Sunday, April 21, 2013

RUANG LINGKUP, DASAR HUKUM SERTA KEWAJIBAN BERDAKWAH BAGI UMAT ISLAM


Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Dakwah  Dosen pembimbing: Dr. H. Masduki, MA
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dakwah adalah bagian penting dalam islam, sehingga sering dikatakan bahwa islam adalah agama dakwah. Melalui dakwah itulah ajaran islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Melalui dakwah pula, ajaran islam diamalkan para pemeluknya sehingga tercemin dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat . Itulah kenapa, di dalam literatur al-Qur’an sendiri banyak dalil-dalil yang berbicara dan mengatur tentang apa dan bagaimana berdakwah. Keberhasilan dakwah akan sangat bergantung kepada bagaimana da’i tersebut berdakwah. Tidak hanya penguasaan materi yang mumpuni, kemampuan dai dalam mengenal dan memahami ilmu dakwah pun sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri. Salah satu anasir ilmu dakwah tersebut ialah membahas Ruang Lingkup dan Sasaran-nya.
Dalam al-Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Jadi dari pengertian-pengertian dakwah, dapat didefinisikan dakwah Islam sebagai kegiatan mengajak, mendorong, dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meneliti jalan Allah dan istiqomah di jalan-Nya serta berjuang bersama meninggikan Agama Allah. Kata mengajak, mendorong, dan memotivasi adalah kegiatan dakwah yang berada dalam ruang lingkup tabligh. Kata bashirah untuk menunjukkan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat meniti jalan Allah untuk menunjukkan tujuan dakwah, yaitu mardhotillah. Kalimat Istiqomah di jalan-Nya untuk menunjukkan dakwah berkesinambungan. Sedangkan kalimat berjuang bersama meninggikan agama Allah. Untuk menunujukkan bahwa dakwah bukan hanya untuk menciptakan kesalehan pribadi, tetapi juga harus menciptakan kesalehan sosial. Untuk mewujudkan masyarakat yang saleh tidak bisa dilakukan dengan sendiri-sendiri tetapi dilakukan dengan bersama-sama.
Kondisi umat Islam pada saat ini, memang jauh berbeda dengan kondisi mereka pada masa Rasulullah dan para Shahabat. Saat ini, umat Islam tengah mengalami cobaan yang cukup berat, yakni berada  pada kondisi yang sangat rendah, yang belum pernah terjadi pada masa sebelumnya.  Kemunduran umat menimpa hampir seluruh aspek kehidupan; mulai dari aspek yang besar seperti politik, pemerintahan, ekonomi, peradaban, pertahanan-keamanan, sampai pada aspek kecil/pribadi seperti akhlak, ibadah praktis, peraturan kekeluargaan, waris, dan tata cara pergaulan di masyarakat. Dalam perkembangan terakhir, ternyata kemunduran itupun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana ruang lingkup dakwah bagi umat Islam?
2.      Bagaimana dasar hukum dan kewajiban dakwah dalam Islam?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui ruang lingkup dakwah bagi umat Islam.
2.    Untuk mengetahui dasar hukum dan kewajiban dakwah dalam Islam.














BAB II
PEMBAHASAN

A.  Ruang Lingkup Dakwah
A. 1 Al-Qur’an
Ruang lingkup Dakwah Islam terdiri dari atas beberapa pokok persoalan sebagai matan (pokok utama) kajian dakwah islam . Ini adalah sebagai jawaban atas pertanyaan ontolgis, epistemologis, dan aksiologis mengenai dakwah islam dan itu semua merupakan pondasi dakwah sebagai disiplin ilmu yang mandiri . Matan-matan tersebut, ialah sebagai berikut:
1.      Al-qur’an sebagai Kitab Dakwah
Al-qur’an merupakan kitab dakwah dari allah kepada nabi Muhammad SAW dan umat manusia. Serta dakwah itu sendiri dijelaskan secara langsung didalam alqur’an yang merupakan sumber utama tentang hal tersebut. Term-term utama dakwah disebutkan Allah SWT dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
1 Mengembangkan 112 Bentuk
2 Sebagai pembawa informasi ilahi 15445 Bentuk
3 Penyampai pesan ilahi 52354 Bentuk
4 seruan 20870 Bentuk
5 Penyebaran 7732 Bentuk
6 Bimbingan 199 Bentuk
7 Mengurus 83 Bentuk
Dan term-term yang lain. Dari segi bentuknya, dakwah terdiri dari:
1. Irsyad (Internalisasi dan bimbingan)
2. Tabhligh (Transmisi dan penyebarluasan)
3. tadbir (rekayasa sumbr daya manusia)
4. tathwir (pengembangan kehidupan muslim)

