Pendekatan
Historis Terhadap Gaya Kepemimpinan Umar bin Khottab
A.
Latar belakang
Umar Ibn Khattab adalah salah satu
sosok khulafaur rasyidin yang penuh dengan tindakan controversial. Itulah
kenapa sosok Umar selalu menjadi sasaran para biografer untuk menulis
biografinya panjang lebar. Husain Haikal adalah salah satu biografer terkenal
di Mesir yang menulis biografi Umar dengan sangat cantik sekali, dalam dengan
analisa yang mendalam dan kritis. Dibandingkan biografi para khalifah yang
lain, biografi Umar dibuat olehnya dengan bahasan yang amat mendalam. Hal ini
sama sekali tidak ada kesan aneh, karena Umar memang melakukan hal-hal yang
istimewa, dimana jarang sekali sahabat yang melakukan hal itu.
Keputusan-keputusan, kebijakan-kepibajan, fatwa-fatwa,dan gaya kepemimpinan
beliau membuat para biorafer berfikir bahwa banyak hal yang harus ditulis dalam
buku biografi Umar, seakan butuh berates-ratus halaman hanya untuk menelusuri
dan menulis seorang Umar Ibn Khattab.
Para biagrafer yang biasa menulis
biografi Umar, pada umumnya melakukan penelitian seluruh aspek dalam sosok
Umar, aspek politik, pemikiran, individu dan lain sebagainya. Akan tetapi
penulis tertarik untuk melakukan eksplorasi literaratur sejarah khususnya pada
karya Husain Haikal tentang gaya kepemimpinan umar. Nampaknya apa yang penulis
bidik dalam tulisan ini erat kaitannya dengan aspek politik umar.
Sebagai kholifah kedua, pengganti
Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar Ibn Khattab banyak melakukan
perubahan-perubahan dalam pemerintahan yang dipimpinnya yang belum pernah
dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar. Kebijakan-kebijakan controversial,
pemikiran-pemikiran progresif, dan gaya kepemimpinan yang unik membuat sosok
beliau sangat istimewa. Salah satu gaya ciri kepemimpinan beliau adalah
kebiasaannya melakukan ronda malam keseluruh pelosok Kota madinah. Pada suatu
malam, ketika beliau ronda malam bersama salah satu sahabt, Umar mendapati
sebuah keluarga. Tiba-tiba langkahnya terhenti oleh suara tangisan anak kecil
yang merengek-rengek kepada ibunya seraya minta untuk makan malam.
Kelihatannya, anak-anak kecil tersebut sudah sekian lama tidak tersentuh oleh
makanan. Ibu mereka, yang terdengar oleh Umar sedang memasak, berbicara dengan
lembut kepada anak-anak mereka bahwa makanan yang sedang ia masak belum matang,
dan akan segera matang. Anak-anak diminta oleh ibunya untuk bersabar menunggu
matangnya makanan yang sedang dimasak, sambil menunggunya di kamar tidur, hal
ini dilakukan dengan tujuan agar mereka bisa ngantuk dan kemudian tertidur,
karena yang sedang ibu tersebut masak bukanlah makanan, tapi beberapa kerikil,
jadi sampai kapanpun makanan yang ada di dalam alat masak tidak akan pernah
matang. Melihat kenyataan tersebut, Umar dan sahabatnya memustuskan untuk masuk
ke dalam rumah seorang perermpuan tersebut. Salampun diucapkan yang kemudian
dijawab dengan lembut oleh perempuan tersebut. Umar pun meminta izin untuk
tinggal sejenak di dalam rumah perempuan tersebut karena alasan cuaca yang
sangat dingin sekali. Perempuan tersebut pun memberikan kepada Umar dan
sahabatnya. Detik berganti Menit, menitpun
berganti jam, tidak ada obrolan antara Umar dan perempuan itu. Setelah
sekian lama Umar pun memberikan diri untuk bertanya kepada perempuan tersebut
tentang kenapa anak-anaknya tidak segera diberi makan. Si perempuan tersebut
menceritakan kejadian dan fakta yang terjadi seraya berkata “ini salah Umar,
kenapa dia tidur pulas ditengah rakyatnya yang ditimpa kemiskinan”. Akhirnya
Umar pun kembali ke rumahnya dan mengambil sekarung gandung dan uang yang
kemudian diberikan kepadanya.
