Friday, October 14, 2011

( Cerpen Humor Santri ) BAGAIMANA SANTRI JELEK BERSIKAP ???


 ( Cerpen Humor Santri )
BAGAIMANA SANTRI JELEK BERSIKAP ???
Seorang santri yang masih lugu merasa bingung bagaimana seharusnya ia bersikap. Ia memang santri yang berwajah pas-pasan. Umurnya yang sudah mencapai dua lima tahun, meninggalkan bekas ketuaan di wajahnya. Sehingga teman-temannya memanggilnya pak tua.
Ia juga terkenal sebagai santri yang hiperaktif alias suka banget ngomong. Apalagi  kalau sudah di depan massa, ia seolah-olah menjelma menjadi orator ulung bak seorang soekarno yang sedang berpidato menggerakkan massa. Tak heran jika teman-temannya menjulukiya mulut besar.
Di samping itu, ia juga berpawakan pendek alias cebol. Mungkin karena itulah ia mendapat panggilan kehormatan ( atau mungkin penghinaan) berupa si kerdil.
Belum lagi ia juga seorang santri yang mempunyai masalah dengan kedua matanya. Kedua matanya sudah mens tiga setengah. Untuk bisa melihat dengan jelas, ia harus dibantu dengan kaca mata. Tapi sayangnya, ia termasuk santri yang kurang modis. Kaca mata yang ia beli berdiameter 2 cm, sebuah ukuran yang terlalu besar untuk bola matanya. Karena itulah sebagian teman-temannya memanggilnya mr big glass.
Ia menyadari semua kekurangannya mulai dari usianya yang sudah tak muda lagi, wajahnya yang pas-pasan, bakat bicara yang dianggap sebagai over dosis, tubuh kerdil alias cebol, dan kekurangan-kekurangan yang lain yang dianugerahkan oleh tuhannya, sang creator agung. Namun ia tak habis pikir dengan perlakuan teman-temanya yang memberinya banyak panggilan negative.
Sore itu, ia memutuskan untuk menceritakan semua kegundahan yang ada di hatinya kepada pak kiyai. Bukan untuk meminta belas kasihan tapi sekedar untuk mengurangi beban berat yang menggelayuti pikirannya.
Setelah solat Asar dilaksanakan, ia segera menunggu pak kiyai di depan rumahnya. Tak lama kemudian sang kiyai turun dari masjid dan menyalami santrinya itu. Sang kiyai segera mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.
Oh betapa bahagia santri itu. Ia merasa sangat dihargai oleh kiyainya. Memang kiyainya itu terkenal kiyai yang sangat tawadlu’ kepada makluk Allah termasuk kepada santrinya sendiri. Sang kiyai tidak pernah meminta bantuan kepada siapapun untuk melakukan pekerjaanya selama ia masih bias melakukannya. Seperti saat itu, sang kiyai sendirilah yang membawakan minuman untuk santrinya tanpa merasa kikuk. Hal ini membuat sang santri tambah menghormatinya sekaligus mengaguminya.
“Ayo lee…diminum dulu” ucap kiayai dengan suara penuh wibawa.
“nggih yi…”
Dengan rasa malu sang santri meminum teh yang disuguhkan kiyainya. Ia merasa malu karena sampai saat itu, ia belum bisa mandiri. Untuk minum teh pun ia harus disuruh kiyai. Bahkan kadang kala sang kiyai harus mengulang perintahnya berulang kali agar ia mau melakukannya. Seperti saat itu, setelah minum the, sang kiyai memintanya makan roti. Ia diam saja. Ia merasa tidak harus makan roti karena ia sudah kenyang atau lebih tepatnya atas nama tawadlu’ ia berlagak malu-malu untuk makan padahal ia mau. Bahkan seandainya roti itu ditawarkan di luar rumah oleh pembantu kiyai misalnya, maka ia akan memakannya secepat kilat.
“lee… ada perlu apa? Tumben sowan.” Tanya sang kiyai
Pertanyaan kiyai itu guyonan namun juga mengandung sindiran. Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa kiyai didatangai saat dibutuhkan saja. Bahkan sebagian orang mengibaratkan kiyai dengan daun salam. Saat kita memasak daging sapi misalnya  belum lengkap dan siip kalau belum diberi daun salam. Maka dengan usaha apaun dan bagaimana cara, daun salam harus didapatkan. Tapi saat masakan sudah matang. Daun salamlah bahan yang pertama kali dibuang. Sang sangtri merasa malu dengan pertanyaan kiyainya.
“Gini bah….”, Sang santri mulai angkat bicara ”aku merasa bingung bagaimana aku harus bersikap”
“Apa yang harus kamu sikapi”
Teman-teman di pondok ini memanggil saya dengan julukan-julukan yang tidak semestinya tidak mereka lakukan. Mereka memanggilku si cebol, pak tua, kuper alias kurang pergaulan, dan banyak julukan lain”
Lalu apakah kamu merasa keberatan denga panggilan itu? Jika kamu merasa keberatan dengan panggilan itu nanti akan saya sampaikan kepada mereka agar mereka tidak memanggilmu dengan julukan-julukan itu. Tapi bukankah seharusnya kamu bersabar? Karena itu dapat kamu jadikan lahan untuk mendapatkan pahala sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya.
Kalo hanya untuk bersabar atas ejekan teman-teman aku bisa bersabar kok kiyai.
“lalu apa yang jadi masalah?”
Saya hanya nggak enak menjadi sebab hilangya pahala-pahala kebaikan amal teman-temanku”
“Maksudmu apa?”
“Maksudku adalah saat aku mengaji dengan bapak kiyai aku mendengar bahwa orang yang berlaku dlolim kepada orang lain nanti di akhirat pahala amal kebaikannya akan delimpahakn kepada orang yang dizalimi dan jika pahala kebaikan orang itu sudah habis, maka dosa orang yang dizalimi akan diberikan kepadanya. Aku hanya takut kalau pahala amal perbuatan teman-teman nanti akan dilimpahkan kepadaku. Dan jika pahala amal mereka tidak cukup untuk menebus dosa ejekan mereka kepadaku, maka dosaku akan dibebankan kepada mereka. Bukankah itu berarti mereka akan masuk neraka? Dan bukankah itu juga berarti aku akan masuk sorga sendirian tanpa mereka? Aku hanya tak ingin sendirian di sorga pak kiyai”.
Hahahahahaha.  

No comments:

Post a Comment