A.2. Hadits
Informasi Sunnah dan Sirah Hadis merupakan bayan (penjelasan) utama atas al-Qur’an yang merupakan kitab dakwah dan sekaligus mengaktualisasikan uswah hasanah dalam pelaksanaan dakwah islam. Menurut literatur sejarah, nabi Muhammad merupakan dai pertama dan utama bagi islam yang melanjutkan nabi dan rasul sebelumnya, telah berdakwah dengan sukses. Kini dakwah nabi itu menjadi sejarah dakwah yang menjadi sumber kedua dalam membangun teori dakwah islam. Oleh karena itu, informasi dakwah dari Rasullallah tersebut, tidak hanya terbatas pada Qauli, Fi’ili, atau taqriri saja, sebagaimana yang menjadi jabarab hadits, melainkan lebih luas dari itu, meliputi sunnah dan sirah.
Dalam segi konteksnya, Dakwah nabi dibagi menjadi sbb:
1. wiqayah nafsiyah (Internalisasi pesan dakwah dalam kehidupan pribadi).
2. fadiyah (Penyampaian pesan melalui individu lain secar perorangan).
3. fiah (kepada kelompok kecil dan bersar)
4. hizbiyah (kepada kelompok terorganisir)
5. Ummah (secara masal dan terbuka)
6. qaba’iliyah-syu’ubuiyah (berbagai suku dan bangsa)

A.3. Dakwah Islam setelah nabi
Dakwah islam setelah nabi melintasi zaman khulafaurrasyidin, bani umayah, bani abbas, dinasti-dinasti klasik, pra-modern, modern dan pasca modern. Sekarang ini dakwah islam merupakan bagian yang bisa dikaji secara alamiah, yang dalam perkembangannya telah melibatkan unsure-unsur dalam pembangunan metode dan media produk sains dan tekhnologi, baik media cetak maupun media elektronik, disamping media tradisional, yang akan berguna dalam meraspon berbagai problematika dakwah.

A.4. Dakwah Islam: Wujud Realitas
Dakwah tampak dalam wujud realitas. Ia teramati, terpahami, dan terasakan dalam sejarah, gagasan ulama yang tertuang dalam referensi dan perilaku keislaman berupa internalisasi, transmisi, transformasi, dan difusi pesan ilahiyah yang merupakan paket ibadah kepada Allah SWT, yang melibatkan unsur-unsur dakwah, sbb:
1. Da’i (Subjek atau pelaku dakwah)
2. Mawdhu (Pesan Ilahiyah)
3. Uslub (Metode)
4. Washilah (Media)
5. Mad’u (Objek Dakwah)

A.5. Konseptualisasi
Berdasarkan definisi definisi dakwah, diantaranya menurut DR. Wardi Bachtiar, akan membuka jalan kearah konseptualisasi dan teoritisasi dakwah. Secara definitive, teori antara lain disebutkan bahwa: Pernyataan-prernyataan secar generalisasi, hokum, aturan atau proposisi-prposisi mengenai relitas. Sehingga ilmu dakwah bisa diartikan ilmu yang mengkaji proses dakwah secar sistematis, logis, empiris filosofis dan theologis. Sehingga, tujuan dari Ilmu Dakwah sendiri adalah berupaya menemukan kejelasan empiris rasional dan teolagis ideal tetangf proses dakwah sebagai fenomena keilmuan.
Upaya konseptualisasi yaitu abstraksi dalam bentuk statmen dan proposisi mengenai ushul sebagaimana dikemukakan di atas, yaitu hakikat dakwah islam dalam symbol bahas menjadi teori dakwah. Teori dakwah inilah yang kemudian menjadi substansi ilmu dakwah, sebab isi suatu ilmu itu adalah teori tentang objek kaiannya, dan teori berfungsi sebagai eksplanasi, [rediksi, dan evaluasi.

