Wednesday, March 19, 2014

Pengukuran dan Prinsip-prinsip Evaluasi PAI



Rahmat
13770019


Pascasarjana UIN Maliki Malang
Program Magister PAI
Malang, Maret 2014


A.  PENDAHULUAN
Menurut undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 57 ayat 1, evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelengara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, di antaranya terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan.
Evaluasi yang dilakukan tentu saja tidak dapat terlepas dari proses pengukuran dan penilaian. Bagi sebagian besar pendidik, istilah pengukuran, penilaian, evaluasi adalah istilah yang sering digunakan dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Lebih khusus bagi guru Bimbingan dan Konseling pelaksanaan pengukuran, penilaian dan evaluasi terhadap program, proses maupun hasil pelayanan perlu dilaksanakan sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan bimbingan dan konseling.
Namun permasalahan yang timbul ternyata masih banyak pendidik belum mengetahui tentang hakikat pengukuran, penilaian/assessment dan evaluasi. Penggabungan makna maupun penyamaaan makna antara ketiganya masih sering ditemui. Padahal penting bagi pendidik untuk mengetahui definisi ataupun konsep ketiga hal tersebut agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kekeliruan maupun tumpang tindih.

B.  PEMBAHASAN
1.    Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Memang tidak semua orang menyadari bawa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian.
Dari dua kalimat di atas kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam memakainya hanya tergantung dari kata mana yang sedang siap untuk diucapkannya. Akan tetapi sementara orang lain, membedakan ketiga istilah tersebut.
Untuk memahami persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara ketiganya, dapat dipahami melalui contoh-contoh di bawah ini:
a.    Apabila ada orang yang akan memberi sebatang pensil kepada kita, dan kita disuruh memilih antara dua pensil yang tidak sama panjangnya, maka tentu saja kita akan memilih yang “panjang”. Kita tidak akan memilih yang “pendek” kecuali ada alasan yang sangat khusus.
b.    Pasar, merupakan suatu tempat bertemunya orang-orang yang akan menjual dan membeli. Sebelum menentukan barang yang akan dibelinya, seorang pembeli akan memilih dahulu mana barang yang lebih “baik” menurut ukurannya. Apabila ia ingin membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning, dan kulitnya halus. Semuanya itu dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya, jenis jeruk-jeruk yang demikian ini rasanya akan manis. Sedangkan jeruk yang masih kecil, hijau, dan kulitnya agak kasar, biasanya masam rasanya.
Dari contoh-contoh di atas ini dapat kita simpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan, kita mengadakan penilaian terhadap benda-benda yang akan kita pilih. Dalam contoh pertama kita memilih mana pensil yang lebih panjang, sedangkan dalam contoh kedua kita menentukan dengan perkiraan kita atas jeruk yang baik, yaitu yang rasanya manis.
Untuk dapat mengadakan penilaian, kita mengadakan pengukuran terlebih dahulu. Jika ada penggaris, maka sebelum menentukan mana pensil yang lebih panjang, kita ukur dahulu kedua pensil tersebut. Dan setelah mengetahui beberapa panjang masing-masing pensil itu, kita mengadakan penilaian dengan melihat bandingan panjang antara kedua pensil tersebut.
Dua langkah kegiatan yang dilakukan sebelum mengambil barang disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran.
·      Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.
·      Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
·      Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai.
Dalam istilah asingnya, pengukuran adalah measurement, sedangkan penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu).[1]
Untuk menjawab pertanyaan kasus perumpamaan di atas dapat dicermati dengan teliti, dan akhirnya diperoleh kesamaan, diantaranya :
·      Kedua batasan merupakan alat atau metode yang digunakan untuk mencari dan menggali data dari para subjek didik atau peserta didik.
·      Evaluasi dan pengukuran merupakan metode untuk membuat keputusan terhadap anak didik.
·      Pengukuran memiliki cakupan yang lebih sempit dibanding evaluasi yang mengkuantitatifkan fenomena yang muncul dari subjek yang dievaluasi.
