BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, di antaranya dengan mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan model pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang
efektif, produktif, dan berprestasi (Mulyasa, 2010:20). Untuk dapat mewujudkan sekolah yang berprestasi, maka siswa juga harus diberi kesempatan untuk berperan penting dalam menggali
konsep pengetahuan. Keadaan ini akan mempengaruhi siswa dalam memahami materi yang dipelajari,
sehingga hasil belajar siswa dapat menjadi lebih
tinggi.
Pada kenyataannya
di lapangan, setelah dilakukan observasi langsung pada tanggal 29 s/d 31 Oktober 2012, ternyata di SMAN 3 Malang sudah memberlakukan KTSP, tetapi
hasil belajar siswa masih belum memuaskan. Kondisi ini dibuktikan pada saat dilakukan pengamatan
langsung di kelas X-4. Pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berlangsung, dari 34 siswa yang bisa
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru mengenai sumber hukum Islam hanya berjumlah 4. Sedangkan 3 siswa yang ditunjuk tidak
bisa menjawab pertanyaan tentang sumber hukum Islam (seperti ijtihad). Siswa yang salah dalam
menjawab 3 dari 5 soal tertulis yang diberikan oleh guru tentang hukum taklifi sebanyak 5.
Wawancara yang dilakukan terhadap
siswa kelas X-4 menginformasikan bahwa mereka kesulitan dalam memahami materi PAI
karena penyampaian materi tidak jelas. Materi hanya disampaikan bagian pokok saja
tanpa dijelaskan lebih rinci. Guru selalu menyampaikan materi sampai tidak ada waktu
untuk kegiatan kerja kelompok dan tidak ada diskusi kelompok. Menurut siswa memecahkan
sebuah permasalahan dengan cara berdiskusi dengan siswa lain dalam kelompok
sifatnya penting, agar mereka mendapatkan informasi tambahan tentang materi
yang dipelajari dari teman-teman yang lain. Informasi yang didapat dari siswa
lain membuat mereka lebih cepat dalam memahami materi yang dipelajari.
Siswa juga
menginformasikan bahwa tidak pernah ada kegiatan presentasi kelas dari awal semester ini. Tidak ada kegiatan menyimpulkan
materi yang telah dipelajari sehingga siswa sering tidak paham dengan hasil
yang didapat dalam kegiatan pembelajaran PAI. Siswa kadang-kadang masih bingung
tentang manfaat dan tujuan mempelajari materi PAI dan mereka mengaku lebih suka
dan memahami materi pelajaran apapun jika belajar sambil dipraktikan.
Demikian juga
wawancara yang dilakukan terhadap guru PAI SMAN 3 Malang yang juga mengajar di
kelas X-4. Guru yang bersangkutan mengatakan SMAN 3 Malang sudah menerapkan
KTSP. Hal ini salah satunya bisa dilihat dari buku paket yang digunakan sudah
bertaraf KTSP atau standar isi 2006 dan indikator pembelajarannya dikembangkan
sendiri sesuai karakteristik siswa yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi
(SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang sudah ditetapkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP).
Guru memang sering menggunakan metode ceramah
untuk menyampaikan materi dengan alasan agar materi PAI cepat tersampaikan
dalam waktu yang relatif
cepat dan efisien, karena guru ingin memanfaatkan waktu yang tersisa dengan
mengerjakan soal-soal latihan untuk persiapan menghadapi Ujian Akhir Sekolah
(UAS) sehingga metode pembelajaran yang ingin diterapkan tidak terlalu
diperhatikan.
Di sela-sela wawancara guru memberikan informasi bahwa sekolah menetapkan
Standar Ketuntasan Minimal (SKM) untuk pelajaran PAI yakni 75 sedangkan siswa kelas X-4
banyak yang mendapat nilai Ulangan Harian (UH) di bawah Standar Ketuntasan Minimal
(SKM).
Data yang
diperoleh dari guru juga menginformasikan bahwa dari 34 siswa diantaranya
mendapat nilai 60, 64, 65, 67-69, 70. Fakta ini membuktikan bahwa hasil
belajar PAI siswa tergolong rendah. Permasalahan yang ditemukan berdasarkan
hasil observasi di atas adalah rendahnya hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran
PAI.
Kemungkinan
penyebab rendahnya hasil belajar PAI siswa ditinjau dari empat aspek: guru, siswa,
sarana dan prasarana, serta strategi pembelajaran. Aspek guru merupakan kelulusan
pesantren ternama di Jawa Timur dan merupakan calon wisudawan Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had ‘Aly
Al-Hikam Malang, dipandang menguasai materi PAI yang diajarkan, dan antusias ketika
menyampaikan materi dalam pembelajaran PAI. Guru selalu memberikan teguran
kepada siswa-siswa yang tidak memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan
oleh guru dalam pembelajaran.
Kedua, ditinjau
dari aspek kondisi siswa, siswa kelas X-4 adalah siswa yang rajin dan antusias.
Hal ini dibuktikan ketika guru memberikan tugas Pekerjaan Rumah (PR), siswa
selalu menjawab semua soal yang diberikan oleh guru dan mengumpulkannya tepat
waktu. Siswa selalu berusaha mengerjakan semua soal-soal tertulis di kelas dan
berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru dengan cara mengacungkan
tangan walaupun jawaban siswa banyak yang salah.
Ketiga, ditinjau dari aspek
sarana dan prasarana yang digunakan. Terdapat beberapa sarana penunjang
pembelajaran di SMAN 3 Malang yang juga digunakan di kelas X-4, seperti LCD
proyektor, laptop, papan tulis spidol, dan penghapus. Fasilitas tersebut selalu
dimanfaatkan oleh semua guru untuk kegiatan pembelajaran di kelas.
Keempat, Aspek model
atau strategi pembelajaran yang diterapkan lebih menekankan kepada teacher center (guru menjadi pusat
pembelajaran). Tidak ada siswa yang diberi kesempatan berperan aktif untuk
menemukan ide-ide baru dalam kegiatan pembelajaran PAI. Kondisi ini berdampak
kepada pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari, sehingga hasil belajar PAI
siswa juga menjadi rendah.
Hasil dari peninjauan
beberapa aspek diatas, dapat diketahui penyebab paling dominan yang
mengakibatkan hasil belajar PAI siswa kelas X-4 rendah. Penyebab paling dominan
tersebut yakni model atau strategi yang diterapkan kurang memberikan pemahaman materi
kepada siswa. Wena (2011:3) menyatakan bahwa:
strategi pembelajaran sangat
berguna, baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru, model dapat dijadikan pedoman
dan acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa
-pengguna model pembelajaran- dapat mempermudah proses belajar (mempermudah dan
mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap model pembelajaran
dirancang untuk mempermudah proses belajar siswa.
Dengan
ditetapkannya penyebab dari rendahnya hasil belajar PAI siswa kelas X-4 SMAN 3
Malang di atas, maka solusi yang ditawarkan adalah merubah penerapan strategi
atau model pembelajaran PAI di kelas X-4 SMAN 3 Malang. Purwanto (2007:52)
menyatakan bahwa :
Banyak strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membelajarkan siswa, dan karena mereka juga jarang digunakan bersamaan, maka
perlu dipilih salah satu untuk setiap sesen pembelajaran yang akan dilakukan.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar pemilihan model
pembelajaran dapat menghantarkan siswa mencapai tujuan pembelajaran atau
kompetensi dasar.
Model
yang dipilih untuk diterapkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Relating,
Experiencing, Aplaying, Cooperating, and Transfering (REACT). Alasan untuk melakukan penerapan model
REACT di kelas X-4 SMAN 3 Malang, yakni pertama, berdasarkan
teori yang mengatakan bahwa REACT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. REACT pertama kali dikenalkan Center Of Occupational Reserch and Development (CORD, 2003) di Amerika. CORD
mengembangkan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan dan hasil
belajar siswa (Yuliati, 2008:60).
Kedua, berdasarkan kelebihan-kelebihan
yang ada pada model REACT
yakni, REACT dapat membuat siswa lebih memahami
materi karena tidak hanya belajar dari membaca buku pelajaran saja. Mereka belajar dari menemukan makna
dalam materi yang dipelajari melalui kegiatan pengaitan atau menghubungkan
konsep materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan melakukan penerapan konsep materi.
REACT menjadikan siswa dapat menemukan
sendiri konsep materi
yang dipelajari dengan melakukan percobaan. Apabila siswa dapat menemukan sendiri
konsep materi yang sedang dipelajari dengan cara melakukan percobaan, maka
siswa akan lebih mudah dalam memahami materi dan mengingatnya lebih lama.
REACT membuat siswa terlatih untuk mengemukakan pendapat kepada
siswa lain melalui
presentasi kelas dan diskusi kelompok. REACT membantu siswa untuk saling bertukar
informasi, meningkatkan
keakraban kerja sama dalam kelompok. Apabila siswa mampu bekerja sama dengan baik
dalam kelompok dan mendapatkan informasi baru dari anggota kelompoknya, maka
pengetahuannya tentang materi yang dipelajari akan bertambah. Keadaan
ini dapat berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas
, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”apakah penerapan
model pembelajaran REACT dapat
meningkatkan hasil belajar
PAI siswa kelas X-4 di SMAN 3 Malang?”.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat utamanya:
a. Bagi Guru; memberi informasi kepada guru mengenai model
pembelajaran kontekstual REACT yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dan hasil belajar siswa.
b. Bagi peneliti
lanjut; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan bagi peneliti
selanjutnya yang ingin menerapkan pembelajaran kontekstual model REACT sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
D.
Ruang Lingkup Penelitian
Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel tindakan yaitu penerapan
pembelajaran kontekstual model REACT
serta variabel hasil peningkatan hasil belajar PAI. Penelitian ini dilakukan di
SMAN 3 Malang. Lokasi penelitian ini adalah SMAN 3 Malang dengan subjek
penelitian adalah siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang pada semester ganjul tahun pelajaran 2012/2013. Materi yang diajarkan
adalah sumber hukum Islam Kompetensi Dasar (KD) 5.1 menyebutkan pengertian,
kedudukan dan fungsi Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum
Islam, 5.4 menerapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari.
E. Definisi
Operasional
Adapun
definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. REACT adalah salah satu model pembelajaran hasil dari
pengembangan pembelajaran kontekstual yang di dalamnya terdapat langkah-langkah
pembelajaran yakni, (a) siswa mengaitkan atau menghubungkan konsep materi
pembelajaran dengan kehidupan siswa sehari-hari dengan cara bercerita, (b) siswa
melakukan percobaan tentang sebuah permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata
dan berkaitan dengan materi pembelajaran melalui alat permodelan, (c) siswa menerapkan
pengetahuan yang telah dimiliki tentang materi pembelajaran terhadap kehidupan nyata,
(d) siswa bekerja sama dalam kelompok untuk melakukan kegiatan percobaan, dan (e)
siswa memindahkan konsep pengetahuan yang telah dimiliki dengan cara
mentransfer kepada siswa lain melalui diskusi dalam kelompok dan presentasi
kelas.
b. Hasil belajar
adalah skor
akhir belajar siswa yang diperoleh dari kemampuan siswa menjawab tes uraian
materi kompetensi dasar menganalisis pelestarian lingkungan hidup dalam
kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. REACT Sebagai Model Pembelajaran Kontekstual
1. Pengertian Pembelajaran
Kontekstual
Dalam kegiatan pembelajaran siswa diharapkan dapat
memahami makna konsep yang terdapat dalam sebuah materi dengan mengaitkan
konsep materi pembelajaran dengan kehidupan siswa sehari-hari. Menurut teori
kontruktivisme siswa diharapkan mampu membangun sendiri pengetahuan di dalam
pikirannya dan guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepadanya, tetapi
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide
mereka sendiri. Oleh sebab itulah pola pendidikan di Indonesia sekarang ini
dituntut untuk dapat mencetak siswa-siswa yang dapat mengkontruksi pengetahuan
dan dapat memberi makna pada pengalaman nyata.
Menurut Johnson (2010:58) Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sebuah sistem yang
merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah
suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
Manusia memiliki memori jangka pendek dan memori jangka
panjang. Memori jangka pendek yang ada dalam otak kiri manusia berfungsi
sebagai pintu gerbang menuju memori jangka panjang yang ada dalam otak kanan
manusia. Johnson (2010:57) mengatakan memori jangka pendek manusia menentukan
apakah akan membuang sampai 90 % dari informasi yang diterimanya dalam 24 jam
terakhir, atau meneruskan informasi itu ke dalam memori jangka panjang.
Pengiriman informasi ke memori jangka panjang akan terjadi jika otak mengerti
apa yang dipelajarinya. Hal itu pasti akan terjadi jika otak menemukan makna dari
hal yang dipelajarinya.
Sementara pengertian pembelajaran kontekstual yang diungkapkan oleh
Nurhadi, dkk. (2009:15) adalah sebagai berikut:
"pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sebagai
bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota
masyarakat".
Jadi, berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu
guru mengarahkan siswa untuk mengaitkan atau menghubungkan pengetahuan dalam
sebuah pembelajaran dengan situasi dunia nyata. Setelah siswa memahami materi
yang dipelajari, maka siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
2.
Prinsip Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual mempunyai
prinsip dasar yang harus terpenuhi dalam penerapannya pada proses pembelajaran,
agar pembelajaran dapat dikatakan telah menerapkan pembelajaran kontekstual
secara baik dan benar. Berdasarkan pendapat Johnson
(2010:86) terdapat 3 prinsip dasar CTL yaitu:
a), CTL mencerminkan prinsip
kesaling-bergantungan. Kesaling-bergantungan mewujudkan diri, misalnya
ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru
mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek yang
berbeda dihubungkan, dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia
bisnis dan komunitas. b), CTL mencerminkan
prinsip diferensiasi. Diferensiasi akan menjadi nyata ketika CTL menantang
para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati
perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk
menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa
keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan. c), CTL mencerminkan prinsip
pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari
dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat
dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha
mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi , dan berperan
serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka
bernyanyi.
Jadi, berdasarkan prinsip-prinsip CTL di atas, dapat
disimpulkan bahwa penerapan CTL dalam pembelajaran yaitu siswa dan guru saling
mempunyai ketergantungan. Siswa memerlukan guru untuk memberikan arahan-arahan
agar siswa dapat mengaitkan atau menghubungkan konsep materi pembelajaran kedalam
kehidupan nyata, sedangkan guru memerlukan siswa untuk dapat membuat
kaitan-kaitan tentang materi pembelajaran dengan kehidupan atau pengalaman
siswa, CTL dapat membantu siswa saling memahami perbedaan-perbedaan yang
terdapat dalam diri siswa yang harus sama-sama dihargai dan mengadakan kerja
sama dengan siswa lain, selain itu CTL dapat memberikan pemahaman tentang
kemampuan diri siswa sendiri dalam memahami konsep materi melalui adanya
kegiatan umpan balik.
