Tuesday, March 5, 2013

Fikih Zakat "Koprasi dan Perseroan"

KOPERASI DAN PERSEROAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Masail Fiqh
Dosen Pengampu:
Dr. H. Mohammad Asrori, M.Ag


Di susun oleh :
Kelompok 11
Muhammad Taufik S        07110166
Aufal Widad            09110225
Farida                09110243



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2012
KOPERASI DAN PERSEROAN
A.    Pendahuluan
Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, merupakan salah satu pilar ekonomi, selayaknya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di sisi lain, salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan dilakukan melalui program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan demikian, melalui pemberdayaan koperasi diharapkan akan mendukung upaya pemerintah tersebut. Dalam upayanya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dituntut untuk dapat menghasilkan program dan kebijakan yang dapat mendukung tumbuh dan berkembangnya koperasi.
Adapun Problem yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah akad, transaksi (muamalah)dalam berbagai bidang, salah satu diantaranya adalah koperasi. Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat golongan lemah dan pengusaha kecil yang hanya mempunyai modal terbatas, dan disitulah dia selalu menemui kendala-kendala tersendiri Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan dan tata caranya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia.
Masalah Koperasi bukanlah yang baru dalam hukum islam, sebab koperasi termasuk dalam kelompok musyarokah (kerja sama). Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa koperasi di Indonesia belum memiliki kemampuan unntuk menjalankan perannya secara efektif. Hal ini disebabkan koperasi masih menghadapi hambatan structural dalam penguasaan faktor produksi khususnya permodalan.
Dalam usaha musyarokah, para musyarik sama-sama memasukkan modal dengan jumlah yang sama. Oleh karena itu tidak salah jika diantara musyarik yang dengan ridlo menyerahkan modal tambahan tanpa dia mempengaruhi jalan usaha musyarokah. Jika dalam usaha koperasi itu diperoleh keuntungan, maka para musyarik sama-sama memperoleh profit (laba). Demikian pula jika mengalami kerugian harus sama-sama ditanggung.

B.    Substansi Kajian
1.    Koperasi
a.    Definisi Koperasi
Koperasi dari segi etimologi berasal dari bahasa inggris cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi terminologi koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untnuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas sadar sukarela secara kekeluargaan. 
Sedangkan menurut ICA (International Cooperative Alliance) merupakan organisasi gerakan koperasi yang tertinggi di dunia yang dirumuskan di Manchester pada tanggal 23 September 1995, koperasi didefinisikan sebagai perkumpulan yang otonom dari orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawali secara demokratis.
Sebagian ulama menyebut koperasi dengan  Syirkah ta’awuniyah (persekutuan tolong-menolong) yaitu suatu perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih, yang satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak lain melakukan usaha atas dasar profit sharing (membagi untung) menurut perjanjian. Maka dalam koperasi ini terdapat unsur Mudharabah karena satu pihak memiliki modal dan pihak lain melakukan usaha atas tersebut.
Dalam kegiatannya koperasi mengelola berbagai jenis usaha bagi anggotanya. Salah satu jenis usaha yang biasanya dikembangkan adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Hal ini sesuai dengan pasal 44 UU no.25 tahun 1992 tentang pokok-pokok perkoperasian yang menyatakan “Bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkan melalui kegiatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan koperasi lain dan anggotanya”. Ketentuan-ketentuan tersebut menjadi dasar bagi koperasi untuk melaksanakan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) baik sebagai salah satu jenis kegiatan koperasi.
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sebagai lembaga keuangan yang bergerak disektor jasa keuangan yang mempunyai kedudukan yang sangat vital dalam menunjang sektor riil yang diusahakan oleh masyarakat koperasi. Bagi masyarakat dengan golongan ekonomi lemah dan pengusaha kecil yang hanya mempunyai modal yang terbatas unit ini sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh anggota koperasi dalam rangka meningkatkan modal usaha maupun memenuhi kebutuhannya.
Adapun koperasi sendiri memiliki fungsi tersendiri, yaitu:
a)    Fungsi Ekonomi, hal ini ditunjukkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan koperasi untuk meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya.
b)    Fungsi Sosial, hal ini diterapkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong atau dalam bentuk sumbangan baik berupa uang yang berasal dari bagian laba koperasi yang disishkan untuk tujuan-tujuan sosial, misalanya untuk mendirikan sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya. 
Menurut Abdurrahman Isa, koperasi itu boleh menurut islam dan halal dividen yang diterima oleh para anggota dari hasil usaha koperasi, selama koperasi itu tidak menjalankan praktek riba atau rented an usaha-usaha yang haram. Adapun nash-nash Al-Qur’an dan hadits nabi yang bisa menjadi dalil syar’I yang membolehkan bahkan menganjurkan umat islam berkoperasi karena kemashlahatannya.  Hal ini terbukti dengan Firman Allah dalam surat Al-Maidah: 2
     
