Ahmad Sa'id dan Bukhori Muslim
PENDAHULUAN
Pada
pertengahan abad ke dua puluh, tepatnya pada tahun 1947 di India secara resmi
muncul sebuah negara yaitu Pakistan. Jika kita mau menelusuri sejarah
terbentuknnya negara tersebut, maka akan didapatkan bahwa umat Islam adalah
pendiri dan penggagas terbentuknya negara tersebut, dalam artian yang
meng-konsep, dan mencita-citakan terbentuknya negara Pakistan adalah adalah umat
Islam.
Terkait
pembahasan mengenai konseptor, maka
tidak bisa dilepaskan dari pembahasan mengenai seorang tokoh yang
mengkonsepkannya. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan mencoba
memaparkan riwayat hidup beserta ide-ide cemerlang seorang tokoh yang sangat
berperan aktif dalam pembentukan negara islam di Pakistan, yakni Mohammad Ali
Jinnah (1876-1948).
Gerakan pembaharuan di Pakistan dilatarbelakangi oleh
faktor kesenjangan perlakuan Inggris terhadap umat Hindu dan umat Islam dalam
sistem pemerintahan, serta kesemenah-menahan Inggris terhadap
rakyat. Penguasaan Inggris pada mulanya seiring dengan kultur
masyarakat disana. Namun, pada tahun 1830-an kalangan misionaris Inggris
menjadi semakin aktif, dan para pejabatan Inggris mulai menindas praktik
keagamaan baik agamaIslam maupun agama Hindu, dan mereka sering menjatuhkan
hukuman secara kejam.
Dalam sejarah
dan peradaban umat Islam telah dijumpai berbagai macam aliran pemikiran yang
masing-masing mempunyai corak dan karasteristik tertentu. Perbedaan yang ada
tentunya tidak dapat dinafikan begitu saja tanpa melakukan sebuah penyelidikan
atau upaya untuk mencari grass root sebuah aliran pemikiran.
Hal ini dapat
dicermati mulai dari priode klasik Islam (650-1250), priode pertengahan
(1250-1800) dan periode modern (1800 M dan seterusnya). Setiap periode
mempunyai cirri dan keunikan tersendiri, terutama pada periode modern.
Periode modern
merupakan zaman kebangkitan umat Islam, yang ditandai dengan jatuhnya Mesir ke
tangan Eropa yang pada akhirnya menjadikan umat Islam ini insaf atas
kelemahan-kelemahannya serta sadar bahwa di Barat telah muncul sebuah peradaban
baru yang lebih tinggi dan super power yang merupakan acaman yang serius
terhadap umat Islam
PEMBAHASAN
A . Riwayat Hidup Sayyid Amir Ali
Sayyid Amir Ali berasal dari keluarga Syi’ah yang di zaman Nadir Syah
(1736-1747) pindah dari Khurasan di Persia ke India. Keluarga itu kemudian
bekerja di Istana Raja Mughal. Sayyid Amir Ali lahir di tahun 1849, dan
meninggal dalam usia 79 tahun pada tahun 1928. Pendidikannya ia peroleh di
perguruan tinggi Muhsiniyya yang berada di dekat kalkuta. Di sinilah ia belajar
bahasa Arab. Selanjutnya ia belajar bahasa Inggris dan kemudiana juga sastra
Inggris dan hukum Inggris.[1]
1. Jenjang Pendidikan
Pendidikannya ia
peroleh di perguruan tinggi Mahsiniyyah yang berada di dekat kalkuta. Di
sinilah ia belajar bahasa Arab. Selanjutnya ia belajar bahasa Inggris kemudian
Sastra dan juga Hukum Inggris.[2]
Di tahun 1869
ia pergi ke Inggris untuk meneruskan studi dan selesai di tahun 1873 dengan
memperoleh kesarjanaan dalam bidang hukum dengan menerbitkan karyanya dengan
judul A Critical Examination of the Life and Teaching of Mohammed, buku
pertama yang merupakan interpretasi kaum modernis Muslim tentang Islam, yang
menjadikannya terkenal baik di Barat maupun di Timur.[3]
Selesai dari
studi ia kembali ke India dan pernah bekerja sebagai pegawai Pemerintah
Inggris, pengacara, dan guru besar dalam hukum Islam. Yang membuat ia lebih
terkenal ialah aktivitasnya dalam bidang politik dan buku karangannya The
Spirit of Islam dan A Short Story of the Saracens.[4]
2. Karir Politik dan Pemerintahan
Di tahun 1877
ia membentuk National Muhammaden Association yang merupakan wadah persatuan
umat Islam India, dan tujuannya adalah untuk membela kepentingan umat Islam dan
untuk melatih mereka dalam bidang politik. Perkumpulan ini mempunyai 34 cabang
di berbagai wilayan di India. Di tahun 1883 ia diangkat menjadi salah satu dari
ketiga anggota Dewan Raja Muda Inggris (The Viceroy’s Council) di India.
