Sejarah
dan Peradaban Islam Masa Bani Umayyah
Oleh
: M. Khusnul Muna dan Subur Wijaya[1]
I.
Pendahuluan
Sebagai bagian dari khazanah masa lalu, sejarah
panjang perjalanan islam telah membentuk suatu peradaban yang mengalami pasang
surut. Hal ini tampak dalam hadis Nabi yang menjelaskan tentang keadaan dan
kondisi umat islam, yang dalam hal ini Nabi cirikan dengan keadaan para
penguasanya. Setidaknya beliau membagi fase peradaban islam setelah beliau
wafat dalam empat fase. Fase pertama adalah fase dimana kepemimpinan kaum
muslimin dikelola oleh orang-orang yang mengacu pada cara (manhaj) kepemimpinan
nabi, yang adil dan mengangkat kewibawaan Islam. fase ini disepakati sudah
berlalu dengan para aktornya adalah khulafaaur rasyidiin.
Fase kedua merupakan masa dimana para penguasanya
kebanyakan adalah penguasa yang sombong, angkuh dan tidak lagi menggunakan
manhaj kepemimpinan nabi. Walaupun begitu, para penguasa di fase ini masih
menggunakan hukum-hukum Islam sebagai dasar perundangan negara. Selanjutnya
kaum muslimin akan dihadapkan dengan masa dimana para penguasanya adalah
penguasa yang zholim, kejam dan menindas kaumnya sendiri. Fase inilah yang
kemudian ditengarai sedang terjadi di dunia Islam pada masa-masa sekarang.
setelah fase yang ketiga ini selesai, maka akan muncul masa dimana kepemimpinan
umat Islam akan diusung kembali oleh penguasa yang adil. Yaitu orang-orang yang
memimpin sesuai dengan manhaj
kepemimpinan Rasulullah. Fase-fase peradaban Islam
di atas, juga mewariskan berbagai macam hal yang sangat mempengaruhi dan
berharga pada dinamika kehidupan peradaban manusia. Ditinjau dari warisan
peradaban Islam dari masa ke masa, akan terlihat perbedaan mendasar
karakteristik warisan itu, sesuai dengan fase peradaban Islam yang saat itu
terjadi.
Dalam makalah ini kami membatasi diri dalam
pembahasan dinasti Bani Umayyah , yang
menjadi tonggak awal terbentuknya sistem monarkhi dalam islam dan perkembangan
peradaban di dunia islam.
II.
Pembahasan
A. Kelahiran Bani Umayyah
Sebutan Daulah Umayyah berasal dari nama “Umayyah
ibn ‘abdi Syam Ibn Abdi Manaf, salah seorang pemimpin suku Quraisy pada zaman
Jahiliyah. Bani Umayyah baru masuk Islam setelah Nabi Muhammad saw. berhasil
menaklukkan kota mekkah (Fathu Makkah). Sepeninggal Rasulullah, Bani
Umayyah sesungguhnya menginginkan jabatan pengganti Rasul (khalifah), tetapi
mereka belum berani menampakkan cita-citanya itu pada masa Abu Bakar dan Umar.