A.6. Teori Dakwah
Teori, sebagimana dimaksud ushul atau pokok di atas dibangun malalui epistemology, yaitu metode perolehan penetahuan yang berakar pada aspek gfilosofinya. Akar metodologi dakwah islam ini adalah al-nadzariyah al-syumuliyah al-quraniyah (Pemikiran holistic berdasarkan petunjuk al-qur’an) yang kemudian disebut NSQ
Model kerja NSQ ini dapat disumuskan sebagai “proses konseptualisasi realitas dakwah melalui penggunaan ketajaman potensi indera, akal, dan kalbu dalam menegakan hak dan keadilan. Dari proses ini melahirkan sejumlah proposisi ilmiah dakwah yang mewujud dalam disiplin ilmu dakwah.

A.7. Struktur Keilmuan Dakwah
Struktur keilmua dakwah akan berkaitan dengan pemberian kerangka sumber, filosofis, teoritis, dan teknis mengenai unsur-unsur dakwah, komteks dakwah, dan interaksi antara unsure-unsur yang melahirkan prblema dakwah sebagi kajian macam-macam ilmu tersebut, menjadi salah satu isi penjelasan epistemology kurikulum kependidikan dakwah sebagi bagian dari proses dakwah. Keilmuan dakwah dapat terdiri dari ilmu sumber, ilmu dasar teoritik, ilmu tekhnik dan ilmu Bantu.

A.8 prinsip dan metode serta faedah (hikmah) dalam berdakwah.
 Di antara faedah tersebut adalah:
Pertama, seorang da’i yang hendak berdakwah, hendaknya dia memulai dakwahnya dengan mengajarkan tauhid kepada umat. Ini dengan tegas dinyatakan oleh Nabi  dalam sabdanya (yang artinya): “Maka jadikanlah yang pertama kali engkau dakwahkan kepada mereka adalah Syahadat La Ilaha Illallah, dalam riwayat lain: menauhidkan Allah. Mungkin sebagian pembaca akan bertanya-tanya, ‘Bukankah hadits ini berbicara tentang dakwah kepada Ahli Kitab? Mereka adalah orang-orang kafir, tentunya mereka harus diajari syahadat L Ilha Illallh. Sedangkan umat Islam tidak perlu untuk diajari lagi syahadat karena mereka sudah mengerti dan bahkan senantiasa mengucapkan syahadat tersebut dalam setiap dzikir dan wirid-wirid mereka.”
Faedah kedua, didahulukannya perkara tauhid sebelum perkara-perkara yang lain (dalam berdakwah) karena tauhid merupakan perkara pokok dan mendasar dalam agama ini. Tidaklah sah suatu amalan ibadah, shalat, zakat, puasa, dan yang lainnya jika pelakunya belum memurnikan tauhidnya dan mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah I. Allah I berfirman (yang artinya): “Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ibadah tersebut kepada-Nya…” (Al Bayyinah: 5)

Faedah ketiga, seorang da’i harus mengetahui keadaan mad’u (yang didakwahi) dan metode yang tepat dalam berdakwah. Karena ucapan Rasulullah ra kepada Mu’adz t:“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan Ahli Kitab.”merupakan pembekalan untuk Mu’adz t tentang keadaan mad’u yang akan dihadapinya, bahwa mereka dari kalangan Ahli Kitab. Sehingga dapat ditempuh metode dakwah yang tepat sesuai dengan kondisi mad’u-nya.
Sebagimana umat manusia ini beraneka-ragam, berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, tentunya berbeda-beda pula dalam tabi’at, watak dan pola pikir. Oleh karenanya, dibutuhkan sikap hikmah (bijak) dari seorang da’i. Tidak semua mad’u didakwahi dengan metode yang sama. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah Idalam firman-Nya (yang artinya): “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah, mau’izhah hasanah, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (An Nahl: 125) ‘Ali bin Abi Thailb t berkata: “Ajaklah bicara manusia itu sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, apakah kamu suka akan didustakannya Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al Bukhari no. 127)