Ia adalah satu-satunya anggota Islam dalam majelis itu.[5]
Di tahun 1904
ia meninggalkan India dan menetap di London bersama isterinya yang
berkebangsaan British asli. Perpindahannya ini dilakukan setelah ia berhenti
dari Pengadilan Tinggi Bengal. Pada tahun 1906 ia diangkat menjadi anggota The
Judicial Committee of the Privy Council (Komite Kehakiman Dewan Raja) di
London, dan merupakan orang India pertama yang menduduki jabatan tersebut.
Seperti halnya Sir Ahmad Khan, Sayyid Amir Ali juga merupakan seorang pemimpin
Muslim yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pemerintahan Inggris di India.[6]
Dia melihat
pemerintahan Inggris adalah suatu alternatif untuk menghindari pengaruh dan
dominasi orang Hindu setelah memperoleh kemerdekaan dari kerajaan Inggris.
Setelah bermukim di London ia mendirikan cabang Liga Muslim (didirikan pada
1906).[7]
B . Pandangan dan Pemikiran Kalam Seyyid Amir
Ali
1. Ajaran Tentang Akhirat
Dalam bukunya The
Spirit of Islam di cetak untuk pertama kali di tahun 1891, Sayyid
Amir Ali menjelaskan tentang akhirat, bahwa bangsa yang pertama kali
menimbulkan kepercayaan pada kehidupan akhirat adalah bangsa Mesir. Agama
Yahudi pada mulanya tidak mengakui adanya hidup selain hidup di dunia, namun dengan
adanya pekembangan dalam ajaran-ajaran Yahudi yang timbul kemudian baru
dijumpai adanya hidup yang kedua. Agama-agama yang datang sebelum Islam pada
umumnya menggambarkan bahwa di hidup kedua itu manusia akan memperoleh upah dan
balasan dalam bentuk jasmani dan bukan dalam bentuk rohani.
Selanjutnya ia
menjelaskan bahwa ajaran mengenai akhirat itu amat besar arti dan pengaruhnya
dalam mendorong manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat. Lebih
lanjut lagi ajaran ini membawa kepada peningkatan moral golongan awam, apabila
ganjaran dan balasan di akhirat digambarkan dalam bentuk yang dapat ditangkap
oleh panca indera.[8]
2. Perbudakan
Dalam membahas
soal perbudakan, Sayyid Amir Ali menerangkan bahwa sistem perbudakan sudah
semenjak zaman purba ada dalam masyarakat manusia seluruhnya. Bangsa Yahudi,
Yunani, Romawi, dan Jerman di masa lampau mengakui dan memakai sistem
perbudakan. Agama Kristen, demikian ia selanjutnya menulis, tidak membawa
ajaran untuk menghapus sistem perbudakan itu.
Islam, berlainan
dengan agama-agama sebelumnya, datang dengan ajaran untuk menmbebaskan sistem
perbudakan. Dosa-dosa tertentu dapat ditebus dengan memerdekakan budak. Budak
harus diberi kesemapatan untuk membeli kemerdekaannya dengan upah yang ia
peroleh. Budak harus diperlakuakan dengan baik dan tidak boleh diperbedakan
dengan manusia lain. Oleh karena itu, dalam Islam, ada di antara budak-budak
yang akhirnya menjadi perdana menteri.[9]
3. Kemunduran Umat Islam
Kemunduran umat
Islam, ia berpedapat bahwa sebabnya terletak pada keadaan umat Islam di zaman
modern menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan oleh karena
itumengadakan ijtihad tidak boleh lagi, bahkan meruapakan dosa. Orang harus
tunduk kepada pendapat ulama abad ke-9 Masehi, yang tidak dapat mengetahui
kebutuhan abad ke-20. Perubahan kondisi yang dibawa perubahan zaman tidak
dipentingkan. Pendapat ulama yang disusun pada beberapa abad yang lalu diyakini
masih dapat dipakai untuk zaman modern sekarang.[10]
Kemajuan ilmu
pengetahuan ini dapat dicapai oleh umat Islam di zaman itu, karena mereka kuat
berpegang pada ajaran nabi Muhammad dan berusaha keras untuk melaksanakannya.
Eropa di waktu yang bersamaan masih dalam kemunduran intelektual. Kebebasan
berpikir belum ada. Islamlah yang pertama membuka pintu bagi berpikir. Dan
inilah membuat umat Islam menjadi promotor ilmu pengetahuan dan peradaban. Ilmu
pengetahuan dan peradaban tidak bisa dipisahkan dari kebebasan berpikir.