·      Evaluasi dapat melalui proses pengukuran jika para guru ingin menstransfer data kuantitatif dan tanpa melalui pengukuran ketika data kualitatif diinginkan oleh guru.[2]
Disamping ada banyak persamaan, terdapat perbedaan dari pengukuran, penilaian dan evaluasi adalah :
Terkait ruang lingkup, maka evaluasi lebih luas ruang lingkupnya dengan penilaian, sedangkan penilaian atau pengukuran lebih terfokus pada aspek tertentu dan merupakan bagian dari ruang lingkup evaluasi.[3]
Tentang penilaian dengan pengukuran juga ada perbedaan yang sangat prinsip, penilaian bersifat kualitatif, sedangkan pengukuran bersifat kuantitatif (skor). Perbedaan dua istilah tersebut adalah pengukuran memberi jawaban terhadap pertanyaan “how much”, sedangkan penilaian akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “what value”.[4]
Pengukuran adalah proses membandingkan sesuatu (bisa berupa fisik seperti tinggi, berat, atau non fisik seperti kecerdasan, kemampuan akademik dll) dengan suatau ukuran yang bersifat kuantitatif, kemudian kalau penilaian adalah suatu  proses pemaknaan terhadap sesuatu dengan menggunakan tolak ukur tertentu yang bersifat kualitatif, seperti baik buruk, panjang pendek, dsb. Sedangkan evaluasi adalah proses pengambilan keputusan yang didasarkan atas hasil penilaian tersebut.[5]
Pengukuran, penilaian, dan evaluasi merupakan suatu bentuk hierarki kegiatan yang harus dilakukan oleh pendidik termasuk guru bimbingan dan konseling. Ketiganya merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas pelayanan bimbingan dan konseling. Berbagai data yang diperoleh dari proses di atas merupakan bahan bagi guru bimbingan dan konseling dalam mengambil keputusan yang tentunya harus didasarkan atas data objektif dan intrepetasi data yang akurat.
Test dan penilaian dilakukan untuk menghasilkan skor, dan skor berupa angka. Jadi, jika kita ingin memikirkan dan menggunakan nilai tes, kita harus siap untuk memikirkan dan mengolah dengan angka. Angka-angka yang mewakili nilai ujian dapat diatur untuk memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan, tapi pertama kita harus tahu jenis pertanyaan tersebut. Setelah kita memiliki pertanyaan dalam pikiran, kita dapat mulai bertanya angka berapa dapat diatur untuk memberikan jawabannya.[6]
Misalnya, untuk melakukan evaluasi maka awalnya perlu dilakukan pengukuran. Setelah diperoleh data yang berbentuk angka (pengukuran) maka perlu diberikan penilaian. Contohnya seorang guru Bimbingan dan Konseling mengamati siswa A membuang sampah di halaman sekolah sebanyak 3 kali (pengukuran), berdasarkan patokan nilai apa yang dilakukan siswa A tergolong salah (penilaian), guru BK mencari tahu penyebab siswa A membuang sampah sembarangan dan memutuskan untuk memberikan pengertian kepada siswa tersebut baik secara individual, kelompok maupun klasikal untuk menjaga kebersihan sekolah (evaluasi).
2.    Prinsip-prinsip Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
a.    Prinsip-prinsip pengukuran prestasi belajar
Seperti telah dikemukakan terdahulu, hasil tes prestasi merupakan salah-satu informasi penting guna pengambilan keputusan pendidikan. Namun perlu diingat bahwa apabila informasi tersebut merupakan informasi yang benar dan dapat dipercaya tergantung pada sejauh mana tes yang digunakan itu memenuhi kriteria sebagai tes prestasi yang layak. Tes prestasi yang layak tentulah dapat diperoleh apabila penyusunannya didasari oleh prinsip-prinsip pengukuran yang berlaku sehingga menjadi sarana yang positif dalam meningkatkan proses belajar-mengajar.[7]
Gronlund (1977) dalam bukunya mengenai penyusunan tes prestasi merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi belajar, antara lain :[8]
1)   Tes harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan intruksional.
Prinsip ini menjadi langkah pertama dalam penyusunan tes prestasi belajar, yaitu langkah pembatasan tujuan ukur. Identifikasi dan pembatasan tujuan ukur harus bersumber dan mengacu pada tujuan instruksional yang telah digariskan bagi suatu program.
2)   Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksioanl atau pengajaran.
Untuk dapat dikatakan mengukur hasil belajar materi pelajaran secara keseluruhan, sampel pertanyaan yang termuat dalam tes harus representatif yakni harus menanyakan semua bagian materi yang dicakup oleh suatu program secara proporsioanl.
