DEFINISI
METODE, METODOLOGI,
DAN
TAFSIR
Pendahuluan
Kajian tentang metodologi tafsir
bisa dikatakan baru lahir dalam pemikiran para intelektual Islam. Buktinya,
setelah tafsir mengalami perkembangan pesat sementara metodologi baru bisa
dipakai sebagai objek kajian. Itu menunjukkan bahwa kajian tafsir ini lebih
awal dari pada metodologinya.[1]
Dalam perspektif historisnya semua
penafsiran itu pasti menggunakan metode-metode yang ada dalam menafsirkan
al-Qur’an. Akan tetapi metode-metode tersebut disesuaikan dengan sudut pandang
para mufasir, tentu tidak akan keluar dari ruang lingkup keilmuannya. Para mufasir menggunakan metode tersebut hanya secara
aplikatif saja, belum dijelaskan secara eksplisit. Lambat laun setelah ilmu
pengetahuan Islam mengalami perkembangan
kemudian mulai mengkaji metode ini dan akan melahirkan yang namanya metodologi
tafsir.
Metodologi dapat didefinisikan
sebagai pengetahuan mengenai cara-cara untuk menelaah lebih jauh dari kandungan
al-Qur’an. Disamping itu ia juga merupakan alat untuk menggali pesan-pesan yang
terkandung dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, para mufasir akan menghasilkan
kitab tafsir yang sesuai metodologi yang mereka gunakan.
Metode dan
metodologi tafsir
Metode adalah
cara yang teratur yang sistimatis untuk pelaksanaan sesuatu; cara kerja.[2]
Metode dalam bahasa Arab biasanya
disebut dengan “al-manhaj” atau “al-thariqat al-tanawih.” Menurut Dr. Ibrahim
Syarif definisi metode adalah suatu cara atau alat untuk menganalisasikan
tujuan aliran-aliran tafsir.[3]
Metodologi adalah ilmu metode; ilmu cara-cara dan langkah-langkah yang tepat
(untuk menganalisa sesuatu); penjelasan serta menerapkan cara.[4]
Metode adalah cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik.[5]
Metodologi berasal dari dua kata; method dan logos. Dalam
bahasa Indonesia
method dikenal dengan metode yang artinya cara yang teratur dan
terpikirkan baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan
sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanan sesuatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan logos diartikan
ilmu pengetahuan.[6]
Dalam bahasa Arab istilah metode dikenal dengan manhaj.[7]
Metode tafsir secara klasik dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
·
Bi
al-Ma’tsur
·
Bi
al-Ra’yi.[8]
Prof. Dr. Quraish Shihab memaparkan
tentang cakupan metode-metode tafsir yang dikemukakan oleh ulama’ mutaqaddim
dengan ketiga coraknya:
·
al-Ra’yu
·
al-ma’tsur
·
al-Isyari
Ketiga corak tersebut disertai penjelasan tentang syarat-syarat
diterimanya suatu penafsiran serta metode pengembangannya; dan mencakup juga
metode-metode mutaakhir yang ada empat macam:
·
Tahliliy
·
Ijmaliy
·
Muqarin
·
Mawdlu’iy.[9]
Berbeda dengan Prof. Dr. H. Abd. Djalal, HA yang membagi metode
tafsir menjadi empat antara lain:
·
Tinjauan
dari segi sumber penafsiran
·
Cara
penjelasan
·
Keluasan
penjelasan
·
Sasaran
dan tertib ayat yang sitafsirkan.[10]
Sedangkan
Abdurrahman membagi metode menjadi tiga:
·
Metode
naqli (bi al ma’tsur)
·
Metode
lughawi
·
Metode
aqli (ijtihadi).[11]
Untuk lebih praktisnya mempelajari
al-Qur’an dengan keanekaragaman penafsiran, maka berikut ini dipaparkan tentang
pengelompokan macam-macam metode sesuai dengan titik tekan dan sisi sudut
pandangnya masing-masing.
I
Metode
tafsir al Qur’an bila ditinjau dari segi sumber penafsirannya, ada tiga macam:
1.Metode tafsir al Ma’tsur / bi al Riwayah /
bi al Manqul
Yaitu tata cara menafsirkan
ayat-ayat al Qur’an yang didasarkan atas sumber penafsiran al Qur’an, al Hadits, Dari riwayat sahabat dan
tabi’in.
Nama-nama kitab
tafsir yang tergolong bi al Ma’tsur:
S
Jami’ Al
Bayan Fi Tafsiri Al Qur’an: Ibnu Jarir Ath Thabari (W. 310 H).
S
Al Kasyfu
Wa Al Bayan Fi Tafsiri Al Qur’an: Ahmad Ibnu Ibrahim (W. 427 H).