Faedah keempat, perkara berikutnya yang hendaknya diajarkan kepada umat adalah kewajiban shalat lima waktu. Ini menunjukkan bahwa shalat merupakan perkara penting kedua setelah tauhid. Jika diibaratkan Islam ini sebuah bangunan, maka pondasinya adalah tauhid dan tiangnya adalah shalat sebagaimana sabda Rasulullah ra: “Pokok dari perkara agama ini adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan atap (puncaknya) adalah jihad fi sabililah.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Bahkan shalat juga menjadi tolok ukur baik dan tidaknya amalan selainnya. Rasulullah ra bersabda: “Sesungguhnya perkara pertama yang dihisab dari amalan seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya, jika (shalatnya) baik, maka sungguh dia telah beruntung dan mendapatkan keberhasilan, jika (shalatnya) jelek maka sungguh dia celaka dan rugi.” (HR. At Tirmidzi)

Faedah kelima, penyebutan shadaqah pada hadits tersebut yang dimaksud adalah zakat. Oleh karena itulah zakat merupakan perkara penting berikutnya yang hendaknya ditekankan seorang da’i ketika berdakwah kepada umat.
Faedah keenam, peringatan dari perbuatan zhalim, karena do’a orang yang terzhalimi mustajab.

B.  Dasar Hukum Dakwah
Keberadaan dakwah sangat urgen dalam islam. Antara dakwah dan islam tidak dapat dipisahkan yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana diketahui, dakwah merupakan suatu usaha untuk mengajak, menyeru dan mempengaruhi manusia agar selal berpegang pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Usaha mengajak dan mempengaruhi manusia agar pindah dari situasi ke situasi yang lain, yaitu dari situasi yang jauh dari ajaran Allah menuju situasi yang sesuai dengan petunjuk dan ajaran-Nya.
Firmana Allah :
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ

Arinya:  Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Kata ud’u yang diterjemahkan dengan seruan dan ajaran adalah fi’il amr yang menurut kaidah ushul fiqh setiap fi’il amr adalah perintah dan setiap perintah adalah wajib dan harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu kepada sunah atau hukum lain. Jadi, melaksanakan dakwah hukumnya wajib karena tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu, dan hal ini disepakati oleh para ulama. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat para ulama tentang status kewajiban itu apakah fardhu ain atau fardhu kifayah. [1]

C.  Kewajiban Dakwah Bagi Umat Islam
Mengenai kewajiban menyampaikan dakwah kepada masyarakat penerima dakwah, para ulama berbeda pendapat mengenai status hukumnya..
Pendapat pertama, menyatakan bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu ain maksudnya setiap orang islam yang sudah dewasa, kaya-miskin, pandai-bodoh, semuanya tanpa kecuali wajib melaksanakan dakwah.[2]
Pendapat kedua, mengatakan bahwa berdakwah itu hukumnya tidak fardhu ain melainkan fardhu kifayah. Artinya, apabila dakwah sudah disampaikan oleh sekelompok atau sebagian orang maka gugurlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh kaum muslimin, sebab sudah ada yang melaksanakan walaupun oleh sebagian orang.
Perdebatan di kalangan ulama tentang kewajiban dakwah Islam bertitik tolak dari perbedaan interpretasi terhadap ayat Al-Quran surat Ali Imran ayat 104, yaitu:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ 
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,  merekalah orang-orang yang beruntung.

Berdasarkan ayat diatas, menurut Ibn Katsir, ada dua pendapat yang berbeda. Sebagian menytakan kewajiban kelompok (kifayah) dan sebagian lain menyatakan kewajiban individual (‘ain).[3] Perbedaan muncul dari penafsiran terhadap kata min (من). Golongan pertama banyak diikuti oleh ulama menyatakan bahwa kata min dalam ayat tersebut berarti littab’idh (للتبعيض), artinya sebagian. Jadi, dakwah merupakan kewajiban yang bersifat kolektif (kolektif). Alasannya karena kegiatan dakwah memerlukan ilu dan tidak setiap individu mampu melaksanakannya. Pendapat ini diperkuat dengan ayat al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122:
 $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Golongan kedua menafsirkan kata min berarti lilbayan (للبيان), yakni sebagai penjelas. Dengan demikian, dakwah menjadi kewajiban setiap individu (‘ain). Hal ini diperkuat al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Tugas dakwah pada asalnya adalah tugas yang dibebankan kepada Rosul oleh Allah SWT dan da’i yang pertama adalah Rosululloh SAW. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Dr. Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya Ushul Ad-Dakwah, antara lain: “Da’i yang pertama mengajak kepada jalan Allah sejak agama Islam diturunkan ialah Rosululloh SAW. Dan umat Islam termasuk para pimpinannya adalah pembantu Rosululloh dalam melaksanakan tugas dakwahnya.”  
                                      
