas
dari kegiatan pendidikan sebagai suatu sistem.
Sehubungan dengan itu, dalam uraian berikut ini akan membahas
beberapa prinsip penilaian yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam
pelaksanaan penilaian dan prosedur pemberian nilai. Adapun beberapa prinsip
penilaian itu ialah sebagai berikut :
1) Penilaian hendaknya didasari atas
hasil pengukuran yang komprehensif. Penilaian
didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya maupun
jenisnya. Untuk itu dituntut pelaksanaan penilaian secara sinambung dan
penggunaan bermacam-macam teknik pengukuran. Dengan macam dan jumlah ujian yang
lebih banyak, prestasi siswa dapat diungkapkan secara lebih mantap meskipun
harus dicatat macam dan jumlah ujian harus dibarengi dengan kualitas
soal-soalnya, yang sesuai dengan fungsinya sebagai alat ukur.
2) Harus dibedakan antara penskoran
(Scoring) dan penilaian (grading).
Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka, sedangkan
dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi
hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa dan mahasiswa yang memperoleh
angka-angka tersebut di dalam skala tertentu, misalnya skala tentang
baik-buruk, bisa di terima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus.
Dalam penskoran, perhatian terutama ditujukan kepada kecermatan dan
kemantapan (accuracy dan reliability); sedangkan dalam penilaian,
perhatian ditujukan kepada validitas dan kegunaan (validity dan utility).
3) Kegiatan pemberian nilai merupakan bagian integral dari PBM. Tujuan penilaian untuk
mengetahui status siswa dan menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya
terhadap bahan pelajaran, juga digunakan sebagai feedback (umpan balik),
baik kepada siswa sendiri maupun bagi guru atau pengajar. Dari hasil tes,
pengajar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa tertentu sehingga
selanjutnya dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang diperbuatnya
dan memberi reinforcemence bagi prestasinya yang baik.
4) Penilaian harus bersifat komparabel.
Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu
dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memperoleh
nilai yang sama pula. Penilaian yang tidak adil mudah menimbulkan frustasi pada
siswa dan mahasiswa, yang selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa
dan mahasiswa sehingga pembentukan afektif dirusak karenanya.
5) Sistem penilaian yang dipergunakan
hendaknya jelas bagi siswa dan pengajar.
Sumber ketidakberesan dalam penilaian terutama adalah tidak jelasnya sistem
penilaian itu sendiri bagi para guru atau pengajar: apa yang dinilai serta
macam skala penilaian yang dipergunakan dan makna masing-masing skala itu. Apa
pun skala yang dipakai dalam penilaian, apakah skala 0 – 4 atau A, B, C, D, dan
F (TL), hendaknya dipahami benar-benar apa isi dan maknanya.
Meskipun untuk masing-masing sekolah dan lembaga pendidikan tinggi
umumnya telah ditentukan kriteria tiap skala penilaian yang dipergunakannya,
seperti baik sekali - baik – cukup –
sedang – kurang – kurang sekali, belum dapat memberikan kejelasan yang memadai
bagi keperluan penilaian yang lebih baik. Dalam usaha merumuskan karakteristik
siswa beserta prestasinya yang secara ideal menggambarkan tingkat nilai pada
tiap anak, skala penilaian demi pengembangan sistem penilaian kiranya perlu
dipertibangkan.[9]
c.
Prinsip-prinsip
Evaluasi
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu
adanya triangulasi – atau hubungan erat tiga komponen, yaitu antara:
1.
Tujuan
pembelajaran
2.
Kegiatan
pembelajaran dan KBM, dan
3.
Evaluasi
Triangulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
Tujuan
KBM Evaluasi
Penjelasan dari bagan triangulasi di
atas adalah demikian.
a)
Hubungan
antara tujuan dengan KBM
Kegiatan
belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru
dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah
yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna
bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM,
menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
b)
Hubungan
antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi
adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah
tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke
tujuan. Di lain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi
ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.
c)
Hubungan
antara KBM dengan evaluasi
Seperti yang sudah disebutkan dalam nomor (1), KBM dirancang dan
disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula
dalam nomor (2) bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan.
Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan
KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan belajar-mengajar dilakukan
oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan siswa, bukannya aspek pengetahuan.
