A. Ekonomi
Pasai merupakan
kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan Ma Huan
disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1
tahil. Dalam perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas
sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram,
diameter 10 mm, mutu 17 karat
Sementara
masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di
ladang, yang dipanen 2 kali setahun, serta memilki sapi perah untuk
menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya memiliki tinggi rata-rata 2.5
meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat dari
bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan di
atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan.][1]
Ada pendapat
lain yang mengatakan bahwa perkembangan ekonomi ini di spesifikasikan lagi
yaitu sebagai berikut :
Kemajuan kemajuan tersebut antara lain:
1. Perdagangan
Yang merupakan perdagangan internasional, Pasai mempunyai Bandar-bandar yang
dapat menjadi persinggahan para pedagang asing dan mereka juga membayar uang
pajak untuk Pasai
2. Pelayaran
Sebagai kerajaan maritime, pastinya Pasai mempunya keunggulan dalam bidang
pelayaran dan nelayan. Maka dari itu masyarakat Pasai, mayoritas ialah nelayan.
3. Perekonomian
Merupakan salah satu kemajuan Pasai dalm meraih kejayaannya, dan perekonomian
Pasai telah terbantu dengan adanya perdagangan dan pelayaran, serta pajak
dagang yang dikenakan bagi pedagang,
4. Hubunagn internasional dan politik
Merupakan keterkaitan, yakni terjadi pula politik pernikahan, yang dilakukan
oleh sultannya.[2]
gambar mata uamg disana digunakan sebagai alat jual beli
yang sah di kerajaan samudra pasai
b.
sosial
Islam
merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu
dan Buddha juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan
dan Tomé Pires,[3] telah membandingkan dan
menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa,
maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan
kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini
dipererat oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka
sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Kerajaan Demak
A.
ekonomi
letak Demak
sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang
sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai
penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan
penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan
Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak
terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai
kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga
memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil
pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya
ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di
bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak
sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak
mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan,
Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena
aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual
produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
B.
sosial
Berdirinya
kerajaan Demak banyak didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah
Islam. Oleh karena itu tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang
ada dibawah pengaruh asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil
menjadikan diri sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh
cukup luas. Untuk mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid
Agung Demak sebagai pusatnya. Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak
lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah
pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Sebagai pusat penyebaran Islam Demak
menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria,
Sunan Kudus dan Sunan Bonang.[4]
c.
Budaya
Demikian pula dalam bidang
budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak.
Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat
dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas
pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan
Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw)
yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat
dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar 10
tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu
dengan kebudayaan Islam. Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah
bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid
Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari
tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya terdapat makam
raja-raja Demak.[5]
kerajaan pajajaran
Salinan gambar "Lokasi dan Tempat Ibu Kota Pakuan
Pajajaran" dari buku Kabudayaan Sunda Zaman Pajajaran Jilid 2, 2005 [6]
A. Kondisi Kehidupan Ekonomi
Pada
umumnya masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian, terutama
perladangan. Di samping itu, Pajajaran juga mengembangkan pelayaran dan
perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan
Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Jakarta), dan Cimanuk
(Pamanukan)[7]
B.Kondisi Kehidupan Sosial
Kehidupan
masyarakat Pajajaran dapat di golongan menjadi golongan seniman (pemain
gamelan, penari, dan badut), golongan petani, golongan perdagangan, golongan
yang di anggap jahat (tukang copet, tukang rampas, begal, maling, prampok, dll)[8]
C. Kehidupan Budaya
Kehidupan
budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama Hindu.
Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang
Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik.[9]
kerajaan ternate dan tidore
Ngara Lamo, gerbang Istana Sultan
Ternate di tahun 1930-an
A. KEHIDUPAN EKONOMI
Tanah di kepulauan Maluku itu subur dan diliputi
hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan
Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah
meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya
perkembangan perdagangan keluar Maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan.
Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.[10]
B. KEHIDUPAN SOSIAL
Kedatangan bangsa Portugis di kepulauan Maluku
bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa
Portugis juga ingin mengembangkan agama Katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik
telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat
kegiatan Fransiskus Xaverius. Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari
daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh
karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang
Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila
pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan
campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga
seakan-akan merekalah yang berkuasa. Setelah masuknya kompeni Belanda di
Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama
menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar
dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini
menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda.
Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan
tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada
zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang
Kompeni Belanda.[11]
C. KEHIDUPAN BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas
perekonomian tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk
menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat
Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya
kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.[12]
[1] Yuanzhi Kong, (2000), Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara, Yayasan Obor Indonesia, ISBN
9794613614.
[2] Soejono,R.Z.2008.Sejarah Nasional Indonesia
III: Zaman Prtumbuhan dan Perkembangan
Islam di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
[4] http://sejarah-andychand.blogspot.com/2012/05/kerajaan-demak.html
[5] Ibid
[6] Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran, Jilid 2,
Edi S. Ekajati, Pustaka Jaya, 2005
[7] http://historysander.blogspot.com/2013/01/sejarah-kerajaan-pajajaran.html
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] http://rizkagendhisjawi.blogspot.com/2011/10/sejarah-kerajaan-ternate-tidore.html
[11] Willard A. Hanna & Des Alwi, "Ternate dan Tidore, Masa Lalu Penuh
Gejolak", Pustaka Sinar Harapan Jakarta 1996.
[12] op.cit
No comments:
Post a Comment