Narasi tentang salah satu sifat Umar
tersebut di atas membuat Penulis lebih tertantang untuk lebih banyak lagi
menguak tentang gaya kepemimpinan Umar. Adapun literature yang akan Muhammad
Husain menjadi rujukan Penulis dalam tulisan ini diklasifikasi menjadi dua,
yaitu primer yang sekunder. Sumber primer yang akan penulis rujuk adalah buku
Umar Bin Khattab karya Muhamad Husain Haikal, sedangkan sumber sekundernya
adalah buku-buku lain yang terkait dengan biografi Umar bin Khattab.
B.
Paparan data
1.
Ayah Umar
Sebenarnya Khattab ini cerdas, sangat dihormati di kalangan masyarakatnya,
pemberani. Dengan tangkas dan tabah ia memimpin Banu Adi dalam suatu
pertempuran. Banu Adi ini yang dulu ikut dalam Perang Fijar, yang dipimpin oleh
Zaid bin Amr bin Nufail dan Khattab bin Nufail pamannya dan sekaligus
saudaranya dari pihak ibu, sebab perkawinan Nufail dengan Jaida yang kemudian
melahirkan Khattab. Setelah Nufail meninggal Amr anaknya yang dari ibu lain
kawin dengan istri ayahnya Jaida'. Pernikahan demikian biasa dilakukan di zaman
jahiliah.
Dari perkawinan Amr dengan Jaida'
ini kemudian lahir Zaid bin Amr, yang bagi Umar adalah saudara
dan sekaligus kemenakan. Usia keduanya berdekatan dan itu pula yang menyebabkan
mereka memimpin masyarakatnya dalam Perang Fijar.[1]
Sesudah Zaid meninggalkan penyembahan berhala dan tidak mau memakan
makanan kurban untuk berhala itu, kepada masyarakatnya ia berkata: "Allah
menurunkan hujan dan menumbuhkan hasil bumi, menciptakan unta supaya kamu urus
lalu kamu sembelih untuk yang selain Allah? Selain aku, aku tidak tahu di muka bumi ini adakah orang yang
berpegang pada agama Ibrahim?. Kemudian ia membacakan syair yang mengajak orang
membuang cara peribadatan demikian itu.[2]
Oleh karena itu oleh Khattab ia dimusuhi dan ditentang keras sekali, didorong
pula oleh masyarakat Kuraisy yang akhirnya mengeluarkannya dari Mekah dan tidak
diperbolehkan memasuki Mekah lagi. Khattab termasuk di antara mereka yang
paling keras dan kejam.
Di
antara perempuan yang sudah dikawini Khattab termasuk Hantamah binti Hasyim bin
al-Mugirah dari Banu Makhzum yang masih
sepupu Khalid Bin Al-Walid dari pihak ayah. Al-Mugirah bin Abdullah bin Amr bin
Makhzum kakek mereka bersama, yang juga pemimpin pemuka pemuka Kuraisy dan
salah seorang pahlawannya. Dalam pasukan tentara Banu Makhzum dia juga komandannya,
sehingga mendapat gelar sesuai dengan kedudukannya itu. Dengan kedudukannya
yang demikian di kalangan Kuraisy, dialah yang telah menasihati kakek Nabi,
supaya jangan menyembelih Abdullah anaknya sebagai kurban untuk memenuhi nazarnya,
dengan mengatakan: "Janganlah sekali-kali menyembelihnya sebelum kita
memberikan alasan. Kalau penebusannya dapat kita lakukan dengan harta kita,
kita tebuslah." Dengan kedudukannya itu Hantamah adaiah perempuan yang
selalu dekat di mata suaminya dan lebih diutamakan dari istri – istrinya yang
lain. Setelah Umar lahir sang ayah merasa sangat gembira dan dibawanya kepada berhala
– berhala sebagai tanda kegembiraannya. Kaum fakir miskin di kalangan Banu Adi
yang banyak jumlahnya ketika itu diberi santunan berupa makanan.