3.
REACT Sebagai Model Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran digunakan untuk menentukan tahap-tahap kegiatan yang
ingin dilakukan. Dalam pemilihan model atau strategi pembelajaran harus
berorientasi pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selain itu, juga
harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik, serta
situasi dan kondisi di mana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung.
Kozna (1989) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai
setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau
bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu
(dalam Uno, 2008:1). Wena (2009:2) mengatakan bahwa strategi pembelajaran
berarti cara dan seni untuk menggunakan semua sumber belajar dalam upaya
membelajarkan siswa.
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan
cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk
menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa, sehingga dapat memudahkan siswa
dalam memahami materi pembelajaran. Apabila siswa dapat memahami materi
pembelajaran, maka pada akhirnya tujuan pembelajaran yang ditentukan lebih
mudah untuk dicapai.
"Center of
Occupational Research and Development (CORD) menyampaikan 5 (lima) model bagi
guru dalam rangka menerapkan pembelajaran kontekstual yang biasa disingkat
dengan REACT " (Nurhadi,dkk.
2009:28). Kelima model tersebut adalah Relating
(mengaitkan), Experiencing
(mengalami), Aplaying (menerapkan), Cooperating (kerjasama), dan Tranferring (mentransfer). Yuliati
(2008:64) menjelaskan tentang tahap-tahap REACT
sebagai berikut:
(a) mengaitkan (Relating) adalah "Belajar dikaitkan
dengan konteks pengalaman kehidupan nyata". Pembelajaran dalam konteks
pengalaman hidup atau membuat kaitan, merupakan suatu bentuk pembelajaran
kontekstual yang biasanya dilakukan oleh anak-anak, (b) mengalami (Experiencing)
adalah model ini diberikan melalui penggunaan contoh nyata sehingga siswa mampu
mengambil konsep dari contoh tersebut. Selain mampu mengaitkan juga harus mampu
menggali mengenai pengetahuan baru melalui pemberian contoh yang serupa dengan
kehidupan sekitarnya yang pernah dialaminya, dan juga dapat menemukan
pengetahuan baru dari proses penggalian materi tersebut, (c) menerapkan (Aplaying)
"Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks yang
bermanfaat". Menerapkan konsep-konsep yang ada akan membawa siswa
merasakan keadaan yang sebenarnya. Dengan mengetahui pemanfaatannya siswa akan
termotivasi untuk belajar. Disamping itu siswa diberi tugas untuk menyelasaikan
dengan menggunakan konteks yang telah didapatkannya sebelumnya dan bagaimana
menggunakan pengetahuan yang telah dipdapatkan dalam konteks kehidupan nyata,
(d) bekerjasama (Cooperating) "Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal
pemakaian bersama, dan sebagainya". Cara belajar dengan bekerjasama, tukar
pendapat, dan komunikasi dengan siswa lain agar dapat membantu siswa menguasai
suatu konsep. Pengalaman bekerjasama juga mencoba menganalisa dan memecahkan
suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dilingkungannya dengan
menerapkan pengetahuan yang dimilikinya, (e) memindahkan (Transfering)
"Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks
baru". Transfer adalah kemampuan untuk berfikir dan beragumentasi tentang
situasi baru melalui pengetahuan awal. Transfer dapat terjadi di dalam suatu
konteks melalui pemberian tugas yang terkait erat dengan materi pelajaran,
dimana pengetahuan diperlukan dalam situasi tertentu, dan kemudian digunakan di
dalam konteks yang lain.
Jadi, berdasarkan pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa untuk dapat melaksanakan pembelajaran kontekstual perlu
adanya model yang mendukung agar pembelajaran kontekstual dapat diterapkan. Salah
satunya dengan menerapkan model pembelajaran REACT yang merupakan model
pembelajaran yang lebih menekankan pada siswa agar mengetahui suatu makna yang
terdapat dalam konsep materi yang dipelajari melalui mengaitkan, mengalami,
menerapkan, bekerjasama, dan memindahkan.
4.
Sintak-Sintak Model Pembelajaran REACT
Sintak-sintak merupakan langkah-langkah yang harus
dilaksanakan sesuai dengan fase-fase atau kegiatan-kegiatan yang sudah
direncanakan dan dibuat sebelumnya untuk diterapkan dalam proses kegiatan
pembelajaran. Sintak-sintak REACT berdasarkan pendapat dari Yuliati
(2008:64) adalah sebagai berikut :
Tabel
Sintak-Sintak Model REACT
Fase-Fase
|
Kegiatan
|
Relating
|
Siswa dibimbing oleh
guru untuk menghubungkan konsep materi dalam pembelajaran dengan pengetahuan
yang dimiliki siswa.
|
Experiencing
|
Siswa melakukan penelitian (hands-on
activity) dan guru memberikan penjelasan untuk mengarahkan siswa menemukan
pengetahuan baru
|
Aplaying
|
Siswa menerapkan
pengetahuan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
|
Cooperating
|
Siswa melakukan diskusi kelompok
untuk memecahkan permasalahan dan mengembangkan kemampuan berkolaborasi
dengan teman.
|
Transfering
|
Siswa menunjukkan
kemampuan terhadap pengetahuan yang dipelajarinya dan menerapkannya dalam
situasi dan konteks baru.
|
(adaptasi
Yuliati, 2008 : 64)
Jadi, dengan adanya sintak-sintak dalam pembelajaran
dapat membantu guru untuk melakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang terstruktur
sesuai dengan sintak pembelajaran yang telah diatur dan dibuat, agar proses
pembelajaran berjalan seperti yang diharapkan. Sintak-sintak yang telah diatur
juga dapat mempermudah siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
5.
Kelebihan dan Kelemahan REACT
Model pembelajaran REACT
adalah model pembelajaran yang dapat membantu guru untuk menanamkan konsep materi
pembelajaran kepada siswa. Siswa diajak menemukan sendiri konsep materi yang
dipelajarinya, bekerja sama dengan siswa lain, menerapkan konsep tersebut dalam
kehidupan nyata, dan mentransfer pengetahuan tentang materi yang dipelajari
kepada siswa lain. Yuliati (2008:60) mengatakan berdasarkan hasil penelitian, REACT
efektif meningkatkan kemampuan dan hasil belajar siswa. Hal ini didasarkan pada
kriteria yang menyatakan efektifitas REACT . Kriteria efektifitas REACT
tersebut sebagai berikut:
a) Siswa dapat
mentransfer pengetahuan yang diperoleh di sekolah dalam kehidupan sehari-hari
dunia kerja, b) Siswa lebih tertarik dan termotivasi serta memiliki pemahaman
yang lebih baik pada materi yang diajarkan di sekolah karena pembelajaran
dilaksanakan dengan mengaktifkan siswa secara fisik dan mental, c) Materi ajar
yang diajarkan di sekolah memiliki koherensi dengan pendidikan yang lebih
tinggi (perguruan tinggi), d) Hasil belajar yang diperoleh dengan REACT
lebih baik daripada pembelajaran tradisional.
Sedangkan kelebihan dan kelemahan REACT antara lain: 1) REACT dapat membuat siswa lebih memahami materi pelajaran karena
belajar tidak hanya dilakukan dengan membaca buku pelajaran saja tetapi mereka
belajar dari menemukan makna dalam pembelajaran melalui kegiatan pengaitan atau
menghubungkan konsep materi dengan kehidupan siswa sehari-hari, 2) siswa dapat lebih
memahami materi dengan cara menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki ke dalam
kehidupan, baik kehidupan individu siswa, kehidupan siswa dalam sekolah, maupun
kehidupan siswa dalam masyarakat diluar sekolah, 3) REACT menjadikan siswa lebih terdorong untuk belajar karena
kehadiran siswa dinilai mempunyai peran penting untuk menggali konsep dan
menemukan konsep materi secara bebas melalui penelitian dengan menggunakan alat
permodelan yang telah disediakan oleh guru sebagai cara pembuktian terhadap
kebenaran konsep materi yang dipelajari, 4) REACT
membuat siswa terlatih untuk mengemukakan pendapat melalui kerja kelompok dan
presentasi kelas tentang suatu permasalahan yang terjadi di kehidupan
sehari-hari dan berhubungan dengan materi pembelajaran, 5) REACT mendorong siswa untuk dapat saling bertukar informasi, meningkatkan
keakraban kerja sama karena pembelajaran dilakukan dengan sistem kerja
kelompok, 6) REACT membuat siswa
terlatih dan tertantang untuk dapat memecahkan dan memberikan solusi terhadap
suatu permasalahan yang disajikan oleh guru kedalam kelas. Sedangkan kelemahan REACT antara lain: 1) REACT memerlukan waktu yang relatif
banyak, agar kelima model itu dapat berjalan dengan baik, 2) Penerapan model REACT memerlukan perencanaan dan
persiapan yang matang, 3) Dalam penerapan REACT,
guru harus benar-benar kreatif mengarahkan siswa untuk dapat mengaitkan konsep
materi kedalam kondisi di kehidupan sehari-hari agar siswa bisa memahami materi
dan tertarik dalam mengikuti pelajaran.
Jadi, setiap model pembelajaran termasuk REACT mempunyai kelemahan dan kelebihan tersendiri.
Agar model ini dapat diterapkan dengan semestinya dan berhasil seperti yang
diharapkan, maka guru harus mengetahui kelemahan dari model tersebut yang
nantinya harus dibenahi dan disiasati dengan perencanaan yang baik.
B.
Hasil
Belajar Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian
Hasil Belajar
Hasil belajar dibutuhkan oleh guru sebagai bahan untuk
mengetahui ketercapaian siswa dalam belajar dan bahan refleksi terhadap tingkat
keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan. Gage dan Berliner
(1984: 252) mengungkapkan belajar sebagai suatu proses yang membuat seseorang
mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang
diperolehnya (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 116).
Hasil belajar menurut Sudjana (2011:22) adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian, hasil belajar
adalah perolehan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran sesuai tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini perolehan
yang dimaksud yakni perolehan terhadap skor akhir belajar. Dengan demikian hasil belajar PAI dapat diartikan sebagai
perolehan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran PAI.
Banyak faktor yang perlu
diperhatikan untuk meraih hasil belajar yang baik, salah satunya faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa. Apabila
cara belajar siswa baik karena adanya faktor-faktor yang sangat mendukung, maka
kesempatan atau peluang memperoleh keberhasilan dalam prestasi atau hasil
belajarnya yang lebih baik juga semakin besar. Dalam dunia pendidikan tidak
sedikit siswa yang mengalami kegagalan, kadang ada siswa yang memiliki
dorongan kuat untuk berhasil dan kesempatan untuk meningkatkan hasil belajar,
tapi dalam kenyataannya hasil yang dicapai masih di bawah kemampuan yang
diharapkan. Oleh karena itu, hasil belajar siswa yang lebih baik bisa dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhinya saat belajar.
Menurut Syah (2010: 130-136) secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat digolongkan
menjadi tiga bagian sebagai berikut:
a), faktor internal siswa yang dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor
fisiologis (kondisi umum jasmani siswa); faktor psikologis (inteligensi, sikap
siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa); b) faktor eksternal siswa yang dapat
dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan non sosial, c) faktor pendekatan belajar.
Faktor internal
siswa merupakan faktor yang berasal
dari dalam diri siswa yang dapat
mempengaruhi belajarnya dan akhirnya juga dapat
berdampak kepada hasil belajarnya, antara lain faktor fisiologis dan psikologis siswa. Faktor Fisiologis berkaitan dengan kondisi umum
jasmani dan tegangan otot siswa ketika dalam proses belajar. Siswa yang tegang
pada saat belajar atau menerima materi dari guru sering kali konsentrasinya
pecah atau tidak fokus sehingga siswa sulit sekali dalam memahami materi yang
dipelajari.
Faktor psikologis siswa seperti intelegensi
masing-masing siswa yang berbeda juga mempengaruhinya dalam memahami materi
pelajaran dan kemampuannya dalam menyimpan hasil materi yang sudah dipelajari.
Sedangkan sikap siswa yang acuh atau tidak acuh dalam belajar, bakat siswa yang
sedikit atau banyak tentang suatu materi pelajaran tertentu, minat dan motivasi
siswa yang rendah atau tinggi dalam mempelajari materi juga dapat mempengaruhi
perolehan belajarnya.
Faktor eksternal siswa merupakan faktor yang berasal dari luar diri
siswa yang juga mempunyai pengaruh terhadap keberhasilannya dalam belajar.
Lingkungan sosial siswa baik dalam lingkup sekolah,
keluarga, dan masyarakat yang mendukung mempunyai daya dorong terhadap motivasi
dan minat siswa untuk belajar. Sedangkan faktor non sosial seperti kondisi
gedung sekolah, dan fasilitas-fasilitas belajar yang digunakan oleh siswa yang
dapat mempermudah siswa dalam
mendapatkan referensi belajar ataupun kondisi fasilitas belajar yang kurang
mendukung dapat membuat siswa kesulitan dalam mendapatkan bahan-bahan untuk
belajar. Semua kondisi tersebut mempunyai dampak yang berarti terhadap
perolehan hasil belajar siswa, tergantung kepada faktor apa saja yang lebih
dominan dalam mempengaruhi belajar siswa.
Faktor lainnya yakni pendekatan belajar seperti model
yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran REACT meliputi metode atau
prosedur-prosedur yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran dan teknik
atau peralatan yang perlu digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Faktor ini
sangat penting mengingat intensitas belajar siswa lebih sering dilakukan di
sekolah, sehingga model pembelajaran yang ingin diterapkan harus direncanakan
dengan sebaik-baiknya, agar dapat membantu siswa dalam memahami materi
pelajaran yang nantinya juga dapat berdampak terhadap hasil belajarnya.
Jadi terdapat
beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap belajar siswa yang nantinya
juga dapat berdampak kepada hasil belajarnya. Faktor tersebut terdiri dari
faktor tang bersumber dari luar diri siswa dan dari dalam diri siswa, serta
faktor pendekatan belajar siswa yang sering diterapkan di sekolah-sekolah dan
menjadi acuan penting mengingat intensitas belajar siswa lebih sering dilakukan
di sekolah.
3.
Macam-Macam
Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan
perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dihasilkan dari latihan maupun pengalaman. Perubahan
perilaku yang terjadi pada individu siswa
meliputi aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Pembelajaran juga merupakan
proses aktivitas yang berkesinambungan melalui situasi yang nyata dan konkrit. Bloom, dkk. (1956) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga domain atau
ranah.