3)   Tes prestasi harus beerisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.
4)   Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya.
5)   Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi munkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati.
6)   Tes prestasi dapat digunakan (bermanfaat) untuk meningkatkan belajar para anak didik.
b.   Prinsip-prinsip Penilaian
Kini banyak orang khususnya para guru atau pengajar mulai menyadari bahwa masalah pengukuran dan penilain prestasi belajar siswa dan mahasiswa bukanlah pekerjaan yang mudah, yang dapat dilakukan secara intuitif atau secara trial and error saja. Untuk dapat melakukan pengukuran dan penilaian secara efektif diperlukan latihan dan penguasaan teori-teori yang relevan dengan tujuan dari proses-belajar-mengajar sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan pendidikan sebagai suatu sistem.
Sehubungan dengan itu, dalam uraian berikut ini akan membahas beberapa prinsip penilaian yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam pelaksanaan penilaian dan prosedur pemberian nilai. Adapun beberapa prinsip penilaian itu ialah sebagai berikut :
1)   Penilaian hendaknya didasari atas hasil pengukuran yang komprehensif. Penilaian didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya maupun jenisnya. Untuk itu dituntut pelaksanaan penilaian secara sinambung dan penggunaan bermacam-macam teknik pengukuran. Dengan macam dan jumlah ujian yang lebih banyak, prestasi siswa dapat diungkapkan secara lebih mantap meskipun harus dicatat macam dan jumlah ujian harus dibarengi dengan kualitas soal-soalnya, yang sesuai dengan fungsinya sebagai alat ukur.
2)   Harus dibedakan antara penskoran (Scoring) dan penilaian (grading). Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka, sedangkan dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa dan mahasiswa yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu, misalnya skala tentang baik-buruk, bisa di terima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus.
Dalam penskoran, perhatian terutama ditujukan kepada kecermatan dan kemantapan (accuracy dan reliability); sedangkan dalam penilaian, perhatian ditujukan kepada validitas dan kegunaan (validity dan utility).
3)   Kegiatan pemberian nilai merupakan bagian integral dari PBM. Tujuan penilaian untuk mengetahui status siswa dan menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga digunakan sebagai feedback (umpan balik), baik kepada siswa sendiri maupun bagi guru atau pengajar. Dari hasil tes, pengajar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa tertentu sehingga selanjutnya dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang diperbuatnya dan memberi reinforcemence bagi prestasinya yang baik.
4)   Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memperoleh nilai yang sama pula. Penilaian yang tidak adil mudah menimbulkan frustasi pada siswa dan mahasiswa, yang selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa dan mahasiswa sehingga pembentukan afektif dirusak karenanya.
5)   Sistem penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan pengajar. Sumber ketidakberesan dalam penilaian terutama adalah tidak jelasnya sistem penilaian itu sendiri bagi para guru atau pengajar: apa yang dinilai serta macam skala penilaian yang dipergunakan dan makna masing-masing skala itu. Apa pun skala yang dipakai dalam penilaian, apakah skala 0 – 4 atau A, B, C, D, dan F (TL), hendaknya dipahami benar-benar apa isi dan maknanya.
Meskipun untuk masing-masing sekolah dan lembaga pendidikan tinggi umumnya telah ditentukan kriteria tiap skala penilaian yang dipergunakannya, seperti baik sekali -  baik – cukup – sedang – kurang – kurang sekali, belum dapat memberikan kejelasan yang memadai bagi keperluan penilaian yang lebih baik. Dalam usaha merumuskan karakteristik siswa beserta prestasinya yang secara ideal menggambarkan tingkat nilai pada tiap anak, skala penilaian demi pengembangan sistem penilaian kiranya perlu dipertibangkan.[9]
c.    Prinsip-prinsip Evaluasi
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi – atau hubungan erat tiga komponen, yaitu antara:
1.    Tujuan pembelajaran
2.    Kegiatan pembelajaran dan KBM, dan
3.    Evaluasi
Triangulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
                                                                        Tujuan