Kecenderungan yang terdapat dalam praktek sekarang ini adalah bahwa
evaluasi hasil belajar hanya dilakukan dengan tes tertulis, menekankan aspek
pengetahuan saja. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek lain, kurang
mendapat perhatian dalam evalusi.[10]
Disamping itu, menurut Djuwita untuk memaksimalkan pelaksanaan prosedur dan
hasil evaluasi, beberapa prinsip umum sebagai pijakan, diantaranya :[11]
a)
Kontinuitas
Pembelajaran merupakan suatu proses yang kontinu, maka evaluasipun harus
dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh senantiasa dihubungkan
dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya. Sehingga dapat diperoleh gambaran
jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik.
b) Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, misalnya pendidik ingin
mengevaluasi peserta didik. Maka tidak hanya mengevaluasi satu aspek saja
tetapi seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang
menyangkut kognitif, asfektif, maupun psikomotor.
c) Adil dan Obyektif
Kata “adil” dan “obyektif” memang mudah diucapkan tetapi
sulit untuk dilaksanakan, namun kewajiban manusia adalah ikhtiar (berusaha).
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran maka semua peserta didik harus
diperlakukan sama tanpa pandang bulu. Selain itu, pendidik juga hendaknya
bertindak secara obyektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya,
bukan hasil manipulasi dan rekayasa.
d) Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi, pendidik hendaknya bekerjasama dengan semua pihak,
seperti orang tua peserta didik, sesama pendidik, kepala sekolah, termasuk
dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa
puas dengan hasil evaluasi dan merasa dihargai.
e) Praktis
Praktis mengandung arti
mudah digunakan,baik oleh pendidik itu sendiri yang menyusun alat evaluasi
maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. untuk itu harus
diperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.
3.
Statistika Pengukuran dan Evaluasi
Seorang
guru memberikan tes pada siswanya, selalu mendapatkan hasil jawaban. Hasil
jawaban tersebut harus diatur secara sistematis, kemudian diperiksa dan
akhirnya diberi nilai sebagai hasil dari kegiatan belajar. Agar dapat
memberikan nilai akhir yang obyektif para guru sebaiknya menguasai dasar-dasar
statistika terapan, khususnya untuk evaluasi pendidikan.[12]
Statistika
digunakan untuk menyusun, menganalisis, menyajikan, dan memberi interpretasi
data yang berwujud angka. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa statistika
adalah ilmu mengenai pengolahan dan penafsiran data kuantitatif.[13]
Pengolahan
bukan berarti hanya menyusun dan menyajikan data saja tetapi juga menghitung
besar-besaran yang dapat menunjukkan karakteristik kumpulan data sehingga akan
diperoleh gambaran yang jelas mengenai keadaan data tersebut dan mudah
diinterpretasikan. Dalam teori statistika, bagian ini adalah yang berkenaan
dengan cara mendeskripsikan kumpulan data dan disebut sebagai Statistika
Deskriptif.[14]
Beberapa
konsep statistika dasar sudah sangat memadai apabila dikuasai dengan baik. Bagi
mereka yang terlibat dalam pengembangan tes prestasi maupun yang terlibat
langsung dalam penggunaan tes dalam kelas tapi masih mengalami kesulitan segala
macam program komputer telah tersedia untuk membantu proses komputasi data
sedangkan penghitungan dengan komputer pun tidak harus dilakukan sendiri karena
kita dapat meminta bantuan mereka yang ahli. Hal yang terpenting adalah
memahami konsep dan penerapan statistikanya sehingga kalaupun perhitungan yang
menggunakan kalkulator atau komputer tersebut dilakukan oleh orang lain kita
tetap mampu menafsirkan hasilnya.[15]
a.
Skala Pengukuran
Skala adalah salah satu cara penafsiran yang tepat dari pengukuran dengan
memberikan nilai variabel atau atribut pada objek.[16]
Untuk mengukur suatu variabel dalam rumusan masalah penelitian, dibutuhkan
skala pengukuran. Macam-macam skala pengukuran :
1)
Skala nominal
Adalah ukuran paling sederhana, dimana angka dalam objek mempunyai arti
sebagai label dan tidak menunjukkan tingkataan yang berfungsi untuk mengelompokan data, tetapi tidak memiliki
arti. Misalnya :
§ Jenis Kelamin : laki – laki dan perempuan
§ Pekerjaan : petani, pegawai, pedagang dll
§ Golongan Darah : Gol. 0, A, B, AB
2)
Skala
Ordinal
Skala ordinal
Adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan. Skala Ordinal adalah Kategori
yang dapat diurutkan atau diberi peringkat atau rangking. Contoh :
§ Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
§ Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
§ Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju,
Ragu – ragu, Tidak Setuju.