Baru setelah Umar meninggal, yang penggantinya diserahkan kepada hasil
musyawarah enam orang sahabat, Bani Umayyah menyokong pencalonan Usman secara
terang-terangan, hingga akhirnya Usman terpilih. Sejak saat itu mulailah
meletakkan dasar-dasar untuk menegakkan Khilafah Umayyah. Pada masa
pemerintahan Usman inilah Mu’awiyah mencurahkan segala tenaganya untuk
memperkuat dirinya, dan menyiapkan daerah Syam sebagai pusat kekuasaannya di
kemudian hari.[2]
Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin
Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun
132H/750 M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal, ahli
administrasi, wawasannya luas bijaksana, dan dermawan. karir pertama dari
pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan
cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga
Ali bin Abi Thalib.[3]
Tepatnya setelah Husein putra Ali bin Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.[4]
Ketika Ali bin Abi Thalib naik menggantikan
kedudukan Khalifah Usman bin Affan, Mu’awiyah selaku gubernur di Syam (Syiria)
membentuk partao yang kuat, dan menolak untuk memenuhi perintah perintah Ali. Dia
mendesak untuk membalas kematian khalfah Usman, atau kalau tidak ia akan
menyerang kedudukan khalifah bersama-sama dengan tentara Syiria. Desakkan
Mu’awiyyah akhirnya tertumpah dalam perang Shiffin (37/657). Dalam pertempuran
sengit antara pasukan Ali dengan Mu’awiyyah itu, hamper-hampir pasukan
Mu’awiyah terkalahkan. Tetapi pada saat yang demikian, Amr Ibn Ash menasehati
Mu’awiyah agar pasukannya mengangkat mushaf-mushaf al-Qur’an di ujung
lembing-lembing mereka pertanda seruan untuk damai. Ali menasehatkan
pasukannya, agar tidak tertipu dengan tindakkan itu, dan meneruskan peperangan
sampai akhir, tetapi malah terjadi perpecahan di antara mereka sendiri,
sehingga pada akhirnya Ali terpaksa menghentikan perang dan berjanji untuk
menerima Tahkim.[5] keputusan yang
dihasilkan oleh wakil Ali (Abu Musa
al-Asyari’) dan pihak Mu’awiyah (Amr Ibn Ash) ternyata membantu memperkuat
kedudukan Mu’awiyah dan golongan yang mendukungnya.
Peristiwa Tahkim yang merugikan Ali , mengakibatkan
banyak pengikut Ali telah ingkar yang di kemudian hari disebut kaum Khawarij.
Oleh karena itu umat Islam pada saat itu terbagi menjadi tiga golongan :
1. Bani Umayyah dipimpin oleh Mu’awiyah
2. Syi’ah atau pendukung Ali, yaitu
golongan yang mendukung kekhalifahan Ali.
3. Khawarij yang menjadi lawan kedua
partai.[6]
Kaum khawarij selalu berusah untuk
merebut masa Islam dari pengikut Ali, Mu’awiyah dan ‘Amr, sebab mereka yakin
bahwa ketiga pemimpin ini merupakan sumber dari pergolakan-pergolakan. Tekad
mereka adalah membunuh ketiga tokoh di atas. Pada tanggal 20 Ramadhadan 40 H
(660 M) salah seorang Khawarij berhasil membunuh Ali di Masjid Kufah, yang
berarti pula mengakhiri masa pemerintahan Khulafa ar-Rasyidin.
B. Para Khalifah Umayyah
Wafatnya Ali adalah satu jembatan emas bagi
Mu’awiyah guna merealisasikan keputusan-keputusan perjanjian perdamaian
(tahkim), yang menjadikan dia sebagai penguasa terkuatdi wilayah kekuasaan
Islam. Pada tahun 41/661 Mu’awiyah memasuki kota Kufah. Sumpah jabatan di
hadapan dua orang putra Ali, Hasan dan Husein, dan disaksikan oleh rakyat
banyak, sehingga tahun tersebut terkenal dalam sejarah sebagai “Aamul
Jama’ah”. [7]
Daulah Umayyah, yang ibu kota pemerintahannya di
Damaskus, berlangsung selama 91 tahun dan diperintah oleh 14 orang khalifah :
1.
Mu’awiyah I bin Abi Sufyan (41-61H/661-680M)
2. Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3. Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4. Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8. Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M)
9. Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11. Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12. Yazid III bin Walid(127H/744M)
13. Ibrahim bin Malik (127H/744M)
2. Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3. Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4. Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8. Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M)
9. Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11. Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12. Yazid III bin Walid(127H/744M)
13. Ibrahim bin Malik (127H/744M)
14.Marwan
II bin Muhammad (127-133H/744-750M)[8]
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat
kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah
setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein
ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali)
melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadab Bani
Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. [9]
Kejayaan Kerajaan Umayyah semakin menonjol setelah
diperintahkan Al-Walid bin Abdul Malik, yaitu tahun 705-715 M. Pada masanya,
kerajaanUmayyah mampu memperluas wilayah
kekuasaan Islam sampai ke India, Afrika Utara, hingga Maroko, dan Andalusia.
Pada masa ini perluasan wilayah Islam meliputi sebagai berikut:
a.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi di Asia Kecil meliputi Ibukota Konstantinopel
serta perluasan ke beberapa pulau di Laut Tengah.
b.
Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat Jabal
tarik (Selat Gibraltar).
c.
Wilayah Timur, Bagian Utara di seberang sungai Jihun (Amru Daria).