2.
Umar di Masa Kecil, dan remaja
Dia
bernama Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul ‘Uzza bin Rabah bin Qurth bin
Razah bin Ady bin Ka’ab bin Lua. Amirul Mukminin, Abu Hafas al-Qurasyi,
al-Adawi, al-Faruq. Umar lahir pada tahun ketiga belas setelah peristiwa tahun
Gajah. Dia termasuk orang yang paling mulia
dikalangan suku Quraisy, dia masuk islam pada tahun keenam kenabian.
Saat itu ia berusia 27 tahun, sebagai mana ditulis oleh imam adz-Dzahabi.[3] Ia
meninggal sekitar tiga hari terakhir bulan Zulhijah 23 tahun setelah hijrah.
Tetapi yang masih diperselisihkan mengenai umurnya ketika ia wafat: ada yang
mengatakan dalam usia lima puluh tahun, ada yang menyebutkan dalam usia lima
puluh tujuh tahun, yang lain mengatakan enam puluh tahun, ada lagi yang
mengatakan enam puluh tiga tahun dan sebagainya. Besar dugaan ia meninggal
sekitar umur enam puluhan. Kalau benar demikian berarti ketika ia hijrah
umurnya belum mencapai empat puluh tahun. Dan kepastian dugaan ini tak dapat
kita jadikan pegangan.
Semasa
anak-anak Umar dibesarkan seperti layaknya anak-anak Kuraisy. Yangkemudian
membedakannya dengan yang lain, ia sempat belajar baca-tulis, hal yang jarang
sekali terjadi di kalangan merek`. Dari semua suku Kuraisy ketika Nabi diutus
hanya tujuh belas orang yang pandai baca-tulis. Sekarang kita mengatakan bahwa
dia termasuk istimewa di antara teman-teman sebayanya.
Orang
– orang Arab masa itu tidak menganggap pandai baca – tulis itu suatu
keistimewaan, bahkan mereka malah menghindarinya dan menghindarkan anak-anaknya
dari belajar. Sesudah Umar beranjak remaja ia bekerja sebagai gembala unta
ayahnya di Dajnan atau di tempat laindi pinggiran kota Mekah. Sudah kita
sebutkan ia bercerita tentang ayahnya serta tindakannya yang keras kepadanya
saat ia menggembalakan untanya. Penulis Al-'Iqdul Farid menyebutkan
bahwa pada suatu hari Umar berkata kepada an-Nabigah al-Ja'di: Perdengarkanlah
nyanyianmu kepadaku tentang dia. Lalu diperdengarkannya sebuah kata dari dia.
"Engkau yang mengatakan itu?" tanyanya. " Ya." "Sering
benar kau menyanyikan itu di belakang Khattab." Menggembalakan unta sudah
merupakan kebiasaan di kalangan anak – anak Kuraisy betapapun tingkat kedudukan
mereka.
Beranjak
dari masa remaja ke masa pemuda sosok tubuh Umar tampak berkembang lebih cepat
dibandingkan teman – teman sebayanya, lebih tinggi dan lebih besar. Ketika Auf bin Malik melihat orang banyak berdiri
sama tinggi, hanya ada seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain sehingga sangat mencolok.
Bilamana ia menanyakan siapa orang itu, dijawab: Dia Umar bin Khattab.
Wajahnya
putih agak kemerahan, tangannya kidal dengan kaki yang lebar sehingga jalannya
cepat sekali. Sejak mudanya ia memang sudah mahir dalam berbagai olahraga:
olahraga gulat dan menunggang kuda. Ketika ia sudah masuk Islam ada seorang
gembala ditanya orang: Kau tahu si kidal itu sudah masuk Islam? Gembala itu
menjawab: Yang beradu gulat di Pasar Ukaz? Setelah dijawab bahwa dia, gembala
itu memekik: Oh, mungkin ia membawa
kebaikan buat mereka, mungkin juga bencana. [4]
3.
