A. Pendahuluan
Pada abad pertengahan Dunia Barat telah
maju, ditandai dengan beberapa kemajuan dan penemuan teknologi modern. Islam
sudah masuk ke daerah Turki mulai abad Hijriyah dan Islam berkembang dengan
pesat , bangsa Turki mencapai puncak kemegahan dari tahun 1520-1566 kemudian
mendapat gelar orang sakit (The Sick Men) karena bangsa Turki akhirnya juga
lumpuh pada abad ke-19.
Pembaharuan di Turki ini, meliputi empat fase
pembaharuan yang dimulai oleh Sultan Mahmud II, yang mengubah madrasah
tradisional tanpa pengetahuan umum menjadi madrasah yang berpengetahuan umum.
Tanzimat yaitu usaha untuk mengatur dan memperbaiki struktur organisasi
pemerintahan sementara Usmani Muda dan Turki Muda ingin mengubah sistem
pemerintahan konstitusional bukan dengan kekuasaan absolut.
B. PEMBAHASAN
Pada abad pertengahan Dunia Barat telah
maju, ditandai dengan beberapa kemajuan dan penemuan teknologi modern seperti
kaca lensa (1250), alat percetakan (1450), dan lain-lain. Perkembangan IPTEK
ini disamping menimbulkan hal-hal yang positif adapula yang negatif, sedangkan
umat Islam dibelahan bagian timur sedang bersimpuh dibawah penindasan dan juga
terlena dibawah sisa kemegahan kurturnya di masa silam yang telah sirna, namun
dibelahan barat (Asia Barat) kurang lebih tahun 1300 telah berdiri pula
Kerajaan Turki, namun mereka kurang berbudaya. Mereka hanya mengandalkan
kemajuan militer, keberanian dan fisik mereka yang kuat, namun mereka ini
merupakan ancaman bagi Eropa.
Puncak kemajuan Turki tersebut berada pada
zaman Sultan Mahmud II, antara lain pada tahun 1453 dapat menaklukkan Byzantium
Romawi. dari Istanbul, mereka menguasai daerah sekitar laut tengah dan
berabad-abad lamanya Turki sebagai suatu negara yang perlu diperhatikan dan
diperhitungkan oleh ahli-ahli politik dari Eropa.[1]
1.
PEMBAHARUAN
DI TURKI
Bangsa Turki adalah bangsa yang pemberani
dan disiplinnya sangat tinggi, bangsa campuran dari bangsa Mongol dan bangsa
lainnya di Asia Tengah ini. Sebelum mereka masuk Islam, mereka memeluk agama
Majusi, Budha atau agama besar lainnya.
Mulai abad pertama Hijriyah, Islam telah
masuk ke daerah Turki dan dalam perjalanannya dari masa ke masa Islam
berkembang dengan pesatnya di daerah itu. Pada tahun 1037 Turki dapat menguasai
kekhalifahan Abassiyah, akan tetapi akhirnya lumpuh oleh bangsa Mongol, kecuali
bangsa Turki yang dipimpin oleh Ertughril yang selanjutnya menjelma menjadi
Turki Usmani yang puncak kemegahannya dari tahun 1520-1566 dibawah pemerintahan
Sulaiman I, namun akhirnya juga lumpuh pada abad ke-19 dan mendapat sebutan orang
sakit (The Sick Men).
Meskipun Turki mendapat gelar (sebutan) The
Sick Men, tetapi sebenarnya berkat ketekunan para penbaharu dan para
tokoh-tokoh negara itu dapatlah bangkit kembali dengan mengadakan beberapa fase
modernisasi :
a.
Usaha Rasyid Pasya (1839), yaitu sentralisasi pemerintahan dan modernisasi
angkatan bersenjata.
b.
Usaha dari Fuad, Namik, Ali Pasya dan Midat Pasya (1861-1876) terutama bidang
pendidikan, Bank Nasional, hukum dan Perundang-undangan.
c.
Usaha Turki Muda (1896-1918) yang berusaha dan bertujuan :
1.
Reorganisasi negara secara modern
2.
Nasionalisme Turki
3.
Kesatuan bangsa, negara dan bahasa.
d.
Usaha Kemal Pasya :
1.