S
Ma’alimu
Al Tanzil: Imam Al Husain Ibnu Mas’ud Al Baghawi (W. 516 H).
S
Al Jami’
Li Ahkam Al Qur’an: Al Qurthubi (W. 671 H).
S
Tafsir Al
Qur’an Al Adhim: Imam Abul Fida’ Ismail Ibnu Katsir (W. 774 H).
S
Ad Durru
Al Mantsur Fi Tafsir Bi Al Ma’tsur: Jalaluddin As Suyuthi (W. 911 H)
2.Metode tafsir bi al Ra’yi / bi al Dirayah / bi
al Ma’qul
Ialah cara menafsirkan ayat-ayat al
Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran mufasir terhadap
tuntunan kaidah bahasa Arab dan kesusastraannya, teori ilmu pengetahuan setelah
dia menguasai sumber-sumber tadi.
Nama-nama kitab
tafsir yang tergolong bi al Ra’yi:
·
Mafatihu Al
Ghaib: Fahruddin Ar Razi (W. 606 H).
·
Anwarul Al
Tanzil Wa Haqaiqu Al Ta’wil: Imam Al Baidhawi (W. 692 H).
·
Madariku
Al Tanzil Wa Haqaiqut Ta’wil: Abdul Barakat An Nasafi (W. 710).
·
Lubabual
Ta’wil Fi Ma’anit Tanzil: Imam Al Khazin (W. 741 H).
3.Metode tafsir bi al Iqtirani (perpaduan
antara bi al Manqul dan bi al Ma’qul)
Adalah cara menafdirkan al Qur’an yang didasarkan atas perpaduan
antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan dan shahih dengan sumber hasil
ijtihad pikiran yang sehat.
Nama-nama kitab
tafsir yang tergolong bi al Iqtirani:
·
Tafdir Al
Manar: Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Rasyid Ridlo (W. 1354 H / 1935 M).
·
Al
Jawahirul Fi Tafsir Al Qur’an: Tanhawi Al Jauhari (W. 1358 H).
·
Tafsir Al
Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (W. 1371 H / 1952 M).
II
Metode
tafsir al Qur’an bila ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap tafsiran
ayat-ayat al Qur’an, maka metode tafsir ada dua macam:
a.
Metode
Bayani / Metode Deskripsi
Ialah penafsiran dengan cara menafsirkan ayat-ayat al Qur’an hanya
dengan memberikan keterangan secara deskripsi tanpa membandingkan riwayat /
pendapat dan tanpa menilai (tarjih) antar sumber.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
R
Ma’alim Al
Tanzil: Imam Al Husain Ibnu Mas’ud Al Baghawi (W. 516 H).
b.
Metode
tafsir Muqarin / komperasi
Yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara dalam masalah
yang sama, ayat dengan hadits (isi dan matan), antara pendapat mufasir dengan
mufasir lain dengan menonjolkan segi-segi perbedaan.[12]
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
R
Al Jami’
Li Ahkam Al Qur’an: Imam Al Qurthubi (W. 671 H).
III
Metode
tafsir bila ditinjau dari segi keluasan penjelasan tafsirannya, maka ada dua
macam:
1)
Metode
tafsir Ijmaly
Adalah penafsiran dengan cara menafsirkan ayat al Qur’an hanya
secara global saja yakni tidak mendalam dan tidak pula panjang lebar, sehinnga
bagi orang awam akan lebih mudah untuk memahami.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
R
Tafsir Al
Qur’an Al Karim: M. Farid Wajdi.
R
Tafsir
Wasith: Majma’ul Bukhtusil Islamiyah.
2)
Metode
tafsir Ithnabi
Ialah penafsiran dengan cara menafsirkan ayat al Qur’an hanya secara
mendetail / rinci, dengan uraian-uraian yang panjang lebar, sehingga cukup
jelas dan terang yang banyak disenangi oleh para cerdik pandai.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
R
Tafsir Al
Manar: Syaikh Muhammad Abduh Dan Syaikh Rasyid Ridlo
(W.134 H).
R
Tafsir Al
Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (W. 1371 H / 1952 M).
R
Tafsir Fi
Dhilalil Qur’an: Sayid Quthub (W. 1996 M).
IV
Metode
tafsir bila ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan,
maka metode penafsiran al Qur’an ada tiga macam:
a.
Metode
tafsir Tahlily
Adalah
menafsirkan ayat-ayat al Qur’an dengan cara urut dan tertib dengan uraian
ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dari awal surat
al Fatihah hingga akhir surat
an Nas.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
R
Mafatihul
Ghaib: Fahruddin Ar Razi (W. 606 H).
R
Tafsir Al
Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (W. 1371 H / 1952 M).
b.