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn
Abd Al-Aziz (717-720 M) hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi mulai membaik. Ketika dinobatkan
sebagai khalifah, Beliau menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik
daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa
prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun
masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil
menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi
kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan, kedudukan
Mawali disejajarkan dengan muslim Arab.[10]
Sepeninggal Umar ibn Abd Al-Aziz,
kekuasaan Bani Umayyah berada di
bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720- 724 M). Penguasa
yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan
kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang
sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada
zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan
kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abd Al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga
masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd Al-Malik
(724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu
kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi
pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan
Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan
baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umayyah dan
menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas.
Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang
khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya. [11]
Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik,
khalifah-khalifah Bani Umayyah yang
tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulat
Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu
Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani
Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana. [12]
C. Sistem Pemerintahan dan Administrasi
Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyyah yang menjadi awal
kekuasaan bani Umayyah ini, sistem pemerintahan islam yang dulunya bersifat
demokrasi berubah menjadi monarki heredetis (kerajaan turun temurun). Suksesi
kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh
rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Beliau menjadikan
azas nepotisme sebagai dasar pengangkatan khalifah. Hal ini menunjukkan bahwa
Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium, yakni penerapan
garis-garis kepemimpinan. [13]
Perintah ini tentu saja memberikan sinyal awal bahwa
kesetiaan terhadap Yazid merupakan bentuk pengokohan terhadap sistem
pemerintahan yang turun temurun telah coba dibangun oleh Mu’awiyah. Tidak ada
lagi suksesi kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah (syuro) dalam menentukan
seorang pemimpin baru. Mu’awiyah telah merubah model kekuasaan dengan model
kerajaan yang membenarkan regerisasi kekuasaan dengan cara memberikan kepada
putera mahkota. Orang-orang yang berada di luar garis keturunan Mu’awiyah,
secara substansial tidak memiliki ruang dan kesempatan yang sama untuk memimpin
pemerintah Umat Islam, karena sistem dinasti hanya membenarkan satu kebenaran
bahwa suksesi hanya bisa diberikan kepada keturunan dalam dinasti tersebut.
Selanjutnya dalam perubahan sistem pemerintah yang
di lakukan Bani Umayyah menjadi Negara di bagi dua. Pusat dipimpin oleh
Khalifah dan wilayah atau bagian dipimpin oleh seorang gubernur atau amir yang
di angkat oleh Khalifah.[14]
Pada masa pemerintahan Muawiyah
Konsolidasi Internal mulai dilakukan.
Tujuannya adalah untuk memperkokoh barisan dalam rangka
pertahanan dan keamanan dalam negeri, antisipasi atas
setiap gerakan pemberontak, dan untuk memperlancar
program futuhat.
1)
Ada
lima diwan (lembaga) yang menopang
suksesnya konsolidasi yang dilakukan, yakni:
2) Diwan al-Jund (Urusan
Kemiliteran),
3)
Diwan
ar-Rasail (Urusan Administrasi dan Surat),Diwan al-Barid (Urusan Pos),
4)
Diwan al-Kharaj (Urusan
Keuangan),
Perubahan administrasi dari bahasa Yunani dan bahasa
Pahlawi kedalam bahasa Arab di mulai dari Khalifah Abdul Malik. orang-orang
bukan arab waktu itu telah melai pandai bahasa Arab, karenanya perhatian kepada
bahasa arab sangat tinggi, terutama unsur tata bahasa. Inilah yang mendorong
Imam Sibawaih menyusun kitab tata bahasa Arab hingga sekarang.[16]
D. Orientasi Kebijakan Politik dan Ekonomi
Dijaman
Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai
daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan
lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel.
Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd
Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh,
Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini
kaum Paganis. Pasukan islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H /
661M. pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan
sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah
Quhistan pada tahun 44H / 664M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari.
Pada tahun 44H / 664M para tentaranya datang ke India dan dapat menguasai
Balukhistan,Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maitan.[17]
Ekspansi
kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik
(705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa
pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di
Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah,
dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu
juga melakukan pembangunan fisik dalam skala besar.[18]
Pada masa
pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai
dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M.
Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin
pasukan islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko
dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama
Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian
Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Selanjutnya Ibu
Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu
kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota
Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh dukungan
dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada
masa inilah pemerintah islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang
sejarahnya, dia wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Dijaman Umar
Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi dan
perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak
produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia
mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan
tidak ada lagi dijamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang
berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia
dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa
pemerintahannya pasukan islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati
pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu
melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin
tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit
terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah islam marak dengan menggunakan
nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk islam, masa pemerintahan
Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Dijaman Hasyim
Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya
perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota
Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam
berbagai perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan
pelit. Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman
Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang
Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi
terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H / 732M.
peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan Eropa.
Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah
kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah
itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak,
sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan
Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.
Khususnya
dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya
dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa
khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau
berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena
para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha
untuk membukukan Hadits.[19]
Meskipun keberhasilan banyak dicapai
dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap
stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali ketika
dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah
diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid
sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan
rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan
berkelanjutan.[20]
E. Perkembangan
Peradaban dan Ilmu Pengetahuan
Dari berbagai periode pemerintahan Dinasti Umayyah,
penaklukan merupakan program utama pemerintah yang sudah mentradisi, kecuali
pada periode Umar bin Abdul Azis. Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah
Utsman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Penaklukan tersebut erat
kaitannya dengan kondisi angkatan darat dan laut yang tangguh dan sistem
administrasi yang mapan, rapi, dan komplit. Konsekuensinya, segala kebijakan
pemerintah menentukan berhasil tidaknya penaklukan. Dengan keberhasilan
ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan
Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenia,
Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani
Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Semasa bani Umayyah berkuasa, banyak institusi politik dibentuk, misalnya undang-undang
pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara,
jawatan pos dan giro serta penasihat khusus di bidang
politik. Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk
jawatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan
teknologi, dinasti ini telah mampu menciptakan
senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana
transportasi darat maupun laut, sistem pertanian maupun pengairan.[21]
Muawiyah mendirikan dinas pos dan
tempat-tempat tertentu dengan menyediakan
kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang.
Lambang Negara yang sebelumnya tidak pernah dibuat oleh
Al-Khulafaur Rasyidin, mulai dibuat
pada masa ini. Ia menetapkan bendera merah sebagai
lambang negaranya, yang menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
Kholifah Abd Al-Malik mengubah mata uang
Bizantium dan Persia yang dipakai
di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
Ia juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan Khalifah Abd Al-Malik
diikuti oleh puteranya Al-Walid ibn
Abd Al-Malik (705- 715 M) seorang yang berkemauan keras dan
berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti
untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan
yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia
juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu
daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung- gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah. Selain melakukan perbaikan di
berbagai bidang seperti yang telah disebutkan di atas, dinasti Umayyah juga
melakukan perubahan dalam beberapa bidang, seperti :
a. Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat
pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya
yaitu:
- Dalam
bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector
pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan
meningkatkan hasil pertanian.[22]
b. Bidang sosial
Pada masa dinasti ini, stratifikasi sosial mulai
dikenal. Rakyat imperium arab terbagi kedalam empat golongan. Golongan pertama
merupakan golongan yang terdiri atas kaum muslimin yang memegang kekuasaan dan
dikepali oleh anggota istana serta kaum ningrat dari penakluk arab. Golongan
kedua merupakan golongan neomuslim, baik dengan atas kemauan sendiri maupun
paksaan. Golongan ketiga merupakan kaum non muslim yang mengikat perjanjian
dengan kaum muslim. Golongan keempat merupakan golongan budak yang merupakan
golongan terendah.
Meskipun sistem pemerintahan tidak berjalan
demokratis, namun kondisi sosial pada masa dinasti Umayyah tetap damai dan
adil. Kebebasan memeluk agama pun juga dijamin. Diantara usaha positif yang
dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya
ialah dengan memperbaiki seluruh sistem pemerintahan dan menata administrasi
yang bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk:
1.
Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
2. Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
2. Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
3.
Perlengkapan perang, biaya irigasi.