Pada umumnya hasil belajar siswa dapat berupa
3 domain yaitu: (1) domain kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi: (2) domain afektif meliputi penerimaan,
respon, penilaian, organisasi, karakterisasi: dan (3) domain psikomotorik
meliputi persepsi, persiapan melakukan sesuatu pekerjaan, respons terbimbing,
kemahiran, adaptasi, dan orijinasi (dalam Sudjana, 2011:22).
Ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor tidak dapat dipisahkan satu
sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga
ranah itu, namun hanya penekanannya yang berbeda. Mata pelajaran praktik lebih
menitikberatkan pada ranah psikomotorik, sedangkan mata pelajaran teori lebih
menitikberatkan pada ranah kognitif, namun keduanya selalu mangandung ranah
afektif. Mata pelajaran PAI
termasuk mata pelajaran yang tidak memiliki aspek psikomotor. Sehingga penilaian
hasil belajar yang diukur dalam mata pelajaran PAI
hanyalah ranah kognitif dan afektif. Namun, penelitian ini lebih menilai kepada
ranah kognitif siswa saja. Sudjana (2011:23) mengatakan bahwa ranah kognitif
yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan
kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Ranah
kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi. Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfikir, mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu pengetahuan atau ingatan
sampai pada kemampuan evaluasi.
Revisi taksonomi bloom yang dilakukan oleh Anderson dan
Karthwohl (2001) dalam dimensi proses kognitif memiliki beberapa perbedaan
antara taksonomi bloom yang lama dan yang telah direvisi. Dimensi kognitif yang
sebelumnya pengetahuan direvisi menjadi mengingat (C1), pemahaman menjadi
memahami (C2), aplikasi menjadi mengaplikasikan (C3), analisis menjadi
menganalisis (C4), sintesis menjadi mengevaluasi (C5), dan evaluasi menjadi
mencipta (C6) (dalam Yamin, 2008: 54).
Masing-masing ranah kognitif C1– C6 memiliki aspek (a)
pengetahuan faktual meliputi pengetahuan tentang istilah dan pengetahuan; (b)
pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori,
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model
dan struktur, (c) pengetahuan prosedural meliputi pengetahuan tentang
keterampilan materi khusus dan algoritmanya, pengetahuan tentang teknik dan
metode materi khusus, pengetahuan tentang kriteria untuk memastikan kapan
menggunakan prosedur yang tepat. (d) pengetahuan metakognitif meliputi
pengetahuan modelk, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif termasuk
kontekstual dan kondisional, pengetahuan diri (http://wikiberita.net /taksonomi-bloom).
Sejalan dengan Bloom,
dkk. Gagne (1974) menyatakan bahwa hasil belajar diwujudkan dan diibaratkan
sebagai kapabilitas siswa yang terdiri dari:
1), Informasi verbal adalah
kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan
maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperan
dalam kehidupan, 2) Keterampilan
intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan
intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi,
dan prinsif, 3) Model kognitif adalah
kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan
ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah, 4) Keterampilan motorik adalah kemampuan
melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga
terwujud otomatisme gerak jasmani, 5) Sikap
adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap
objek tersebut (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:11-12).
Berdasarkan uraian di atas diketahui terdapat lima
kemampuan siswa yang dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran. Lima
keterampilan tersebut diwujudkan dalam sikap siswa dalam kesehariannya, namun
kemampuan siswa yang dapat diukur secara riil adalah kemampuan kognitifnya
saja. Kemampuan kognitif dapat diukur dengan menggunakan tes sehingga dari
hasil tes tersebut dapat diketahui tingkat ketercapaian siswa dari skor yang
diperoleh.
4.
Pengukuran
Hasil Belajar PAI
Pengukuran
hasil belajar siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran PAI. Bagi siswa, pengukuran hasil belajar dapat
digunakan untuk mengetahui kompetensi diri. Sedangkan bagi guru, hasil belajar
sangat berguna untuk melakukan perbaikan tindakan pembelajaran di kelas. Tingkat pemahaman setiap siswa berbeda-beda,
maka guru dituntut untuk bisa menjadi fasilitator yang dapat mengantarkan
pembelajaran menjadi aktif, menyenangkan dan mencapai tujuan pembelajaran. Fungsi
penilaian dalam proses pendidikan yang juga termasuk penilaian terhadap hasil
belajar menurut Suryabrata (2011:297) dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian
sebagai berikut:
1) Fungsi
psikologis: a. Dipandang dari segi anak didik, Anak didik dapat mengetahui
statusnya diantara teman-temannya, apakah ia termasuk anak yang pandai, yang
sedang dan lain sebagainya; b. Di pandang dari segi orang tua, secara
psikologis orang tua butuh mengetahui kemajuan anak-anak yang menjadi tanggung
jawabnya, 2) Fungsi dikdatis: a. Ditinjau dari segi anak didik, pengetahuan
tentang kemajuan yang telah dicapai pada umumnya berpengaruh terhadap pekerjaan
selanjutnya. Artinya dapat menyebutkan prestasi belajar yang lebih baik; b.
Ditinjau dari segi guru, yang pertama, guru dapat menilai dirinya tentang
keberhasilan dan tingkat kegagalan yang telah dilakukan dalam kegiatan belajar
mengajar. Kedua, membantu guru dalam menilai kesiapan siswa terhadap pelajaran.
Ketiga, mengetahui siswa dalam kelasnya, 3) Fungsi administratif: a. Memberikan
data untuk dapat menentukan status anak didik didalam kelas atau apakah siswa
lulus ujian atau tidak; b. Memberikan ikhtiar mengenai usaha yang dilakukan
oleh lembaga pendidikan.
Sesuai dengan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian
terhadap hasil belajar merupakan langkah akhir dalam pengambilan keputusan
tentang keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, pengambilan keputusan
tentang hasil belajar siswa merupakan suatu keharusan bagi seorang guru untuk
mengetahui tingkat perolehan belajar siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran. Tingkat keberhasilan siswa dalam kegiatan pembelajaran
dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan faktor-faktor tersebut harus diselidiki
apabila siswa menemui atau mengalami kegagalan dalam belajar.
Pengukuran
hasil belajar pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan penerapan model pembelajaran REACT.
Salah satu alat untuk melakukan pengukuran hasil belajar adalah dengan
menggunakan tes. Menurut Purwanto (2007: 61) apabila yang dievaluasi hasil
belajar, maka tes merupakan alat yang cukup berperan. Bentuk soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tes tulis uraian. Sudjana (2011:35) mengartikan secara umum bahwa tes uraian
adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain
yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan
bahasa sendiri. Tes tulis uraian memberikan kebebasan yang luas kepada siswa
untuk menyatakan tanggapan. Tes tulis uraian mempunyai kelebihan dan kelemahan
antara lain:
a) dapat mengukur proses mental yang
tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi, b) dapat mengembangkan kemampuan
berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa, c) dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau
penalaran, yakni berpikir logis, analistis, dan sistematis, d) mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah (problem solving), e) adanya keuntungan
teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama,
guru dapat secara langsung melihat proses berfikir siswa. Kelemahan tes uraian
sebagai berikut : a) Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak
mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes
objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan, b)
sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan,
maupun dalam cara memeriksanya, c) tes ini biyasanya kurang reliabel,
mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga
tidak praktis bagi kelas yang jumlahnya relative besar. (sudjana, 2011:36)
Berdasarkan
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tes uraian mempunyai kelebihan dan
kelemahan tersendiri yang berbeda dengan tes objektif. Tes tulis uraian dapat
mengukur pemahaman siswa secara utuh, karena jawaban dari soal uraian tidak
dapat diterka-terka seperti tes obyetif dan memberikan kebebasan kepada siswa
untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam menjawab soal.
C.
Keterkaitan Model REACT
dengan Hasil Belajar PAI
Materi sumber
hukum Islam (Ijtihad) merupakan materi pelajaran PAI
yang berhubungan erat dengan dunia nyata. Oleh karena karakteristik materi yang
mempelajari tentang lingkungan di sekitar siswa mencakup kehidupan siswa
sehari-hari, maka diperlukan pembelajaran yang bisa membantu siswa untuk dapat
memahami materi dengan cara mengaitkan materi dengan kehidupan nyata. Siswa
akan lebih cepat dan mudah memahami materi jika pembelajaran yang dilakukan
sesuai dengan pengalamannya sehari-hari.
Salah satu faktor
yang mendukung keberhasilan belajar siswa adalah siswa mendapatkan pemahaman
lebih dari materi yang dipelajari dan mengingatnya lebih lama. Untuk dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik dan mengingat konsep-konsep materi lebih
lama maka siswa harus menemukan sendiri maksud dari konsep materi yang
dipelajari yakni dengan cara siswa melakukan penelitian sebagai cara pembuktian
terhadap kebenaran konsep materi yang dipelajari. Model pembelajaran REACT dilihat dari tahapan-tahapannya, maka perlu membelajarkan siswa untuk
dapat mengaitkan, mengalami, menerapkan pengetahuan
tentang materi yang dipelajari, bekerja sama dalam kelompok, dan melatih siswa
untuk mengemukakan pendapat dalam kerja kelompok dan presentasi kelas.
Rangkaian tahap
proses pembelajaran model REACT akan menghasilkan pengalaman belajar bagi
siswa, dimana pengalaman belajar tersebut dapat diketahui dari hasil belajar
yang diperoleh siswa. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yakni
intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari dalam diri siswa, sedangkan
faktor ekstern berasal dari luar diri siswa. Dalam hal ini, REACT merupakan
salah satu faktror ekstern yang juga mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar
siswa, karena REACT merupakan model pembelajaran yang diterapkan
di sekolah. Sekolah merupakan suatu lembaga yang digunakan sebagai tempat
rutinitas belajar siswa sehari-hari. Oleh karena itu, intensitas belajar siswa
lebih sering dilakukan di sekolah sehingga perlu adanya model pembelajaran yang
dapat memperbaiki hasil belajar siswa dengan cara lebih meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi yang sedang dipelajari.
REACT
terdiri dari lima tahapan yang mempunyai kaitan dengan peningkatan hasil
belajar PAI siswa. Pertama tahap mengaitkan (Relating), pada tahap ini siswa dilatih untuk dapat mengaitkan/menghubungkan
materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari dengan cara bercerita.
Apabila siswa dapat menceritakan fenomena atau pengalaman-pengalaman di masa
hidupnya yang berhubungan dengan materi, maka siswa akan lebih mudah untuk memahami
materi yang dipelajari sehingga berdampak kepada hasil belajar yang lebih baik.
Pada tahap ini siswa menceritakan tentang kegiatan yang dilakukan untuk
memelihara lingkungan sekitar dan bercerita tentang fenomena atau
masalah-masalah baru dalam kehidupan moderen (pacaran, Fb, nikah melalui hand
phone dll). Kedua
tahap mengalami (experiencing), tahap ini dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dengan cara melakukan penelitian
terhadap kebenaran konsep materi yang dipelajari, selain memberikan pemahaman
yang lebih baik, tahap ini juga memberikan kesan belajar yang tidak mudah
dilupakan karena siswa secara sadar mengalaminya sendiri.
Apabila siswa sudah
memahami materi dan dapat disimpan oleh otak kanan berupa pengalaman belajar, maka
siswa akan lebih mudah mengingat materi yang dipelajari sehingga siswa tidak
menemui kesulitan yang berarti dalam mengerjakan soal-soal yang berhubungan
dengan materi tersebut dan akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah penelitian ijtihad kecil-kecilan. Karena pacaran
istilah baru, maka siswa harus bisa berpendapat bahwa misalkan pacaran haram
karena merusak esensi dalil al-Qur’an yang mengatakan “jangan sekali-kali
mendekati zina” namun karena pemahaman tidak sesempit itu, maka perlu menelaah
ayat al-Qur’an yang lain “kami jadikan kalian berbangsa dan bersuku-suku untuk
saling mengenal” kalau esensi pacaran “hanya untuk saling mengenal”, maka hal
ini tidak lah bertentangan dengan ayat ini.
Ketiga tahap menerapkan (Aplaying), pada tahap ini siswa
melakukan penerapan terhadap pengetahuan yang telah dipahami, siswa yang bisa
menerapkan pengetahuan secara benar adalah siswa yang sudah baik dalam memahami
materi, tentunya tahap ini merupakan tahap pemantapan terhadap pemahaman yang
telah dimiliki siswa sebelumnya, agar siswa lebih yakin dalam menguasai materi
yang telah dipahami, jika penguasaan siswa terhadap materi sudah baik, maka
siswa dengan mudah dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru baik
soal secara lisan maupun tertulis dan akhirnya juga berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan penelusuran
atau analisis pada setiap permasalahan yang dihadapi dengan cara memperhatikan
bentuk-bentuk dan tahapan-tahapan diperbolehkannya Ijtihad sebagaimana yang
mereka ketahui.
Keempat tahap bekerja sama (Cooperating), sebagian siswa
mungkin bisa belajar secara individual, tetapi belajar dengan bekerja sama akan
lebih memudahkan siswa dalam memahami materi karena siswa mendapatkan informasi
lebih banyak yang berhubungan dengan materi dari anggota kelompoknya. Agar kerja sama dalam kelompok
berjalan dengan maksimal, maka anggota kelompok harus hiterogen baik dalam segi
prestasi, keaktifan, maupun gender. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan
diantaranya, melakukan identifikasi terhadap suatu permasalahan dengan cara
bekerja sama, saling membantu dalam melakukan penelitian, dan saling memberikan
pendapat dalam menjawab soal-soal yang ada pada lembar kerja kelompok.
Kelima tahap memindahkan (Transfering) merupakan tahap berlatih mengungkapkan pendapat dan merespon pendapat
siswa lain, sehingga siswa akan mempunyai perbandingan antara materi yang telah
dia pahami sesuai kemampuannya, dengan pemahaman siswa lain terhadap materi
yang dipelajari. Apabila siswa sudah mempunyai perbandingan, maka siswa akan
mengetahui mana konsep materi yang benar. Kegiatan yang dilakukan pada tahap
ini adalah presentasi membacakan laporan hasil kerja kelompok yang nantinya
akan direspon oleh kelompok lain.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan Penelitian Tindakan Kelas
yang merupakan terjemahan dari Classroom
Action Research atau yang lebih dikenal dengan PTK. PTK dapat diartikan
sebagai penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan
mutu praktik pembelajaran di kelas.
Penelitian ini terdiri dari beberapa siklus
yang masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yakni menyusun rencana
tindakan, melakukan tindakan, mengamati/observasi, dan refleksi. Setelah
dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan, maka selanjutnya akan
dilakukan perencanaan baru untuk pelaksanaan siklus berikutnya.