Umar di Masa Nabi
Rasulullah saw. juga mendoakan umar bin al-Khattab ra. –atau Abu
Jahl bin Hisyam – tapi umar lah yang masuk islam. Ajakan beliau terjadi pada
hari rabu, sedang umar masuk islam pada hari kamis. Maka Rasulullah saw. dan
seluruh penghuni rum`h bertakbir dengan suara takbir yang bisa ku dengar dari
dataran tinggi Makkah. Abu al-Arqam keluar rumah sedang dia orang yang buta dan
kafir – samil berkata, “Ya Allaj, ampunilah anakku, sihambah yang remeh,
al-arqam. Sesungguhnya dia telah kafir.” Uma berdiri seraya berkata, “wahai
Rasulullah! Mengapa kita harus menyembunyikan agama kita, sedang kita berada di
atas kebenaran? Lalu agama mereka malah di tampakkan terang-terangan, padahal
mereka diatas kebatilan?”
Beliau bersabdah, “ Hai Umar! Kita masih berjumlah sedikit. Kamu lihat
sendiri apa yang telah kami derita.” Mak Umar berkata! Tiada satu tersisasatu
majlis pun yang aku duduki dengan kekafiran, melainkan aku akan menampakkan
keimanan didalamnya. Kemudian dia keluar dan berthawaf di Ka’bah. Dia melewati
beberapa orang Quraisy yang tengah menunggunya. Abu Jahl bin Hisyam berkata, “ Si fulan menuduhmu telah keluar
dari agama nenek moyang kita!” Jawab Umar, “ Aku bersaksi bahwa tiada tuhan
selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba
sekaligus utusan-Nya.” Serentak orang-orang musyrik menubruknya, sedang Umar
menubruk Utbah dan menduduki dadanya. Dia terus memukulinya dan memasukkan
jarinya ke kedua mata Utbah seketika Utbah berteriak kesakitan sehingga
orang-orang sama menyingkir hingga umar berdiri.
Maka tiada seorang pun yang mendekati umar melainkan umar akan
memberi penghormatan kepada orang yang mendekatinya, sehingga dia membuat
orang-orang tidak mampu berbuat apa-apa. Dia terus mendatangi majlis – majlis
yang pernah dia ikuti lalu menampakkan keimanan di dalamnya lalu umar kembali
kepada Nabi SAW saat beliau berada di tengah – tengah mereka. Demikian
tercantum dalam kitab al-Bidayah (juz 3, hal. 30). Al-Hafiz
menceritakannya dalah al-Ishabaj (juz 4, hal. 447) dari Ibnu Abu’ Ashim.[5]
Inilah sikap umar yang pertama sepeninggal Rasulullah. Seperti
sudah kita saksikan, ini merupakan sikapnya yang sangat bijaksana, berpandangan
jauh ke depan dan strategi politik yang baik sekali. Ini jugalah sikapnya dalam
mencalonkan pimpinan umat.kemampuanya membuktikan ia dapat mengemudikan Negara
yang baru tumbuh ini, dengan tidak menghiraukan kepentingan pribadinya, dan
segala pemikirannya hanya ditujukan untuk kepentingan umat dan kedisiplinan
yang tinggi.[6]
4.
Umar di Masa Abu Bakar
Ketika datangnya musim panas yang penuh kemenagan itu, Abu Bakar
yang telah barusia enam puluh tiga tahun terserang penyakit demam, penyakit
demm membuat Abu Bakar sangat kepayahan sehingga dia memutuskan tidak akan
menyerahkan segala sesuatunya pada nasib belaka. Dia memanggil enam orang
sahabat terkemuka (laki ini termasuk Ali) dan mengusulkan agar Umar dikukuhkan
sebagai penggantinya. Ini tidak didasarkan pada ayat Al-Qur’an atau hadits
nabi, melainkan pendapat Abu Bakar belaka. Keputusan semacam itu didefinisikan
sebagai Ijtihad oleh para ahli hukum islam, para sahabat yang berkmpul
mengungkapkan keprihtinan mereka mengenai watak keras dan sikap tegasnya. Hari-hari
terakhir Abu Bakar dihabiskan diantara istri-istri dan purinya, Aisyah yang
merawatnya sampai akhir.[7]
Ketika Umar secara resmi mengambil-alih kepemimpinan atas urusan
umat dari Abu Bakar pada Agustus 634, salah satu tindakan pertamanya ialah
memecat Khalid dari jabatan panglima tertinggi, meskipun dia masih dibolehkan
memegang komando pasukan yang dia pimpin keluar dari Irak.