Setelah kebebasan berpikir menjadi kabur di kalangan umat Islam, mereka menjadi
ketinggalan dalam perlombaan menuju kemajuan.[11]
4. Konsepsi tentang Free Will and Free Act
Dalam uraiannya
mengenai pemikiran dan falsafat dalam Islam, Sayyid Amir Ali menjelaskan bahwa
jiwa yang terdapat dalam al-Qur’an bukanlah jiwa fatalisme, tetapi jiwa
kebebasan manusia dalam berbuat. Jiwa manusia bertanggung jawab atas
perbuatannya. Nabi Muhammad, demikian ia menulis lebih lanjut, berkeyakinan
bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan. Apa yang hendak
ditegaskan pemimpin ini sebenarnya ialah bahwa Islam bukan dijiwai oleh paham
qada’ dan qadar atau jabariah, tetapi oleh paham Qadariah, yaitu paham
kebebasan manusia dalam kehendak dan perbuatan (free will and free act).
Paham qadariah selanjutnya yang menimbulkan rasionalisme dalam Islam. Paham
qadariah dan rasionalisme, kedua inilah pula yang menimbulkan peradaban
Islam zaman klasik.[12]
C . Seyyed Amir Ali dan Apologi Islam
Sayyid Amir Ali
berusaha untuk membuktikan pada dirinya atau orang lain bahwa Islam adalah
baik. Sebenarnya mengetahui masalh apologi ini merupakan suatu hal yang harus
diketahui oleh orang yang ingin memahami pemikiran–pemikiran modern dalam dunia
Islam. Karena sebagian besar pemikiran kaum modernis masuk pada kategori ini.
Meraka berusaha
untuk melawan pandangan-pandangan yang salah tentang Islam lebih daripada
menerangkan Islam itu sendiri, dan mereka ingin menjadi pembela Islam lebih
daripada usaha untuk memahami Islam.[13]
- Biografi Muhammad Ali Jinnah
Mohammad Ali Jinnah lahir pada hari Ahad, tanggal 25
Desember 1876, keturunan dari seorang saudagar dari Kathiawar.[14] Ia
dilahirkan dengan nama Mohammed Ali Jinnah Bhai di Karachi, provinsi Sind (dulu
di India, tetapi sekarang menjadi wilayah Negara Pakistan) dari pasangan
pedagang yang berasal yang bernama Jinnahbhai dengan Mithibhai.[15] Kecerdasan
yang ia miliki dan kemampuan materi orang tuanya, memungkinkan ia mendapatkan
fasilitas yang besar untuk kepentingan pendidikannya.
Ketika menginjak umur sepuluh tahun, ia dikirim orang
tuanya belajar di Bombay selama satu tahun, kemudian pulang ke Karachi dan
melanjutkan pelajarannya di Sind Madrasatul Islam, setingkat
dengan sekolah menengah pertama, dan setelah itu melanjutkan sekolah menengah
atas di Mission Hight School. Atas nasihat Frederick Leigh
Croft, Meneger Graham Shipping and Tradding Company, ia
dikirim ke London oleh orang tuanya untuk belajar bisnis pada kantor
pusat Graham Shipping and Tradding Company dan waktu itu ia
berusia 16 tahun.[16]
Sampai di London, Muhammad Ali Jinnah tidak memasuki
sekolah yang di cita-citakan ayahnya, tetapi beliau justru tertarik mempelajari
hukum di London ini. Suatu lembaga pendidikan yang mempersiapkan lulusannya
menjadi ahli hukum atau pengacara. Pada tahun 1896, ia memperoleh gelar sarjana
dalam bidang hukum di London. Pada tahun itu juga ia kembali ke India dan
bekerja sebagai pengacara di Bombay.[17]
Dalam masa pengabdiannya di bidang hukum ini, ia
banyak berhubungan dengan berbagai kalangan lapisan masyarakat, diantaranya
adalah Machperson, Jaksa Agung Bombay. ia sangat terkesan dengan semangat
pengabdian Jinnah yang masih muda itu dalam bidang hukum, sehingga ia terdorong
untuk memberikan fasilitas kepada Jinnah dengan kebebasan yang seluas-luasnya
untuk mempergunakan perpustakaan pribadinya.[18]
- Perjalanan politik Mohammad Ali Jinnah
Karir politik Jinnah dimulai pada tahun 1906 dengan
keikut sertaannya pada sidang Kongres Kalkuta (Calcutta Congress Seassion)
sebagai sekertaris Presiden, Dhabai Naoradji. Beliau memilih bergabung dengan
Kongres Nasional, karena menurut pendapatnya “ perjuangan yang paling
utama bagi rakyat India adalah kemerdekaan India dan itu hanya dapat dicapai
melalui usaha bersama kelompok Islam dan Hindu ”. Jinnah berkeyakinan
bahwa persatuan umat Islam dan umat Hindu India merupakan syarat untuk
tercapainya kemerdekaan India. Atas keyakinan, sikap dan upaya untuk menyatukan
umat Islam dan umat Hindu ini demi kepentingan nasional dan kemerdekaan India,
beliau dijuluki sebagai “Ambassador of Hindu Muslim Unity”.