B. Pelaksanaan Tindakan
Penelitian
ini terdiri dari beberapa tahap yaitu, tahap
pendahuluan dan tahap pelaksanaan tindakan. Tahap pendahuluan terdiri dari observasi awal dan refleksi awal. Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari beberapa siklus.
1.
Tahap Pendahuluan
a. Observasi Awal
Kegiatan observasi
awal penelitian ini adalah
1)
Pertemuan dengan Kepala
Sekolah
Pertemuan
dengan kepala sekolah ini membahas tentang izin penelitian.
2)
Pertemuan dengan guru bidang studi
Pertemuan
peneliti dengan guru bidang studi ini membahas tentang waktu materi saat penelitian
dan kondisi pembelajaran sebelumnya.
3)
Pengamatan kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas.
4)
Peneliti dan guru merumuskan permasalahan untuk dicari jalan keluarnya.
b. Refleksi Awal
Pendeskripsian
hasil pengamatan bersama guru bidang studi untuk mengidentifikasi penyebab masalah dalam pembelajaran dan mencari cara pemecahannya. Dari hasil observasi
awal diidentifikasi beberapa masalah seperti berikut:
a) Masalah
pembelajaran yaitu, pembelajaran yang berpusat kepada guru (teacher center) dan monoton.
b) Hasil belajar siswa rendah dibuktikan dengan hasil nilai
ulangan harian siswa di bawah standar ketuntasan minimal (SKM). Banyak siswa
yang tidak memahami materi sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan guru dalam
bentuk lisan dan tulisan, tidak ada diskusi di dalam kelas, siswa jarang menyampaikan pendapat, dan siswa kesulitan menyimpulkan
hasil materi yang dipelajari.
2.
Tahap
Pelaksanaan Tindakan
a.
Siklus I
1) Perencanaan
Tindakan
a.
Perancangan pembelajaran
dengan menggunakan strategi Relating, Experiencing, Applaying,
Cooperating, Transfering (REACT). Rancangan pembelajaran ini
disusun dalam bentuk RPP.
b.
Penyusunan alat perekam data berupa soal
uraian hasil belajar PAI siswa, lembar observasi aktivitas guru dan siswa, serta catatan lapangan.
2) Pelaksanaan
tindakan
Pelaksanaan tindakan ini meliputi tahap pembelajaran PAI di kelas dengan menerapkan strategi pembelajaran REACT. Strategi pembelajaran REACT
terdiri dari beberapa tahap
yaitu: Relating (mengaitkan), Experiencing (mengalami), Applying (menerapkan), Cooperating (bekerjasama), dan Transfering (memindahkan). Langkah akhir dari
pelaksanaan tindakan ini adalah pemberian
tes soal uraian yang
bertujuan untuk merekam hasil belajar PAI siswa.
3) Observasi
Observasi pada pelaksanaan tindakan ini mengenai aktivitas guru dan siswa dalam
kegiatan pembelajaran
PAI.
4) Refleksi
Data dianalisis untuk melihat tingkat efektifitas
rancangan pembelajaran PAI materi lingkungan hidup
yang telah dilaksanakan
dan selanjutnya dipakai
untuk perencanaan
siklus berikutnya. Analisis data menggunakan kriteria:
1)
Hasil observasi terhadap
aktivitas guru.
2)
Hasil observasi terhadap
aktivitas siswa.
3)
Catatan Lapangan.
b. Siklus Berikutnya
Berdasarkan hasil
refleksi siklus I digunakan untuk perencanaan siklus berikutnya.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Malang kelas X-4 semester 1 tahun
pelajaran 2012-2013.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian
ini adalah siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang.
E. Kehadiran Peneliti
Awal
penelitian peneliti bertindak sebagai perencana, dan pada pelaksanaan penelitian peneliti
bertindak sebagai pelaksana,
pengumpul data, serta
setelah penelitian bertindak sebagai penganalisis data serta melaporkan hasil
penelitian.
F. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam Penelitian Tindakan Kelas
ini adalah data hasil belajar PAI siswa sebelum dan sesudah diberikan tindakan.
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-4 karena mereka
yang akan menampilkan perubahan yang terjadi dalam hasil belajar PAI sebelum
dan setelah penerapan strategi REACT.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:
1.
Tes
Tes adalah teknik
pengukuran yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar PAI siswa yang
diperoleh dari hasil jawaban siswa terhadap soal-soal uraian yang berkaitan
dengan Kompetensi Dasar (KD) pembelajaran, yakni menganalisis pengertian,
kedudukan dan fungsi al-Qur’an, al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum
Islam sebelum dan sesudah diterapkannya strategi REACT di kelas X-4 SMAN 3
Malang. Tujuannya adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PAI siswa.
Instrumen yang digunakan adalah soal tes tertulis bentuk uraian.
2.
Lembar
Observasi Guru
Observasi yang digunakan adalah observasi langsung yang berarti
pengamatan langsung oleh observer terhadap aktivitas guru di dalam kelas pada
saat pelaksanaan tindakan. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah
pelaksanaan kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan perencanaan pembelajaran
yang telah disusun.
3.
Lembar Observasi Siswa
Observasi dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung oleh
observer terhadap aktivitas siswa di dalam kelas pada saat pelaksanaan
tindakan. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan
pembelajaran sudah sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disusun.
4.
Catatan
Lapangan
Catatan lapangan adalah
catatan yang dibuat oleh peneliti untuk melakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran di kelas. Catatan lapangan berfungsi sebagai data hasil pengamatan
observer terhadap proses pembelajaran di kelas seperti pengelolaan kelas,
interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan suasana kelas,
serta seluruh kegiatan yang belum tercatat di lembar observasi.
3. Langkah-Langkah
Pengumpulan Data.
Adapun
langkah-langkah pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Pemilihan anggota observer
2.
Pembagian instrument penelitian kepada observer
berupa lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas siswa,
serta catatan lapangan.
3.
Peneliti memberikan penjelasan dan pengarahan kepada
observer terkait pengisian lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi
aktivitas siswa, serta catatan lapangan.
4.
Observer mengamati dan memberikan penilaian
terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung.
5.
Pemberian lembar tes uraian kepada masing-masing
siswa yang di dalamnya terdapat soal-soal yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
6.
Siswa mengumpulkan lembar tes uraian setelah
selesai menjawabnya.
G. Analisis Data
Data yang akan
dianalisis yakni hasil belajar PAI siswa yang diperoleh
dari pelaksanaan tes uraian pada sesen setelah diberi tindakan. Tujuan analisis
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PAI
siswa dengan diterapkannya strategi pembelajaran REACT. Peningkatan
hasil belajar PAI siswa dapat diketahui dengan membandingkan rata-rata skor
hasil belajar PAI siswa pada pra tindakan dengan siklus I dan siklus I dengan
siklus berikutnya. Peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Peningkatan Kedua =
|
Peningkatan
Pertama =
|
Selanjutnya, untuk mengetahui persentase peningkatan hasil belajar
PAI siswa, maka dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Setelah dibuat nilai persentase selanjutnya
nilai dimasukkan ke dalam tabel dan grafik.
BAB IV
HASIL
PENELITIAN
A. Deskripsi
Pelaksanaan Tindakan
Sebelum
melakukan refleksi dan perencanaan tindakan, peneliti terlebih dahulu melakukan
kegiatan observasi awal. Observasi awal dilakukan dengan melihat proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang
dilaksanakan di kelas X-4 SMAN 3 Malang pada hari Kamis tanggal 01 November 2012 dimulai
pada pukul 14.15 s/d 15.15 dengan materi Sumber Hukum Islam. Metode yang digunakan oleh guru adalah ceramah. Guru
masuk ke dalam kelas mengabsen siswa dan menerangkan materi tentang pemanfaatan
lingkungan hidup, sedangkan siswa mendengarkan dengan sungguh-sungguh
penyampaian materi dari guru.
Guru menanyakan
pekerjaan rumah (PR) yang diberikan minggu lalu dan menyuruh untuk
mengumpulkannya, ternyata banyak sekali siswa yang mengeluh dan melaporkan
soal-soal yang sulit mereka kerjakan. Dari hasil
laporan itu banyak sekali jawaban yang salah dan mereka beralasan tidak
memahami materinya. Mereka banyak yang sulit mengerjakan soal dengan tingkat
kesulitan tinggi seperti analisis.
Pada saat
peneliti melihat jawaban siswa terhadap soal-soal yang bersifat menganalisis
mereka rata-rata hanya menyebutkan berdasarkan poin-poin saja, tidak ada yang
menelaah, menghubungkan, dan menjabarkan lebih lanjut terhadap pokok-pokok
jawaban yang diberikan oleh siswa sehingga banyak siswa yang mendapat nilai
rendah di bagian soal-soal yang mempunyai kategori kesulitan tinggi seperti
analisis.Kebanyakan mereka beralasan tidak terbiasa mengerjakan soal analisis
serta mereka kesulitan mengingat kembali materi yang dipelajari.
Setelah selesai
dilakukan pengamatan langsung di kelas X-4, selanjutnya peneliti
mengadakan wawancara dengan guru PAI
yang mengajar di kelas X-4 dan beberapa siswa dari kelas tersebut pada tanggal 31 Oktober 2012.
Wawancara yang dilaksanakan terhadap guru dan siswa dilakukan secara terpisah.
Hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh tidak mendapatkan tekanan dari
masing-masing pihak (guru dan siswa), sehingga informasinya sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan siswa diketahui permasalahan yang dialami, yakni siswa
sering tidak memahami materi yang diajarkan karena: (1) penyampaian materi
terlalu cepat dan kurang rinci sehingga siswa tidak mampu menangkap materi
pembelajaran secara jelas, (2) materi terlalu banyak teori yang bersifat hafalan
sedangkan siswa tidak suka jika hanya menghafalkan materi saja, (3) siswa lebih
suka pembelajaran yang ada kegiatan praktiknya, (4) pembelajaran tidak menarik
sehingga siswa bosan untuk belajar, serta (5) siswa mudah lupa dengan materi
yang diajarkan. Siswa tidak memahami materi tersebut ditandai oleh: (1) Siswa
tidak bisa menjawab pertanyaan yang bersifat analisis, (2) Siswa mengeluh
kesulitan mengerjakan soal no. 4 dari 5 soal yang diberikan oleh guru yang di
dalamnya terdapat sebuah permasalahan (ta’arruf dan pacaran), (3) Siswa rata-rata hanya memberikan satu
solusi terhadap soal yang ada di no. 4 tentang ta’arruf bukan pacaran untuk menghindari terjadinya kehamilan di luar nikah, (4) Siswa tidak bisa menyebutkan secara
lengkap soal no. 1 yang berisi tentang bentuk-bentuk ijtihad dan syarat-syarat menjadi seorang mujtahid serta pemanfaatannya bagi kehidupan, padahal di
dalam proses pembelajaran sudah dijelaskan oleh guru.
Selanjutnya,
pada hari yang sama peneliti melakukan wawancara dengan guru PAI. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan diperoleh informasi bahwa mata pelajaran PAI yang
diajarkan di kelas X-4 mempunyai alokasi waktu 2 jam (85 menit 1 kali pertemuan) setiap minggunya.
Guru memang
selalu menggunakan metode ceramah, dengan alasan supaya materi yang diajarkan
semua cepat tersampaikan dan selesai dalam waktu yang relatif cepat dan efisien.
Guru ingin memanfaatkan waktu yang tersisa dengan mengerjakan soal-soal latihan
untuk persiapan menghadapi Ujian Akhir Sekolah (UAS) sehingga guru tidak
terlalu mementingkan metode pembelajaran yang cocok untuk diterapkan di kelas X-4
SMAN 3 Malang. Pada akhir wawancara, guru memberikan hasil nilai ulangan harian
pertama PAI siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang, dari data
ini diketahui bahwa sebanyak 7 dari 34 siswa nilainya tidak mencapai standar
ketuntasan minimal (SKM) yang di tetapkan oleh sekolah yaitu 75.
Berdasarkan
temuan yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara terhadap guru
dan siswa seperti di atas, selanjutnya peneliti melakukan refleksi yakni
menganalisis permasalahan yang timbul dan penyebab paling dominan yang
mengakibatkan terjadinya masalah. Setelah dilakukan refleksi, ditemukan
permasalahan yang terjadi di kelas X-4 yakni hasil belajar PAI siswa yang
rendah dan aspek paling dominan yang menyebabkan hasil belajar PAI siswa rendah
yakni model pembelajaran yang diterapkan di kelas, sehingga perlu diubah dengan
model yang bisa memberikan pemahaman materi terhadap siswa agar hasil belajar
siswa menjadi lebih meningkat.
1. Perencanaan
Tindakan Siklus 1
Pada tahap
ini, peneliti menyusun silabus tentang materi pembelajaran yang akan diajarkan
di kelas X-4 SMAN 3 Malang. Materi yang akan diajarkan adalah mata pelajaran PAI
kelas X-4 dengan Kompetensi Dasar (KD) : Menyebutkan pengertian, kedudukan
dan fungsi Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam serta
Menerapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari. Indikator kompetensi dari pembelajaran
siklus 1 adalah : (1) Siswa dapat menjelaskan pengertian, kedudukan dan fungsi
Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumbr hukum Islam, (2) Siswa dapat
menjelaskan pengertian, kedudukan, dan fungsi hukum taklifi dalam hukum Islam, (3) Siswa dapat
menunjukkan perilaku yang mencerminkan sikap orang yang taat terhadap syariat
Islam.
Selanjutnya, silabus dikembangkan menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP).
Dalam model
pembelajaran kontekstual REACT yang direncanakan oleh peneliti dibagi menjadi
dua kali pertemuan, pertemuan pertama dibagi menjadi tiga tahap, yakni tahap
pertama adalah pendahuluan yang berisi kegiatan pembagian kelompok, dilanjutkan
dengan kegiatan mengaitkan (Relating) materi pembelajaran berupa siswa
bercerita tentang kondisi di dunia nyata yang mempunyai hubungan dengan materi
yang akan diajarkan. Tahap kedua adalah kegiatan inti yang meliputi kegiatan
siswa menerima penjelasan dari guru tentang materi sumber hukum
Islam yang tiga,
selanjutnya siswa menjelaskan pengertian dan kedudukan sumber hukum Islam
tersebut,
mengidentifikasi sumber hukum yang bisa digunakan sesuai urutannya untuk
memecahkan permasalahan yang mereka hadapi, serta bekerja sama (Cooperating)
dalam kelompok berupa kegiatan percobaan mencari dalil (Al-Qur’an) dan melakukan percobaan (Experiencing) melalui kegiatan simulasi dengan menggunakan (sumber)
Al-Qur’an terjemah dan buku hadits terjemahan disediakan oleh guru.