Dalam Al-Quran Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# !$¯RÎ) y7»oYù=yör& #YÎg»x© #ZŽÅe³t6ãBur #\ƒÉtRur ÇÍÎÈ $·ŠÏã#yŠur n<Î) «!$# ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ %[`#uŽÅ ur #ZŽÏYB ÇÍÏÈ
Artinya: Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, (45) Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (46)
Selain ayat tersebut masih banyak lagi ayat-ayat di dalam Al-Quran yang memerintahkan Rasululloh untuk melaksanakan tugas dakwah.
Ayat Al-Quran yang memerintahkan Rasululloh untuk berdakwah adalah mencakup perintah yang ditujukan kepada umat Islam seluruhnya.
Hal ini mengandung ari bahwa beban berdakwah itu bukan hanya kepada Rasulullah saja tetapi juga kepada umat Islam tanpa kecuali.
Dalam hal ini Rasululloh sendiri sebagai pembawa risalah dan hamba Allah yang ditunjuk sebagai utusan allah telah bersabda kepada umatnya untuk berusaha dalam menegakkan dakwah.
Sabda Rasulullah:
من رأى منكم منكارا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانهفإن لم يستطع فبقلبه ودلك أضعف الإيمان
Artinya: Barang siapa di antara kamu malihat kemunkaran maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak kuasa maka dengan lisannya,jika tidak kuasa dengan lisannya maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)
Hadits diatas menunjukkan perintah kepada umat manusia Islam untuk mengadakan dakwah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Apabila seseorang muslim mempunyai sesuatu kekuasaan tertentu maka ia dengan kekuasaannya itu ia diperintahkan untuk mengadakan dakwah. Jika ia hanya mampu dengan lisannya maka ia dengan lisan itu ia diperintahkan untuk mengadakan seruan dakwah, bahkan sampai diperintahkan untuk berdakwah dengan hati, seandainya dengan lisan pun ternyata ia tidak mampu.
Firman Allah SWT:
y7¨RÎ) Ÿw ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& šúïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Oleh sebab itu, tercapainya tujuan akhir dakwah tidak dibebankan kepada da’i secara mutlak. Akan tetapi, karena adanya faktor petunjuk Allah.



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Ruang lingkup Dakwah Islam terdiri dari atas beberapa pokok persoalan sebagai matan (pokok utama) kajian dakwah islam . Ini adalah sebagai jawaban atas pertanyaan ontolgis, epistemologis, dan aksiologis mengenai dakwah islam dan itu semua merupakan pondasi dakwah sebagai disiplin ilmu yang mandiri . Teori, sebagimana dimaksud ushul atau pokok di atas dibangun malalui epistemology, yaitu metode perolehan penetahuan yang berakar pada aspek gfilosofinya. Akar metodologi dakwah islam ini adalah al-nadzariyah al-syumuliyah al-quraniyah (Pemikiran holistic berdasarkan petunjuk al-qur’an) yang kemudian disebut NSQ.
Dasar hukum dakwah terdapat dalam firman Allah sebagi berikut:

äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ

Arinya:  Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Mengenai kewajiban menyampaikan dakwah kepada masyarakat penerima dakwah, para ulama berbeda pendapat mengenai status hukumnya..




[1] Drs. Samsul Munir Amir. Ilmu Dakwah. hlm.50-51
[2] Drs. H.  Aminuddin Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah,  Diktat Kuliah, Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 1992, hlm. 34
[3] Abu Fida Ismail Ibn Katsir al-Dimasyqy, Tafsir al-Quran al-‘Azhi, Juz I, Beirut: Dar Ihya al-Araby, 196, hlm. 30

No comments:

Post a Comment