                                                KBM                                       Evaluasi
Penjelasan dari bagan triangulasi di atas adalah demikian.
a)    Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
b)   Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.

c)    Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Seperti yang sudah disebutkan dalam nomor (1), KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula dalam nomor (2) bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan siswa, bukannya aspek pengetahuan.
Kecenderungan yang terdapat dalam praktek sekarang ini adalah bahwa evaluasi hasil belajar hanya dilakukan dengan tes tertulis, menekankan aspek pengetahuan saja. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek lain, kurang mendapat perhatian dalam evalusi.[10]
Disamping itu, menurut Djuwita untuk memaksimalkan pelaksanaan prosedur dan hasil evaluasi, beberapa prinsip umum sebagai pijakan, diantaranya :[11]
a)   Kontinuitas
Pembelajaran merupakan suatu proses yang kontinu, maka evaluasipun harus dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya. Sehingga dapat diperoleh gambaran jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik.
b)   Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, misalnya pendidik ingin mengevaluasi peserta didik. Maka tidak hanya mengevaluasi satu aspek saja tetapi seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, asfektif, maupun psikomotor.
c)    Adil dan Obyektif
Kata “adil” dan “obyektif” memang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan, namun kewajiban manusia adalah ikhtiar (berusaha). Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran maka semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa pandang bulu. Selain itu, pendidik juga hendaknya bertindak secara obyektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi dan rekayasa. 
d)   Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi, pendidik hendaknya bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama pendidik, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi dan merasa dihargai.
e)    Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan,baik oleh pendidik itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. untuk itu harus diperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.