3)
Skala
Interval
Adalah
skala data kontinum yang batas variasi nilai satu dengan yang lain jelas,
sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan. Nilai variasi pada skala
interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada skala ordinal (lebih
besar, sama, lebih kecil, dsb), tetapi nilai mutlaknya tidak dapat dibandingkan
secara matematis, oleh karena itu batas – batas variasi nilai pada skala
interval bersifat arbitrer (angka nol-nya tidak absolut). Contoh : Temperature /
Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360 Celcius jelas lebih panas
daripada suhu 240 Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu 360 Celcius
1½ kali lebih panas daripada suhu 240 Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00
Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada Suhu / Temperatur
sama sekali).
4) Skala Rasio = Skala Perbandingan
Adalah skala
yang batas intervalnya jelas, juga variasi nilainya mempunyai batas yang tegas
dan mutlak (nilai nol absolut ).
Misalnya :
Tinggi Badan : sebagai Skala ratio, tinggi badan 180 Cm dapat dikatakan
mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat
dikatakan bahwa : tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
b.
Distibusi Frekuensi
Distribusi Frekuensi adalah pengelompokkan data ke dalam beberapa
kategori yang menunjukkan banyaknya data dalam setiap kategori, dan setiap data
tidak dapat dimasukkan ke dalam dua atau lebih kategori. Distribusi frekuensi
adalah susunan data dalam bentuk tunggal atau kelompok menurut kelas-kelas
tertentu dalam sebuah daftar.[17]
Tujuan distribusi
frekuensi ini, yaitu :
1. Memudahkan dalam penyajian data, mudah dipahami, dan dibaca sebagai bahan
informasi.
2. Memudahkan dalam menganalisa/menghitung data, membuat tabel, grafik.
c.
Ukuran Tendensi Sentral
Ukuran tendensi sentral adalah statistik yang menunjukkan
pengelompokan angka dalam suatu distribusi frekuensi. Terdapat tiga macam
ukuran tendensi sentral, yaitu : mode, median, mean.
1)
Mode
Mode
sering disebut juga modus, adalah ukuran tendensi sentral yang paling jelas dan
paling mudah ditentukan. Mode adalah data yang
paling sering muncul/terjadi. Untuk menentukan modus, pertama susun data dalam
urutan meningkat atau sebaliknya, kemudian hitung frekuensinya. Nilai yang
frekuensinya paling besar (sering muncul) adalah modus. Modus digunakan baik
untuk tipe data numerik atau pun data kategoris. Modus tidak dipengaruhi oleh
nilai ekstrem.
2)
Median
Median atau nilai
tengah adalah nilai pengamatan yang terletak di tengah data setelah data
tersebut diurutkan. Median membagi himpunan pengamatan menjadi dua bagian yang
sama besar, 50% dari pengamatan terletak di bawah median dan 50% lagi terletak
di atas median. Median tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai aktual dari
pengamatan melainkan pada posisi mereka. Prosedur untuk menentukan nilai
median, pertama urutkan data terlebih dahulu, kemudian ikuti salah satu
prosedur berikut ini:
§ Banyak data adalah ganjil → mediannya adalah nilai yang berada tepat di
tengah gugus data
§ Banyak data adalah genap → mediannya adalah rata-rata dari dua nilai data
yang berada di tengah gugus data
Posisi median dapat
ditentukan dengan menggunakan formula berikut:
Rumus median dari tabel
distribusi frekuensi sebagai berikut:
b = batas bawah kelas median dari kelas selang yang mengandung unsur atau
memuat nilai median
p = panjang kelas
median
n = ukuran
sampel/banyak data
f = frekuensi kelas
median
F = Jumlah semua
frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari kelas median (∑fi)
3)
Mean
Mean
mengandung pengertian rata-rata matematik yang harus dihitung dengan cara tertentu dan didefinisikan
sebagai jumlah semua angka dibagi oleh banyaknya angka yang dijumlahkan.
Rumusannya :
4)
Persentil
Persentil yang biasa dilambangkan P, adalah titik atau nilai yang
membagi suatu distribusi data menjadi seratus bagian yang sama besar. Karena
itu persentil sering disebut ukuran perseratusan. Titik yang membagi distribusi
data ke dalam seratus bagian yang sama besar itu ialah titik-titik: P1, P2, P3,
, …P99. Kegunaan persentil dalam dunia pendidikan adalah
§ Untuk mengubah rawa score (raw data) menjadi standard score (nilai
standar).