Kegiatan menggunakan sumber hukum dan melakukan percobaan dilaksanakan
setelah siswa selesai mengidentifikasi masalah. Setelah siswa melakukan percobaan,
selanjutnya siswa dalam kelompok menjawab soal-soal laporan hasil percobaan,
menjelaskan upaya dalam berusaha menentukan sendiri hukum haram ataukah wajib
(bolehnya pacaran), serta menjawab pertanyan-pertanyaan yang ada di dalam format laporan
hasil percobaan yang nantinya akan dipresentasikan pada tahap memindahkan (Transfering),
pada pertemuan pertama siklus 1 ini presentasi hanya dilakukan oleh dua
kelompok yang melakukan percobaan yang sama pada tahap mengalami (Experiencing).
Kelompok yang
melakukan presentasi di depan kelas adalah kelompok yang dipilih berdasarkan
hasil lotre dan pendapatnya ditambahkan oleh kelompok yang melakukan percobaan
yang sama dengan kelompok yang melakukan presentasi di depan kelas, sementara
empat kelompok yang lain akan melakukan presentasi di pertemuan ke-II siklus 1.
Setelah presentasi pada siklus 1 selesai, maka dibuka sesi tanya jawab antara
siswa dengan siswa dan siswa dengan guru, dan selanjutnya siswa menyimpulkan
hasil pembelajaran.Tahap Penutup berupa siswa diberi tugas untuk mencari
artikel tentang pergaulan bebas dan ta’arruf (pacaran sehat) sebagai
solusinya.
Pertemuan kedua
siklus 1, terdapat tiga tahapan kegiatan pembelajaran berupa tahap Pendahuluan
yakni kegiatan mereview ulang percobaan yang dilakukan pada pertemuan
pertama. Tahap kedua berupa kegiatan inti yakni melanjutkan presentasi kelas
bagi kelompok yang belum melaksanakan presentasi di pertemuan ke-I siklus I,
selanjutnya pada tahap menerapkan konsep materi (Aplaying), dilakukan
kegiatan pemilahan dalil yang qoth’i dan dzonni, dilanjutkan dengan
pemberian hadiah bagi kelompok yang sedikit melakukan kesalahan dalam memilah dalil qoth’i dan
dzonni,
dan menganalisis upaya mencegah pergaulan bebas dengan ta’arruf.
Setelah
kegiatan menganalisis, maka diadakan sesi tanya jawab antara siswa dengan
siswa, dan siswa dengan guru yang selanjutnya siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran pada pertemuan ke-II siklus 1. Tahap penutup berupa pembagian hand out kepada masing-masing kelompok
dan siswa diberi tugas untuk mempelajari materi menerapkan hukum taklifi dalam
kehiduapn sehari-hari yang sudah ada di hand out
yang akan digunakan untuk pertemuan di siklus II, serta pemberian informasi
kepada siswa untuk belajar kembali karena akan diadakan tes hasil belajar
siklus 1 pada hari yang lain.
2.
Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Sesuai dengan
perencanaan pelaksanaan tindakan siklus I di awal, maka pelaksanaan tindakan
siklus I dijadikan 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada
tanggal 01 November
2012 sedangkan pertemuan kedua pada tanggal 08 November 2012 dengan alokasi waktu yang
digunakan untuk pertemuan pertama 2x30 menit, dan pertemuan kedua 2x30 menit (sebenarnya 2x45
menit, namun sementara waktu menjadi 2x30 menit).
a)
Pertemuan ke-I
Sebelum
melaksanakan pembelajaran, peneliti memperkenalkan diri sebagai guru sementara, untuk mengajarkan materi kedudukan dan
fungsi sumber hukum Islam. Setelah itu guru mengkondisikan kesiapan belajar siswa dengan mengucap
salam, mengabsen siswa sekaligus membagi siswa menjadi enam kelompok.
Untuk
mempersiapkan siswa menerima pembelajaran, terlebih dahulu pada tahap
mengaitkan (Relating) siswa diberi kesempatan untuk bercerita tentang
kegiatan yang dilakukan oleh siswa apabila kesulitan menentukan hukum Agama akan
suatu permasalahan. Ketika siswa diberi kesempatan untuk bercerita, sebagian besar yang
mengangkat tangan adalah siswi, lalu guru menunjuk perwakilan dari siswi 1 orang dan dari siswa 1 orang, siswi yang pertama
kali bercerita bernama Annaliza Sofi, dia memulai ceritanya dengan mengatakan “Saya tidak
pernah kesulitan menentukan hukum karena saya bisa mencarinya di internet”.
Setelah siswi
tersebut bercerita, maka guru dan siswa yang lain memberikan tepuk tangan yang
meriah. Selanjutnya siswa yang lain bernama Aditya Primadana bercerita tentang
kebiasaannya mencari sumber hukum dalam literatur-literatur yang relevan.
Dari cerita
siswa tersebut kemudian guru memberikan kertas yang berisi gambar orang-orang yang mengkaji
Al-Qur’an dalam sebuah perkumpulan, diharapkan siswa termotivasi agar suka membaca.
Langkah
selanjutnya, yakni siswa mendengarkan penjelasan materi secara singkat dari
guru tentang sumber hukum Islam.
Setelah
menjelaskan materi secara singkat kepada siswa, guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk menyebutkan satu dalil dari Al-Qur’an (temanya ta’arruf/pacaran). Selanjutnya jawaban dari
siswa yang mengangkat tangan banyak yang salah. Misalnya siswa mengatakan tidak
ada dalilnya tapi mengatakan bahwa pacaran itu haram, makruh, ada juga yang
mengatakan wajib, sunnah.
Oleh
karena itu guru mengarahkan siswa kepada jawaban yang benar dan untuk lebih
meyakinkan siswa, selanjutnya guru menyuruh siswa mengambil Al-Qur’an terjemah
untuk mengidentifikasi masing-masing jawaban yang mengatakan keharaman,
kewajiban maupun kesunnahan pacaran. Setelah siswa melakukan identifikasi,
akhirnya siswa menemukan dalil yang menyebutkan ”Janganlah kamu sekali-kali
mendekati zina..” (Al-Qur’an terjemah, Al-Isro’ 32) dan “wahai manusia
sekalian, Kami jadikan kalian laki-laki dan perempuan serta bersuku-suku untuk
saling mengenal.....” (Al-Qur’an terjemah, Al-Hujurat 13).
Setelah itu
siswa disuruh untuk mengumpulkan lembar hasil identifikasi karena akan
dilanjutkan pada kegiatan berikutnya,
yakni tahap mengalami (Experiencing) dengan melakukan kegiatan percobaan
melalui kerja sama (Cooperating) antar anggota dalam kelompok. Sebelum melakukan percobaan, siswa
menerima lembar format petunjuk pelaksanaan dan pengamatan percobaan siklus I sarana percobaan yang harus ditelaah terlebih dahulu.
Masing-masing kelompok diberi sarana berupa Al-Qur’an terjemahan, buku
Hadits yang relevan “Shohih Bukhori, Muslim (tarjamah)”, lampiran-lampiran
pendapat 4 madzhab mu’tabarah berkaitan dengan tema yang diijtihadi,
buku ajar dan modul sebagai bacaan wajib bab sumber hukum Islam. Setelah
masing-masing kelompok selesai mengecek kelengkapan dan menela’ah sendiri
sarana sesuai dengan petunjuk pelaksanaan, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan percobaan.
Kelompok A dan B melakukan percobaan
tentang proses pemilihan sumber mana yang akan digunakan terlebih dahulu untuk
menghukumi haram, wajib atau dan mubahnya pacaran dari Al-Qur’an dan Hadits. Kelompok C dan D
melakukan percobaan tentang proses pemilihan sumber mana yang akan digunakan terlebih
dahulu untuk menghukumi haram, wajib atau dan mubahnya pacaran dari
lampiran-lampiran-lampiran pendapat 4 madzhab mu’tabaroh, kelompok E dan F
melakukan percobaan tentang proses pemilihan sumber mana yang akan digunakan terlebih
dahulu untuk menghukumi haram, wajib atau dan mubahnya pacaran dari pengertian
mendalam bentuk-bentuk ijtihad dalam buku ajar dan modul siswa.
Masing-masing kelompok mengamati pelaksanaan telaah dan percobaan serta mencatat hasilnya ke dalam lembar format
pengamatan pelaksanaan percobaan.
Setelah selesai melakukan percobaan, selanjutnya siswa diberi kesempatan
untuk menjelaskan hukum yang
ditemukan menurut analisis berikut alasan-alasan yang rasionalis, ketika siswa mengacungkan
tangan, maka guru menunjuk siswa secara random untuk menjawab. Kegiatan
terakhir dalam tahap mengalami (Experiencing) dan bekerja sama (Cooperating)
ini yakni siswa dalam kelompok bekerja sama dalam menjawab pertanyan-pertanyaan
yang ada didalam format laporan hasil percobaan yang nantinya akan dibacakan
pada sesi presentasi kelas pada tahap memindahkan (Transfering).
Tahap memindahkan (Transfering) dilakukan dengan kegiatan
presentasi kelas, dalam hal ini yang dipresentasikan adalah jawaban dari
laporan hasil percobaan pada tahap (Experiencing). Sebelum melakukan
presentasi kelas, terlebih dahulu guru melotre untuk menetapkan kelompok yang akan
melakukan presentasi kelas.
Berdasarkan hasil lotre, maka kelompok D mendapat kesempatan pertama,
sedangkan kelompok C yang melakukan percobaan yang sama di tahap mengalami (Experiencing)
sebelumnya, hanya menambahkan atau melengkapi hasil presentasi dari kelompok D. Presentasi pada pertemuan
ke-I ini hanya dilakukan oleh dua kelompok saja, sedangkan empat kelompok yang
lain akan melakukan presentasi pada pertemuan ke-II di siklus I.
Kegiatan selanjutnya yakni guru membuka sesi tanya jawab antara siswa
dengan siswa dan siswa dengan guru. Namun pada kegiatan ini waktu yang
diperlukan lebih banyak dari pada waktu yang telah ditentukan dalam RPP yakni
lima menit, sehingga karena waktunya tidak memungkinkan akhirnya empat siswa
dari enam belas siswa yang ingin mengajukan pertanyaan belum mendapat
kesempatan untuk bertanya. Guru berjanji untuk memberikan kesempatan kepada
empat siswa tersebut untuk bertanya di pertemuan ke-II.
Dari hasil kegiatan pembelajaran di atas, siswa dibimbing untuk
menyimpulkan hasil pembelajaran yang didapat pada pertemuan ke-I. Namun hanya
dua siswa yang mengacung dan bersedia untuk menyimpulkan hasil pembelajaran.
Tahap selanjutnya adalah tahap penutup yang berisi kegiatan guru memberi tugas
kepada siswa untuk mencari artikel tentang pergaulan bebas dan menyuruh untuk
mempelajarinya, agar di pertemuan ke-II bisa mengikuti dengan baik kegiatan
pembelajaran.
2)
Pertemuan ke-II
Kegiatan pada pertemuan ke-II diawali dengan menyuruh
siswa untuk berkumpul dengan anggota kelompok yang sudah dibentuk di pertemuan
ke-I siklus I. Mengkondisikan kesiapan belajar siswa dengan mengucap salam,
mengecek kehadiran siswa. Setelah itu, guru mereview ulang hasil
percobaan yang dilakukan pada pertemuan Ke-I untuk memberi sedikit gambaran
kepada siswa agar dapat mengingat kembali dan mempersiapkan diri untuk
melakukan presentasi kelas bagi kelompok yang belum melaksanakan.
Seperti kegiatan presentasi pada pertemuan ke-I, maka sebelumnya guru
melotre untuk menentukan kelompok yang akan melakukan presentasi kelas pertama
kali pada pertemuan ke-II. Namun sebelum kelompok melakukan presentasi,
terlebih dahulu guru menginformasikan untuk mencatat apa saja yang ingin
ditanyakan karena sesi tanya jawab akan diadakan setelah tahap menerapkan (Aplaying).
Berdasarkan hasil lotre, maka kelompok E melakukan presentasi terlebih dahulu
sedangkan kelompok F menambahkan atau melengkapi hasil presentasi kelompok E. Setelah kelompok E dan F selesai mempresentasikan,
maka dilanjutkan oleh kelompok A dan ditambahkan oleh kelompok B yang melakukan percobaan
yang sama di pertemuan ke-I sebelumnya.
Pada tahap
menerapkan konsep pengetahuan (Aplaying), masing-masing kelompok diberi beberapa
contoh dalail. Kegiatan yang dilakukan adalah setiap kelompok diberi tugas
untuk memilah dalil naqli, ‘aqli dan yang bersifat dzonni,
qoth’i yang ada di lembar kertas jenis-jenis dalail dengan cara mengguntingnya.
Pada saat
kegiatan ini berlangsung, ternyata semua kelompok sering salah dalam membedakan
antara dalil naqli dan ‘aqli, qoth’i dan dzonni. Misalnya
dalam dalil qoth’i dan dzonni menganggap dalil “janganlah kamu
sekali-kali mendekati zina” itu dalil dzonni sedangkan ayat atau dalil
tersebut bersifat qoth’i. Siswa baru memahami perbedaan qoth’i dan
dzonni setelah diberi penjelasan oleh guru.
Setelah siswa
melakukan kegiatan penerapan (Aplaying), selanjutnya siswa menganalisis upaya
mengetahui hukum boleh tidaknya pacaran serta pacaran atau “ta’arruf”
yang sehat dan solusi pergaulan bebas. Berdasarkan kesepakatan sebelumnya,
bahwa sesi tanya jawab di kegiatan presentasi dilaksanakan setelah selesai
kegiatan menerapkan (Aplaying). Dalam sesi tanya jawab di pertemuan ke-II ini
sebanyak 7 siswa yang bertanya, dari kelompok A ada 3 anak , B ada 1 anak, E
ada 2 anak, dan C ada 1 anak. Pada tahap ini siswa lebih sering menjawab dengan
benar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain dan lebih antusias
dibandingkan dengan pertemuan ke-I siklus I. Tahap penutup berupa kegiatan guru
memberikan hand out yang berisi tentang materi hukum taklifi kepada masing-masing kelompok dan menyuruh
siswa yang lain untuk mengkopinya supaya bisa dipelajari untuk persiapan
kegiatan pembelajaran di siklus II.
3) Hasil Observasi Siklus I
Seluruh kegiatan
pembelajaran pada pertemuan ke-I dan ke-II, diamati oleh observer dan di bantu
oleh dokumentator. Dokumentator bertugas untuk mendokumentasikan beberapa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam
bentuk foto.