Dalam segala hal, Umar bersikap kasar dalam hubungannya dengan
penduduk, ini bertentangan dengan fatwa bahwa dia berusaha untuk memimpin
sebagai seorang khlifah, bukan sebagai seorang sultan. Bagus jika kita ingat
kembali sebagian dari pidato ‘Utbah bin Ghazwan yang bertugas sebagai pejabat
di Basrah selama hanya enam bulan.[8]
5.
Umar menjadi Kholifah dimasa pemerintahan dan model kepemimpinannya
Keislaman beliau telah memberikan andil besar
bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil,
bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin.
Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan
kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang
paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar
As Siddiq.
Umar membuktikan
dirinya sebagai seorang pemimpin yang luar biasa, seorang ahli strategi dan
administrator ulung, serta memberikan teladan persoalan yang luar biasa. Tidak ada
orang seperti dia dalam ratusan tahun sejarah barat, meskipun mungkin Giuseppe
Garibldi, Abraham Lincoln, dan Cato mendekati aspek – aspek tertentu dari
karakternya. Umar secara sadar menghormati peran pendahulunya, Abu Bakar,
dengan menempatkan dirinya sebagai penerus bagi Rasulullah pemimpin kaum
beriman.[9]
Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun
yang dapat meragukannya. Seorang tokoh besar setelah Rasulullah SAW dan Abu
Bakar As Siddiq. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau
berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat,
Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.
Keberhasilan Umar radiyallahu’anhu pada masa kekhilafahannya merupakan sebuah kemajuan
yang mampu membuka pintu-pintu perluasan daulah islamiyyah, oleh karena itu
penulis membagi Kebijakan Politik dan Kemajuan Pada Masa Pemerintahan dan gaya
kepemimpinan Umar bin Khatab kepada kedua bagian yaitu:
1. Aspek Internal
Kebijakan politik umar untuk
memperlakukan semua elemen masyarakat dalam kerangka keadilan dan
mengawasi semua pejabat agar tidak melakukan KKN, seperti kisah ‘Iyad bin
Ghonam mantan gubernur mesir yang berkhianat. Maka dalam hal ini Umar
menyampaikan pada para pejabatnya, “perlakukanlah semua orang di tempat
kalian itu sama, yang dekat seperti yang jauh dan yang jauh seperti yang
dekat. Hati-hatilah terhadap suap dan menjalankan hukum karena hawa nafsu dan
bertindak diwaktu marah.tegakkan dengan benar walaupun sehari hanya sesaat”
Prinsip politik islam yang kuat dipegang Umar
adalah syura, keadilan, kesetaraan, dan kebebasan. Adapun system kekuasaan polotik,
masih meneruskan kreasi sistem
yang dibuat Abu Bakar. Kebijakan Abu Bakar
sesudah di baiat, tidak ingin ia meninggalkan apa pun yang pernah dilakukan
oleh Rasulullah, dan tidak akan melakukan tindakan apa pun yang tidak dilakukan
oleh Rasulullah. Oleh karena itu, perintah pertama yang dikeluarkanya dalam
pemerintahannya ialah meneruskan pengiriman pasuka yang sudah disiapkan
Rasulullah dengan pimpinan Usamah bin Zaid untuk menyerbu Rumawi di Syam. Sejak
masa Rasulullah dulu kaum muslimin memang sudah tidak puas dengan perintah ini,
sebab Usamah masih terlalu muda dalam usianya yang belum mencapai dua puluh
tahun itu. Yang membuat mereka lebih tidak puas karena dikhawatirkan Medinah
akan terperangkap ke dalam bahaya kalau Medinah ditinggalkan pasukan ini; orang
– orang arab akan menyerbuhnya dan akan merongrong kewibawaanya. Mereka berkata
kepada Abu Bakar: “Mereka (yakni pasukan Usamah) Muslimin pilihan,dan seperti
anda ketahui, orang – orang arab sudah memberontak kepada anda. Maka semestinya
mereka terpisah dari anda. “ Abu Bakar menjawab dengan cukup bijak: “demi yang
memegang nyawa Abu Bakar, (suatu pernyataan sumpah yang biasa diucapkan pada
masa itu, maksudnya” Demi Allah,) sekiranya ada serigala akan menerkam saya,
niscaya akan saya teruskan pengiriman Usamah ini, seperti yang sudah
diperintahkan Rasulullah SAW. sekalipun di kota ini sudah tak ada orang lagi
selain saya, tetap akan saya laksanakan.[10]
Sistem politik tersebut dibagi kepada tiga
isntitusi utama:
a.