Artinya : Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan hadits Nabi riwayat Abu  Daud:
من نفس عن مسلم كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة ومن يسر على معسر يسر الله عليه في الدنيا والاخرة  والله في عون العبد ما كان العبد في عون اخيه       
Artinya: Barang siapa melonggarkan kesedihan dari seseorng dari kesedihan-kesedihan di dunia, maka Allah akan melonggarkan daripadanya kesedihan-kesedihan dari kesedihan-kesedihannya pada hari kiamat. Barang siapa meringankan orang yang menghadapi kesulitan, maka Allah akan meringankan padanya di dunia dan di akhirat. Allah menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.
Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas dapat dipahami bahwa menolong dalam kebajikan dan dalam ketakwaan dianjurkan oleh Allah. Koperasi merupakan salah satu bentuk tolong menolong, kerjasama dan saling menutupi kebutuhan. Dan itu adalah salah satu wasilah untuk mencapai ketakwaan yang sempurna
Azas dan sendi koperasi dalam islam sebagai gagasan atau ide akan melandasi syarat-syarat yang diteriama oleh orang-orang bila mana mereka sepakat untuk koperasi. Azas dan sendi koperasi dalam islam adalah semua hal yang terkandung didalam konsep saling tolong menolong. Konsep tersebut menjadi eksplisit dan dapat didefinisikan melalui pengalaman praktis, yakni dengan bercermin pada sebab-sebab keberhasilan dan kegagalan dalam upaya membangun kelembagaan yang berhasil dan guna lestari yang didasarkan pada asas kegotong-royongan dalam kondisi modern. Azas dan sendi dasar koperasi adalah:
1)    Saling menolong
Melalui perkumpulan, yang berarti tindakan bersama yang terorganiosasi berdasarkan   kepentingan masyarakat dan saling ketergantungan di antara manusia.
2)    Tanggung jawab
Yang berarti bahwa orang mengambil keputusan untuk bergabung kedalam koperasi dengan maksut saling membantu sekaligus sepakat untuk mengambil tanggung jawab, resiko, tanggungan dan kewajiban yang timbul dari upaya.
3)    Keadilan
Yang berarti sistem pembagian manfaat yang dihasilkan oleh perkumpulan tersebut adil dan seimbang.
4)    Ekonomi
Yang berarti efesiensi harus dilihat dan di ukur dalam hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan anggota.
5)    Demokrasi
Yang berarti bahwa perkumpulan koperasi memerlukan suatu sistem pengambilan keputusan dan pelaksanaannya yang dapat diterima.
6)    Kemerdekaan
Yang mendefinisikan koperasi sebagai tindakan yang bersifat sukarela dan mencakup penerimaan tanggungjawab keanggotaan dan kebebasan perkumpulan koperasi untuk membuat keputusannya sendiri mengelola masalahnya sendiri.
7)    Pendidikan
Sebagai suatu cara unutk menyampaikan pengertian dari semua gagasan yang melandasi tindakan koperasi, untuk mengembangkan kapasitas keanggotaan, dalam mengatasi masalah-masalah sosial dan ekonomi dengan suatu cara yang lebih efisien.
Prinsip kolektivitas dan ta’awun yang disyariatkan dalam ajaran islam dapat diwujudkan dalam bentuk organisasi koperasi. Kerja sama dalam koperasi ini dilaksanakan berdasarkan prinsip saling membutuhkan dan saling memperkuat serta berdasarkan prinsip persamaan kepentingan antara sesama anggota koperasi. Hal ini menjelaskan bahwa bangunan koperasi harus diletakkan pada pondasi kokoh, yatu kolektivitas, ta’awun dan persamaan kepentingan sesame anggota, sehingga antar anggota dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi, yakni mempromosikan ekonomi anggota atau kesejahteraan anggota. Dalam Al-Qur’an diisyaratkan bahwa mereka yang bersatu akan menang, menang dalam konteks bisnis koperasi adalah mampu mencapai sesuatu yang menjadi tujuannya, yakni mensejahterakan anggota. Sedangkan bersatu dalam konteks koperasi, adalah prinsip kolektivitas yang diwujudkan pada tingginya partisipasi dari para anggota koperasi. Firman Allah dalam Qs.Al-Qomar:44
       
Artinya : atau Apakah mereka mengatakan: "Kami adalah satu golongan yang bersatu yang pasti menang."
Sama halnya seperti kisah semut, binatang yang hidup berkelompok di dalam tanah, membuat liang dan ruang yang bertingkat-tingkat sebagai rumah dan gudang tempat menyimpan makanan musim dingin. Kisah semut tersebut adalah sebagai contoh atau ilustrasi yang mirip dengan gambaran kehidupan organisasi koperasi yaitu kekuatannya bertumpu pada kerja sama.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa menurut Undang-Undang Koperasi Nomor 12 pada tahun 1967 “Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang mengakui adanya kebutuhan tertentu yang sama di kalangan mereka, dan kebutuhan ini diusahakan pemenuhannya melalui usaha bersama yang dilaksanakan oleh koperasi. Jadi orang-orang yang bergabung dengan sukarela atas kesadaran adanya kebutuhan bersama.
Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu  bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit, atau bidang produksi, maka dalam hal ini disebut dengan koperasi berusaha tunggal (single purpose). Dan ada pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang, maka disebut koperasi serba usaha (muliti purpose), misalnya saja dalam hal pembelian dan penjualan.
Modal usaha koperasi diperoleh dari uang simpanan pokok, uang simpanan wajib, uang simpanan sukarela yang merupakan deposito, uang pinjaman (dengan bunga yang relatif rendah(1-2% /bulan), penyisihan-penyisihan hasl usaha termasuk cadangan dan sumber lain yang sah. Sedangkan pengurus yang mengelola koperasi diilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Pengurus tidak menerima gaji tetapi menerima uang kehormatan menurut keputusan rapat anggota.
Setiap organisasi memerlukan tatalaksana yang baik dan rapi agar dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuanya. Menurut Suwandi (2002:18) Ketatalaksanaan adalah seluk beluk usaha yang di jalankan oleh koperasi dalam mencapai tujuanya dengan manfaat dan segenap potensinya yang ada, yang di lakukan oleh personil yang di pekerjakan di bawah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, evaluasi dari pengurus koperasi yang bersangkutan. Koperasi dapat menjalankan ketatalaksanaan karena ia memiliki seperangkat peralatan organisasi, antara lain:
1.     Rapat Anggota
Dalam tata kehidupan koperasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan para anggota koperasi itu sendiri. Para anggota dapat berbicara, memberi usul pada pertimbangan serta menyetujui sesuatu usul atau menolaknya.
2.     Pengurus
Pengurus  Koperasi berasal dari anggota dan di pilih oleh anggota sendiri. Pengurus suatu koperasi biasanya terdiri dari satu orang ketua, sekertaris dan bendahara.
3.     Pengawas
Anggota pengawas diambil dari anggota koperasi dan tugasnya adalah mengawasi jalanya usaha koperasi. Anggota yang bertindak sebagai pengawas koperasi tersebut bertanggung jawab atas mati hidupnya koperasi yang bersangkutan.
4.    Penasehat
Penasehat perlu ada pada koperasi sesuai dengan pettunjuk yang ada untuk itu, pensehat ini bertugas memberikan bimbingan dan dorongan kepada pengurus. Dalm rapat-rapat tertentu sedapat mungkin penasehat ini di undang. Penasehat biasanya di angkat dari kalangan yang banyak mengetahui tentang seluk beluk prkoperasian.
5.    Pelaksana
Dalam menjalankan koperasi pengurus di bantu oleh para pelaksana. Pada koperasi biasanya para pelaksana di pimpin oleh seorang manager. Pelaksana usaha koperasi sebaiknya di pegang oleh anggota sendiri dan di mungkinkan orang luar akan tetap mempunyai kemampuan mengelola koperasi atas dasar persetujuan rapat anggota.
6.    Susunan Organisasi
Susunan organisasi di maksudkan untuk lebih memahami uraian tentang peralatan organisasi koperasi seperti yang telah di uraikan di atas.