§ Untuk menentukan kedudukan seorang anak didik, yaitu: pada
persentil keberapakah anak didik itu memperoleh kedudukan ditengah-tengah
kelompoknya. Persentil juga dapat digunakan sebagai alat untuk menetapkan nilai
batas lulus pada tes atau seleksi.
d.
Ukuran-ukuran Variabilitas
Variabilitas adalah variasi atau keanekaragaman angka-angka dalam
suatu distribusi. Variabilitas dapat ditunjukkan oleh jauh dekatnya jarak angka
terkecil dari angka terbesar, merata tidaknya frekuensi angka-angka, dan
banyaknya macam angka yang terdapat dalam distribusi. Dalam statistika dikenal
tiga macam ukuran variabilitas, yaitu range, Simpangan Rata-Rata (Mean
Deviation), dan varians.
1.
Rentang
skor (Range)
range merupakan ukuran
variabilitas yang paling mudah ditentukan karena rumusnya sederhana. menurut
definisinya, adalah Selisih antara angka yang tertinggi dengan angka yang terendah.[18]
Range = skor (X) terbesar-skor (X)terkecil
|
2.
Simpangan
Rata-Rata (Mean Deviation)
Simpangan
rata-rata didefinisikan sebagai rata-rata penyimpangan angka dari mean. Dalam
suatu distribusi frekuensi adalah selisih semua nilai dengan nilai rata-rata
dibagi banyaknya data. Untuk dapat menghitung simpangan rata-rata maka
penyimpangan angka dari mean didasarkan pada harga mutlaknya, sehingga jumlah
penyimpangan termaksud tidak sama dengan nol.
Simpangan
rata-rata = ∑f ǀx-mǀ / n
|
Dengan melihat besarnya rata-rata
penyimpangan dapat diperoleh gambaran seberapa besar variasi skor yang ada.
Semakin besar angka deviasi rata-rata semakin heterogen angka dalam distribusi,
sebaliknya semakin kecil deviasi rata-rata semakin homogen yang dalam
distribusi.
3.
Varians
(Variance)
Rata-rata hitung deviasi kuadrat setiap data terhadap rata-rata
hitungnya. varians dirumuskan sebagai jumlah kuadrat deviasi angka dibagi oleh
N-1. deviasi angka adalah penyimpangan angka dari mean, sehingga rumusan ini
dapat ditulis sebagai :
Untuk menghitung varians dengan rumusan diatas, terlebih dahulu
menemukan harga mean, kemudian mengurangkan mean tersebut dari setiap angka
sebelum menguadratkan dan menjumlahkannya. walaupun menggunakan kalkulator
tangan proses tersebut merupakan proses yang panjang dan lama.[19]
C. ANALISIS
Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini
menunjukkan arah yang lebih luas. Konsep-konsep tersebut pada umumnya berkisar
pada pandangan sebagai berikut:
·
Penilaian
tidak hanya diarahkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan,
tetapi juga terhadap tujuan-tujuan yang sembunyi, termasuk efek samping sampai
yang mungkin timbul.
·
Penilaian
tidak hanya melalui pengukuran perilaku siswa, tetapi juga melakukan pengkajian
terhadap komponen-komponen pendidikan, baik masukan proses maupun keluaran.
·
Penilaian
tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan, tetapi juga untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan tersebut
penting bagi siswa dan bagaimana siswa mencapainya.
·
Mengingat
luasnya tujuan dan objek penilaian, maka alat yang digunakan dalam penilaian
sangat beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada tes, tetapi juga alat
penilaian bukan tes.
Atas dasar itu maka lingkup sasaran penilaian mencakup tiga sasaran
pokok, yakni (a) program pendidikan (b), proses belajar-mengajar (c)
hasil-hasil belajar.
Penilaian program pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut
penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan
program, dan sarana pendidikan.
Penilaian proses belajar-mengajar menyangkut penilaian terhadap
kegiaran guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa, dan keterlaksanaan
program belajar-mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil
belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka pajang.
Kegiatan penilaian saat ini tampak berkembang dengan pesat terutama
sejak terbit dan berlakunya kurikulum Tahun 1975. Buku kurikulum 1975 sudah
dilengkapi dengan Buku Pedoman Penilaian. Sebagai petunjuk pelaksanaan yang
bersifat teknis, buku tersebut sudah cukup memberikan arah yang jelas. Namun,
dari penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto,[20]
secara terbatas ia mendapatkan gambaran bahwa belum semua guru di sekolah
memperoleh buku pedoman tersebut, bahkan ada yang belum melihatnya sama sekali.