Disamping usaha tersebut Daulah Bani Umayyah
memberikan Hak dan perlindungan kepada warga Negara yang berada dibawah
pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu Daulah ini membentuk
lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim
(Qadli). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim
menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman
ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan
kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau
pengaruh suatu golongan politik.
c. Bidang pendidikan
Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti
Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa ar Rasyiddin. Para
Khulafa agaknya kurang memperhatikan bidang pendidikan, sehingga
perkembangannya pun kurang maksimal. Meskipun demikian, Dalam bidang ini, dinasti
Umayyah memberikan andil yang cukup signifikan bagi perkembangan budaya arab
pada masa sesudahnya, terutama dalam pengembangan ilmu-ilmu agama islam,
sastra, dan filsafat.
Bila dibandingkan dengan masa Khulafa Ar-Rasyidin,
pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah mengalami
perkembangan. Hal ini ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di
tempat-tempat yang telah disediakan untuk kegiatan tersebut. Materi yang
diajarkan bertingkat- tingkat dan bermacam-macam, dimana kurikulumnya telah
disesuaikan dengan tingkatannya masing-masing. Metode pengajarannya pun tidak
sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuwan dalam berbagai bidang
tertentu.
Tempat-tempat yang telah disediakan demi
perkembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah ada tiga yaitu: Kuttab,
Mesjid, dan Majelis Sastra. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis
dan membaca, menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.[23]
Setelah pelajaran anak-anak di kuttab selesai mereka melanjutkan pendidikan
yang dilakukan di mesjid. Pada Dinasti Umayyah ini, pendidikan yang
dilaksanakan di mesjid terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan
tingkat tinggi. Pada tingkat menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada
tingkat tinggi gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman
serta keahliannya. Sedangkan Majelis sastra, merupakan balai pertemuan untuk
membahas masalah kesusasteraan dan juga sebagai tempat berdiskusi mengenai
urusan politik yang disiapkan oleh khalifah yang dihiasi dengan hiasan yang
indah dan hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.[24]
d. Bidang Seni
Pada masa Daulah Bani Umayyah ini bidang seni juga
mengalami perkembangan, terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa, dan seni
bangunan (Arsitektur). Dalam bidang arsitektur, peranan kholifah daulah Umayyah
sangat menonjol. para kholifah sangat menyokong perkembangan seni ini seperti
menara yang diperkenalkan oleh Mu’awiyah. Kubah as-sakhra di yerussalem yang
dibangun oleh Abdul Malik pada tahun 691, merupakan salah satu contoh hasil
karya arsitek muslim zaman permulaan yang paling cantik. Bangunan ini merupakan
masjid yang pertama kali ditutup dengan kubah. Pada sekitar abad VII Walid ibn
Abdul Malik membangun masjid agung di syiria berdasarkan nama-nama penguasa
dinasti umayyah. Dengan demikian, perkembangan arsitektur mencapai puncaknya
pada bentuk dan arsitektur masjid-masjid.
e. Ilmu Pengetahuan
Pada masa dinasti ini, tepatnya pada paroh terakhir
dinasti Umayyah, cabang- cabang ilmu baru yang sebelumnya belum pernah
diajarkan dalam dunia islam mulai diajarkan seperti, tata bahasa, sejarah,
geografi dan lain-lain. Pada masa Umayyah, ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua
macam, yaitu :
1. Al-Adaabul Hadits
(ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist,
Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dakhiliyah
(ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib,
filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan
Romawi.
2. Al-Adaabul Qadamah
(ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman
khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.
Usaha yang tidak kalah pentingnya pada masa Dinasti
Umayyah ini dimulainya penterjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam Bahasa
Arab, seperti yang dilakukan oleh Khalid ibn Yazid ibn Mu'awiyah. Ia merupakan
seorang orator dan penyair yang berpikiran tajam. Ia pula orang yang pertama
kali menerjemahkan ilmu pengetahuan yunani ke dalam bahasa arab, seperti
astronomi, kedokteran dan kimia.[25]
Bahkan, Ia memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang kimia dan kedokteran serta
mengarang beberapa buku dalam bidang tersebut. Pada masa Umar ibn Abdul Aziz,
sekolah kedokteran yang pada awalnya berada di Alexandria dipindahkan ke
Antokia. Di bawah pemerintahannya karya yunani banyak yang diterjemahkan ke
dalam bahasa arab.