Metode
tafsir Maudlu’iy
Ialah
suatu penafsiran dengan cara mengumpulkan ayat mengenai satu judul / topic
tertentu, dengan memperhatikan masa turunnya dan asbabul nuzul ayat, serta
dengan mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dan mendalam, dengan
memperhatikan hubungan ayat yang satu dengan ayat yang lain di dalam menunjuk
pada suatu permasalahan, kemudian menyimpulkan masalah yang dibahas dari
dilalah ayat-ayat yang ditafsirkan secara terpadu.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
·
Al Mar’atu
Fi Al Qur’an Al Karim: Abbas Al Aqqad.
·
Ar Riba Fi
Al Qur’an Al Karim: Abul Ala Maududi.
·
Al Mahdatu
Al Mankhiyah: Dr. M. Hijazi.
·
Ayati Al
Kauniyah: Dr. Abdullah Syahhatah.
c.
Metode
tafsir Nuzuly
Yaitu
menafsirkan ayat-ayat al Qur’an dengan cara urut dan tertib sesuai dengan
urutan turunnya ayat al Qur’an.
Nama kitab
tafsir yang tergolong metode ini:
·
Al Tafsir Al Bayani Li Al Qur’an Al Karim: Bintu Asy Syathi.
·
Suratu Ar Rahman Wa Suwaru Qishar: Syauqiy Dhaif.
·
Tafsir Al Qur’an Al Karim: Prof. Dr. Quraish Shihab, MA
Aliran penafsiran
Para mufasir yang mempunyai kecenderungan tersendiri
dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’an itu akan menimbulkan aliran-aliran tafsir
al Qur’an. Diantaranya ialah tafsir
lughawi / adabi, al fiqhi, shufi, I’tiqadi, falsafi, asri / ilmi, ijma’i.
Menurut Prof.
Dr. H. Abdul Djalal HA bahwa aliran tafsir al Qur’an ada tujuh yakni: tafsir
lughawi / adabi, al fiqhi / ahkam, shufi / isyari, I’tizali, syi’i / bathini,
aqli / falsafi, ilmi / ashri.
Menurut Prof.
Dr. Quraish Shihab, aliran (corak) tafsir ada: corak fiqhiy, shufiy, ilmiy,
bayan, falsafiy, adabiy, ijtima’iy.
Perinciannya sebagai berikut:
1.
Tafsir
lughawi / adabi
Ialah tafsir yang menitik beratkan
pada unsure bahasa, yaitu meliputi segi I’rab dan harakat bacaannya,
pembentukan kata, susunan kalimat, kesusateraan.
·
Al Kasyaf:
Az Zamakhsyari.
·
Al Bahr Al
Muhith: Al Andalusi.
2.
Tafsir
al fiqhi
Adalah tafsir al Qur’an yang
beraliran hukum / fiqh yang titik sentralnya pada bidang hukum.
·
Tafsir Al
Jami’ Li Ahkam Al Qur’an: Al Qurthubi.
·
Tafsir
Ahkam Al Qur’an: Ibnu Arabi
·
Tafsir
Ayati Al Ahkam: Muhammad Ali As Sayis.
3.
Tafsir
shufi
Yaitu tafsir al Qur’an yang
beraliran tasawuf, kajiannya menitik beratkan pada unsur-unsur kejiwaan.
4.
Tafsir i’tiqadi
Adalah tafsir al Qur’an yang
beraliran aqidah, baik Dari golongan mu’tazilah maupun syi’ah, dengan dititik
sentralkan pada bidang aqidah.
5.
Tafsir
falsafi
Ialah tafsir al Qur’an yang
beraliran filsafat yang menitik beratkan pada bidang filsafat dengan
menggunakan jalan dan pemikiran filsafat.
6.
Tafsir
ilmi / ashri
Yakni tafsir al Qur’an yang
beraliran modern / ilmiah, titik sentralnya pada bidang ilmu pengetahuan umum,
untuk menjelaskan makna ayat-ayat al Qur’an, terutama berkisar pada masalah
alam (fisika) atau ayat-ayat kauniyah.
·
Al Jawahir:
Thanthawi Jauhari
·
Al Tafsir
Al Ilmi Li Al Ayat Al Kauniyah Fi Al Qur’an: Dr. Hanafi Ahmad.
·
Tafsir Al
Ayat Al Kauniyah: Abdullah Syahhathah.
·
Min Al
Ayat Al Kauniyah Fi Al Qur’an Al Karim: Dr. Muhammad Jalaluddin Al Fandi.
7.
Tafsir
ijma’i
Adalah penafsiran yang melibatkan
kenyataan sosial yang berkembang di masyarakat.
·
Tafsir Fi
Dhilalil Qur’an: Sayyid Quthb.
·
Tafsir Al
Manar: Syaikh Muhammad Abduh Dan Syaikh Rasyid Ridla.[13]
Sebagai bahan perbandingan, dalam
buku yang lain tertulis metode tafsir terbagi menjadi empat yaitu:
1st.