Pada saat Muhammad Ali Jinnah mulai tertarik dan
kemudian terjun dalam kancah perpolitikan India, ia masih tenggelam dalam
liberalisme yang ia peroleh pada saat ia mengemban pendidikan di Barat dan
pengaruh dari Dadabhai Naoroji dan Gopal Krishna Gokhale, Muhammad Ali Jinnah
memulai kariernya di sayap liberal dari kongres Nasional India pada tahun 1906.[19]
Kongres Nasional India (all India National Congress)
adalah sebuah partai politik tertua di India, yang didirikan pada tanggal 27
Desember 1885 di Bombay. Pada awal kemerdekaan Negara India, Kongres Nasional
India mendominasi di hampir semua aspek kehidupan politik India. Sedangkan pada
masa sebelum kemerdekaan, Kongres Nasional India berada pada barisan terdepan
dalam perjuangan untuk kemerdekaan. Walaupun di dalam kongres Nasional India
menampung kelompok-kelompok sosial radikal, tradisional, bahkan konservatif
Muslim dan Hindu, akan tetapi tetap saja dalam prakteknya menjadi perwakilan
umat Hindu dalam berpolitik. Kongres Nasional India pada awalnya tidak
menentang pemerintahan kolonial Inggris, dan pada perkembangannya Kongres
Nasional India menghimpun gerakan kemerdekaan untuk melawan pemerintahan
kolonial Inggris.[20]
Muhammad Ali Jinnah pada awalnya adalah salah seorang
tokoh Muslim India yang memiliki rasa nasionalisme tinggi dan memiliki
keinginan agar Negara India bisa merdeka dan menyatukan umat Muslim dan Hindu
dalam satu Negara yaitu Negara India, sehingga pada awal terjunnya ke dunia
politik Muhammad Ali Jinnah lebih memilih masuk ke dalam kongres Nasional India
yang merupakan organisasi politik terbesar pada waktu itu untuk menjadi pilihan
wadah berpolitiknya. Namun sebagai seorang Muslim, tetap saja fokus perhatian
politik Muhammad Ali Jinnah ditegakkan di atas kepentingan umat Muslim India,
yakni ia berpidato tentang masalah yang berhubungan dengan umat Muslim di
India, yaitu soal “Waqful Aulad”.[21]
Muhammad Ali Jinnah berpegang teguh kepada Kongres
Nasional India dan ia bangga tergolong sebagai anggota Kongres Nasional India.
Kerena menurut Muhammad Ali Jinnah, Kongres Nasional India telah sesuai dengan
pandangannya yaitu berjuang untuk memperoleh kemerdekaan Negara India dan
menentang pemerintahan kolonial Inggris.Namun pada tahun 1920, Muhammad Ali
Jinnah resmi mengundurkan diri dari Kongres Nasional India, karena ia memiliki
perbedaan pandangan dengan Mahatma Gandhi dan Pandit Jawaharlal Nehru tentang
masa depan Negara India.[22]
Liga Muslim India (All Indian Muslim League)
adalah salah satu organisasi politik di India pada masa kolonial Inggris. Liga
muslim India tersebut didirikan pada 30 Desember 1906 di Dacca sebagai wadah
perjuangan Umat Muslim India.