Salah satu
penemuan ilmu pengetahuan khususnya kedoteran pada masa itu adalah ilmu Optik
”Ilmu optik merupakan penemuan ilmiah para sarjana Muslim yang paling orisinil
dan penting dalam sejarah Islam,” ungkap Howard R Turner dalam bukunya Science
in Medieval Islam. Pernyataan Turner itu membuktikan bahwa dunia modern yang
didominasi Barat saat ini tak boleh menafikkan peran sarjana Muslim di era
keemasan. Sebab, dari para ilmuwan Muslimlah, sarjana Barat seperti Leonardo da
Vinci, Kepler, Roger Bacon, serta yang lainnya belajar ilmu optik.[26]
Keberhasilan
umat Islam menguasai bidang optik di masa kekhalifahan berawal dari kerja keras
para filosof, matematikus, dan ahli kesehatan yang mempelajari sifat
fundamental dan cara bekerja pandangan dan cahaya. Di abad ke-9 M, ilmuwan
Muslim dengan tekun menggali dan mempelajari karya-karya ilmuwan Yunani seperti
Euclid serta risalah-risalah astronom Mesir, Ptolemeus tentang optik.
Pada masa Dinasti ini pula ilmu tafsir dan tafsir
al-qur’an mulai berkembang dengan pesat. Ilmu tafsir memiliki letak yang
strategis, disamping karena faktor luasnya kawasan Islam ke beberapa daerah
luar Arab yang membawa konsekwensi lemahnya rasa seni sastra arab, juga karena
banyaknya yang masuk Islam. Hal ini menyebabkan pencemaran bahasa Al Quran dan
makna Al Quran yang digunakan untuk kepentingan golongan tertentu. Pencemaran
Al Quran juga disebabkan oleh faktor intervensi yang didasarkan kepada
kisah-kisah Israiliyyat. Karena tuntutan untuk mempelajari dan menafsirkan
al-qur'an itulah, dua jenis ilmu pengetahuna yakni filologi dan leksikografi
mendapatkan perhatian oleh banyak orang. [27]
Selain ilmu tafsir, ilmu hadist juga mendapatkan
perhatian serius. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang memerintah hanya dua tahun
717-720 M pernah mengirim surat kepada Abu Bakar ibn Amir bin Ham dan kepada
ulama yang lain untuk menuliskan dan mengumpulkan hadist- hadist, namun hingga
akhir pemerintahannya hal itu tidak terlaksana. Sungguhpun demikian
pemerintahan Umar ibn Aziz telah melahirkan metode pendidikan alternative,
yakni para ulama mencari hadist ke berbagai tempat dan orang yang dianggap
mengetahuinya yang kemudian dikenal metodeRihlah. Pada masa dinasti inilah,
kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa
ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin
Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah
(Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr,
Hasan Basri as-Sya’bi.
Dibidang fiqh secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu aliran ahli al-Ra’y dan aliran al hadist, kelompok
aliran pertama ini mengembangkan hukum Islam dengan menggunakan analogi atau
Qiyas, sedangkan aliran yang kedua lebih berpegang pada dalil-dalil, bahkan
aliran ini tidak akan memberikan fatwa jika tidak ada ayat Al Quran dan hadits
yang menerangkannya. Nampaknya disiplin ilmu fiqh menunjukkanperkembangan yang
sangat berarti. Periode ini telah melahirkan sejumlah mujtahid fiqh.
Terbukti ketika akhir masa Umayyah telah lahir tokoh
mazhab yakni Imam Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik Ibn Anas di Madinah,
sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad ibn Hanbal lahir pada masa Abbasyiyah.[28]
F. Sistem
Pergantian Kepala Negara Dan Faktor Kemunduran Bani Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu
antara lain adalah:[29]
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan
adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan
aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian
khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan
anggota keluarga istana.
2.
Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para
pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik
secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti
di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan
ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia
Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum
Islam, makin meruncing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang
persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak
dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani
Umayyah.
4.
Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para
Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama
sangat kurang.
5.
Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd
al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh
pemerintahan Bani Umayyah.
III.
Kesimpulan
Bani Umayyah Pada masa dinasti Bani Umayyah,
peadaban Islam mengalami perkembangan/kemajuan, yaitu :
1.
Berhasil dalam memperluas daerah kekuasaan Islam ke berbagai penjuru dunia,
seperti Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak,
sebagian kecil Asia, Persia, Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia, Uzbekistan dan
Kirgis.
2.