b.    Macam-macam Koperasi
Macam-macam koperasi dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bidang usahanya dan yang kedua dari segi tujuannya. Dari segi usahanya, koperasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.    Koperasi yang berusaha tunggal (single purpose), yaitu koperasi yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, seperti koperasi yang hanya berusaha dalam bidang konsumsi, bidang kredit atau hanya bidang produksi saja.
b.    Koperasi serba usaha (multi purpose), yaitu koperasi yang berusaha dalam berbagai (banyak( bidang, seperti koperasi yang dilakukan pembelian dan penjualan.
Sedangkan dari segi tujuannya koperasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a.    Koperasi produksi, yaitu koperasi yang mengurus pembuatan barang-barang yang bahan-bahannya yang dihasilkan oleh anggota koperasi.
b.    Koperasi onsumsi, yaitu koperasi yang mengurus pembelian barang-barang guna memenuhi kebutuhan anggotanya.
c.    Koperasi kredit, yaitu koperasi yang memberikan pertolongan kepada anggota-anggotanya yang membutuhkan modal.
Menurut Mahmud Syaitut, koperasi adalah suatu syirkah baru yang belum dikenal oleh fuqaha’ dahulu yang membagi syirkah menjadi empat macam:
1.    Syirkah abdan, ialah syirkah (kerja sama) antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha/pekerjaan yang hasilnya dibagi antara mereka menurut perjanjian. Misalnya usaha konfeksi, bangunan, dan sebagainya. Abu Hanifah dan Malik membolehkan syirkah ini sedangkan syafi’I melarangnya.
2.    Syirkah mufawadah, ialah kerja sama antara dua orang atau lebih unntuk melakukan suatu usaha dengan modal uang atau jasa dengan syarat sama modalnya, agamanya, mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum, dan masing-masing berhak bertindak atas nama syirkah. Para imam madzhab melarang syirkah mufawadah ini, kecuali Abu Hanifah yang membolehkannya.
3.    Syirkah wujuh, ialah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu tanpa modal uang, tetapi hanya berdasarkan kepercayaan para pengusaha dengan perjanjian profit sharing (keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan bagian masing-masing). Ulama Hanafi dan Hambali membolehkannya, sedangkan ulama’ Syafi’i dan Maliki melarang, karena menurut mereka syirkah hanya boleh dengan uang atau suatu pekerjaan, sedangkan uang dan pekerjaan tidak terdapat dalam syirkah ini.
4.    Sirkah ‘Inan, ialah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam pemodalan untuk melakukan bisnis atas dasar profit dan loss sharing (membagi untung dan rugi) sesuai dengan jumlah modalnya masing-masing. Dan syirkah macam ini disepakati oleh ulama’ tentang diperbolehkannya syirkah ini.
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Qs. Ali Imron : 130)
Di antara bukti bahwa meninggalkan riba itu menyebabkan mendapatkan keberuntungan adalah kisah seorang sahabat yang bernama ‘Amr bin Uqois sebagaimana dalam hadits berikut ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنْ عَمْرَو بْنَ أُقَيْشٍ كَانَ لَهُ رِبًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَكَرِهَ أَنْ يُسْلِمَ حَتَّى يَأْخُذَهُ فَجَاءَ يَوْمُ أُحُدٍ فَقَالَ أَيْنَ بَنُو عَمِّي قَالُوا بِأُحُدٍ قَالَ أَيْنَ فُلَانٌ قَالُوا بِأُحُدٍ قَالَ فَأَيْنَ فُلَانٌ قَالُوا بِأُحُدٍ فَلَبِسَ لَأْمَتَهُ وَرَكِبَ فَرَسَهُ ثُمَّ تَوَجَّهَ قِبَلَهُمْ فَلَمَّا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ قَالُوا إِلَيْكَ عَنَّا يَا عَمْرُو قَالَ إِنِّي قَدْ آمَنْتُ فَقَاتَلَ حَتَّى جُرِحَ فَحُمِلَ إِلَى أَهْلِهِ جَرِيحًا فَجَاءَهُ سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ فَقَالَ لِأُخْتِهِ سَلِيهِ حَمِيَّةً لِقَوْمِكَ أَوْ غَضَبًا لَهُمْ أَمْ غَضَبًا لِلَّهِ فَقَالَ بَلْ غَضَبًا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ فَمَاتَ فَدَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَا صَلَّى لِلَّهِ صَلَاةً
Artinya: Dari Abu Hurairah, sesungguhnya ‘Amr bin ‘Uqoisy sering melakukan transaksi riba di masa jahiliah. Dia tidak ingin masuk Islam sehingga mengambil semua harta ribanya. Ketika perang Uhud dia bertanya-tanya, “Di manakah anak-anak pamanku?” “Di Uhud”, jawab banyak orang. “Di manakah fulan?”, tanyanya lagi. “Dia juga berada di Uhud”, banyak orang menjawab.” Di mana juga fulan berada?”, tanyanya untuk ketiga kalinya. “Dia juga di Uhud”, jawab banyak orang-orang. Akhirnya dia memakai baju besinya dan menunggang kudanya menuju arah pasukan kaum muslimin yang bergerak ke arah Uhud. Setelah dilihat kaum muslimin, mereka berkata, “Menjauhlah kamu wahai Amr!” Abu Amr mengatakan, “Sungguh aku sudah beriman.” Akhirnya beliau berperang hingga terluka lalu digotong ke tempat keluarganya dalam kondisi terluka. Saat itu datanglah Sa’ad bin Muadz, menemui saudara perempuannya lalu memintanya agar menanyai Abu Amr tentang motivasinya mengikuti perang Uhud apakah karena fanatisme kesukuan ataukah karena membela Allah dan rasul-Nya. Abu Amr mengatakan, “Bahkan karena membela Allah dan Rasul-Nya.”
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa koperasi menurut Mahmud Syaltut adalah suatu syirkah (kerja sama) baru yang ditemukan para ulama yang besar manfaatnya, yaitu member keuntungan kepada para anggota pemilik saham, membuka lapangan kerja bagi calon karyawannya, member bantuan keuanga dari sebagian hasil usahanya untuk mendirikan tempat (sarana) ibadah, sekolah dan sebagainya. Maka jelas bahwa koperasi ini tidak ada unzur kezaliman dan pemerasan, pengelolaanya demokratis dan terbuka serta membagi keuntungan dan kerugian kepada anggota sesuai peraturan-peraturan yang berlaku.
Menurut masjfuk Zuhdi bahwa koperasi yang memberikan prosentase keuntungan tetap setiap tahun kepada para anggota pemegang saham adalah bertentangan dengan prinsip ekonomi yang melakukan usahanya atas perjanjian keuntungan dan kerugian dibagi antara para anggota (profit and loss Sharing) dan besar kecilnya prosentase keuntungan dan kerugian bergantung pada kemajuan dan kemunduran koperasi.