Sebagai seorang muslim, Muhammad Ali Jinnah tetap
menempatkan fokus perhatian politiknya di atas kepentingan umat Muslim. Namun
ia memilih Kongres Nasional India dibanding Liga Muslim India sebagai tempatnya
bernaung dalam awal karier politiknya. Hal ini disebabkan karena menurut
Muhammad Ali Jinnah, Liga Muslim India tidak memiliki tujuan yang cukup tinggi
dan menurutnya juga, politik patuh dan setia pada pemerintahan Inggris yang
terdapat dalam Liga Muslim tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Namun,
pada bulan Maret 1913, Liga Muslim India mengubah Anggaran Dasarnya, yaitu
berusaha memperoleh “suatu bentuk pemerintahan sendiri yang sesuai” sebagai
tujuan organisasi tersebut, setelah Liga Muslim India mengubah Anggaran
Dasarnya dan menurut Muhammad Ali Jinnah telah sesuai dengan apa yang
diinginkannya maka ia masuk ke dalam anggota Liga Muslim India, dengan demikian
Liga Muslim India memiliki orang kuat.[23]
Pada tahun tersebut juga Muhammad Ali Jinnah terpilih
menjadi Presiden Liga Muslim India dan mulai aktif dalam kegiatan politiknya
yang sesuai dengan tujuan yang ingin ia capai, yaitu berusaha untuk menyatukan
umat Muslim dan Hindu India. Usaha-usaha politiknya ia lakukan dari dalam Liga
Muslim India. Perjuangan dan kebijakan Ali Jinnah sebagai Presiden Liga Muslim
ini adalah demi persatuan Islam dan Hindu untuk meraih satu tujuan yaitu
kemerdekaan seluruh India dari cengkeraman penjajahan Inggris. Oleh sebab itu
ia mengadakan perundingan dengan Partai Kongres Nasional India, yang di kenal
dengan perjanjian Lucknow 1916. Salah satu isinya menetapkan
bahwa umat Islam India akan memperoleh daerah pemilikan terpisah, dan ketentuan
ini akan dicantumkan dalam UUD India.[24]
- Ideologi Mohammad Ali Jinnah dalam pembaharuan negara Islam di India
Pemikiran pembaharuan Mohammad Ali Jinnah sebenarnya
lebih pada ranah politik. Diantaranya adalah gagasan tentang nasionalisme
India, dengan perjuangan yang dilakukan :
1.
Persatuan umat Islam dan Hindu
2.
<.span>Kemerdekaan India dari cekreraman
penjajah (Inggris)
3.
Nasionalisme
Muhammad Ali Jinnah mengatakan bahwa:
”India tidak akan diperintah oleh umat Hindu dan tidak pula oleh umat
Islam, tetapi India harus diperintah oleh rakyat India dalam arti diperintah
oleh umat Islam dan Hindu secara bersama-sama. Tuntutan kita adalah memindahkan
kekuasaan ke tengah-tengah rakyat India dalam waktu yang tidak begitu lama, dan
merupakan prinsip pembaharuan kita. (semangat nasionalisme).”
Tahun 1947, LMI memporeleh suara yang signifikan. Dengan gagasannya
dihadapan pemerintah Inggris dan Partai Konggres yaitu membentuk pemerintahan
sementara dan memboikot rencana sidang Dewan Konstitusi.
- Perjuangan Mohammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara islam “Pakistan”
Tahun 1934, Ali Jinnah kembali memimpin Liga Muslim
atas permintaan teman-temannya. Liga Muslim dibawah pimpinan Ali Jinnah kali
ini berubah menjadi gerakan rakyat yang kuat dari sebelumnya yang hanya
beranggotakan para hartawan, pegawai tinggi, dan belum ada hubungan dengan
orang awam Muslim.[25] Namun
kini dengan dukungan para ulama, mereka berhasil menarik para petani, pengrajin
dan masyarakat bawah lainnya ke dalam perjuangan Liga Muslim yang berjuang demi
kemerdekaan Negara Islam Pakistan, terpisah dari Negara Hindu India.
Pada tahun 1940, Ali Jinnah mengemukakan Two
Nations Theory(Teori Dua Bangsa), bahwa Islam dan Hindu adalah dua kultur
yang sangat berbeda dan terpisah. Menurutnya, meskipun telah berabad-abad dua
bangsa ini hidup dalam satu atap Negara, tetapi kenyataannya mereka tidak
pernah bisa bersatu.
Tahun 1944 Ali Jinnah mengadakan perundingan dengan
Ghandi dari Partai Kongres untuk membicarakan tentang aksi bersama menghadapi
Inggris. Tetapi perundingan tetap mengalami kegagalan. Tapi Ali Jinnah terus
menyebarkan ide pembaharuannya. Ia menjelaskan bahwa Negara Pakistan nantinya
akan mencakup enam daerah. Juga menjelaskan sistem pelaksanaan pemerintahan
yang akan dipegang oleh orang Muslim tanpa melupakan nonmuslim.
Sementara itu, suasana India semakin tak terkendali
akibat persaingan politik yang semakin memanas. Terjadi pertikaian yang
melibatkan umat Islam dan Hindu yang menewaskan 5000 orang dari kedua pihak.
Insiden kekerasan ini semakin menambah kuatnya tuntutan umat Islam untuk
memisahkan diri dari India dan membentuk Negara sendiri.
Pemerintah Inggris tidak bisa mengendalikan situasi
yang semakin meruncing ini. Hingga akhirnya satu tahun berikutnya Inggris
menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi yaitu pihak Pakistan dan
India.
Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan konstitusi Pakistan
diresmikan, dan keesokan harinya 15 agustus 1947 Pakistan resmi berdiri sebagai
Negara umat Islam, terpisah dari India. Dan Ali Jinnah dibaiat menjadi Qaid-i Azam (Pemimpin Besar) sekaligus
Presiden pertama Republik Islam Pakistan. Dalam salah satu pidatonya Ali Jinnah
mengatakan, “dari sudut pandang apapun ummat Islam adalah satu
bangsa, mereka berhak mendirikan Negara sendiri dan menerapkan cara apapun
untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan mereka dari dominasi India”.
Aral tak henti menghadang pertumbuhan negara yang tengah berjuang
menerapkan syari'ah (hukum Islam), yang mengakomodasi demokrasi, HAM,
toleransi, dan keadilan sosial tersebut. Mayoritas negara-negara anggota PBB
rata-rata “gerah” menyaksikan kemajuan Pakistan di bidang penerapan syari'ah
dan pengembangan sains modern. Puncak kekhawatiran itu, berubah menjadi ketakutan
dan berujung kepada konspirasi untuk memecah belah.
Tahun 1971 timbul perang saudara antara Pakistan Barat yang dipimpin
Presiden Yahya Khan dan Pakistan Timur yang dipimpin Mujibur Rahman.
Dengan bantuan penuh India, serta kelompok konspirasi lainnya, Pakistan
Timur berhasil melepaskan diri dari Republik Islam Pakistan. Berdirilah
Republik Bangladesh. Republik Islam Pakistan kehilangan satu sayap
terpenting, berupa penyusutan wilayah geografis. Setelah tragedi pisahnya
Pakistan Barat-Pakistan Timur, Republik Islam Pakistan senantiasa
dililit masalah. Selain ketegangan abadi dengan India, baik mengenai perbatasan
maupun kepemilikan Khasmir, juga ketengangan internal yang selalu meruntuhkan
kewibawaan pemerintahan.
Tahun 1974, Jenderal Yahya Khan dikudeta oleh Jenderal Zulfikar Ali Butho.
Juli 1977, Jenderal Ziaul Haq mengambil alih kekuasaan. Ali Butho dihukum
gantung tanggal 4 April 1979. Pemerintah Ziaul Haq memberi dukungan penuh
kepada Mujahidin Afganistan, yang sedang berjuang melawan invasi militer Uni
Soviet (1979-1989). Namun tahun 1988, Ziaul Haq tewas, ketika helikopter yang
ditumpanginya bersama Dubes Amerika Serikat di Pakistan, meledak. Kekuasan
berpindah. Hingga muncul Benazir Butho, putri mendiang Zulfikar Ali Butho,
merebut takhta Perdana Menteri. Hanya bertahan dua tahun. Tahun 1990, Benazir
lengser karena dituduh korupsi. Digantikan Nawaz Sharif, seorang pengikut
panatik Ziaul Haq. Sejak itu, pemerintahan Pakistan tak pernah stabil.
Serangan AS ke Afganistan awal 2002, membawa pengaruh luar biasa terhadap
Pakistan. Peran Pakistan membesarkan Milisi Thaliban, hingga mampu mendirikan
pemerintahan Islam di Afganistan tahun 1996, berubah drastis setelah mendapat
tekanan keras AS. Pakistan balik membantu AS menghancurkan Milisi Thaliban.
Presiden Pervez Musharraf berperan besar dalam perubahan sikap itu. Seorang
Presiden yang berhasil naik tahta dengan aksi kudeta militer tak berdarah ini,
merupakan kata kunci bagi perkembangan politik dan ekonomi Pakistan
kontemporer.
In the Line of Fire karya Peresiden Musharraf terbaru (2006), adalah buku
yang cukup kontroversial untuk dekade akhir ini. Banyak hal yang ia paparkan
dalam buku tersebut, mulai dari perbaikan ekonomi Pakistan, pemulihan
demokratisasi, pengentasan kemiskinan, peningkatan taraf pendidikan, emansipasi
wanita, sampai kepada perang terhadap terorisme. Dengan langkah-langkah
reformasinya ini, seolah ia tengah bermain api, baik kepada kalangan yang
memiliki dendam sejarah atasnya, atau kepada kalangan yang menolak terhadap ide
demokrasi liberal. Kalangan oposisi pemerintah, sampai kalangan fundamentalis
pun selalu memberikan catatan-catatan kritis terhadap perjalanan rezim
Musyharaf ini. Nampaknya ideologi Negara Syariat yang sejak awal dirancang,
tengah menhadapi ujian, khususnya di saat negara-negara Barat menemukan
momentumnya dalam setting perang melawan terorisme. Maka tak heran jika
sekarang mulai muncul kembali wacana, bahwa Pakistan lahir atas dasar
kepentingan mendirikan Negara Islam, ataukah sebatas membela kepentingan pemeluk
Islam dari ketertindasan bangsa India saja. Entah akan ke mana akhir dari
firksi ini akan bermuara, yang jelas bola api itu masih terus bergulir sampai
saat ini.[26]
Setahun setelah perjuangannya mendirikan Negara
Pakistan, tepatnya 11 September 1948, Muhammad Ali Jinnah, Presiden Pakistan
pertama wafat di Karachi dalam usia 72 tahun.