Institusi para umara atau pemimpin. Mereka
adalah pionir-pionir Islam dari Muhajirin. Mereka jugalah yang dikatakan
Rasulullah SAW sebagai sepuluh orang yang dijamin masuk surga.
b.
Institusi Nuqaba Itsna ‘Asyar yang artinya
institusi 12 wakil, atau disebut juga wuzara mereka itulah orang-orang anshar
yang telah dipilih Rasulullah SAW setelah untuk membuka dakwah di Madinah.
c.
Institusi Majelis Syuro yang berisi 70 anggota.
Mereka biasa berkumpul di sekitar Masjid Nabawi dalam waktu tertentu untuk
memecahkan urusan-urusan Negara yang strategis.
2. Aspek Eksternal
Meskipun patut di hormati, Umar adalah orang
yang hamper mustahil untuk di cintai. Dia menuntut standar tertinggi dari
rakyatnya karena dia pun tidak meminta keringanan bagi dirinya . meskipun ia
seorang khalifah, pemimpin yang diakui oleh sebuah kerajaan yang sangat cepat
besar, dia merasa berhak untuk hanya memiliki dua baju setahun, satu untuk
musim panas, satu untuk musim dingin, dan uang yang sekadar cukup bainya untuk
mengerjakan haji serta member makan keluarga dan tamu – tamunya dengan pesta
tradisional ala badui. Seperti Nabi dan Abu
Bakar, ia menyimpulkan bahwa sesuatu yang berlebihan kemugkinan besar akan
mengalihkan orang dari hubungan sejati dengan tuhan.[11]
Adapun kemajuan di bidang eksternal ialah
banyak terjadi perluasan wilayah dan pengembangan daerah-daerah. Dalam pemerintahan Umar bin Khattab, beliau
melanjutkan pengembangan islam yang sudah dilaksanakan. Kemenangan dalam perang
Yarmuk pada masa Abu Bakar, membuka
jalan bai Umar untuk menggiatkan lagi usahanya, sehingga mendapatkan kemenangan
atas tentara Romawi di Ajnadin pada tahun 16 H/636 dan beberapa kota di pesisir
Syiria dan Palestina, seperti Jaffa, Gizer, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askolan
dan Beirut. Kemudian Umar menaklukan ke Baitul Maqdis. Kota ini dapat
ditundukkan pada tahun 18 H/638 H dengan diserahkan sendiri oleh Patriak kepada
Umar bin Khattab.
Khalifah Umar bin
Khattab melanjutkan perluasan dan pengembangan Islam ke Persia yang sudah
dimulai sejak zaman Abu Bakar. Pasukan Islam dalam perluasan daerah ke Peersia
ini di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Berturut – turut dapat
ditaklukan beberapa kota, yaitu kadesia tahun 16 H/636 M, Jalalu tahun 17 H/638
M, Madain tahun 18 H/639 M dan Nahawand tahun 21 H/642 M.[12]
Dalam kondisi apapun,
hal ini harus dipertimbangkan: yaitu, ketika umar mengambil alih kekuasaan
khilafah, dia mewajibkan untuk memperluas penataan administrative pemrintahan
yang baru. Penaklukan – penaklukan dan perluasan yang selanjutnya maupun
berbagai perjanjian peperangan dan perdamaian, memaksanya untuk memalsukan
beberpa hukum agar bisa menjalankan urusan – urusan. Tindakan – tindakan ini
disebutkan oleh Kattani dalam buku taratib al-Idariyyah (pengaturan –
pengaturan administratif).
