Imam
Malik
Oleh
: Cholel el Rachman
1. PENDAHULUAN
Sebagai seorang mujtahid, sosok imam malik
begitu menyimpan misteri bagi orang yang pernah mempelajari dan mendalami
sejarah kehidupan imam malik. Sebagai seorang pemikir besar islam, kita harus
memahami bahwa sang imam juga tetap manusia yang kalau kita mengikuti
pendapatnya john locke tidak pernah terlepas dari sosio cultural dimana dia
lahir dan dibesarkan.
Menjadi menarik karena ternyata imam malik
hidup di dalam kondisi yang tidak bisa disebut menyenangkan. Pergolakan politik
antara umawiyyah dan abbasiyah terjadi di masanya. Juga mengenai afiliasi
pemikiran tentang ahlu ra’yi dan ahlu hadits. Menarik untuk mengkaji bagaimana
sang imam mencoba untuk tetap survive dan eksis dengan segala kondisinya.
Kehadirannya telah member dampak yang besar
bukan hanya untuk wilayah hijaz tempat dimana dia lahir, hidup dan juga
meninggal tapi juga seluruh wilayah islam yang merasa sama-sama memilikinya.
2. PEMBAHASAN
Keadaan global sewaktu kelahiran malik
Sewaktu imam malik dilahirkan keadaan daulah
islam bias dikatakan dalam suasana ketidakpastian. Pengaruh umawiyyah mulai
pudar dan klan abbas dengan menggandeng kaum alawiyyin dan juga bangsa-bangsa
non arab dalam hal ini orang-orang Persia untuk menjatuhkan kekuasaan muawiyyah
di damsyik.
Pada saat itu akhirnya muawiyyah kalah dan
kekuasaan secara resmi berada di pihak abbasiyah setelah terlebih dahulu menghabisi
lawan-lawan politiknya dari Persia dan kaum ahlu bait.
Masa kecil imam malik
Nama lengkap imam malik adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin
Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi. Dia memiliki nama kunya abu Abdullah. Tahun pasti kelahiran imam
malik masih dipersslisihkan oleh ulam-ulama sejarah sebagaimana juga tahun
kewafatannya. Namun bisa diyakini imam malik dilahirkan antara tahun 93-97 H
atau bertepatan dengan 715-719 M. dan wafat sekitar 178-181 H atau bertepatan
dengan 794-798 M. Dia dilahirkan di desa dzul marwah sebuah daerah di madinah. Dia berasal dari bani tamim.
Dalam buku-buku
referensi disebutkan bahwa nenekmoyangnya berasal dari yaman selatan, kemudian
pindah ke madinah ketika kakeknya keduanya yaitu abu amir menyatakan dirinya
sebagai muslim. Kakeknya adalah seorang sahabat yang banyak mengikuti
peperangan bersama nabi selama hidupnya. Ayahnya adalah seorang ulama hadits
terkemuka di madinah pada jamannya. Padanyalah imam malik belajar ilmu-ilmu
agama pertama kali.
Imam malik dan pendidikan
Imam memulai pendidikannya dengan menghafal
al quran, baru setelah itu al hadits. Malik kecil tidak pernah keluar dari kota
madinah untuk keperluan mencari ilmu atau untuk hal lain, selain ketika dia
berangkat haji ke mekkah. Dia beranggapan bahwa madinah adalah pusat ilmu,
khususnya mengenai ilmu agama. Dia belajar dari beberapa tabi’in yang masih
hidup dan guru-guru lain yang berasal dari generasi tabi’in al tabi’in. dia
belajar ilmu hadits kepada nafi’ bin abi nua’im mawla ibn umar, ibn syihab al
zuhry. Sedang ilmu fiqh kepada imam ja’far dan nafi’ utamanya madzhab ibn umar.
Guru-guru lain dari imam malik adalah Amir bin Abdullah bin Zubair bin
al-Awwam, Zaid bin Aslam, Sa'id al-Maqbari, Abu Hazim Shafwan bin Aslam, Wahab
bin Hurmuz, Rabi'ah bin abi abdirrahman dan Abu Zanad
Kondisi ekonomi
Kelurga imam malik adalah keluarga yang
cukup terpandang di madinah, namun hal ini tidak menjamin bahwa hal itu
menunjukkan sang imam berasal dari keluarga kaya. Karena ada sebuah riwayat
yang menceritakan bahwa imam malik pernah menjual atap rumahnya untuk biaya
dalam mencari ilmu ketika beliau berguru kepada ibn syihab al zuhry. Riwayat
lain juga menyebutkan bahwa imam malik mendapatkan “beasiswa” ketika berguru
kepada imam ja’far.
Namun ketika imam sudah dewasa, dia sudah
memiliki kondisi ekonomi yang cukup mapan dari perniagaanya. Dalam berdagang
imam malik tidak mengurusi secara langsung segala kegiatan bisnisnya, akan
tetapi dia memperkerjakan orang lain dengan akad mudharabah. Terlebih, sebagai
seorang imam di daerah hijaz dia juga mendapatkan tunjangan khusus dari
khalifah abbasiyyah. Hal itu berlangsung selama periode al Mansur, al mahdi, al
ma’mun dan juga harun al rasyid.
Kondisi perpolitikan
pada awalnya imam
malik begitu dibenci oleh penguasa karena ia bergaul dengan begitu akrab dengan
imam ja’far, salah seorang dari imam ahlu bait yang secara alamiah adalah musuh
dari klan abbas. Yang kedua, adalah karena imam malik berani memberikan fatwa yang mengatakan bahwa
baiat yang dilakukan dalam keadaan terpaksa hukumnya adalah tidak sah. Fatwa
inilah yang dijadikan pijakan hukum oleh orang-orang syiah, mawalli dan sisa
pendukung muawiyyah untuk menentang kebijakan penguasa pada saat itu, yaitu al
mansur. Hal ini terjadi pada146 H. karena komentarnya
itulah ja’far bin sulaiman, gubernur madinah pada saat itu menghukum imam malik.
Namun hal itu tampaknya kurang berkenan pada
diri seorang al Mansur, hingga khalifah datang ke madinah dan meminta maaf
langsung kepada imam malik. Khalifah menawarkan imam untuk menjadi qadhi istana
pada saat itu namun imam malik menolaknya.
Setelah peristiwa tersebut, hubungan imam
malik dan para penguasa menjadi sedikit mencair. Dalam referensi yang lain
disebutkan juga alasan mengapa khalifah al Mansur dan keturunannya bersikap
lunak terhadap imam malik dan akhirnya juga sedikit banyak membantu terhadap
tersebarnya madzhab maliki. Alasan yang pertama adalah untuk mengurangi sedikit
ketegangan dengan kaum alawiyyin dan kelompok pemberontak lain. Dan yang kedua
adalah untuk memberikan suasana baru yang berbeda dengan dinasti muawiyyah yang
kental dengan madzhab hanafi dengan banyaknya qadhi dan mufti yang berasala
dari hanafiyyah. Tentunya dua alasan ini, adalah alasan-alasan lain yang
pastinya sering kita dengar, bahwasanya kedekatan imam malik kepada para
penguasa adalah untuk melakukan dakwah struktural.
Pemikiran imam malik dan penyebaran madzhab
maliki
Aroma madinah
tampak begitu kental dalam pemikiran imam malik. Bukan hanya dalam penggunaan
hadits saja, yang juga sekaligus menandingi kelompok ahlu ra’yi di kufah, lebih
jauh imam malik juga menjadikan amal/perbuatan ahlu madinah sebagai dasar
penetapan hukum. Karena menurutnya tradisi madinah adalah tradisi yang
berkembang dari tabi’in, dan sahabat nabi. Tradisi ahlu madinah yang tidak
bertentangan dengan syariat, menurut imam malik setara dengan hadits mutawatir.
Selain amalan ahlu madinah, imam malik juga mendasarkan fatwa-fatwanya dengan
istihsan, syadz zari’ah dan syar’u man qablana.
Madzhab maliki timbul dan berkembang di
madinah kemudian hijaz. Kemudian menyebar ke bahrain, kuwait sewaktu imam malik
masih hidup. Di antara yang berjasa menyebarkannya adalah murid-muridnya
sendiri seperti asad al furat al tunisy ke daerah maroko, tunisia, tripoli, dan juga Abdurrahman bin
qasim ke daerah mesir dan sudan, dan yahya bin yahya al andalusy di andalusia.
Namun madzhab ini kurang berkembang di daerah islam timur termasuk indonesia.
Namun selain bantuan dari murid-muridnya
madzhab maliki juga tersebar dengan bantuan penguasa-penguasa dari dinasti
abbasyyah yang memang sudah menokohkannya. mazhab Maliki tersebar di Afrika dengan
perantaraan panglima Sahnun Al-Muqrizi. Demikian juga mazhab Maliki tersebar di Maroko pada saat Ali bin
Yusuf bin Tasyifin memerintah disana. Dan juga penguasa-penguasa lain bani
abbas yang membantu terhadap penyebarannya.
Pemikiran imam maliki dengan gaya ke-indonesia-an.
Hal yang begitu menarik dari corak pemikiran
imam malik adalah sikap beliau yang concern terhadap situasi dan kondis umat.
Amal ahlu madinah, istihsan dan juga syar’u man qablana adalah sebagian bukti
nyata dari perhatian beliau terhadap masyarakatnya. Beliau menjadikan hal itu
semua sebagai dasar bagi pijakan hukumnya.
Hal ini yang perlu terus dikembangkan di
Indonesia, agar kita tidak lagi melihat keputusan-keputusan hukum yang tidak
pro rakyat.
3. KESIMPULAN
Begitu mengagumkan melihat secara menyeluruh
seorang tokoh dari segala sisi kehidupannya, tak terkecuali dalam hal ini imam
malik. Kita bukan hanya harus melihatnya sebagai seorang mujtahid agung yang
terlepas dari dosa, tapi kita akan banyak melihat sisi negatifnya sebagai
seorang manusia biasa yang tidak bisa begitu saja lepas dari kondisi global
lingkungannya. Tapi sekali lagi, imam malik tetaplah manusia “luar biasa” yang
mungkin hanya lahir sekali dalam rentang puluhan tahun
Daftar pustaka :
www. Al-shia. Com/html/id/books/kebenaran-hilang.
Dengan merujuk kepada kitab Bihar al Anwar dan Kasyifat al Ghummah. Pada jam 14.00
sabtu 21 juni 2008.
Syamsuddin bin Muhammad. Siyaru a’lam al
nubalaa. 1319 H. Maktabah al Tawfiqiyyah.
Vol 7
Muhammad Abu Zahrah. Malik, Hayatuhu wa ‘Ashruhu.
2002. Kairo. Darl al Fikr al ‘Araby.
Ahmad Syirbasyi. Al Aimmat al Arba’ah. Tt.
Beirut. Darl Aljyl.
Ensiklopedia Islam Indonesia. Oleh Tim
Penyusun DEPAG
No comments:
Post a Comment