Pertemuan ke-I
Hasil observasi
pada pertemuan ke-I siklus I ini meliputi pengamatan terhadap aktivitas guru
dan siswa serta seluruh proses kegiatan pembelajaran yang diamati berdasarkan
format yang sudah dirancang. Berdasarkan hasil pengamatan oleh observer (merangkap dokumenter) terhadap aktivitas guru dan siswa selama
kegiatan pembelajaran berlangsung diuraikan sebagai berikut:
Dari
hasil observasi aktivitas guru jumlah skor yang diperoleh sebesar 19, sedangkan
skor maksimal adalah 20, berdasarkan hasil data observasi pengamat, maka jumlah
skor yang diperoleh adalah
. Taraf keberhasilan kegiatan guru berdasarkan hasil
pengamatan oleh observer sebesar 95%.
Persentase
di atas tidak mencapai angka 100%, karena terjadi pemotongan jam pelajaran
selama 3 menit. Kegiatan yang tidak dilaksanakan oleh guru pada pertemuan ke-I
ini berupa guru tidak menjelaskan tujuan dan manfaat pembelajaran. Hal ini
terjadi karena siswa tidak segera berkumpul dengan anggota kelompok yang sudah
ditentukan, disebabkan bukan teman dekatnya. Sedangkan untuk hasil observasi
aktivitas siswa jumlah skor yang diperoleh sebesar 12, sedangkan skor
maksimalnya adalah 12, berdasarkan hasil data observasi pengamat, maka jumlah
skor yang diperoleh adalah
, taraf keberhasilan kegiatan siswa berdasarkan observasi
sebesar 100%. Data Ini membuktikan bahwa seluruh perencanaan aktivitas siswa
dapat dilaksanakan.
Pertemuan ke-II
Dari hasil
observasi jumlah skor yang diperoleh adalah sebesar 13. Sedangkan skor maksimal
adalah 13, berdasarkan hasil data observasi pengamat, maka jumlah skor yang
diperoleh adalah
.
Taraf keberhasilan kegiatan guru berdasarkan hasil observasi sebesar 100%. Ini
berarti seluruh perencanaan aktivitas guru dapat dilaksanakan. Sedangkan hasil
observasi jumlah skor aktivitas siswa sebesar 7 dari 7 aktivitas yang
direncanakan, sehingga jumlah skor yang diperoleh adalah
,
hasil ini menunjukkan bahwa seluruh perencanaan aktivitas siswa dapat
dilaksanakan.
4) Hasil Refleksi Siklus I
Pada
akhir pelaksanaan pembelajaran siklus I peneliti bersama observer dan siswa
melakukan refleksi. Refleksi ini berguna untuk mengetahui kekurangan-kekurangan
selama pelaksanaan siklus I, sehingga dapat menjadi bahan perbaikan pada
pelaksanaan tindakan siklus II.
Dari
keseluruhan pembelajaran pada siklus I, guru telah melaksanakan tahapan
pembelajaran sesuai dengan sintak REACT (membimbing siswa mengaitkan
materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari, membimbing siswa pada
kegiatan mengalami dengan melakukan percobaan, membimbing siswa untuk
menerapkan konsep, membimbing siswa untuk bekerja sama dalam kelompok, dan
membimbing siswa untuk melakukan presentasi kelas). Namun, selama diterapkannya
model pembelajaran REACT, siswa terkendala di tahap mengalami (Experiencing),
bekerja sama (Cooperating), dan menerapkan (Aplaying), siswa belum
terbiasa dengan model ini karena belum pernah diterapkan sebelumnya.
Terdapat
empat kelompok yakni A, B, E, dan F yang belum bisa membagi
tugas anggotanya dengan baik ketika melakukan telaah dan analisis, masih terlihat saling tunjuk
untuk melakukan perintah dan gegabah serta terkesan menebak-nebak
saja tanpa membaca petunjuk pelaksanaan percobaan terlebih dahulu, sehingga sempat
terjadi kesalahan baca dan mengartikan kalimat
berbahasa Arab dan diperintah untuk mengulang sehingga waktu molor 5
menit. Pada tahap mengalami, siswa masih terlihat ragu-ragu untuk berpendapat
dan terkesan lebih berhati-hati.
Pada
sesi tanya jawab antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru, ternyata
siswa sangat antusias untuk bertanya sehingga waktu yang ditentukan dalam RPP
masih kurang. Berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran pertemuan ke-I siklus
I, guru melakukan refleksi, dan menemukan beberapa kekurangan diantaranya:
1. Ada empat kelompok yang masih bingung ketika diperintah
untuk melakukan percobaan meskipun telah diberi
lembar petunjuk pelaksanaan percobaan.
2. Siswa tidak membaca dengan cermat lembar petunjuk
pelaksanaan percobaan karena terburu-buru untuk segera melakukan percobaan.
3. Guru belum dirasa kurang dalam menjelaskan petunjuk-petunjuk
yang ada di lembar pelaksanaan percobaan, sehingga siswa bingung untuk
merangkai alat percobaan dan melakukan percobaan.
4. Waktu yang disediakan untuk sesi tanya jawab kurang.
5. Ada beberapa siswa yang tidak mau bergabung dengan
anggota kelompok yang sudah ditentukan..
Setelah
dilakukan refleksi terhadap pertemuan ke-I, maka dilakukan sejumlah perbaikan
terhadap beberapa kekurangan yang terjadi di pertemuan ke-I siklus I. Kemudian
dilakukan pembelajaran di pertemuan ke-II siklus I sesuai dengan perencanaan
yang sudah ada, dan dilakukan refleksi terhadap pertemuan ke-II untuk bahan
perbaikan pembelajaran pada pertemuan Ke-I siklus II. Di dalam pertemuan ke II
siklus I ditemukan kekurangan, diantaranya:
Ø Siswa belum sepenuhnya mengerti perbedaan qoth’i dan dzonni, sehingga salah dalam
memilah-milah dalail.
5) Pelaksanaan Tes Hasil
Belajar PAI Siklus I
Sebelum
melaksanakan tes hasil belajar siklus I, guru terlebih dahulu merencanakan hari
yang tepat untuk melaksanakan tes. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari
guru bidang studi PAI bahwa hari yang tepat adalah Kamis yang tetap memiliki 30 menit waktu pembelajaran, maka
peneliti memilih hari Kamis tanggal 15 Nov 2012, tes hasil belajar bentuk
uraian ini hanya memerlukan waktu 20-25 menit.
Tes
uraian hasil belajar ini terdiri dari empat soal yang memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda, mulai dari tingkat kesulitan rendah sampai tinggi.
Tes ini dilaksanakan di kelas X-4 yang diikuti oleh 34, pukul 14.15 s/d 15.15 dan berlangsung kondusif.
Pelaksanaan tes uraian hasil belajar PAI dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1: Siswa melaksanakan ujian tes
hasil belajar siklus I
6) Perencanaan Tindakan Siklus II
Pada
tahap ini, ada beberapa hal yang diperbaiki sebagai hasil refleksi dari
pertemuan ke-II Siklus I sebagai berikut:
1) Guru sebelum memerintahkan siswa untuk melakukan
percobaan, terlebih dahulu menjelaskan petunjuk yang ada pada lembar petunjuk
pelaksanaan percobaan agar siswa tidak bingung.
2) Memastikan siswa untuk benar-benar membaca lembar
petunjuk pelaksanaan percobaan.
3) Kalimat dalam petunjuk pelaksanaan percobaan harus jelas
dan mudah dipahami.
4) Guru sebelumnya harus menginformasikan bahwa ada batasan
pertanyaan dalam sesi tanya jawab agar waktunya cukup yakni maksimal 5
pertanyaan.
5) Mengecek kembali sarana yang akan digunakan di siklus II,
sebelum melaksanakan tindakan dalam pembelajaran.
7) Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Pelaksanaan
tindakan siklus II pertemuan ke I dilaksanakan pada tanggal 01 Nov 2012 dan pertemuan ke II tanggal 15 Nov 2012 dengan alokasi waktu yang
digunakan untuk masing-masing pertemuan adalah
2x30 menit.
1) Pertemuan ke I
Kegiatan
pembuka pada pertemuan ini yakni guru mengkondisikan kesiapan belajar siswa,
mengabsen siswa. Guru juga menyuruh siswa untuk berkumpul sesuai anggota kelompok
yang telah dibentuk di siklus I. Ada beberapa siswa yang lupa dengan anggota
kelompoknya sehingga guru membacakan kembali anggota masing-masing kelompok.
Siswa ditunjuk
secara random untuk bercerita tentang pergaulan yakni mulai di rumah, sekeliling rumah dan sekolah sudah
benarkah menurut syari’ah (Relating). Memotivasi siswa dengan memberikan
gambar dan menginformasikan maksud dari gambar tersebut, diharapkan siswa
tergugah hatinya untuk dapat merealisasikan hal-hal yang sudah ditetapkan
wajib/fardu, mandub/sunnah, haram, makruh, jaiz/mubah.
Pada kegiatan
inti siswa mendengarkan penjelasan singkat materi hukum taklifi yang meliputi definisi hukum, taklifi, prinsip mukallaf, dan manfaat serta
kerugian yang disebabkan hukum taklifi. Setelah guru menjelaskan ternyata ada siswa yang
mengacungkan tangan untuk bertanya, namun guru menyuruh untuk mencatat
pertanyaan yang ingin diajukan dan disampaikan nanti di kegiatan sesi tanya
jawab, guru menjelaskan supaya kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan
berjalan dengan sistematis dan sesuai dengan prosedur, dan penjelasan guru
diterima oleh siswa tersebut.
Selanjutnya
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan faktor penyebab pergaulan bebas
berkenaan dengan materi, terdapat empat siswa yang bersedia menjelaskan, dua siswa berasal dari
kelompok A, dan siswa lainnya masing-masing dari kelompok D, dan E.
Selanjutnya, guru memberikan kertas yang berisi gambar-gambar faktor penyebab
terjadinya pergaulan bebas, lalu guru menyuruh siswa mengidentifikasi gambar tersebut.
Guru
melanjutkan kegiatan dengan membagikan lembar petunjuk pelaksanaan percobaan
siklus II dan sarana percobaan
kepada masing-masing kelompok. Sarana yang digunakan berupa Al-Qur’an terjemah, buku Hadits dan beberapa
lampiran pendapat ‘ulama. Sebelum
dilakukan percobaan, siswa terlebih dahulu bekerja sama (Cooperating)
untuk menganalisis sarana sesuai
petunjuk pelaksanaan dan pengamatan percobaan siklus II. Setelah sarana selesai dianalisis, maka selanjutnya siswa bekerja sama dalam
anggota kelompok untuk melaksanakan percobaan dan diamati oleh siswa dalam
kelompok melalui lembar pengamatan percobaan yang telah diberikan oleh guru.
Siswa melakukan percobaan dengan sangat
hati-hati dan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan. Berdasarkan hasil percobaan
diketahui percobaan yang dilakukan oleh kelompok A dan B menemukan
masalah-masalah yang diwajibkan. Hal ini disebabkan karena sarana yang digunakan oleh
kelompok A dan B hanya menggunakan Al-Qur’an.
Percobaan yang dilakukan oleh
kelompok C dan D menemukan masalah-masalah yang disunnahkan karena sarana
mereka terfokus pada buku Hadits, dan percobaan yang dilakukan oleh kelompok E
dan F menemukan masalah-masalah yang wajib, sunnah bahkan haram hal ini lebih
bagus dari percobaan yang dilakukan oleh kelompok C dan D. Hal ini disebabkan mereka
menganalisis Al-Qur’an sekaligus buku hadits dan di cocokkan dengan lampiran
pendapat para ‘ulama.
Setelah melakukan percobaan,
selanjutnya siswa mendiskusikan permasalahan dalam kelompok yakni menganalisis
upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam mendukung pencegahan pergaulan
bebas akibat mengabaikan perintah dan larangan Allah SWT di Indonesia. Siswa
dalam kelompok bekerja sama dalam menjawab pertanyan-pertanyaan yang ada
didalam format laporan hasil percobaan yang nantinya akan dibacakan pada sesi
presentasi kelas pada tahap memindahkan (Transfering).
Pada tahap memindahkan (Transfering)
di siklus II pertemuan ke-I ini hanya dua kelompok yang melakukannya, dan maju
berdasarkan hasil lotre dari guru yakni kelompok E dan F. Selanjutnya guru
membuka sesi tanya jawab dengan membatasi lima pertanyaan, dalam sesi ini
terdapat empat penanya yang sebelumnya juga pernah bertanya di siklus I. Siswa
bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami dan kepada kelompok
yang sudah melakukan presentasi.
Sesi tanya jawab berlangsung meriah
karena ada perbedaan pendapat antara presentator dengan penanya, namun kejadian
ini bisa diluruskan bersama dengan bimbingan guru. Selanjutnya, siswa dibimbing
oleh guru untuk menyimpulkan hasil pembelajaran hari ini. Kegiatan penutup pada
pertemuan ini adalah siswa diberi tugas mencari artikel tentang contoh prilaku
sekitar yang sesuai dengan materi dan mempelajari dalail yang mendukungnya agar siswa mendapat pengetahuan
tentang materi hukum taklifi lebih banyak lagi, serta lebih memahami materi untuk persiapan di
pertemuan ke-II Siklus II.
2) Pertemuan
ke-II
Kegiatan pembelajaran dibuka oleh guru. Kemudian dilanjutkan dengan
mengkondisikan kesiapan belajar siswa dengan menyuruh siswa memasukkan
buku-buku pelajaran selain buku PAI. Guru mengabsen kehadiran siswa dan mereview
percobaan yang dilaksanakan pada pertemuan ke-I siklus II agar siswa mempunyai
gambaran tentang percobaan yang telah dilaksanakan, sehingga siap melaksanakan
presentasi kelas. Seperti biayasanya, presentasi dilakukan berdasarkan hasil
lotre oleh guru. Berdasarkan hasil lotre kelompok A dan B mendapatkan
kesempatan untuk tampil pertama kali di pertemuan ke-II ini, seterusnya
dilanjutkan oleh kelompok C dan D.
Penampilan kelompok A dan B sangat bagus, sehingga banyak siswa yang bertanya
pada sesi tanya jawab. Namun guru membatasi pertanyaan yang diajukan.
Berdasarkan kesepakatan awal pertanyaan
dibatasi dengan lima pertanyaan saja, dan empat pertanyaan diajukan kepada
kelompok A dan B sedangkan 1 pertanyaan diajukan kepada kelompok C dan D.