3.    Statistika Pengukuran dan Evaluasi
Seorang guru memberikan tes pada siswanya, selalu mendapatkan hasil jawaban. Hasil jawaban tersebut harus diatur secara sistematis, kemudian diperiksa dan akhirnya diberi nilai sebagai hasil dari kegiatan belajar. Agar dapat memberikan nilai akhir yang obyektif para guru sebaiknya menguasai dasar-dasar statistika terapan, khususnya untuk evaluasi pendidikan.[12] 
Statistika digunakan untuk menyusun, menganalisis, menyajikan, dan memberi interpretasi data yang berwujud angka. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa statistika adalah ilmu mengenai pengolahan dan penafsiran data kuantitatif.[13]
Pengolahan bukan berarti hanya menyusun dan menyajikan data saja tetapi juga menghitung besar-besaran yang dapat menunjukkan karakteristik kumpulan data sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai keadaan data tersebut dan mudah diinterpretasikan. Dalam teori statistika, bagian ini adalah yang berkenaan dengan cara mendeskripsikan kumpulan data dan disebut sebagai Statistika Deskriptif.[14]
Beberapa konsep statistika dasar sudah sangat memadai apabila dikuasai dengan baik. Bagi mereka yang terlibat dalam pengembangan tes prestasi maupun yang terlibat langsung dalam penggunaan tes dalam kelas tapi masih mengalami kesulitan segala macam program komputer telah tersedia untuk membantu proses komputasi data sedangkan penghitungan dengan komputer pun tidak harus dilakukan sendiri karena kita dapat meminta bantuan mereka yang ahli. Hal yang terpenting adalah memahami konsep dan penerapan statistikanya sehingga kalaupun perhitungan yang menggunakan kalkulator atau komputer tersebut dilakukan oleh orang lain kita tetap mampu menafsirkan hasilnya.[15]
a.    Skala Pengukuran
Skala adalah salah satu cara penafsiran yang tepat dari pengukuran dengan memberikan nilai variabel atau atribut pada objek.[16] Untuk mengukur suatu variabel dalam rumusan masalah penelitian, dibutuhkan skala pengukuran. Macam-macam skala pengukuran :
1)   Skala nominal
Adalah ukuran paling sederhana, dimana angka dalam objek mempunyai arti sebagai label dan tidak menunjukkan tingkataan yang berfungsi untuk  mengelompokan data, tetapi tidak memiliki arti. Misalnya :
§  Jenis Kelamin : laki – laki dan perempuan
§  Pekerjaan : petani, pegawai, pedagang dll
§  Golongan Darah : Gol. 0, A, B, AB
2)   Skala Ordinal
Skala ordinal Adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan. Skala Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi peringkat atau rangking. Contoh :
§  Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
§  Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
§  Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju.
3)   Skala Interval
Adalah skala data kontinum yang batas variasi nilai satu dengan yang lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan. Nilai variasi pada skala interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada skala ordinal (lebih besar, sama, lebih kecil, dsb), tetapi nilai mutlaknya tidak dapat dibandingkan secara matematis, oleh karena itu batas – batas variasi nilai pada skala interval bersifat arbitrer (angka nol-nya tidak absolut). Contoh : Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360 Celcius jelas lebih panas daripada suhu 240 Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu 360 Celcius 1½ kali lebih panas daripada suhu 240 Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00 Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada Suhu / Temperatur sama sekali).
4)   Skala Rasio = Skala Perbandingan
Adalah skala yang batas intervalnya jelas, juga variasi nilainya mempunyai batas yang tegas dan mutlak (nilai nol absolut ).
Misalnya : Tinggi Badan : sebagai Skala ratio, tinggi badan 180 Cm dapat dikatakan mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat dikatakan bahwa : tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
b.   Distibusi Frekuensi
Distribusi Frekuensi adalah pengelompokkan data ke dalam beberapa kategori yang menunjukkan banyaknya data dalam setiap kategori, dan setiap data tidak dapat dimasukkan ke dalam dua atau lebih kategori. Distribusi frekuensi adalah susunan data dalam bentuk tunggal atau kelompok menurut kelas-kelas tertentu dalam sebuah daftar.[17]
Tujuan distribusi frekuensi ini, yaitu :
1.    Memudahkan dalam penyajian data, mudah dipahami, dan dibaca sebagai bahan informasi.
2.    Memudahkan dalam menganalisa/menghitung data, membuat tabel, grafik.
c.    Ukuran Tendensi Sentral
Ukuran tendensi sentral adalah statistik yang menunjukkan pengelompokan angka dalam suatu distribusi frekuensi. Terdapat tiga macam ukuran tendensi sentral, yaitu : mode, median, mean.
1)   Mode
Mode sering disebut juga modus, adalah ukuran tendensi sentral yang paling jelas dan paling mudah ditentukan. Mode adalah data yang paling sering muncul/terjadi. Untuk menentukan modus, pertama susun data dalam urutan meningkat atau sebaliknya, kemudian hitung frekuensinya. Nilai yang frekuensinya paling besar (sering muncul) adalah modus. Modus digunakan baik untuk tipe data numerik atau pun data kategoris. Modus tidak dipengaruhi oleh nilai ekstrem.
2)   Median
Median atau nilai tengah adalah nilai pengamatan yang terletak di tengah data setelah data tersebut diurutkan. Median membagi himpunan pengamatan menjadi dua bagian yang sama besar, 50% dari pengamatan terletak di bawah median dan 50% lagi terletak di atas median. Median tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai aktual dari pengamatan melainkan pada posisi mereka. Prosedur untuk menentukan nilai median, pertama urutkan data terlebih dahulu, kemudian ikuti salah satu prosedur berikut ini:
§  Banyak data adalah ganjil → mediannya adalah nilai yang berada tepat di tengah gugus data
§  Banyak data adalah genap → mediannya adalah rata-rata dari dua nilai data yang berada di tengah gugus data
Posisi median dapat ditentukan dengan menggunakan formula berikut:
Posisi Median=\dfrac{(n+1)}{2}
Rumus median dari tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:
Me{\rm{ = b + p}}\left( {\dfrac{{\dfrac{{\rm{1}}}{{\rm{2}}}{\rm{n - F}}}}{{\rm{f}}}} \right)
b = batas bawah kelas median dari kelas selang yang mengandung unsur atau memuat nilai median
p = panjang kelas median
n = ukuran sampel/banyak data
f = frekuensi kelas median
F = Jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari kelas median (∑fi)
3)   Mean
Mean mengandung pengertian rata-rata matematik yang harus dihitung  dengan cara tertentu dan didefinisikan sebagai jumlah semua angka dibagi oleh banyaknya angka yang dijumlahkan. Rumusannya :

4)   Persentil
    Persentil yang biasa dilambangkan P, adalah titik atau nilai yang membagi suatu distribusi data menjadi seratus bagian yang sama besar. Karena itu persentil sering disebut ukuran perseratusan. Titik yang membagi distribusi data ke dalam seratus bagian yang sama besar itu ialah titik-titik: P1, P2, P3, , …P99. Kegunaan persentil dalam dunia pendidikan adalah
§  Untuk mengubah rawa score (raw data) menjadi standard score (nilai standar).
§  Untuk menentukan kedudukan seorang anak didik, yaitu: pada persentil keberapakah anak didik itu memperoleh kedudukan ditengah-tengah kelompoknya. Persentil juga dapat digunakan sebagai alat untuk menetapkan nilai batas lulus pada tes atau seleksi.