c.     Prinsip dan Syarat Koperasi
Setiap perserikatan dari seluruh jenis dan macam perserikatan yang telah disampaikan di muka berlangsung berdasarkan prinsip umum berikut ini  :
a.    Masing-masing pihak yang berserikat berwenang melakukan tindakan hukum atas nama perserikatan dengan izin pihak lain. Segala tindakan tersebut, baik hasil maupun resiko ditanggung bersama.
b.    System pembagian keuntungan harus ditetapkan secara jelas, baik dari segi prosentase maupun periodenya.
c.    Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan merupakan keuntungan bersama. Tidak boleh sejumlah keuntungan tertentu dihasilkan salah satu pihak dipandang sebagai keuntungan.
    Persyaratan khusus sirkah al-Mudharabah :
1.    Masing-Masing pihak memenuhi persyaratan kecakapan wakalah
2.    Modal (ra’s al-mal)harus jelas jumlahnya, berupa tsaman (harga tukar) tidak berupa barang dagangan, dan harus tunai dan diserahkan seluruhnya kepada pihak pengusaha
3.    Prosentasi keuntungan dan periode pembagian keuntungan harus dinyatakan secara jelas berdasarkan kesepakatan bersama. Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan menjadi milik bersama.
4.    Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal tanpa campur tangan pihak pemodal. Sekalipun demikian pada awal transaksi pihak pemodal berhak menetapkan garis-garis besar kebijakan pengelolaan modal.
5.    Kerugian atas modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemodal. Sedangkan pihak pekerja atau pengusaha sama sekali tidak menanggungnya, melainkan ia menanggung kerugian pekerja.