Ke dalam ialah menetapkan Undang-Undang Dasar (1942) pelajaran membaca dan
menulis latin, keharusan nama keluarga, perkawinan, emansipasi wanita dan
rencana industri besar-besaran.
2.
Ke luar, ialah perjanjian nonagressi dengan Irak, Iran, Afghanistan, dan
lain-lain dalam perdamaian.[2]
Jadi, Islam sudah masuk ke daerah Turki mulai abad Hijriyah dan
Islam berkembang dengan pesat , bangsa Turki mencapai puncak kemegahan dari
tahun 1520-1566 kemudian mendapat gelar orang sakit (The Sick Men) karena
bangsa Turki akhirnya juga lumpuh pada abad ke-19.
2.
SULTAN
MAHMUD II
Mahmud lahir pada tahun 1785 dan mempunyai
didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan,
sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun
1807 dan meninngal di tahun 1839.
Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia
disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah
yang mempunyai kekuasaan otonomi besar, peperangan dengan Rusia selesai di
tahun 1812. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani
bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai
usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya.[3]
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan
yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat
kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya menganggap diri mereka tinggi dan
tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu, mereka selalu mengasingkan
diri dan meyerakan soal mengurus rakyat kepada bawahan-bawahan. Timbullah
anggapan mereka bukan manusia biasa dan pembesar-pembesar Negara pun tidak
berani duduk ketika menghadap Sultan.
Tradisi aristokrasi ini dilanggar oleh
Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk
berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Menteri dan
pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama jika datang
menghadap. Pakaiam kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian kebesaran
yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar dengan pakaian
yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang, rakyat biasa dianjurkan
pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya dengan pakaian
Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status dan sosial yang
nyata kelihatan pada pakaian tradisional.
Kekuasaan-kekuasaan luar biasa yang menurut
tradisi dimiliki oleh penguasa-penguasa Usmani ia batasi. Kekuasaan Pasya atau
Gubernur untuk menjatuhkan hukum mati dengan isyarat tangan ia hapuskan.
Hukuman bunuh untuk masa selanjutnya hanya bisa di keluarkan oleh hakim.
Penyitaan negara terhadap harta orang yang dibuang atau dihukum mati juga ia
tiadakan.
Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan
dalam organisasi pemerintahan Kerajaan Usmani. Menurut tradisi Kerajaan Usmani
dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan duniawi dan kekuasaan
rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala
rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian, raja Usmani
mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah Negara dan kekuasaan
menyiarkan dan membela Islam.[4]
Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan
Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan
pembaharuan di Kerajaan Usmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Seperti
halnya di Dunia Islam lain di zaman itu, Madrasah merupakan satu-satunya
lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Usmani. Di Madrasah hanya
diajarkan agama sedangkan p-engetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II
sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan
zaman abad ke-19.
Dimasa pemerintahannya orang kurang giat
memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka
belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Oleh karena itu, ia
mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambah pengetahuan-pengetahuan
umum di dalamnya, seperti halnya di Dunia Islam lain pada waktu itu memang
sulit. Madrasah tradisional tetap berjalan tetapi disampingnya Sultan
mendirikan dua sekolah pengetahuan umum. Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan
Umun) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra). Siswa untuk kedua sekolah
itu dipilih dari lulusan Madrasah yang bermutu tinggi.
Selain itu, Sultan Mahmud II juga mendirikan
Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah Pembedahan.
Lulusan Madrasah banyak meneruskan pelajaran di sekolah-sekolah yang baru
didirikannya. Selain dari mendirikan Sekolah Sultan Mahmud II juga mengirim
siswa-siswa ke Eropa yang setelah kembali ke tanah air juga mempunyai pengaruh
dalam penyebaran ide-ide baru di Kerajaan Usmani.
Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud II diataslah
yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan
Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.[5]
3.
TANZIMAT
Istilah tanzimat berasal dari bahasa Arab
dari kata Tanzim yang berarti pengaturan, penyusunan dan memperbaiki. Dalam
pembaharuan yang diadakan pada masa tanzimat merupakan sebagai lanjutan dari
usaha-usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan
pembaharuan peraturan dan perundang-undangan. Secara terminologi tanzimat
adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan menyusu serta memperbaiki
struktur organisasi pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, antara tahun
1839-1871 M.