d.   Ukuran-ukuran Variabilitas
Variabilitas adalah variasi atau keanekaragaman angka-angka dalam suatu distribusi. Variabilitas dapat ditunjukkan oleh jauh dekatnya jarak angka terkecil dari angka terbesar, merata tidaknya frekuensi angka-angka, dan banyaknya macam angka yang terdapat dalam distribusi. Dalam statistika dikenal tiga macam ukuran variabilitas, yaitu range, Simpangan Rata-Rata (Mean Deviation), dan varians. 
1.    Rentang skor (Range)
       range merupakan ukuran variabilitas yang paling mudah ditentukan karena rumusnya sederhana. menurut definisinya, adalah Selisih antara angka yang tertinggi dengan angka yang terendah.[18]
Range = skor (X) terbesar-skor (X)terkecil

2.    Simpangan Rata-Rata (Mean Deviation)
Simpangan rata-rata didefinisikan sebagai rata-rata penyimpangan angka dari mean. Dalam suatu distribusi frekuensi adalah selisih semua nilai dengan nilai rata-rata dibagi banyaknya data. Untuk dapat menghitung simpangan rata-rata maka penyimpangan angka dari mean didasarkan pada harga mutlaknya, sehingga jumlah penyimpangan termaksud tidak sama dengan nol.
Simpangan rata-rata = ∑f ǀx-mǀ / n
   
Dengan melihat besarnya rata-rata penyimpangan dapat diperoleh gambaran seberapa besar variasi skor yang ada. Semakin besar angka deviasi rata-rata semakin heterogen angka dalam distribusi, sebaliknya semakin kecil deviasi rata-rata semakin homogen yang dalam distribusi.
3.    Varians (Variance)
Rata-rata hitung deviasi kuadrat setiap data terhadap rata-rata hitungnya. varians dirumuskan sebagai jumlah kuadrat deviasi angka dibagi oleh N-1. deviasi angka adalah penyimpangan angka dari mean, sehingga rumusan ini dapat ditulis sebagai :

Untuk menghitung varians dengan rumusan diatas, terlebih dahulu menemukan harga mean, kemudian mengurangkan mean tersebut dari setiap angka sebelum menguadratkan dan menjumlahkannya. walaupun menggunakan kalkulator tangan proses tersebut merupakan proses yang panjang dan lama.[19]

C.  ANALISIS
          Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas. Konsep-konsep tersebut pada umumnya berkisar pada pandangan sebagai berikut:
·         Penilaian tidak hanya diarahkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tetapi juga terhadap tujuan-tujuan yang sembunyi, termasuk efek samping sampai yang mungkin timbul.
·         Penilaian tidak hanya melalui pengukuran perilaku siswa, tetapi juga melakukan pengkajian terhadap komponen-komponen pendidikan, baik masukan proses maupun keluaran.
·         Penilaian tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, tetapi juga untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan tersebut penting bagi siswa dan bagaimana siswa mencapainya.
·         Mengingat luasnya tujuan dan objek penilaian, maka alat yang digunakan dalam penilaian sangat beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada tes, tetapi juga alat penilaian bukan tes.
Atas dasar itu maka lingkup sasaran penilaian mencakup tiga sasaran pokok, yakni (a) program pendidikan (b), proses belajar-mengajar (c) hasil-hasil belajar.
Penilaian program pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program, dan sarana pendidikan.
Penilaian proses belajar-mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiaran guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa, dan keterlaksanaan program belajar-mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka pajang.
Kegiatan penilaian saat ini tampak berkembang dengan pesat terutama sejak terbit dan berlakunya kurikulum Tahun 1975. Buku kurikulum 1975 sudah dilengkapi dengan Buku Pedoman Penilaian. Sebagai petunjuk pelaksanaan yang bersifat teknis, buku tersebut sudah cukup memberikan arah yang jelas. Namun, dari penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto,[20] secara terbatas ia mendapatkan gambaran bahwa belum semua guru di sekolah memperoleh buku pedoman tersebut, bahkan ada yang belum melihatnya sama sekali.
Lantas bagaimana Buku Pedoman Penilaian kurikulum 2013? Sudahkah para guru memperolehnya? Atau mungkin para guru tersebut telah memperolahnya, namun, lagi-lagi pertanyaannya, sudahkah mereka membacanya?
Kelemahan Kurikulum 2013 : [21]
          Pertama: Menurut Wuryadi, Ketua Dewan Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kurikulum 2013 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional karena penekanan pengembangan kurikulum hanya didasarkan pada orientasi pragmatis.
          Perubahan Kurikulum 2013 juga tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan kurikulum sebelumnya (KTSP) 2006 sehingga dapat membingungkan guru dan pemangku pendidikan dalam pelaksanaannya.
"Saat ini, KTSP saja baru menuju uji coba dan ada beberapa sekolah yang             belum melaksanakannya. Bagaimana bisa, kurikulum 2013 ditetapkan            tanpa ada evaluasi dari pelaksanaan kurikulum sebelumnya," kata Wuryadi diYogyakarta(18/12/2012).
Kedua: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak pernah langsung melibatkan guru dalam merumuskan kurikulum 2013. Kemendikbud seolah melihat semua guru dan peserta didik memiliki kemampuan yang sama. Dalam kurikulum 2013, Wuryadi menilai tak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil. Keseimbangan itu sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan.
Ketiga: Yang terpenting adalah pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan enam mata pelajaran baru untuk jenjang sekolah dasar (SD). Langkah menghapus mata pelajaran IPA dan IPS dinilai tidak tepat karena rumpun ilmu mata pelajaran-mata pelajaran itu berbeda.
Dengan melihat kelemahan-kelemahan kurikulum 2013, Dewan Pendidikan DIY meminta pemerintah melakukan desain ulang. Saat ini pihaknya, seperti dikutip dari Kompas, juga akan mengirimkan hasil kajian tersebut kepada pihak-pihak terkait, seperti Kemendikbud, DPR RI, serta Presiden dan Wakil Presiden RI.