Lantas bagaimana Buku Pedoman Penilaian kurikulum 2013? Sudahkah
para guru memperolehnya? Atau mungkin para guru tersebut telah memperolahnya,
namun, lagi-lagi pertanyaannya, sudahkah mereka membacanya?
Kelemahan Kurikulum 2013 : [21]
Pertama: Menurut Wuryadi, Ketua Dewan Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),
kurikulum 2013 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional karena penekanan pengembangan kurikulum hanya
didasarkan pada orientasi pragmatis.
Perubahan Kurikulum 2013 juga tidak didasarkan pada evaluasi dari
pelaksanaan kurikulum sebelumnya (KTSP) 2006 sehingga dapat membingungkan guru
dan pemangku pendidikan dalam pelaksanaannya.
"Saat ini, KTSP
saja baru menuju uji coba dan ada beberapa sekolah yang belum melaksanakannya. Bagaimana bisa, kurikulum 2013
ditetapkan tanpa ada evaluasi
dari pelaksanaan kurikulum sebelumnya," kata Wuryadi diYogyakarta(18/12/2012).
Kedua: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
tidak pernah langsung melibatkan guru dalam merumuskan kurikulum 2013.
Kemendikbud seolah melihat semua guru dan peserta didik memiliki kemampuan yang
sama. Dalam kurikulum 2013, Wuryadi menilai tak adanya keseimbangan antara
orientasi proses pembelajaran dan hasil. Keseimbangan itu sulit dicapai karena
kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan.
Ketiga: Yang terpenting adalah pengintegrasian mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan
enam mata pelajaran baru untuk jenjang sekolah dasar (SD). Langkah menghapus mata pelajaran IPA dan IPS dinilai tidak tepat
karena rumpun ilmu mata pelajaran-mata pelajaran itu berbeda.
Dengan melihat kelemahan-kelemahan kurikulum 2013, Dewan Pendidikan DIY
meminta pemerintah melakukan desain ulang. Saat ini pihaknya, seperti dikutip
dari Kompas, juga akan mengirimkan hasil kajian tersebut kepada
pihak-pihak terkait, seperti Kemendikbud, DPR RI, serta Presiden dan Wakil
Presiden RI.
D.
PENUTUP
Pengukuran, penilaian/assessment, dan evaluasi, merupakan istilah-istilah yang saling
berkaitan. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas dalam
bentuk kuantitatif, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran,
sedangkan penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan
menggunakan ukuran atau kriteria tertentu yang berbentuk kualitatif. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni pengukuran dan penilaian, merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan
informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
Peran
statistik deskriptif bagi para guru adalah sangat penting posisinya dengan
menganalisis secara deskriptif, guru dapat melihat gambaran distribusi para
siswa yang menjadi anak didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Ngalim.
2004. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Azwar,
Saifuddin. 2005. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi.
2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara, Edisi
Revisi
Sukardi. Evalusi
Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. 2010. Jakarta: PT Bumi Aksara
Djuwita, Warni.
2012. Evaluasi Pembelajaran, (Lombok Barat: Elhikam Press Lombok
Thorndike,
Robert & Thorndike-Christ, Tracy. 2000. Measurement and Evaluation in
Psychology and Education. New York: Pearson
[2] Prof. H.M.
Sukardi, Evalusi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2010), hlm. 22
[3] Hj. Warni
Djuwita, Evaluasi Pembelajaran, (Lombok Barat: Elhikam Press Lombok,
2012), hlm. 2
[4] Ibid.,
hlm. 9
[5] Ibid.,
hlm. 14
[6] Robert M.
Thorndike & Tracy Thorndike-Christ, Measurement and Evaluation in
Psychology and Education (New York: Pearson, 2000), hlm. 23
[7] Saifuddin
Azwar, Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 18
[8] Ibid.,
hlm. 18-21
[11] Hj. Warni
Djuwita, Op.cit, Evaluasi…, hlm. 21-22
[12] Sukardi., Op.Cit,
Evaluasi..hlm. 145
[13] Suifuddin
Azwar, Op.cit, hlm. 23
[14] Ibid.,
[15] Ibid.,
hlm. 24
[16] Robert M.
Thorndike & Tracy Thorndike-Christ, Op.Cit, hlm. 27
[17]Azwar, Tes,. Op.Cit,
hlm. 25
[18] Azwar, Tes,...
Op.Cit, hlm. 36
[21]
http://www.sekolahdasar.net/2012/12/inilah-tiga-kelemahan-kurikulum 2013. htm.. Diakses pada tanggal 18 Maret 2014, jam 09.30
No comments:
Post a Comment