Metode Tahlili
Ditinjau dari segi
kecenderungan para mufasir metode ini berupa:
·
Al tafsir
bi al ma’tsur
·
Al tafsir
bi al ra’yi
·
Al tafsir
al shufi
·
Al tafsir
al fiqhi
·
Al tafsir
al falsafi
·
Al tafsir
al ilmi
·
Al tafsir
al adabi
·
Al tafsir
al ijtima’i.[14]
2nd.
Metode
Ijmali
Kitab-kitab tafsir
yang mengikuti metode ini antara lain:
·
Tafsir
Jalalain: Jalal Ad Din Al Suyuthi Dan Jalal Ad Din Al Mahali.
·
Tafsir Al
Qur’an Al Adzim: Muhammad Farid Wajdi.
·
Tafsir Al
Wasith: Sebuah Komite Ulama’ Al Azhar Mesir.[15]
3rd.
Metode
Muqaran
Salah satu karya
tafsir yang lahir di zaman modern ini yang memakai metode ini ialah:
- Qur’an and its Interpreters: Prof. Mahmud
Ayyub.[16]
4th.
Metode
Mawdhu’i
Ada dua cara dalam tata kerja metode ini:
a.
Menghimpun
seluruh ayat-ayat al Qur’an yang berbicara tentang satu masalah (tema) tertentu
serta mengarah pada suatu tujuan yang sama, sekalipun turunnya ayat berbeda dan
tersebar dalam pelbagai surat
al Qur’an.
b.
Penafsiran
yang dilakukan berdasarkan surat
al Qur’an.[17]
Enam langkah
seseorang untuk mengikuti metode ini:
1.
Memilih
atau menetapkan masalah al Qur’an yang akan dikaji secara mawdhu’i.
2.
Melacak
dan menghimpun ayat-ayat yang berhubungan (kaitan) dengan masalah yang telah
ditetapkan, ayat Makiyah dan Madaniyah.
3.
Menyusun
ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai
pengetahuan mengenai latar belakang (asbabul al nuzul).
4.
Mengetahui
hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing suratnya.
5.
Menyusun
tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna dan sistematis.
6.
Melengkapi
uraian dan pembahasan dengan hadits bila dipandang perlu, sehingga pembahasan
semakin sempurna dan jelas.[18]
Penutup
Di dalam al Qur’an banyak ayat-ayat
yang belum jelas maknanya. Oleh karena itu dengan adanya ilmu tafsir ini bisa
digunakan sebagai instrumen untuk menggali lebih jauh lagi makna al Qur’an.
Untuk kebutuhan penafsiran dimaksud diperlukan adanya kerangka yang relevan.
Kerangka tersebut tidak lain adalah metodologi. Dan keberadaannya dikalangan
penafsir sangat muthlak diperlukan.
cdc ---@--- dcd
[1] Said Aqil Husain al-Munawwar (kata pengantar-Ali Hasan al-aridl), Sejarah
dan Metodologi tafsir, tarj. Ahmad Akrom (Jakarta: Rajawali Press, 1992),
hlm v
[2] Pius A Partanto, M. Dahlan
al Barry, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, hlm 461
[3] Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA, Memahami Al-Qur’an, (Surabaya: Indra Media,
2003), hlm 14
[4] ibid hlm 461
[5] Drs. M. Kasir Ibrahim, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru,
hlm 251
[6] Kamus Besar Bahasa Indonesia
Jakarta: Balai
Pustaka 1989 hlm 580-581
[7] Elias Modern Dictionary Arabic-English Beirut ; Dar al Jail 1979
hlm 736
[8] Kutipan (Subhi as-Shallih, 1977: 290-291)
[9] Kutipan (Quraish Shihab, 1992: 155), (Al Farmawi 1977: 64)
[10] Kutipan (Abd. Djalal, HA, 1990: 64)
[11] Kutipan (Abdurrahman, t.t: 107)
[12] Kutipan (al Farmawi: t.t.: 20)
[13] Prof Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA, Memahami Al-Qur’an, (Surabaya: Indra Media,
2003), hlm 14-17
[14] Abd al Hay al Farmawi, muqaddiamah fi al tafsir al maudhu’I (Kairo:
al hadharah, 1977), hlm 24
[15] Prof Dr. Abd Muin Salim, metodologi ilmu tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), hlm 46
[16] Ibid.
[17] Cara pertama lebih popular sehingga setiap ada penggunaan istilah
tafsir mawdhu’i yang terlintas dalam pikiran seseorang seperti yang dikemukakan
pada cara pertama di atas. Misalnya M. Quraish Shihab.
[18] Untuk kebutuhan ini dianjurkan membuka panduan lain.
No comments:
Post a Comment