Tokoh-tokoh
penting tanzimat antara lain : Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mehmed Sadek
Rif’at Pasya dan Ali Pasya seperti yang dijelaskan berikut ini :
1.
Mustafa Rasyid Pasya (1880-1858)
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman
Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya, ia lahir di Istanbul pada tahun 1800,
berpendidikan Madrasah kemudian menjadi pegawai pemerintah.
Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1034
diangkat menjadi Duta Besar untuk daerah Perancis, selain itu ia juga pernah
diangkat menjadi Duita Besar Kerajaan Usmani di beberapa negara lain. Setelah
itu ia dipanggil pulang untuk menjadi Menteri Luar Negeri dan p0ada akhirnya ia
diangkat menjadi perdana Menteri.
Usaha pembaharuannya yang terpenting ialah
sentralisasi pemerintahan dan modernisasi angkatan bersenjata pada tahun 1839.
2. Mustafa Sami Pasya (wafat 1855)
Mustafa Sami Pasya mempunyai banyak
pengalaman di luar negeri antara lain di Roma, Wina, Berlin, Brussel, London,
Paris dan negara lainnya sebagai pegawai dan duta.
Menurut pendapat Mustafa Sami Pasya,
kemajuan bangsa Eropa terletak pada keunggulan mereka dalam lapangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sebab lain dilihatnya karena toleransi beragama dan
kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, disamping itu
pula pendidikan universal bagi pria dan wanita sehingga umumnya orang Eropa
pandai membaca dan menulis.
3. Mehmed Sadik Rif’at Pasya
Seorang pemuka tanzimat lain yang
pemikirannya lebih banyak diketahui orang adalah Mehmed Sadik Rif’at Pasyayang
lahir pada tahun 1807 dan wafat tahun 1856 M. Pendidikannya selesai di
madrasah, ia melanjutkan pelajaran ke sekolah sastra, yang khusus diadakan
untuk calon-calon pegawai istana.
Tahun 1834 ia diangkat menjadi Pembantu
Menteri Luar negeri, tiga tahun kemudian ia diangkat menjadi Menteri Luar
Negeri dan selanjutnya Menteri Keuangan.
Pokok-pokok pemikiran dan pembaharuannya ialah Sultan dan
pembesar-pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan
peraturan-peraturan lainnya. Negara harus tunduk pada hukum(negara hukum),
kodifikasi hukum, administrasi, pengaturan hak dan kewajiban rakyat,
reorganisasi, angkatan bersenjata, pendidikan dan keterampilan serta
dibangunnya Bank Islam Usmani pada tahun 1840.
Ide-ide yang dicetuskan Sadik Rif’at pada
zaman itu merupakan hal baru karena orang tidak mengenal peraturan, hukum, hak
dan kebebasan. pada waktu itu petani lebih banyak menjadi budak bagi tuan tanah
dan rakyat budak bagi Sultan. Pemikiran Sadik Rif’at sejalan dengan pemikiran
Mustafa Rasyid Pasya yang pada waktu itu mempunyai kedudukan sebagai Menteri
Luar Negeri.
4. Ali Pasya (1815-1871)
Beliau lahir pada tahun 1815 di Istanbul dan
wafat tahun 1871, anak dari seorang pelayan tokoh. Dalam usia 14 tahun ia sudah
diangkat menjadi pegawai. Tahun 1840 diangkat menjadiDuta Besar London dan
sebelum menjadi Duta Besar ia sering kali menjadi staf Perwakilan Kerajaan
Usmani di berbagai negara Eropa dan di tahun 1852 ia menggantikan kedudukan
Rasyid Pasya sebagai Perdana Menteri.
Usaha pembaharuannya antara lain : tentang pengakuan semua aliran
spiritual pada masa itu, jaminan melaksanakan ibadahnya masing-masing, larangan
memfitnah karena agama, suku dan bahasa, jaminan kesempatan belajar, sistem
peradilan dan lain-lainnya.