Islam mempengaruh kehidupan masyarakat luas.
3.
Ilmu pengetahuan, antara lain Ilmu Qiro’at, Ilmu Tafsir, Ilmu
Hadits,
Ilmu Kimia dan Kedokteran, Ilmu Sejarah, Ilmu Nahwu, dan sebagainya.
4.
Administrasi ketatanegaraan, seperti adanya Lembaga Peradilan (Qadha), Kitabat,
Hajib, Barid dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
al-Maududi, Abdul A’la,
Khilafah dan Kerajaan, terjemahan. (Bandung: Mizan, 1984).
Akbar
S Ahmed, Rekonstruksi Sejarah Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,
2003)
Armstrong, Karen, Islam:
Sejarah Singkat, (Yogyakarta: Jendela, 2003).
Brockelmann,
Carl, “History Of The Islamic People”, (London: Great Britain, 1948),
hlm. 71-75
Chalil,
Munawar, Empat Biografi Imam
Mazhab,
Jakarta, Bulan Bintang, 1989
Nurhakim, Muhammad, Sejarah dan Peradaban Islam, (Malang:
UMM Press, 2004).
Ibrahim, Hassan, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, terj. Jahdan Ibn Humam, (Yogyakarta:Kota Kembang, 1989).
Islam,
Ensiklopedia, dewan redaksi ensiklopedi islam, Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta,
1994, vol. V
Munawwar Manshur, Majalah Humaniora, Volum VI.
Maryam, Siti, Sejarah Perdaban Islam
dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI 2003).
Ibnu Taimiyah, Taqiyuddin
As-Syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar-Ra’iyah (Mesir, Darul Kitab, al-Gharbi,
1951).
Syalaby, Ahmad, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, I, terj. Muchtar Yahya, (Jakarta:Pustaka al-Husna,
1983)
Sunanto,
Musyrifah, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu pengetahuan Islam, (Jakarta:
Prenada Media, 2003).
R
Turner, Howard, Science in Medieval Islam, (New York: Published 1995)
Yunus, Mahmud,
Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta, PT. Hida Karya Agung, 1981
Ensiklopedi
Islam untuk Pelajar, Jilid 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Houve).
Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam: Rajawali
Pers: Ajid Thohir, 2004.
[1] adalah Mahasiswa STAI
“Ma’had Aly Al-Hikam” Malang semester V yang masih aktif.
[2] Ahmad Syalaby, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, I, terj. Muchtar Yahya, (Jakarta:Pustaka al-Husna,
1983), hlm. 27.
[3] Muhammad, Nurhakim, Sejarah
dan Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2004), hlm. 53.
vol. V hlm.130
[5] Abdul A’la
al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, terj. (Bandung: Mizan, 1984), hlm,
179.
[6] Hassan Ibrahim
Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj. Jahdan Ibn Humam,
(Yogyakarta:Kota Kembang, 1989), hlm. 63.
[7] Siti Maryam dkk, Sejarah
Perdaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI 2003), hlm.
81.
[8] Ensiklopedi Islam,
Jilid 5, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1999), hlm. 132.
[9] Karen Armstrong, Islam:
Sejarah Singkat, (Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm. 48.
[10] Op. Cit. Siti
Maryam, hlm. 82.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13]
Taqiyuddin
Ibnu Taimiyah, As-Syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar-Ra’iyah (Mesir, Darul Kitab,
al-Gharbi, 1951), hlm. 42
[14] Look. Cit.
Nurhakim, hlm. 57.
[15] Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam Klasik Perkembangan Ilmu pengetahuan Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003), hlm. 39.
[16] Look. Cit.
Nurhakim, hlm. 57.
[18] Ensiklopedi Islam
untuk Pelajar, Jilid 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Houve), hlm.35.
[20] Ibid.
Budaya Umat Islam: Rajawali Pers:
Ajid Thohir hal 37
[22] Akbar S Ahmed,
Rekonstruksi Sejarah Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm.
104.
[25]
Ensiklopedia
Islam vol. 5, dewan redaksi ensiklopedi islam, Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta
: 199
Munawwar Manshur, majalah Humaniora
Volum VI
[28] Munawar Chalil, Empat Biografi Imam
Mazhab, Jakarta, Bulan Bintang, 1989, h. 23
No comments:
Post a Comment