Jadi secara singkatnya dalam karier intelektualnya
adalah :
1.
Sebagai pengacara di London
selama 2 tahun
2.
Tahun 1897 (usia 2 tahun)
sebagai pengacara di Bombay
3.
Berkenalan dengan Jaksa Agung,
Mac Pherson, banyak menimba ilmu (perpustakaan pribadi)
4.
Tahun 1906 terjun ke dunia
politik, dan membidani berdirinya Partai Liga Muslimin India, dengan Tujuan :
5.
melindungi dan meningkatkan
hak-hak politik serta kepentingan umat Islam yang ada di India.
6.
mencegah pemaksaan dan tekanan
dari komunitas lain
7.
Tahun 1913 terpilih sebagai
Presiden Liga Muslim India. Dalam perjuangannya melakukan kerja sama dengan
Partai Konggres yang menghasilkan Perjanjian Lucknow tahun 1916. Hasilnya :
Umat Islam diberi daerah pemilihan terpisah yang dicantumkan dalam
undang-undang dasar di India.
8.
Tahun 1917 mengokohkan kerja sama
umat Islam dan Hindu.
9.
Tahun 1930-1932 ke London,
diadakan KMB tentang perubahan ketatanegaraan dalam proses menuju kemerdekaan
India. Dia merasa kecewa dengan umat Hindu karena memaksakan kehendaknya, dan
akhirnya menetap di London.
10.
Tahun 1930, sahabatnya Muhammad
Iqbal mencetuskan gagasan negara islam bagi umat Islam di India
11.
Tahun 1934, kembali ke India atas
permintaan Liaquat Ali Khan, dan kembali memimpin Liga Muslim India
12.
Sidang di Lahore, menghasilkan
”Resolusi Lahore” atau ”Resolusi Pakistan” sebagai pelopor : Maulvi Fazlul
Haque. Hasilnya : Umat Islam India merupakan suatu bangsa. Umat Islam. Umat
Islam harus merupakan tanah air sendiri terpisah dari umat Hindu, dan tidak
akan menerima konstitusi yang tidak menjadi menyebabkan tuntutan dasar ini.
13.
Tahun 1937, LMI mengalami
kekalahan dalam pemilu dengan Partai Konggres (ketuanya : Jawaharlal Nehru)
14.
Ketika terjadi konflik antara
umat Islam dan Hindu semakin memanas di Calcuta dan Binhar, gagasan pendirian
negara sendiri semakin menguat.
15.
Pemerintah Inggris mengalami
kesulitan, dan menyerahkan kedaulatan pada kedua Dewan Konstitusi :
16.
India untuk umat Hindu
17.
Pakistan untuk umat Islam
18.
Tanggal 14 Agustus 1947, lahirlah
Pakistan sebagai negara
19.
Memimpin Pakistan selama 1 tahun,
dan wafat pada tanggal 11 September 1948 dalam usia 72 tahun
KESIMPULAN
Sayyid Amir Ali
berasal dari keluarga Syi’ah yang berhijrah dari Persia ke India dan akhirnya
menjadi pejabat Istana kerajaan Munghal. Dari sanalah Sayyid Amir Ali memulai
pendidikannya dengan mempelajari bahasa Arab kemudian bahasa dan sasrta
Inggris.
Selanjutnya ia menempuh studi di Inggris dan
menjadi seorang ahli dalam hukum Inggris, kemudian ia kembali ke India dan
terlibat dalam dunia akademisi dan politk sekaligus berafiliasi dengan
pemerintahan Inggris, hal ini merupakan suatu upaya untuk memperjaungkan
kepentingan umat Islam, tidak hanya yang ada di India, tetapi juga keutuhan
khilafah Utsmania di Turki.
Pandangan Sayyid Amir Ali tidak hanya mencakup
hal-hal yang berhubungan dengan pemikiran dan teologi, seperti tauhid, ibadat,
hari kiamat, kedudukan wanita, perbudakan, sistem politik dan sebagainya.