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh tokoh-tokoh pembaharuandi zaman
tanzimat tidaklah seluruhnya mendapat dukungan bahkan mendapat kritikan baik
dari dalam atau di luar Kerajaan Usmani karena gerakan-gerakan tanzimat untuk
mewujudkan pembaharuan didasari oleh pemikiran liberalisme Barat dan
meninggalkan pola dasar syariat agama, hal ini salah satu sebab yang utama
sehingga gerakan tannzimat mengalami kegagalan dalam usaha pembaharuannya.[6]
4.
USMANI
MUDA
Sebagaimana dikatakan bahwa pembaharuan yang
diusahakan dalam tanzimat belumlah mendapat hasil sebagaimana yang diharapkan,
bahkan mendapat kritikan-kritikan dari luar kaum cendekiawan. Kegagalan oleh
tanzimat dalam mengganti konstitusi yang absolut merupakan cambuk untuk
usaha-usaha selanjutnya. Untuk mengubah kekuasaan yang absolut maka timbullah
usaha atau gerakan dari kaum cendikiawan melanjutkan usaha-usaha tanzimat.
Gerakan ini dikenal dengan Young Ottoman-Yeni Usmanilar (Gerakan Usmani Muda)
yang didirikan pada tahun 1865.[7]
Usmani muda pada asalnya merupakan
perkumpulan manusia yang didirikan di tahun 1865 dengan tujuan untuk mengubah
pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional.
Setelah rahasia terbuka pemuka-pemukanya lari ke Eropa di tahun 1867 dan
disanalah gerakan mereka memperoleh nama Usmani Muda. Para tokoh Usmani Muda
banyak yang melakukan gerakan rahasia dalam menentang kekuasaan absolut Sultan.
Namun sikap politik mereka itu akhirnya diketahui oleh Sultan. Akhirnya mereka
banyak yang pergi ke Eropa dan disana mereka menyusun kekuatan. Maka setelah
situasi Turki aman kembali, mereka pun banyak yang pulang ke tanah air dan
meneruskan cita-cita mereka, terutama tentang ide-ide pembaharuan.[8]
Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa angin baru tentang demokrasi
dan konstitusional pemerintahan yang menjunjung tinggi kekuasaan rakyat bukan
kekuasaan absolut. Diantara tokoh itu ialah : Zia Pasya, Nanik Kemal, dan
Midhat Pasya.
a. Zia Pasya
Zia pasya lahir pada tahun 1825 di Istanbul
dan meninggal dunia pada tahun 1880. Ia anak seorang pegawai kantor beacukai di
Istanbul. Pendidikannya setelah selesai sekolah di Sulaemaniye yang didirikan
Sultan Mahmud II dalam usia muda dia diangkat menjadi pegawai pemerintah,
kemudian atas usaha Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1854 ia diterima menjadi
salah seorang sekretaris Sultan. Disinilah ia dapat mengetahui tentang sistem
dan cara Sultan memerintah dengan otoriter. Untuk keperluan tugas barunya, ia
mempelajari bahasa Perancis dan dalam waktu yang singkat ia menguasai dan dapat
menerjemahkan buku-buku Perancis ke dalam bahasa Turki. Karena terjadi
kesalahpahaman dengan Ali Pasya maka ia pergi ke Eropa pada tahun 1867 dan
tinggal disana selama lima tahun.[9]
Ketika berada di Eropa itulah banyak pengalaman yang di dapatkannya. Beberapa
pemikirannya akhirnya menjurus kepada usaha pembaharuan.
Usaha-usaha pembaharuannya antara lain,
kerajaan Usmani menurut pendapatnya harus dengan sistem pemerintahan
konstitusional, tidak dengan kekuasaan absolut. Menurutnya negara Eropa maju
disebabkan tidak terdapat lagi pemerintahan yang absolut, semuanya dengan
sistem pemerintahan konstitusional. Dalam sistem pemerintahan konstitusional
harus ada Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian Zia mengemukakan hadis ”Perbedaan
pendapat dikalangan umatku merupakan rahmat dari Tuhan”, sebagai alasan untuk
perlu adanya Dewan Perwakilan Rakyat, dimana perbedaan pendapat itu ditampung
dan kritik terhadap pemerintah dikemukakan untuk kepentingan umat seluruhnya.