d.    Hukum Pendirian Koperasi
Mengenai spektrum hukum Islam sangat luas dan di dalam penetapan hukumnya dapat melalui prosedur dan metode yang beragam. Jika hukum suatu masalah tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al Qur’an dan Sunnah, maka penetapan hukumnya dapat dilakukan melalui ijtihad, sehingga terdapat metode-metode penerapan hukum secara qiyas, ijma, istislah, istihsan dan lainnya yang biasa disebut hukum dzanni. Hal ini terjadi pula di dalam penetapan hukum berkoperasi.
Sebagian ulama menganggap koperasi (syirkah ta’awuniyah) sebagai akad mudharabah, yaitu suatu perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih, yang mana satu pihak menyediakan modal sedang pihak lain melakukan usaha atas dasar profit sharing (membagi keuntungan) menurut perjanjian.
Asnawi Hasan menemukan adanya kesesuaian dengan etika Islam dan menyatakan wajib bagi umat Islam untuk berpartisipasi dalam membina dan mengembangkan kehidupan berkoperasi dan merupakan dosa bagi mereka yang menghalang-halangi perkembangan koperasi itu.
Khalid Abdurrahman Ahmad, penulis buku al-Tafkir Al-Iqtishadi fi Al-Islam (pemikir-pemikir ekonomi islam) berpendapat bahwa haram berkoperasi bagi umat islam, ia juga mengharamkan harta yang diperoleh dari koperasi. Argumentasinya dalam mengharamkan koperasi ialah:
1.    Disebabkan karena prinsip-prinsip keorganisasian yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan syari’ah. Diantaranya yang dipersoalkan adalah persyaratan anggota yang harus terdiri dari satu jenis golongan saja yang dianggap akan membentuk kelompok-kelompok yang eksklusif.
2.    Mengenai ketentuan-ketentuan pembagian keuntungan yang dilihat dari segi pembelian atau penjualan di koperasi. Cara tersebut dianggap menyimpang dari ajaran islam, karena menurut bentuk kerjasama dalah islam hanya mengenal pembagian keuntungan atas dasar modal, atas jerih payah atau atas dasar keduanya.
3.    Didasarkan pada penilaiannya mengenai tujuan utama pembentukan koperasi dengan persyaratan anggota dari golongan ekonomi lemah yang dianggapnya hanya bermaksud untuk menentramkan mereka dan membatasi keinginannya serta untuk mempermainkan mereka dengan ucapan-ucapan atau teori-teori yang utopi (angan-angan/khayalan).
Di indonesia, pendapat hukum wajib berkoperasi bagi umat islam juga belum diterima, argumentasinya yaitu:
1.    Konsultasi mengakui ada tiga bangun usaha, jadi koperasi memang salah satu bangun usaha selain swasta dan bumn sekalipun terdapat arah koperasi dijadikan soko guru perekonomian nasional.
2.    Sumber-sumber ekonomi bagi umat islam terbentang luas. Umat islam dapat mencari nafkah diluar keterkaitannya dengan badan-badan usaha, misalnya melalui berkoperasi atau menjual jasa.
3.    Sejak semula koperasi memerlukan kesukarelaan.
4.    Secara kelembagaan koperasi masih terbatas jangkauannya sehingga belum selalu mudah bagi rakyat umunya untuk berkoperasi.
Hukum islam mengizinkan kepentingan masyarakat atau kesejahteraan bersama melalui prinsip istislah atau al-maslahah. Ini berarti bahwa ekonomi islam harus memberi prioritas pada ke sejahteraan bersama merupakan kepentingan masyarakat, dengan menyoroti fungsi koperasi diantaranya:
a.    Sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat.
b.    Sebagai alat pendemokrasian ekonomi sosial, dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong atau dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari bagian laba koperasi yang disisihkan untuk tujuan-tujuan sosial.
Dengan demikian, bahwa prinsip bahwa ishtishlah dipenuhi disini oleh koperasi. Demikian juga halnya, jika dilihat dari prinsip istihsan (metode refrensi). Menyoroti koperasi menurut metode ini paling tidak dapat dilihat pada tingkat makro maupun mikro.tingkat makro berarti mempertimbangkan koperasi sebagai system ekonomi yang lebih dekat dengan Islam disbanding kapitalisme dan sosialisme. Pada tingkat mikro berarti dengan melihat terpenuhi prinsip hubungan social secara saling menyukai yang dicerminkan pada prinsip keanggotaan terbuka dan sukarela, prinsip mementingkan pelayanan anggota dan solidaritas.
Dengan pendekatan kaidah istislah dan istihsan diatas, telah dapat diterangkan dukungan islam terhadap koperasi. Hal ini desebutkan banyak segi-segi falsafah, etis dan manajerial yang menunjukan keselarasan, kesesuaian dan kebaikan koperasi. Hasil istimbath ini tidak sampai kepada wajib sebagaimana dikemukakan olah Khalid Abdurrahman Ahmad.Hukum berkoperasi dikembalikan pada sifat koperasi sebagai praktek muamalah, dengan demikian dapat ditetapkan hukum koperasi adalah mubah yang berarti di bolehkan. Hasil istimbath ini secara metodologis telah digunakan pendekatan ijtihad, mengingat beberapa hal.
1.    Tidak dapat ditetapkan hukum koperasi dalam nash, karena ayat-ayat Al Qur’an dan hadits tidak memberikan ketentuan secara definitif (Qath’i) terhadap apa yang disebut koperasi.
2.    Tidak dapat ditetapkan hukum koperasi atas dasar qiyas (analog), mengingat nash tidak juga memberi petunjuk cara-cara umat islam bertusaha melalui bentuk-bentuk usaha yang semisal atau sejenis, yang dapat dijadikan sandaran deduktif dalam istimbath terhadap koperasi.
Jadi penggunaan metode qiyas sebagai usaha ijtihad disini tidak dapat dilakukan. Kedua pendekatan ini sama-sama bersifat deduktif. Oleh karena itu hukum koperasi harus dicari atas dasar ijtihad dengan pendekatan induktif. Hal ini dapat dipahami melalui banyaknya ayat Al-Qur’an dan hadits yang bersifat juz’iyat (parsial), baik yang bersifat filosofis, etis dan petunjuk-petunjuk praktis dalam bertingkah laku sehari-hari Yang dapat mendasari segi-segi yang luas dari koperasi. Juga terdapat tardisi pada zaman sahabat yang memberi gambaran ada kesesuaian dengan prinsip-prinsip koperasi. Secara keseluruhan, memberikan pengertian bahwa koperasi merupakan bentuk usaha yang islamis. Induksi ini juga direkomendir oleh pertimbangan-pertimbangan atas dasar metode penetapan hukum al-Maslahah atau istislah dan istihsan, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Didalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Ahmad dari Anas Bin Malik r.a berkata bahwa Rasullullah SAW bersabda yang Artinya : Tolonglah saudaramu yang menganiaya dan yang aniaya dan yang dianiaya, sahabat bertanya: Ya Rasulullah aku dapat menolong orang yang dianiaya, tapi bagaimana menolong yang menganiaya? Rasul menjawab: Kamu tahan dan mencegahnya dari menganiaya itulah arti menolong daripadanya”.
Hadits tersebut dapat dipahami lebih luas, yaitu umat islam dianjurkan untuk menolong orang-orang yang ekonominnya lemah (miskin) dengan cara berkoperasi dan menolong orang-orang kaya jangan sampai menghisap darah orang-orang miskin, seperti dengan cara memainkan harga, menimbun barang, membungakan uang dan cara yang lainnya.
Menurut Fuad Mohd fachrudddin bahwa perjanjian perseroan koperasi yang dibentuk atas dasar kerelaan adalah sah, mendirikan koperasi dibolehkan menurut agama islam tanpa ada keragu-raguan apa pun mengenai halnya, selama koperasi tidak melakukan riba atau penghasilan haram.
Tolong menolong adalah perbuatan terpuji menurut agama Islam, slah satu bentuk tolong menolong adalah mendirikan koperasi, maka mendirikan dan menjadi anggota koperasi adalah merupakan salah satu perbuatan terpuji menurut agama Islam.
Dari keterangan diatas, disimpulkan bahwa penetapan hukum koperasi sebagai hal yang mubah, pada khusunya melihat koperasi sebagai praktek muamalah, yang mengatur hubungan-hubungan kemasyarakatan, adalah mubah atau dibolehkan selain hal-hal yang secara tegas dilarang oleh agama. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-maidah ayat 2:
           
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.
Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas dapat dipahami bahwa menolong dalam kebajikan dan dalam ketakwaan dianjurkan oleh Allah. Koperasi merupakan salah satu bentuk tolong menolong, kerjasama dan saling menutupi kebutuhan. Dan itu adalah salah satu wasilah untuk mencapai ketakwaan yang sempurna (haqa tuqatih).
Menurut Mahmud Syaltut, koperasi di Mesir itu modal usahanya dari sejumlah anggota pemegang saham dan usaha koperasi itu dikelola oleh pengurus dan karyawan yang dibayar oleh koperasi menurut kedudukan dan fungsinya masing-masing.
Berdasarkan laporan Statistik Perkembangan Koperasi tahun 2009 yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi tampak bahwa perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan. Dimana secara kelembagaan Koperasi dalam periode 2007 – 2008 mengalami perkembangan yang signifikan dengan laju perkembangan sebanyak 5.171 unit atau tumbuh 3,45%, selain itu jumlah Koperasi yang aktif juga mengalami peningkatan sebanyak 3.931 unit atau 3,74%. Hal ini menunjukan bahwa keberadaan Koperasi sebagai sebuah wadah yang mampu memberikan manfaat bagi setiap orang yang bergabung didalamnya menjadi sebuah alternative pilihan untuk mencapai suatu keadaan yang lebih baik .
Perkembangan yang cukup menggembirakan inipun harus diikuti dengan pengembangan bagi pelaku-pelaku koperasi itu sendiri. Mengingat pertumbuhan kelembagaan yang tinggi tanpa diikuti dengan kompetensi dari para pelaku koperasi memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap perkembangan koperasi itu sendiri dimasa yang akan dating.
Adapun yang dimaksud resiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun demikian resiko juga harus dipandang sebagai peluang, yang dipandang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Jadi kata kuncinya adalah tujuan dan dampak pada sisi yang berlawanan.
Dengan kata lain resiko adalah probabiltas bahwa “Baik” atau “Buruk” yang mungkin terjadi yang akan berdampak terhadap tujuan yang ingin kita capai. Untuk itu resiko perlu kita kelola dengan baik melalui proses yang logis dan sitematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta memonitor dan pelaporan resiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses atau yang biasa kita kenal dengan manajemen resiko. Jika hal ini dikaitkan dengan perkembangan koperasi yang cukup menggembirakan koperasi senantiasa atau sering kali terganjal oleh sejumlah masalah klasik, misalnya saja:
1.    Lemahnya partisipasi anggota
2.    Kurangnya permodalan
3.    Pemanfaatan pelayanan
4.    Lemahnya pengambilan keputusan
5.    Lemahnya Pengawasan
6.    Manajemen Resiko
Sehingga dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa koperasi menurut Ahmad Syaltut adalah suatu syirkah baru yang ditemukan para ulama yang mempunyai manfaat diantaranya:
a)    Memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham.
b)    Membuka lapangan kerja bagi calon karyawannya.
c)    Memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usahanya untuk mendirikan tempat (sarana) ibadah, sekolah dan lain sebagainya.
d)    Memberikan kebutuhan anggotanya dengan harga yang relatif murah.
e)    Memberikan keuntungan bagi anggotanya melalui Sisa Hasil Usaha (SHU)
f)    Mengembangkan usaha anggota koperasi.
g)    Meniadakan praktik rentenir.
Mengingat manfaatnya, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam koperasi tidak ada unsur kedhaliman dan pemerasan, pengelolanya demokratis dan terbuka serta membagi keuntungan dan kerugian kepada anggota sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
e.     Syarat-syarat Pendirian Koperasi Dan Bentuk Kerjasama Dalam Koperasi
a)    Syarat Pendirian Koperasi
Koperasi dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, maka koperasi merupakan salah satu bentuk kerjasama dalam usaha, yang dapat didirikan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1)    Dilakukan dengan notaris
2)    Disahkan oleh pemerintah
3)    Didaftarkan di pengadilan Negeri
4)    Diumumkan dalam berita Negara selama belum dilakukan pengumuman dan pendaftaran itu, pengurus koperasi bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan atas nama koperasi itu. Pimpinan koperasi adalah wakil koperasi didalam dan diluar pengadilan.
b.    Bentuk Kerjasama dalam Koperasi
Prinsip dasar yang dikembangkan dalam koperasi adalah prinsip kemitraan dan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait untuk kemajuan bersama. Prinsip inidapat ditemukan dalam ajaran Islam tentang ta’awun (gotong royong) dan ukhuwwah (persaudaraan).
Dalam hal ini koperasi merupakan bentuk kerja sama antar pemilik modal untuk mendirikan usaha bersama yang lebih besar, atau kerjasama antar pemilik modal yang tidak mempunyai keahlian menjalankan usaha dengan pihak penguasa yang tidak mempunyai modal atau yang memerlukan modal tambahan. Adapun kerjasama dalam koperasi diantaranya:
1)    Untuk menyelenggarakan koperasi diperlukan modal, misalnya untuk membeli barang-barang konsumsi yang akan dijual, perlengkapan warung koperasi, ongkos angkutan barang dan lain sebagainya. Menurut aturan koperasi modal harus diusahakan sendiri oleh seluruh anggotanya, artinya semua anggota tersebut dikenakan iuran wajib yang sama, dan cara pemungutannya melalui kesepakatan bersama.
2)    Bentuk kerjasama antara pemilik modal dan seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong. Sebab ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam menjalankan roda perusahaan. Ada juga orang yang mempunyai modal dan keahlian, tetapi tidak mempunyai waktu, sebaliknya ada orang yang mempunyai banyak waktu tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, apabila ada kerjasama dalam menggerakan roda perekonomian, maka kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan modal dan skill (kemampuan) dipadukan menjadi satu. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pihak pemilik modal.
Sistem bagi keuntungan atau bagi hasil dalam syirkah yang sesungguhnya merupakan sebuah system ekonomi alternative, sejak awal dibangun atas dasar kemitraan dan kerjasama. Namun jika tidak didukung manajemen yang transparan memungkinkan praktek manipulasi keuntungan. Sihingga pemodal sebagai mitra usha cendrung akan dirugikan. Manipulasi seperti ini juga dapat dipandang sebagai eklpoitasi.
Jadi, selain materi, akad syirkah yakni modal dan pembagian keuntungan, sebagaimana terdapat dalam fikih harus dinyatakan secara jelas dan adil, yang lebih penting lagi adalah sistim pengelolaan usaha menjamin hak-hak pemilik modal.

2.    Perseroan
a.    Definisi
Persero adalah salah satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Berbeda dengan Perum atau Perjan, tujuan didirikannya Persero yang pertama adalah mencari keuntungan dan yang kedua memberi pelayanan kepada umum. Modal pendiriannya berasal sebagian atau seluruhnya dari kekayaan negara yang dipisahkan berupa saham-saham. Persero dipimpin oleh direksi. Sedangkan pegawainya berstatus sebagai pegawai swasta. Badan usaha ditulis PT (Persero). Perusahaan ini tidak memperoleh fasilitas negara.
Perkembangan pengaturan Persero tidak dapat dilepaskan dari perkembangan pengaturan Perusahaan Negara, sebab pengaturan-pengaturan Persero pada awalnya menyatu dengan pengaturan-pengaturan tentang Perusahaan Negara. Perkembangan Perusahaan Negara lekat dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda berdasar PP No. 23 Tahun 1958 LN. No. 39 – 1958 tentang Penguasaan Perusahaan-Perusahaan Belanda oleh Pemerintah Indonesia.
Sebelum PP No. 23 Tahun 1958, pengambilalihan perusahaan-perusahaan milik Belanda didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam “Regeling op den Staat van Oorlog en Beleg” (Stbl 1939 No. 582) atau SOB yang diubah dengan UU No. 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya (LN. Tahun 1957 No. 60; TLN No. 1485). Melalui pengaturan ini seluruh perusahaan swasta Belanda beralih menjadi milik pemerintah RI. Perusahaan-perusahaan hasil pengambilalihan dan nasionalisasi, sebagian merupakan cikal bakal badan usaha negara saat ini.
Tujuan Perusahaan Negara adalah sebagai sumber pengembangan ekonomi sekaligus sebagai public services. Bidang  public services ini semula adalah bidang-bidang usaha yang ditangani oleh perusahaan-perusahaan yang diatur Indonesische Comptabiliteitswet (ICW), yang merupakan badan-badan pemerintah.
Pada tahapan selanjutnya, sejarah perkembangan Persero dimulai dengan Inpres No. 17 Tahun 1967 yang mengatur mengenai reorganisasi bentuk Perusahaan Negara menjadi tiga yaitu: Perjan (Departmental Agency); Perum (Public Corporation); dan Perusahaan Perseroan ((Public/State Company). Ciri-ciri ketiga badan usaha negara tersebut dimuat dalam Lampiran Inpres.
Untuk lebih memberikan dasar hukum yang lebih kuat pada ketiga badan usaha ini diterbitkan UU Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Isi undang-undang ini sama dengan Inpres. Tentang Persero pada Pasal 2 (3) UU Bentuk-Bentuk Usaha Negara, ditentukan sama bahwa: “Persero adalah perusahaan dalam bentuk PT, seperti diatur menurut ketentuan-ketentuan Wetboek van Koophandel atau KUHD (Stb. 1847 No. 23), baik saham-sahamnya untuk sebagian maupun seluruhnya dimiliki oleh Negara”
Bentuk Persero merupakan varian baru yang memberikan arah baru. Melalui bentuk Persero, negara mengundang keterlibatan swasta dengan cara menyeimbangkan peran-perannya. Adopsi karakter PT untuk Persero membuka peluang untuk bermitra dengan swasta dan atau joint venture. Arah baru dan efisiensi juga ditunjukkan oleh banyaknya Perusahaan Negara berdasar UU Perusahaan Negara dengan syarat tertentu dikonversi menjadi Persero.  Bahkan dalam rangka pengkonversian ke bentuk Persero, diterbitkan PP No. 12 Tahun 1969 yang khusus mengatur tentang Persero dan dibentuk Tim Penilaian Pengalihan bentuk Perusahaan Negara menjadi Persero melalui Keppres No. 64 tahun 1969.
Pada tahun 1983 krisis harga minyak terjadi, income dari Pertamina berkurang, sementara keuntungan dari Persero belum dapat menggantikan Pertamina. Untuk itu diterbitkan PP No 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan Dan Pengawasan Perjan, Perum Dan Persero jo. PP No. 28 Tahun 1983 dengan tujuan peningkatan kinerja dengan mekanisme korporasi.
Struktur hukum dan permodalan Persero sedikit demi sedikit diubah agar tidak membebani anggaran Negara. Melalui PP No. 55 Tahun 1990 tentang Persero Yang Menjual Sahamnya Kepada Masyarakat Melalui Pasar Modal jo. PP Nomor 59 Tahun 1996, khusus bagi Persero go public tidak berlaku beberapa ketentuan yang dirasa mengikat Persero. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah:
1.    PP No. 3 Tahun 1983 jo. PP No. 28 Tahun 1983 terkait Pembinaan dan Pengawasan;
2.    Keppres No. 59 Tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit Luar Negeri.
3.    Keppres No. 29 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan APBN.
4.    Inpres No. 9 Tahun 1970 tentang Penjualan Dan Pemindahtanganan Barang-barang Yang Dimiliki/Dikuasai Negara.
5.    Inpres No. 8 Tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri.
6.    Inpres No. 1 Tahun 1988 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa.
PP No 12 Tahun 1998 dapat dikatakan telah merubah struktur hukum dan sistem pembinaan Persero yang sampai saat ini masih dipakai, antara lain tentang:
a)    Kedudukan Menteri Keuangan yang mewakili Pemerintah selaku pemegang saham Negara.
b)    Perubahan definisi Persero sebagai BUMN yang dibentuk berdasarkan UU Benuk-Bentuk Usaha Negara yang berbentuk PT sebagaimana dimaksud UU PT Tahun 1995 yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki Negara melalui penyertaan modal secara langsung.
c)    Diaturnya varian baru Persero Terbuka, yaitu Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum, sesuai peraturan di bidang pasar modal.
d)    Sebagai penyesuaian dengan UU PT Tahun 1995, maka diatur bahwa, terhadap Persero berlaku prinsip-prinsip PT yang diatur UU PT Tahun 1995.
e)    Mulai dikenalkannya tentang Dirjen Pembinaan BUMN sebagai kuasa substitusi Menteri Keuangan untuk mewakilinya dalam RUPS.
f)    Mulai ditetapkannya pegawai Persero sebagai pekerja Persero yang pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
PP No. 12 Tahun 1998 juga dapat dikatakan sebagai cikal bakal reformasi Persero. PP ini juga merupakan dasar hukum bagi Persero untuk melakukan efisiensi dengan cara go public sampai dengan jumlah 49%.  Perubahan terhadap PP No. 12 Tahun 1998 dilakukan dengan PP No. 41 Tahun 2001 yang memberikan keleluasaan penuh pada  RUPS terkait pemberhentian Direksi dan atau Komisaris sebelum selesai masa tugas. Perubahan lain melalui PP No. 64 Tahun 2001, Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan selaku RUPS/Pemegang Saham dialihkan kepada Menteri Negara BUMN.







C.    Skematika











   










D.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerjasama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan. Bentuk kerjasama dalam koperasi diantaranya adalah untuk menyelenggarakan koperasi diperlukan modal dan Bentuk kerjasama antara pemilik modal dan seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong.
Macam-macam koperasi dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bidang usahanya dan yang kedua dari segi tujuannya. Adapun syarat-syarat berdirinya koperasi adalah dilakukan dengan notaris, disahkan oleh pemerintah, didaftarkan di pengadilan Negeri dan diumumkan dalam berita negara.
Penetapan hukum koperasi sebagai hal yang mubah, pada khusunya melihat koperasi sebagai praktek muamalah, yang mengatur hubungan-hubungan kemasyarakatan, adalah mubah atau dibolehkan selain hal-hal yang secara tegas dilarang oleh agama.
Menurut Ahmad Syaltut adalah suatu syirkah mempunyai manfaat diantaranya: Memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham, Membuka lapangan kerja bagi calon karyawannya, Memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usahanya untuk mendirikan tempat (sarana) ibadah, sekolah dan lain sebagainya.














DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji. 1999. Dinamika Koperasi. Jakarta: Rineka Cipta
Bashith, Abdul. 2008. Islam dan Manajemen Koperasi, Malang: UIN-Malang Press
Hasan, Asnawi, 1987. Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), Jakarta : UI Press
Sabiq, Sayyid, 1981. Fiqh Sunnah, Volume III, Libanon : Dar al Fikr
Zuhdi, Masjfuk. 1994. Masail Diniyah Ijtima’iyah, Jakarta: CV Haji Masagung
Zuhdi,Masjfuk, 1997. Masail Diniyah Ijtima’iyah Jakarta: PT Toko Gunung Agung.
Abdurrahman, Yahya. 2001.  Koperasi dalam Pandangan Syariah, Jakarta: Al-azhar Pres
Hasan, M. Ali. 2004 . Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Suhendi., Hendi, 2001 Fiqh Muamalah, Jakarta PT.RajaGrafindo Persada

No comments:

Post a Comment