D.  PENUTUP
Pengukuran, penilaian/assessment, dan evaluasi, merupakan istilah-istilah yang saling berkaitan. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas dalam bentuk kuantitatif, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran, sedangkan penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu yang berbentuk kualitatif. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni pengukuran dan penilaian, merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
Peran statistik deskriptif bagi para guru adalah sangat penting posisinya dengan menganalisis secara deskriptif, guru dapat melihat gambaran distribusi para siswa yang menjadi anak didiknya.


DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Ngalim. 2004. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Azwar, Saifuddin. 2005. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara, Edisi Revisi
Sukardi. Evalusi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. 2010. Jakarta: PT Bumi Aksara
Djuwita, Warni. 2012. Evaluasi Pembelajaran, (Lombok Barat: Elhikam Press Lombok
Thorndike, Robert & Thorndike-Christ, Tracy. 2000. Measurement and Evaluation in Psychology and Education. New York: Pearson




      [1] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, Edisi Revisi 2010), hlm. 1-3
[2] Prof. H.M. Sukardi, Evalusi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm. 22
[3] Hj. Warni Djuwita, Evaluasi Pembelajaran, (Lombok Barat: Elhikam Press Lombok, 2012), hlm. 2
[4] Ibid., hlm. 9
[5] Ibid., hlm. 14
[6] Robert M. Thorndike & Tracy Thorndike-Christ, Measurement and Evaluation in Psychology and Education (New York: Pearson, 2000), hlm. 23
[7] Saifuddin Azwar, Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 18
[8] Ibid., hlm. 18-21
      [9] Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 72-75
[10] Suharsimi Arikunto, Op.cit, hlm. 24-25.
[11] Hj. Warni Djuwita, Op.cit, Evaluasi…, hlm. 21-22
[12] Sukardi., Op.Cit, Evaluasi..hlm. 145
[13] Suifuddin Azwar, Op.cit, hlm. 23
[14] Ibid.,
[15] Ibid., hlm. 24
[16] Robert M. Thorndike & Tracy Thorndike-Christ, Op.Cit, hlm. 27
[17]Azwar, Tes,. Op.Cit, hlm. 25
[18] Azwar, Tes,... Op.Cit, hlm. 36
[19] Ibid., hlm. 39
      [20] Beliau adalah penulis buku: Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
      [21] http://www.sekolahdasar.net/2012/12/inilah-tiga-kelemahan-kurikulum 2013. htm.. Diakses pada tanggal 18 Maret 2014, jam 09.30 

No comments:

Post a Comment