Sebagai orang yang taat menjalankan agama Islam, Zia sebenarnya tidak
sepenuhnya setuju terhadap pembaharuan yang hanya mencomot ide-ide Barat tanpa
sikap kritis. Itulah sebabnya dia lebih melihat kesesuaian antara kepentingan
rakyat dengan ide pembaharuan yang datangnya dari Barat. Dalam hal demikian, ia
juga tidak sependapat dengan orang yang mengatakan bahwav agama Islam dapat
dianggap sebagai penghalang kemajuan.
b. Midhat Pasya
Nama lengkapnya Hafidh Ahmad Syafik Midhat
Pasya, lahir pada tahu 1822 di Istanbul. Pendidikan agamanya diperoleh dari
ayahnya sendiri. Dalam usia sepuluh tahun ia telah hafal Al-Quran, oleh karena
itu ia digelari Al-Hafidh. Pendidikannya yang tertinggi adalah pada Universitas
Al-Fatih. Dia termasuk tokoh Usmani Muda yang mempunyai peranan cukup penting
dalam ide pembaharuan. Ia anak seorang hakim agama yang dalam usia belasan
tahun sudah menjadi pegawai di Biro Perdana Menteri. Tahun 1858 ia diberikan
kesempatan untuk berkunjung ke Eropa selama enam bulan. Setelah itu beberapa
saat kemudia, ia diangkat menjadi gubernur di berbagai daerah. Dengan kemampuan
dan kecakapan yang luar biasa akhirnya Sultan mengangkatnya menjadi Perdana
Menteri tahun 1872.
Ketika Sultan Abdul Hamid berkuasa
menggantikan Sultan Murad V, ia diangkat kembali menjadi Perdana Menteri. Saat
itu ada perjanjian langsungbahwa Sultan akan memberikan sokongan atas
gerakan-gerakannya. Sultan juga nampaknya memberi angin segar atas pembaharuan
kelompok Usmani Muda.
Beberapa langkah pembaharuan itu, seperti
memperkecil kekuasaan kaum eksekutif dan memberikan kekuasaan lebih besar
kepada kelompok legislatif. Golongan ini juga berusaha menggolkan sistem
konstitusi yang sudah ditegakkan dengan memakai istilah terma-terma yang
islami, seperti musyawarah untuk perwakilan rakyat, bai’ah untuk kedaulatan
rakyat dan syariah untuk konstitusi. Dengan usaha ini sistem pemerintahan Barat
lambat laun dapat diterima kelompok ulama dan Syaikh Al-Islami yang sebenarnya
banyak menentang ide pembaharuan pada masa sebelumnya.[10]
Tanggal 23 Desember 1876 konstitusi yang
bersifat semi-otokrasi di tanda tangani oleh Sultan Abdul Hamid. Isi dari
konstitusi ini sebagian besar masih belum mencerminkan langkah nyata dari
pembaharuan sistem pemerintahan, karena kekuasaan Sultan masih demikian besar.
Salah satu contoh adalah pasal 113 dari Undang-Undang yang dibuat, berbunyi
bahwa dalam keadaan darurat Sultan boleh memberikan pengumuman tertentu, dan
boleh menangkap atau mengasih orang-orang yang dianggap membahayakan
kepentingan negara.
Jadi, dari bunyi pasal tersebut Sultan masih
diberi wewenang besar untuk menjalankan keputusan yang bersifat mutlak. Justru
pasal ini nanti digunakannya untuk menangkap orang-orang yang tidak disenangi
Sultan, termasuk diantaranya tokoh Usmani Muda Midhat Pasya ini.
c. Namik Kemal
Beliau termasuk pemikir terkemuka dari
Usmani Muda, lahir pada tahun 1840 di Tekirdag. Dia berasal dari keluarga
nigrat. Orangtuanya menyediakan pendidikan di rumah disamping pelajaran bahasa
Arab, Persia, juga diberikan bahasa Perancis. Oleh karena itu, dalam usia yang
sangat muda ia sudah menguasai berbagai bahasa. Dalam usia belasan tahun dia
diangkat menjadi pegawai kantor penerjemah dan kemudian dipindahkan menjadi
pegawai di istana Sultan.
Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Ibrahim Sinasih (1826-1871) yang berpendidikan Barat dan banyak
mempunyai pandangan modernisme. Nanik mempunyai jiwa Islami yang tinggi,
sehingga walaupun ia berpengarug pemikiran Barat namun masih menjunjung tinggi
moral Islam dalam ide-ide pembaharuannya,[11]
menurutnya Turki saat ini mundur karena lemahnya politik dan ekonomi. Untuk
bisa memajukan ekonomi dan politik Turki harus ada perubahan dalam sistem
pemerintahan. Untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang ideal, penguasa harus
menjunjung tinggi kepentingan rakyat. Karena kepentingan rakyat menjadi asas
negara, maka negara mesti demokratis, yaitu pemerintahan yang didasarkan atas
dukungan dan kepentingan. Yang dikehendaki oleh Nanik Kemal adalah pemerintahan
demokrasi dan pemerintahan serupa ini menurut pendapatnya tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Negara Islam yang dibentuk dan dipimpin oleh empat
khalifah besar, sebenarnya mempunyai corak demokrasi. Sistem bai’ah yang
terdapat dalam pemerintahan Khilafah pada hakikatnya merupakan kedaulatan
rakyat. Melalui bai’ah rakyat menyatakan persetujuan mereka tas pengangkatan
khalifah yang baru. Dengan demikian. bai’ah merupakan kontrak sosial dan
kontrak yang terjadi antara rakyat dan khalifah itu dapat dibatalkan jika
khalifah mengabaikan kewajiban-kewajibannya sebagai Kepala Negara.
Di dalam Islam ada ajaran yang disebut
al-maslahah al-’ammah dan ini sebenarnya adalah maslahat umum. Khalifah tidak
boleh mengambil sikap atau tindakan yang bertentangan dengan maslahat umum.
Maslahat umum oleh karena itu merupakan suatu bentuk dari pendapat umum.
Khalifah harus selalu memperhatikan dan menghormati pendapat umum. Lebih lanjut
lagi, musyawarah dasar penting dalam soal pemerintahan dalam Islam. Sistem
musyawarah ini memperkuat corak demokrasi pemerintah Islam. Pembuat hukum dalam
Islam ialah kaum ulama yang melaksanakan hukum adalah pemerintah.
Dengan membawa argumen-argumen seperti
diatas, Namik Kemal berpendapat bahwa sistem pemerintahan konstitusional
tidaklah merupakan bid’ah dalam Islam. Diantara ide-ide lain yang dibawa Namik
terdapat cinta tanah air Turki, tetapi seluruh daerah kerajaan Usmani. Konsep
tanah airnya tidak sempit. Sebagai orang yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat
perlunya diadakan persatuan seluruh umat Islam di bawah pimpinan Kerajaan
Usmani, sebagai negara Islam yang terbesar dan terkuat di waktu itu.
5.
TURKI
MUDA
Setelah dibubarkannya parlemen dan
dihancurkannya gerakan Usmani Muda, maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan
kekuasaan yang lebih absolut. Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam
suasana yang demikian timbullah gerakan oposisi terhadap pemerintah yang
obsolut Sultan Abdul Hamid sebagaimana halnya di zaman yang lalu dengan Sultan
Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan perguruan tinggi, mengambil bentuk
perkumpulan rahasia, dikalangan cendekiawan dan pemimpin-pemimpinnya lari ke
luar negeri dan disana melanjutkan oposisi mereka dan gerakan di kalangan
militer menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok
inilah yang kemudian dikenal dengan nama Turki Muda.
Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza (1859-1930),
Mehmed Murad (1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin (1887-1948).
a. Ahmad Riza
Ahmad Riza adalah anak seorang bekas anggota
parlemen bernama Injilis Ali. Dalam pendidikannya ia sekolah di pertanian untuk
kelak dapat bekerja dan berusaha mengubah nasib petani yang malang dan studinya
ini diteruskan di Perancis sekembalinya ia dari perancis ia bekerja di
kementerian pertanian, tapi ternyata hubungan pemerintah dengan petani yang
miskin sedikit sekali, karena kementerian itu lebih disibukkan dengan
birokrasi. Kemudia ia pindah ke kementerian pendidikan namun disini juga
disibukkan dengan birokrasi tapi kurang disibukkan dengan pendidikan.
Pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Riza
antara lain adalah ingin mengubah pemerintahan yang absolut kepada pemerintahan
konstitusional. Karena menurutnya akan menyeleamatkan Kerajaan Usmani dari
keruntuhan adalah melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan
dengan teologi atau metafisika. Adanya dan terlaksananya program pendidikan
yang baik akan berhajat pada pemerintahan yang konstitusional.
b. Mehmed Murad (1853-1912)
Mehmed Murad berasal dari Kaukasus dan lari
ke Istanbul pada tahun 1873 yakni setelah gagalnya pemberontakan Syekh Syamil
di daerah itu. Ia belajar di Rusia dan disanalahia berjumpa dengan ide-ide
barat, namun pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya.
Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang
menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Usmani, dan bukanlah pula rakyatnya, namun
sebab kemunduran ituterletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Oleh
karena itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi. Dalam hal ini dia
berpendapat bahwa musyawarah dalam Islam sama dengan konstitusional di dunia
Barat. Ia mengusulkan didirikan satu Badan Pengawas yangtugasnya mengawasi
jalannya undang-undang agar tidak dilanggar oleh pemerintah. Disamping itu
diadakan pula Dewan syariat agung yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil
negara islam di Afrika dan Asia dan ketuanya Syekh Al-Islam Kerajaan Usmani.
c. Pangeran Sahabuddin (1887-1948)
Pangeran Sahabuddin adalah keponakan Sultan
Hamid dari pihak ibunya, sedang dari pihak bapaknya adalah cucu dari Sultan
Mahmud II, oleh karena itu ia keturunan raja. Namun ibu dan bapaknya lari ke
Eropa menjauhkan diri dari kekuasaan Abdul Hamid, maka dengan demikian
kehidupan Sahabuddin lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat.
Menurutnya yang pokok adalah perubahan
sosial, bukan penggantian Sultan. Masyarakat Turki sebagaimana masyarakat Timur
lainnya mempunyai corak kolektif, dan masyarakat kolektif tidak mudah berubah
dalam menuju kemajuan. Dalam masyarakat kolektif orang tidak percaya diri
sendiri, oleh karena itu ia tergantung pada kelompok atau suku sedangkan
masyarakat yang dapat maju menurutnya adalah masyarakat yang tidak banyak
bergantung kepada orang lain tetapi sanggup berdiri sendiri dan berusaha sendiri
untuk mengubah keadaannya.[12]
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan
bahwa pemabaharua-pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II merupakan
landasan atau dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya, antara
lain : pembaharuan tanzimat, pembaharuan di kerajaan usmani abad ke-19 dan Turki
abad ke-20. Dimana tanzimat yang dimaksudkan adalah suatu usaha pembaharuan
yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan
tetapi tanzimat ini belum berhasil seperti yang diharapkan oleh tokoh-tokoh
penting tanzimat, yaitu Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mehmed Sadek,
Rif’at Pasya dan Ali Pasya.
Kemudian dilanjutkan dengan pembaharuan
Usmani Muda, dimana usaha-usaha pembaharuannya adalah untuk mengubah
pemerintahan dengan sistem konstitusional tidak dengan kekuasaan absolut
setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya usmani muda dilanjutkan
dengan pembaharuan turki muda.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Bahy,
Muhammad.1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta : Pustaka Panjimas.
Asmuni,
Yusran. 1998. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Hamka.
2005. Sejarah Umat Islam. Singapura : Pustaka Nasional Pte Ltd.
Nasution,
Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta :
PT. Bulan Bintang.
Nasution,
Harun. 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta :
PT. Bulan Bintang
[1] Yusran
Asmuni. PengantarStudi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.
(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.1998) hal. 11-12
[3] Harun
Nasution. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
(Jakarta : PT. Bulan Bintang. 2003) hal. 83
[4] Harun
Nasution. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
(Jakarta : PT. Bulan Bintang. 1996) hal;93
[8] Muhammad Al-Bahy. Pemikiran Islam
Modern. (Jakarta : Pustaka Panjimas. 1986) hal. 97
[9] Yusran Asmuni. Op.
Cit. hal 22
[10] Muhammad Al-Bahy. Loc. Cit. hal 99
[11] Ibid. hal 100
[12] Hamka. Sejarah
Umat Islam. (Singapura : Pustaka Nasional. 2005) hal. 603
No comments:
Post a Comment