Kegiatan pembelajaran selanjutnya yakni tahap penerapan (Aplaying)
yang dilaksanakan dengan memuat dalail yang mereka temukan, dibuat di atas kertas tulis dan dibagi menjadi tujuh kolom. Tujuan penerapan ini yakni untuk
memberikan pemahaman kepada siswa tentang urutan dalil agar pemahaman bisa
runtut. Dalam
hal ini siswa pertama-tama disuruh menunjuk dan memilih dalil yang cocok untuk dijadikan
pijakan
awal menentukan sebuah hukum sesuai dengan prinsip hukum taklifi.
Setelah siswa menentukan dalil yang cocok untuk dijadikan acuan hukum tahap awal, maka selanjutnya siswa mengemukakan
pendapatnya akan dalil dan hukum yang dihasilkan.
Manfaat
yang bisa diambil dalam kegiatan ini yakni agar siswa lebih memahami materi hukum taklifi
dan
tidak hanya dalam angan-angan saja. Manfaat lain dari kegiatan ini yakni dapat
memberikan kemudahan dalam mengingat materi yang telah dipelajari, sehingga
ketika mengerjakan soal tes hasil belajar, siswa lebih mudah dalam menjawabnya,
dan diharapkan siswa dapat merealisasikan prinsip hukum taklifi dalam kehidupannya sehari-hari.
Setelah menerapkan,
siswa dibimbing untuk menganalisis upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam mendukung dalam
mendukung pencegahan pergaulan bebas akibat mengabaikan perintah dan larangan
Allah SWT di Indonesia. Selanjutnya, pada kegiatan sesi tanya jawab tentang materi yang belum
dipahami pada pertemuan ke-II siklus II ini tidak ada yang bertanya, siswa
mengatakan telah memahami materi. Oleh karena itu, guru langsung melanjutkan
pada kegiatan menyimpulkan materi pembelajaran dengan memberikan kesempatan
terlebih dahulu kepada siswa untuk bersedia menyimpulkan.
Sebanyak dua puluh
tiga siswa mengacungkan tangan untuk menyimpulkan pembelajaran, namun guru
hanya menunjuk empat siswa saja, dua dari laki-laki dan dua dari perempuan.
Kegiatan penutup pada pertemuan ini yakni guru memberikan tugas kepada siswa
untuk mempelajari kembali materi hukum taklifi karena akan diadakan tes hasil belajar
siklus II di hari yang lain.
8)
Hasil Observasi Siklus II
a)
Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam
Pembelajaran Siklus II
Pertemuan ke-I
Berdasarkan hasil
pengamatan oleh observer terhadap ativitas guru selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Dari hasil observasi terhadap guru jumlah skor yang
diperoleh adalah sebesar 20, sedangkan skor maksimal adalah 20, berdasarkan
hasil data observasi pengamat, maka jumlah skor yang diperoleh adalah
. Taraf keberhasilan kegiatan guru berdasarkan observasi sebesar 100%, ini
berarti seluruh perencanaan aktivitas guru terlaksana seluruhnya. Hal ini sama
dengan skor aktivitas siswa yang menunjukkan skor 100%. Berdasarkan
perhitungan
,
maka dapat dikatakan bahwa guru dan siswa sudah melaksanakan seluruh aktivitas
kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan.
b)
Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam
Pembelajaran Siklus II
Pertemuan ke-II
Berdasarkan hasil
pengamatan observer terhadap ativitas guru selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Hasil pengamatan aktivitas siswa. Dari hasil observasi jumlah skor
yang diperoleh adalah sebesar 13, sedangkan skor maksimal adalah 13.
Berdasarkan hasil
data observasi pengamat, maka jumlah skor yang diperoleh adalah
,
taraf keberhasilan kegiatan guru mendapatkan skor sebesar 100% yang membuktikan
bahwa seluruh perencanaan aktivitas guru di pertemuan ke II siklus II dapat
dilaksanakan. Sedangkan aktivitas siswa memiliki skor maksimal 7 dan terlaksana
seluruhnya, sehingga skor yang diperoleh adalah
,
skor 100% yang telah diperoleh ini menunjukkan bahwa siswa sudah melaksanakan
seluruh aktivitas kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan.
9)
Hasil Refleksi Siklus II
Setelah pelaksanaan
pembelajaaran siklus II usai, maka peneliti bersama beberapa perwakilan siswa
dan observer melakukan refleksi. Refleksi ini berguna untuk mengetahui tentang
beberapa kekurangan yang ada selama proses pembelajaran siklus II dan dapat
dilakukan perbaikan pada pembelajaran siklus berikutnya. Sedangkan perbaikan
yang telah terlaksana pada siklus II dari kekurangan-kekurangan yang terjadi
pada siklus I adalah sebagai berikut :
a)
Siswa sudah terbiasa dengan penerapan model
pembelajaran REACT dan tidak ada kebingungan-kebingungan lagi dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam tahapan-tahapannya.
b)
Penjelasan guru terhadap instruksi yang ada
pada lembar petunjuk pelaksanaan percobaan membuat siswa lebih paham untuk
merangkai alat percobaan dan melakukan percobaan tanpa bertanya-tanya kembali,
sehingga waktu pembelajaran bisa digunakan secara efektif dan efisien.
c)
Siswa tidak merasa keberatan lagi untuk
bergabung dengan anggota kelompok yang telah ditentukan oleh guru, karena
setiap kelompok dibimbing dengan baik oleh guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran, sehingga siswa dapat berkoordinasi dengan baik dalam bekerja sama
dan terlihat akrab dengan anggota kelompoknya.
d)
Tidak
ada saling tunjuk lagi ketika guru menyuruh perwakilan kelompok untuk maju
karena siswa sudah mulai terlatih untuk mengungkapkan pendapatnya.
e)
Siswa terlihat lebih memahami materi pada
siklus II, banyak siswa yang ingin menyimpulkan hasil materi pembelajaran.
Dari hasil refleksi
pada siklus II, diketahui bahwa siswa mengalami peningkatan dalam memahami
materi dan lebih antusias dalam belajar. Hal ini berarti bahwa perbaikan yang
telah direncanakan sebelum melaksanakan tindakan pembelajaran di siklus II
telah berhasil.
10) Pelaksanaan Tes Hasil Belajar PAI
Siklus II
Berbeda
dengan pelaksanaan tes hasil belajar di siklus I, pelaksanaan tes di siklus II
dilaksanakan di hari Jumat tanggal 22 November 2012. Waktu yang digunakan sama
dengan pelaksanaan tes di siklus I yakni 2x30 menit.
Tes
uraian hasil belajar ini terdiri dari empat soal yang memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda, mulai dari tingkat kesulitan rendah sampai tinggi.
Tes ini dilaksanakan di kelas X-4 yang diikuti oleh 34, pukul 14.15 s/d 15.15 dan berlangsung kondusif.
Pelaksanaan tes uraian hasil belajar PAI siklus II dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut.
Gambar 1.2: Pelaksanaan tes uraian hasil
belajar
PAI siklus II berlangsung kondusif.
B.
Deskripsi Data
1.
Siklus I
Berdasarkan perencanaan
awal, maka pada siklus I dilakukan penerapan model pembelajaran REACT yang disusun dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Setelah melakukan penerapan model REACT di kelas X-4, selanjutnya
dilaksanakan tes hasil belajar pada hari yang lain.
Tes hasil belajar berupa
tes uraian materi pelestarian lingkungan hidup berjumlah 4 soal yang memiliki
tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Kisi-kisi soal uraian tes hasil belajar siklus
I. Dari pelaksanaan tes hasil belajar tersebut, maka diperoleh data peningkatan
hasil belajar siswa berupa skor. Berdasarkan data pada lampiran tersebut dapat
diketahui bahwa hasil belajar PAI dari 34 siswa terdapat 29 siswa yang telah mencapai SKM. Sedangkan 5 siswa yang lain masih
dibawah SKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Dengan demikian hasil belajar 29 siswa telah tuntas dan 5 siswa yang lain tidak
tuntas.
Bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan siklus I, maka juga dilakukan observasi atau pengamatan
oleh 2 observer. Observasi tersebut dilakukan terhadap aktivitas guru dan
siswa. Tujuan dari observasi ini yakni sebagai bahan refleksi untuk
merencanakan tindakan pada siklus berikutnya, dengan harapan hasil belajar PAI
siswa menjadi lebih meningkat dari siklus sebelumnya.
2. Siklus II
Setelah
dilakukan perencanaan berdasarkan hasil refleksi di siklus I, maka dilaksanakan
tindakan pada siklus II. Pelaksanaan tindakan siklus II ini telah disusun dalam
RPP. Setelah melakukan penerapan model REACT di kelas X-4 pada siklus II,
selanjutnya dilaksanakan tes hasil belajar pada hari yang lain.
Soal-soal
uraian tes hasil belajar PAI siklus II berisi tentang materi pembangunan
berkelanjutan. Materi tersebut sesuai dengan yang telah diterapkan pada tindakan
siklus II. Dari pelaksanaan tes hasil belajar tersebut,
maka diperoleh data peningkatan hasil belajar siswa berupa skor. Berdasarkan
data pada lampiran tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar PAI dari 34 siswa, hanya 2 siswa
saja yang tidak mencapai SKM. Sedangkan 32 siswa yang lain sudah mencapai SKM yang telah
ditentukan oleh sekolah yakni 75. Dengan demikian hasil belajar PAI 2 siswa tidak tuntas dan 32 siswa yang lain sudah
tuntas.
Bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan siklus II, maka juga dilakukan observasi terhadap
aktivitas guru dan siswa. Berdasarkan hasil observasi dapat diakatakan bahwa
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model REACT telah sesuai dengan perencanaan dan hasil belajar siswa telah
mencapai hasil yang diinginkan. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa kelas X-4 SMAN 3 Malang pada materi hukum taklifi telah tercapai,
sehingga penelitian dinyatakan selesai.
C. Analisis Data
Data peningkatan hasil belajar berupa skor. Skor
diperoleh dari tes hasil belajar PAI siswa. Selengkapnya skor tersebut dapat
dilihat pada laporan distribusi frekuensi hasil belajar PAI siswa pra tindakan,
siklus I, dan siklus II sebagai berikut:
Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar PAI Siswa
Pra Tindakan, Siklus I,
dan Siklus II
Amatan
|
Rata-Rata Skor
|
Peningkatan
|
%Peningkatan
|
Pra Tindakan
|
48,83
|
27,08
|
55,46
|
Siklus I
|
75,91
|
||
Siklus I
|
75,91
|
12,57
|
16,56
|
Siklus II
|
88,48
|
Gambar Hasil belajar selama
penerapan model pembelajaran REACT
di kelas X-4 SMAN 3 Malang
Dari data tabel dan grafik di atas, dapat diketahui
rata-rata skor hasil belajar PAI siswa pada Pra Tindakan = 48,83, Siklus
I = 75,91, dan Siklus II = 88,48. Dari rata-rata skor
hasil belajar tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung peningkatan
hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa dihitung dengan rumus skor
peningkatan pertama = rata-rata skor Siklus I – rata-rata skor Pra Tindakan
yaitu 75,91-48,83 = 27,08. Sedangkan besarnya skor peningkatan
kedua = rata-rata skor Siklus II-
rata-rata skor Siklus I = 88,48-75,91 = 12,57.
Peningkatan hasil belajar PAI siswa dalam bentuk
persentase, dihitung dengan menggunakan rumus. Rumus persentase peningkatan
pertama = ((rata-rata skor hasil belajar Siklus I - rata-rata skor hasil belajar
Pra Tindakan)) x 100)/(rata-rata skor hasil belajar Pra Tindakan), sehingga
diperoleh hasil (27,08x100)/48,83 = 55,46%. Persentase peningkatan kedua
= ((rata-rata skor hasil belajar Siklus II - rata-rata skor hasil belajar
Siklus I)) x 100)/(rata-rata skor hasil belajar Siklus I), sehingga diperoleh
hasil (12,57x100)/75,91 = 16,56%. Dari perhitungan tersebut, diketahui
bahwa terjadi peningkatan persentase keberhasilan dari Pra Tindakan sebesar 55,46%
dan Siklus I ke Siklus II sebesar 16,56%.
D.
Temuan Penelitian
Beberapa temuan
penelitian selama penerapan model pembelajaran REACT di kelas X-4 SMAN 3
Malang pada siklus I dan siklus II adalah sebagai berikut:
1. Siklus
I
Hasil belajar PAI siswa sudah meningkat namun
belum mencapai target penelitian.
2.
Siklus II
Hasil belajar PAI siswa telah mencapai
target penelitian dan tuntas.
3.
Temuan Tambahan
a.
Model pembelajaran REACT pertama kali diterapkan di SMAN 3 Malang,
khususnya di kelas X-4. Pertemuan ke-I masih banyak siswa yang bingung untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai tahapan-tahapan model tersebut, namun
di pertemuan ke-II siswa sudah bisa menyesuaikan.
b.
Pembagian kelompok pada penerapan model ini
harus merata antara siswa yang mempunyai nilai kognitif rendah dan tinggi.
c.
Ada kelompok yang salah merangkai alat-alat
percobaan yang disebabkan oleh siswa tidak membaca petunjuk pelaksanaan
percobaan terlebih dahulu.
BAB V
PEMBAHASAN
A.
Pada
Siklus I Hasil Belajar PAI Siswa Meningkat
Peningkatan
hasil belajar PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I diketahui berdasarkan
data hasil temuan penelitian dengan cara membandingkan skor rata-rata hasil
belajar PAI siswa pada pra tindakan dengan siklus I. Peningkatan hasil belajar
PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal.
Pertama, peningkatan
skor rata-rata hasil belajar PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I disebabkan
oleh siswa sudah memahami materi dengan baik di siklus I setelah diberi
penerapan model pembelajaran REACT. Walaupun pada siklus I siswa masih
sedikit bingung dengan tahap kegiatan pembelajaran REACT yang
dilaksanakan karena model ini belum pernah diterapkan di kelas X-4 sebelumnya.
Siswa masih dalam proses transisi untuk membiyasakan diri melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai tahapan-tahapan model REACT. Adanya bimbingan dari
guru, ternyata memberikan bantuan kepada siswa untuk dapat melaksanakan semua
kegiatan pembelajaran sesuai tahapan-tahapan yang ada pada model REACT.
Dibanding pada saat pra tindakan, di siklus I ini siswa lebih baik dalam
memahami materi yang ditunjukkan dengan lebih banyak siswa yang bersedia
menjawab pertanyaan guru dan menyimpulkan hasil pembelajaran.
Kedua,
terdapat tahap kegiatan pembelajaran yang paling dominan pada model REACT ini dalam meningkatkan hasil belajar PAI
siswa. Tahap tersebut yakni mengaitkan (relating), mengalami (experiencing),
dan menerapkan (aplaying). Kedua tahap kegiatan (experiencing dan
aplaying) dikolaborasikan dengan cooperating. Pada tahap
mengaitkan (relating), siswa dibimbing oleh guru untuk menghubungkan
materi sumber hukum Islam dengan kehidupan siswa sehari-hari dengan
cara bercerita tentang aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam upaya menghindari pergaulan
bebas di sekitar
siswa. Tahap ini merupakan langkah awal untuk memberikan gambaran-gambaran
tentang materi kepada siswa agar materi mudah dipahami. Banyak siswa yang
bersedia untuk menceritakan pengalamannya tentang aktivitas yang dilakukan
sehari-hari dalam menghindari pergaulan bebas. Namun guru
hanya memberi kesempatan kepada beberapa siswa saja karena waktu yang digunakan
untuk tahap ini hanya sedikit.
Ketiga, ketika
siswa sudah mempunyai gambaran tentang materi sumber hukum Islam melalui tahap
mengaitkan (relating), maka guru melanjutkannya kepada tahap mengalami (Experiencing)
dengan cara melakukan percobaan terhadap suatu permasalahan konsep pacaran yang disimulasikan ke dalam kelas melalui sumbernya (Al-Qur’an,
Hadits, qaul mu’tabar). Permasalahan
yang disajikan ke dalam kelas berupa proses menghindari pergaulan dengan pacaran yang sehat dengan jalan menelaah
sumber hukum Islam. Dalam tahap
ini, siswa diberi kesempatan untuk melakukan percobaan sendiri sesuai petunjuk
pelaksanaan percobaan dan mengamati proses percobaan sekaligus mencatat hasil
percobaan dengan tetap dibawah bimbingan guru. Percobaan tentang permasalahan
ini menambah pemahaman siswa tentang materi sumber hukum Islam yang juga
didukung oleh gambaran-gambaran materi yang dimiliki siswa pada tahap
mengaitkan (relating) sebelumnya.
Keempat,
setelah siswa mendapatkan gambaran-gambaran tentang materi sumber hukum Islam
sekaligus ditambah oleh pemahaman siswa melalui percobaan tentang sebuah
permasalahan pergaulan, maka
selanjutnya siswa memantapkan pemahamannya tentang materi sumber hukum Islam yang dipelajari dalam tahap menerapkan (aplaying).
Kegiatan yang dilakukan pada tahap menerapkan yakni siswa bekerja sama dalam memisah dalil qoth’i
dan dzonni serta menerka kemungkinan
hukum pada permasalahan yang dibahas. Kegiatan
ini, selain ditujukan untuk memantapkan pemahaman siswa tentang materi sumber
hukum Islam yang sudah dimiliki, juga ditujukan agar siswa peduli terhadap pergaulan di sekitar siswa. Pemahaman siswa terhadap
materi tersebut, berdampak kepada peningkatan rata-rata skor hasil belajar PAI
siswa dari pra tindakan ke siklus I.
Peningkatan
hasil belajar PAI siswa dari pra tindakan ke siklus I yang sangat tinggi
ditunjukkan dalam data temuan hasil penelitian. Hal ini disebabkan karena
sebelumnya di pra tindakan siswa belum pernah diberi penerapan model REACT,
sehingga pemahaman siswa tentang materi PAI di pra tindakan masih rendah
dibandingkan setelah siswa diberi tindakan di siklus I. Pemahaman materi yang
sangat berbeda tersebut berdampak kepada perolehan rata-rata skor hasil belajar
PAI siswa yang juga berbeda jauh.
Dari skor
rata-rata hasil belajar PAI siswa di siklus I, ternyata perlu adanya
perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan untuk penerapan tindakan di siklus II.
Upaya perbaikan-perbaikan dilakukan agar siswa bisa melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai tahapan-tahapan model REACT, sehingga siswa dapat
memahami materi dengan lebih baik tanpa adanya hambatan seperti
kebingungan-kebingungan yang terjadi di siklus I. Perbaikan-perbaikan tersebut
sebagai berikut:
6)
Guru sebelum memerintahkan siswa untuk melakukan
percobaan, terlebih dahulu menjelaskan petunjuk yang ada pada lembar petunjuk
pelaksanaan percobaan agar siswa tidak bingung untuk melakukan percobaan.
7)
Guru memastikan siswa untuk benar-benar membaca lembar
petunjuk pelaksanaan percobaan.
8)
Guru lebih maksimal dalam membimbing siswa dalam
kelompok.
9)
Kalimat dalam petunjuk pelaksanaan percobaan harus jelas
dan mudah dipahami.
10)
Guru sebelumnya harus menginformasikan bahwa ada batasan
pertanyaan dalam sesi tanya jawab agar waktunya cukup yakni maksimal 5
pertanyaan.
11)
Guru mengecek kembali sumber bacaan
yang akan digunakan di siklus II, sebelum melaksanakan tindakan dalam
pembelajaran.
B.
Pada
Siklus II Hasil Belajar PAI Siswa Meningkat Mencapai SKM
Penyempurnaan
dilakukan pada siklus II yaitu dengan memberikan penjelasan terhadap petunjuk pelaksanaan
percobaan. Penjelasan ditujukan agar siswa tidak mengalami kebingungan lagi
seperti yang terjadi di siklus I, sehingga proses percobaan dapat berjalan
dengan lancar, dan siswa dapat berusaha memahami materi tanpa adanya hambatan.
Peningkatan hasil belajar PAI siswa dari Siklus I ke Siklus II tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hal.
Pertama,
tahapan model REACT yang paling dominan dalam meningkatkan hasil belajar
PAI siswa di siklus II ternyata sama dengan tahapan yang paling dominan yang
ada di siklus I, yakni mengaitkan (relating), mengalami (experiencing),
dan menerapkan (aplaying). Perbedaan penerapan model REACT di
siklus II terletak pada siswa sudah terbiyasa dengan penerapan model REACT.
Siswa sudah terlatih untuk menghubungkan materi hukum taklifi dengan
kehidupan sehari-hari tanpa bimbingan guru.
Siswa tidak
kebingungan lagi untuk melakukan percobaan, sehingga mereka sangat fokus untuk
mengamati proses percobaan dan berusaha memahami maksud dari percobaan dan
konsep pengetahuan yang ada dalam pelaksanaan percobaan. Pada tahap menerapkan,
siswa lebih antusias lagi dengan melakukan kegiatan simulasi tentang pemilihan dalil yang cocok untuk dijadikan acuan
hukum tahap awal,
maka selanjutnya siswa mengemukakan pendapatnya akan dalil dan hukum yang
dihasilkan. Tidak adanya
hambatan di siklus II dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai
tahapan-tahapan model REACT, membuat
siswa lebih maksimal dalam berusaha memahami materi hukum taklifi.
Kedua, lebih
banyak siswa yang memahami materi tentang hukum taklifi yang
ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah siswa yang bisa menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh guru maupun siswa lain. Dibandingkan dengan siklus I, ternyata di
siklus II jawaban-jawaban siswa terhadap pertanyaan yang diajukan oleh siswa
lain dan guru selalu tepat dan benar. Siswa yang bersedia menyimpulkan hasil
pembelajaran bertambah lebih banyak lagi. Pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran PAI yang semakin tinggi tersebut, juga berdampak kepada hasil
belajar PAI siswa yang semakin meningkat dari siklus I ke siklus II.
Peningkatan hasil belajar PAI siswa dari
Siklus I ke Siklus II tidak sebesar seperti peningkatan hasil belajar PAI dari
pra tindakan ke siklus I. Hal ini terjadi karena di siklus I dan siklus II
siswa sudah sama-sama diberi tindakan atau melakukan kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan tahapan-tahapan model REACT, sehingga rentangan
peningkatannya juga relatif kecil.
Pemahaman
siswa terhadap materi PAI di siklus I dan siklus II menjadi lebih baik karena
adanya penerapan model REACT. Model pembelajaran
REACT membimbing siswa untuk
memahami materi dengan cara mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan siswa.
Siswa melakukan percobaan terhadap suatu permasalahan yang terjadi di kehidupan
melalui simulasi. Siswa menerapkan konsep pengetahuan yang sudah dimiliki agar
pemahaman terhadap materi semakin meyakinkan, dan mengemukakan pengetahuan yang
sudah dimiliki melalui kerja kelompok, presentasi kelas, dan sesi tanya jawab.
Dengan kemampuan bekerja sama yang baik, siswa akan lebih mudah menyampaikan
ide-ide atau gagasan-gagasannya untuk memberikan alternatif pemecahan terhadap permasalahan yang
disajikan oleh guru ke dalam kelas. Selain itu, manfaat dari kerja sama
kelompok membuat suasana pembelajaran di kelas lebih hidup dan semangat,
sehingga menjadi sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan.
Manfaat lain yang bisa didapat ketika siswa sudah
terlatih dan mampu mengaitkan materi dengan kehidupannya, maka materi akan
mudah dipahami dan lebih gampang untuk diingat kembali. Siswa juga lebih mudah saat
mengerjakan soal-soal tes dengan pemahaman materi yang mudah untuk diingat
kembali dan akhirnya dapat berpengaruh terhadap hasil belajar PAI siswa yang
lebih baik. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa:
Contextual Teaching and
Learning (CTL) dalam hal ini termasuk model REACT merupakan sebuah sistem yang merangsang otak
untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem
pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna, memori jangka pendek
manusia menentukan apakah akan membuang sampai 90 % dari informasi yang
diterimanya dalam 24 jam terakhir, atau meneruskan informasi itu ke memori
jangka panjang. Pengiriman informasi ke memori jangka panjang akan terjadi jika
otak mengerti apa yang dipelajarinya. Hal itu pasti akan terjadi jika otak
menemukan makna di dalam hal yang dipelajarinya (Johnson, 2011:59).
BAB VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil analisis data dan temuan penelitian
yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dibuat kesimpulan
bahwa model pembelajaran REACT dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X-4
SMAN 3 Malang.
B.
Saran
Berikut adalah beberapa saran yang dapat diajukan berkaitan
dengan penelitian ini.
1.
Bagi guru PAI SMAN 3 Malang, sebaiknya Guru menerapkan model REACT dalam proses pembelajaran PAI di
kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan cara : (1) memilih materi
pembelajaran yang mempunyai hubungan dengan kehidupan, (2) dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), tahap kegiatan mengalami (Experiencing)
sebaiknya dikolaborasikan dengan tahap bekerja sama (Cooperating) agar
waktu yang digunakan lebih efektif dan efisien, (3) prosedur penilaian
keterlaksanaan kegiatan pembelajaran model ini lebih baik jika dilakukan
terhadap aktivitas guru dan juga siswa, serta dilengkapi dengan catatan
lapangan.
2.
Bagi peneliti lanjut, sebaiknya peneliti lanjut lebih
teliti dalam menerapkan tahap-tahap kegiatan pembelajaran model REACT
dengan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi pada penelitian
ini. Kesalahan tersebut seperti tidak menjelaskan petunjuk pelaksanaan
percobaan dan mengulang kegiatan merangkai alat permodelan sehingga menyita
waktu pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Qur’an
Kitab Shohih Muslim
Buku PAI untuk SMA
Kelas X, Edisi KTSP/Standar Isi 2006, Tim Perdana Ilmu Malang, PI, 2007.
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Husein, Harun M. 1995. Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan Dan
Penegakan Hukumnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Johnson, Elaine B. 2010. Contextual
Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan
Bermakna. Bandung: Kaifa Learning.
Mulyasa, E .2010. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Made, Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer
Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta Timur: PT Bumi Aksara.
Purwanto, Edy. 2007. Strategi Belajar Mengajar.
Malang : UM press.
Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT Remaja RosdaKarya.
Suryabrata, Sumandi. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wulan, Ratna. 2001. Taksonomi Bloom Revisi, (online), (http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/ANA_RATNAWULAN/taksonomi_Bloom_revisi.pdf), diakses 12 Mei 2012.
Yuliati, Lia. 2008. Model-Model
Pembelajaran Fisika Teori dan Praktek. Malang: Universitas Negeri Malang.
assalamu'alaikum..
ReplyDeletekak ..buku2 yg bhas tentang REACT tu buku yg mna kak dri referensi tu ?
btuh unutk skripsi kak..
mohon bantuan nya kak..
W'alaikum,
ReplyDeletetulisan ini adalah PTK saya yang telah lalu, lupa juga letak file ini dalam laptop, tapi insyaAllah saya cari dulu ya ................ :)
memang footnote saya hilangkan,, jadi, coba dicatat daftar rujukan di atas, kemudian, cari buku2 tersebut di perpus, nanti akan terlihat buku mana yang lebih banyak membicarakan tentang react,
sudah mencoba mencari kak diperpus dan di gramed, tpi blum menemukan jg kak..
ReplyDeletekk pnya bku yg dapusny Yuliati, Lia. 2008. Model-Model Pembelajaran Fisika Teori dan Praktek. Malang: Universitas Negeri Malang ?
lgi mencari buku tu,krna sering disebutkan dalam model pembelajaran REACT..
mohon bantuan nya kak ..terimakasih .
nemuin buku itu di perpus Universitas Negeri Malang,,
ReplyDeletecoba saja berkunjung, nanti kan bisa fotocopy... :)
*saran saya,
1. Coba datang ke perpus UM
2. atau kalau kamu di malang....? bisa berkunjung ke wilis, di sana insyaAllah tersedia buku2 lama dengan kualitas bagus harga miring.
3. atau juga bisa search di google, dengan kata kunci antara lain "React doc/pdf" "Skripsi React doc/pdf" dll
4. coba buka:
http://www.google.com/custom?q=Model-Model+Pembelajaran+Fisika+Teori+dan+Praktek&sa=&domains=library.um.ac.id&sitesearch=library.um.ac.id&client=pub-2914600261958472&forid=1&ie=UTF-8&oe=UTF-8&safe=active&cof=GALT%3A%23008000%3BGL%3A1%3BDIV%3A%23336699%3BVLC%3A663399%3BAH%3Acenter%3BBGC%3AFFFFFF%3BLBGC%3A336699%3BALC%3A0000FF%3BLC%3A0000FF%3BT%3A000000%3BGFNT%3A0000FF%3BGIMP%3A0000FF%3BLH%3A50%3BLW%3A234%3BL%3Ahttp%3A%2F%2Flibrary.um.ac.id%2Fimages%2Fjoomla_logo_black.jpg%3BS%3Ahttp%3A%2F%2Flibrary.um.ac.id%3BFORID%3A1&hl=en
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/booksearch/Yuliati,.html
semoga bisa didownload,
goodlucky eaa.... :)