Bagi Umar sudah menjadi
kewajiban seorang politikus mempertimbangkan segala peristiwa yang terjadi
disekitarnya. Diantara sekian banyak peristiwa itu adanya perbedaan pendapat
antara Muhajirin dengan Anshar, yang pada masa rasulullah tidak tampak, seperti
yang kemudian terjadi di Saqifah, dan pembangkangan orang – orang arab terhadap
kekuasaan madinah tidak setaam pemberontakan baru setelah tersiar berita
tentang kematian Rasulullah di segenap penjuru Semenanjung Arab. Kaum muslimin
waktu itu sangat menaati segala perintah rasulullah dengan sungguh – sungguh
dan penuh keimanan. Umar begitu keras dalam membela pendapatnya itu sehingga
kata-katanya yang begitu tajam ditunjukan kepada Abu Bakar.[13]
C.
Analisa
Setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah dan penduduk madinah
mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, ia mengirimkan wakil-wakilnya untuk
memungut zakat seperti yang berlaku dimasa nabi. Hal ini tidak diterima baik
oleh orang – orang Arab itu dan merasa tidak senang, sebab menurut anggapam
mereka, ini berarti mengurangi kemerdekaan politik dan kebebasan mereka sebagai
warg. Mereka bersikeras menolak. Kemenagan inilah yang telah melapangkan jalan
sampai terwujudnya persatuan politikdi negeri – negeri arab.
Sesudah Umar memegang pimpinan menggantikan Abu Bakar, perhatiannya
dicurahkan untuk mengatur persatuan itu demikian rupa sehingga tidak berlebihan
jika ada yang mengatakan bahwa dalam revolusi rohani yang agung itu dialah
mahkotanya, dan dalam sendi – sendi pemerintahan yang kuat di dunia dialah
penegakanya, pada masa itulah islam mulai tersebar dan menjadi stabil.
Salah satu ciri utam pemikiran khalifah yang kedua adalah bahwa ia
menganggap dirinya berhak atas otoritas yang luas sebagai penguasa. Dia
memberikan hak yang khhusus bagi dirinya sendiri, bukan hanya urusan – urusan
politik dan pemerintahan, tetapi juga dalam hal perwakilan ketuhanan dan
menetapkan hukum. Dengan bersandar pada otoritas yang sama di masa khilafahnya,
umar melakukan berbagai inovasi dan perubahan, dan tidak berpikir bahwa dirinya
wajib atas apapun kecuali memiliki suatu pengetahuan umum tentang al-Quran dan
syariat. Dalam kasus – kasus tertentu, jika ia merasa dirinya tidak mampu, dia
akan melakukan konsultasi dan musyawarah dengan para sahabat untuk
menyelesaikannya. Usaha Umar dalam memburu pengetahuan membuatnya sejak mudanya
ia memikirkan nasip masyarakatnya dan usaha apa yang akan dapat memperbaiki keadaan
mereka. Ini juga kemudian membuat nya bangga, bersikeras dan menjadi
fanatikdengan pendapatnya sendiri tentang tujuan yang ingin dicapainya itu. Ia
tidak mau dibantah atau berdebat. Karena sikap keras dan ketegaranya itu
sehingga dengan fanatiknyaia berlaku begitu sewenang-wenang. Ia akan
mdmpertahankan pendapatnya dengan tangan besi dan dengan ketajaman lidahnya.
Tetapi yang demikian ini buka tidak mungkin akan mengubah pendapat orang lain
yang dihadapinya untuk menjadi bukti kuat dalam pembelaanya dan untuk
mematahkan alas an lawan.
D.
Kesimpulan
Keberhasilan 2 Khalifah’urasyidin ini
merupakan bagian dari keberhasilan yang telah dicapai oleh pendahulunya yaitu
Rasulullah SAW dalam menyebarkan Islam dan membangun sebuah Negara. Dan dari
banyaknya kemajuan yang didapat pada masa Abu Bakar dan Umar bun Khatab di atas
hanya sekedar bagian kecil yang mampu di sampaikan dalam makalah singkat ini,
dan penulis merasa masih banyak kemajuan dan kebijakan politik mereka yang
sangat berpengaruh pada perkembangan Islam pada masanya hingga masa kini.
Karena yang menjadi dasar penting dalam kepemimpinan mereka adalah keimanan
serta prinsip keadilan serta system musyawarah yang menjadi jalan menuju
kemaslahatan umat.
Sungguhpun begitu perbedaan pendapat orang terhadap pendapat – pendapat
Umar serta politik dan kebijakanya itu tidak berubah bahwa dia tak pernah
terbawa oleh nafsu dan tidak pernah melawan ahti nurani dari pribadinya. Ia
sangat cermat mengadakan perhitungan dengan hati nuraninya, mengadakan
introspeksi setiap ia melakukan suatu kepemimpinannya.
Inilah lukisan selintas tentang gaya kepemimpinan Umar dan segala
tindakanya, yang saya harapkan dapat terungkap dengan sejelas-jelasnya. Lukisan
ini memperlihatkan kepada kita tentang pengaruh pribadinya yang begitu kuat
dalam membangun imperium besar dalam waktu singkat, dan akan terlihat apa sebab
tokoh besar ini namanya tetap kekal dalam sejarah, menjadi buah bibir orang
dengan penuh rasa hormat dan kagum, generasi demi generasi, di barat dan di
timur.
Daftar Pustaka
Muhammad
Husain Haekal, 2007; Umar bin Khattab Sebuah Telah Mendalam Tentang
Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya Masa Itu, Bogor, PT. Pustaka Literature
AntarNusa
Biografi
Muhammad,2006; Para Pewaris Muhammad, Yogyakarta. PT Diglossia Media
Rasul
Ja’fariyan, 2006; Sejarah Khilafa, Jakarta. PT Al-Huda
Syekh
Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi,2004; Kisah-Kisah Teladan Sahabat Nabi,
Yogyakarta. PT Mitra Pustaka
Imam
@s-Suyuthi, 2003; Tarihk Khulafa’, Jakarta. PT Pustaka Al-Kautsar
Drs.
Ma’ruf Misbah DKK, 1984 Sejarah Peradaban Islam, Semarang. CV Wicaksana
[1] . Haekal Muhammad Husain, Umar bin Khattab. Hlm 10
Asfahani)
dihubungkan kepada Zaid
bin Amr. juga oleh Ibn
Hisyam dalam as-Sirah
dan
yang lain. Dua
bait sajaknya yang
kita catat dalam
bab ini dari
antara sckian banyak
sajaknya
itu, yakni:
Kuserahkan diriku
ke tempat awan
menyerahkan dirinya
Yang membawa
air sejuk dan
lezat
Kuserahkan diriku
ke tempat bumi
menyerahkan diri
Yang membawa
batu-batuan yang berat-berat
Diratakan dan
ditancapkan gunung-gunung di
alasnya.
Penulis
al-Agani itu menceritakan
dengan menggunakan suatu
pegangan bahwa Sa'id
bin Zaid bin
Amr dan Umar
bin Khattab bertanya
kepada Rasulullah Sallallahu
'alaihi
wa sallam tentang
Zaid ini yang
dijawab: "Pada hari
kiamat ia merupakan
satu umat
tersendiri."
[3] . Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa, Hal. 119
[4]
. Ibid. hlm. 12
[5] . Syekh Muhammad yusuf al-kandahlawi, kisah-kisah
teladan sahabat nabi. Hal.143-144
[6] . ibid, Husain Haekal. Hal 70
[7] . biografi Muhammad, Ahmad Asnawi ”Para Pewaris Muhammad”.
Hal,157
[8] . Rasul Ja’fariyan, sejarah Khilafa. Hal, 80
[9] . Ibid, Hal 159
[10] . Ibid, Husain Haekal. Hal 72
[11]. Ibid, Hal 160
[12]. Drs. Misbah Ma’ruf DKK, Sejarah Peradaban Islam, Hal 9
[13] . Ibid, Rasul Ja’fariyan, Hal 107
No comments:
Post a Comment