Kelemahan umat Islam tentang pintu ijtihad telah tertutup, kebebasan kehendak
dan perbautan manusia (free will and free act), pandangan terhadap rasionalisme
kaum Mu’tazilah.
Ketika
membicarakan pembaruan yang dilakukan oleh para pembaru sebelumnya. Pemikiran
pembaruan dimulai oleh Syah waliyullah pada akhir abad ke-18 dilanjutkan oleh
Sayyid Ahmad Khan, kemudian Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah beberapa
dekade berikutnya, yang kemudian menimbulkan negara Pakistan pada abad ke-20.
Mengingat
sejarah perkembangan di India, pembentukan negara tersendiri bagi umat Islam
India, adalahsuatu kemestian. Setelah jatuhnya Kerajaan Mughal, umat Islam yang
merupakan minoritas di India sadar bahwa kedudukan dan wwujud mereka senantiasa
terancam. Inilah yang dirasakan oleh para pembaru India, terutama Ali Jinnah.
Para pembaru di India harus diakui mempunyai peranan yang sangat penting bagi
pemunculan negara Pakistan. Harus diakui bahwa ide-ide pembaruan yang
dilontarkan oleh para pembaru, seperti Ahmad Khan, Amir Ali, Iqbal sangat
membantu bagi usaha-usaha Jinnah dalam menggerkkan umat Islam India yang pada
abad lalu masih merupakan masyarakat yang berada dalam kemunduran,kemudian
dapat diubah menjadi masyarakat yang berpikir sehingga mampu untuk mempunyai
wilayah dan pemerintahan Islam tersendiri, yaitu negara Pakistan.
Dengan
segala kegigihannya dan keberaniannya, ia terus berusaha mewujudkan suatu
koloni Islam yang diikat dalam suatu pemerintahan Islam mandiri dan terbebas
dari intervensi pihak manapun. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa Jinnah
merupakan tokoh penentu tentang kebangkitan Islam di India. Oleh karena itu,
wajarlah jika Jinnah dijuluki sebagai “Bapak Pendiri Pakistan”.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti, Alam Pikiran Isalm Modern di
India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1998.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam:
Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 2003.
Ali, Mukti. 1998. Alam Pikiran Islam Modern di India
dan Pakistan. Mizan: Bandung
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam Sejarah
Pemikiran dan Gerakan. Bulan Bintang: Jakarta
Nasution, Harun, Prof.Dr. 2011. Pembaharuan dalam Islam Sejarah
Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang: Jakarta
Munif, Achmad. 2007. 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia.
Penerbit Narasi: Yogyakarta
Musyrifa. 2010. Peranan Muhammad Ali Jinnah dalam Mendirikan Negara
Republik Islam Pakistan, Skripsi: Fak. Ilmu Sosial dan Politik “Kongres
Nasional India”,
Syaukani, Ahmad. 2001. Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia
Islam. CV Pustaka Setia: Bandung
Wibisono, Fattah. 2009. Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan
di Dunia Islam. Rabbani Press: Jakarta
[1] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam:
Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hlm. 174.
[2] Ibid, hlm. 147
[3] H. A. Mukti Ali, Alam Pikiran Isalm Modern di India dan
Pakistan, (Bandung: Mizan, 1987), hlm. 142.
[4] Ibid, hlm. 174.
[5] Ibid, hlm. 147
[6] Ibid, hlm 143.
[7] Ibid. hlm 143
[8] Ibid. hlm 178.
[9] Ibid .hlm 179.
[10] Ibid, hlm 180.
[11] Ibid, hlm181.
[12] Ibid.
[13] Ibid, hlm 143.
[14] Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia
Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hal. 91
[15] Achmad Munif, 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia, (Yogyakarta: Penerbit Narasi,
2007), hal. 143
[16] Mukti Ali, Alam Pikiran Islam
Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 190
[17] Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
hal. 200
[18] Fattah Wibisono, Pemikiran Para
Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2009), hal.
1
[19] Musyrifa, Peranan Muhammad Ali
Jinnah dalam Mendirikan Negara Republik Islam Pakistan, (Skripsi: Fak. Ilmu
Sosial dan Politik, 2010), hal. 33
[20] “Kongres nasional India”, di ambil dari
: http://id.wikipedia.org/wiki/Kongres_Nasional_India, pada tanggal 23 Oktober 2012
[21] Mukti Ali, Alam Pikiran Islam
Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 191
[22] Achmad Munif, 50 Tokoh Politik
Legendaris Dunia, (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2007), hal.144
[23] Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
hal. 195
[24] Fattah Wibisono, Pemikiran Para
Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2009), hal.
130
[25] Prof.Dr.Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2011),
hal. 189
[26] Diambil dari http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/10/peran-ali-jinnah-kemerdekaan-pakistan.html pada tanggal 21 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment