Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Dakwah Dosen pembimbing: Dr. H. Masduki, MA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dakwah
adalah bagian penting dalam islam, sehingga sering dikatakan bahwa islam adalah
agama dakwah. Melalui dakwah itulah ajaran islam bisa tersebar luas ke seluruh
penjuru dunia. Melalui dakwah pula, ajaran islam diamalkan para pemeluknya
sehingga tercemin dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat . Itulah
kenapa, di dalam literatur al-Qur’an sendiri banyak dalil-dalil yang berbicara
dan mengatur tentang apa dan bagaimana berdakwah. Keberhasilan dakwah akan
sangat bergantung kepada bagaimana da’i tersebut berdakwah. Tidak hanya
penguasaan materi yang mumpuni, kemampuan dai dalam mengenal dan memahami ilmu
dakwah pun sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri. Salah
satu anasir ilmu dakwah tersebut ialah membahas Ruang Lingkup dan Sasaran-nya.
Dalam
al-Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam
arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau
kejahatan. Jadi dari pengertian-pengertian dakwah, dapat didefinisikan dakwah
Islam sebagai kegiatan mengajak, mendorong, dan memotivasi orang lain
berdasarkan bashirah untuk meneliti jalan Allah dan istiqomah di jalan-Nya
serta berjuang bersama meninggikan Agama Allah. Kata mengajak, mendorong, dan
memotivasi adalah kegiatan dakwah yang berada dalam ruang lingkup tabligh. Kata
bashirah untuk menunjukkan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang
baik. Kalimat meniti jalan Allah untuk menunjukkan tujuan dakwah, yaitu
mardhotillah. Kalimat Istiqomah di jalan-Nya untuk menunjukkan dakwah
berkesinambungan. Sedangkan kalimat berjuang bersama meninggikan agama Allah.
Untuk menunujukkan bahwa dakwah bukan hanya untuk menciptakan kesalehan
pribadi, tetapi juga harus menciptakan kesalehan sosial. Untuk mewujudkan
masyarakat yang saleh tidak bisa dilakukan dengan sendiri-sendiri tetapi
dilakukan dengan bersama-sama.
Kondisi umat
Islam pada saat ini, memang jauh berbeda dengan kondisi mereka pada masa
Rasulullah dan para Shahabat. Saat ini, umat Islam tengah mengalami cobaan yang
cukup berat, yakni berada pada kondisi yang sangat rendah, yang belum
pernah terjadi pada masa sebelumnya. Kemunduran umat menimpa hampir
seluruh aspek kehidupan; mulai dari aspek yang besar seperti politik,
pemerintahan, ekonomi, peradaban, pertahanan-keamanan, sampai pada aspek kecil/pribadi
seperti akhlak, ibadah praktis, peraturan kekeluargaan, waris, dan tata cara
pergaulan di masyarakat. Dalam perkembangan terakhir, ternyata kemunduran
itupun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana ruang
lingkup dakwah bagi umat Islam?
2.
Bagaimana dasar
hukum dan kewajiban dakwah dalam Islam?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
ruang lingkup dakwah bagi umat Islam.
2.
Untuk mengetahui
dasar hukum dan kewajiban dakwah dalam Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Dakwah
A. 1 Al-Qur’an
Ruang lingkup
Dakwah Islam terdiri dari atas beberapa pokok persoalan sebagai matan (pokok
utama) kajian dakwah islam . Ini adalah sebagai jawaban atas pertanyaan ontolgis,
epistemologis, dan aksiologis mengenai dakwah islam dan itu semua merupakan
pondasi dakwah sebagai disiplin ilmu yang mandiri . Matan-matan tersebut, ialah
sebagai berikut:
1. Al-qur’an
sebagai Kitab Dakwah
Al-qur’an merupakan kitab dakwah
dari allah kepada nabi Muhammad SAW dan umat manusia. Serta dakwah itu sendiri
dijelaskan secara langsung didalam alqur’an yang merupakan sumber utama tentang
hal tersebut. Term-term utama dakwah disebutkan Allah SWT dalam al-Qur’an,
sebagai berikut:
1 Mengembangkan 112 Bentuk
2 Sebagai pembawa informasi ilahi
15445 Bentuk
3 Penyampai pesan ilahi 52354
Bentuk
4 seruan 20870 Bentuk
5 Penyebaran 7732 Bentuk
6 Bimbingan 199 Bentuk
7 Mengurus 83 Bentuk
Dan term-term yang lain. Dari segi bentuknya,
dakwah terdiri dari:
1. Irsyad (Internalisasi dan
bimbingan)
2. Tabhligh (Transmisi dan
penyebarluasan)
3. tadbir (rekayasa sumbr daya
manusia)
4. tathwir (pengembangan kehidupan
muslim)
A.2. Hadits
Informasi Sunnah dan Sirah Hadis
merupakan bayan (penjelasan) utama atas al-Qur’an yang merupakan kitab dakwah
dan sekaligus mengaktualisasikan uswah hasanah dalam pelaksanaan dakwah islam.
Menurut literatur sejarah, nabi Muhammad merupakan dai pertama dan utama bagi
islam yang melanjutkan nabi dan rasul sebelumnya, telah berdakwah dengan
sukses. Kini dakwah nabi itu menjadi sejarah dakwah yang menjadi sumber kedua
dalam membangun teori dakwah islam. Oleh karena itu, informasi dakwah dari
Rasullallah tersebut, tidak hanya terbatas pada Qauli, Fi’ili, atau taqriri
saja, sebagaimana yang menjadi jabarab hadits, melainkan lebih luas dari itu,
meliputi sunnah dan sirah.
Dalam segi konteksnya, Dakwah nabi dibagi menjadi sbb:
1. wiqayah nafsiyah (Internalisasi pesan dakwah dalam kehidupan pribadi).
2. fadiyah (Penyampaian pesan melalui individu lain secar perorangan).
Dalam segi konteksnya, Dakwah nabi dibagi menjadi sbb:
1. wiqayah nafsiyah (Internalisasi pesan dakwah dalam kehidupan pribadi).
2. fadiyah (Penyampaian pesan melalui individu lain secar perorangan).
3. fiah (kepada kelompok kecil dan
bersar)
4. hizbiyah (kepada kelompok
terorganisir)
5. Ummah (secara masal dan terbuka)
6. qaba’iliyah-syu’ubuiyah
(berbagai suku dan bangsa)
A.3. Dakwah Islam
setelah nabi
Dakwah islam setelah nabi melintasi
zaman khulafaurrasyidin, bani umayah, bani abbas, dinasti-dinasti klasik,
pra-modern, modern dan pasca modern. Sekarang ini dakwah islam merupakan bagian
yang bisa dikaji secara alamiah, yang dalam perkembangannya telah melibatkan
unsure-unsur dalam pembangunan metode dan media produk sains dan tekhnologi,
baik media cetak maupun media elektronik, disamping media tradisional, yang
akan berguna dalam meraspon berbagai problematika dakwah.
A.4. Dakwah Islam: Wujud Realitas
Dakwah tampak dalam wujud realitas.
Ia teramati, terpahami, dan terasakan dalam sejarah, gagasan ulama yang
tertuang dalam referensi dan perilaku keislaman berupa internalisasi,
transmisi, transformasi, dan difusi pesan ilahiyah yang merupakan paket ibadah
kepada Allah SWT, yang melibatkan unsur-unsur dakwah, sbb:
1. Da’i (Subjek atau pelaku dakwah)
2. Mawdhu (Pesan Ilahiyah)
3. Uslub (Metode)
4. Washilah (Media)
5. Mad’u (Objek Dakwah)
A.5. Konseptualisasi
Berdasarkan definisi definisi
dakwah, diantaranya menurut DR. Wardi Bachtiar, akan membuka jalan kearah
konseptualisasi dan teoritisasi dakwah. Secara definitive, teori antara lain
disebutkan bahwa: Pernyataan-prernyataan secar generalisasi, hokum, aturan atau
proposisi-prposisi mengenai relitas. Sehingga ilmu dakwah bisa diartikan ilmu
yang mengkaji proses dakwah secar sistematis, logis, empiris filosofis dan
theologis. Sehingga, tujuan dari Ilmu Dakwah sendiri adalah berupaya menemukan
kejelasan empiris rasional dan teolagis ideal tetangf proses dakwah sebagai
fenomena keilmuan.
Upaya konseptualisasi yaitu
abstraksi dalam bentuk statmen dan proposisi mengenai ushul sebagaimana
dikemukakan di atas, yaitu hakikat dakwah islam dalam symbol bahas menjadi
teori dakwah. Teori dakwah inilah yang kemudian menjadi substansi ilmu dakwah,
sebab isi suatu ilmu itu adalah teori tentang objek kaiannya, dan teori
berfungsi sebagai eksplanasi, [rediksi, dan evaluasi.
A.6. Teori Dakwah
Teori, sebagimana dimaksud ushul
atau pokok di atas dibangun malalui epistemology, yaitu metode perolehan
penetahuan yang berakar pada aspek gfilosofinya. Akar metodologi dakwah islam
ini adalah al-nadzariyah al-syumuliyah al-quraniyah (Pemikiran holistic
berdasarkan petunjuk al-qur’an) yang kemudian disebut NSQ
Model kerja NSQ ini dapat
disumuskan sebagai “proses konseptualisasi realitas dakwah melalui penggunaan
ketajaman potensi indera, akal, dan kalbu dalam menegakan hak dan keadilan.
Dari proses ini melahirkan sejumlah proposisi ilmiah dakwah yang mewujud dalam
disiplin ilmu dakwah.
A.7. Struktur Keilmuan Dakwah
A.7. Struktur Keilmuan Dakwah
Struktur keilmua dakwah akan
berkaitan dengan pemberian kerangka sumber, filosofis, teoritis, dan teknis
mengenai unsur-unsur dakwah, komteks dakwah, dan interaksi antara unsure-unsur
yang melahirkan prblema dakwah sebagi kajian macam-macam ilmu tersebut, menjadi
salah satu isi penjelasan epistemology kurikulum kependidikan dakwah sebagi
bagian dari proses dakwah. Keilmuan dakwah dapat terdiri dari ilmu sumber, ilmu
dasar teoritik, ilmu tekhnik dan ilmu Bantu.
A.8 prinsip dan metode serta
faedah (hikmah) dalam berdakwah.
Di antara
faedah tersebut adalah:
Pertama, seorang da’i yang hendak berdakwah, hendaknya dia memulai dakwahnya
dengan mengajarkan tauhid kepada umat. Ini dengan tegas dinyatakan oleh Nabi dalam sabdanya (yang artinya): “Maka jadikanlah
yang pertama kali engkau dakwahkan kepada mereka adalah Syahadat La Ilaha
Illallah, dalam riwayat lain: menauhidkan Allah. Mungkin sebagian pembaca akan
bertanya-tanya, ‘Bukankah hadits ini berbicara tentang dakwah kepada Ahli
Kitab? Mereka adalah orang-orang kafir, tentunya mereka harus diajari syahadat
L Ilha Illallh. Sedangkan umat Islam tidak perlu untuk diajari lagi syahadat
karena mereka sudah mengerti dan bahkan senantiasa mengucapkan syahadat
tersebut dalam setiap dzikir dan wirid-wirid mereka.”
Faedah kedua, didahulukannya perkara tauhid sebelum perkara-perkara yang
lain (dalam berdakwah) karena tauhid merupakan perkara pokok dan mendasar dalam
agama ini. Tidaklah sah suatu amalan ibadah, shalat, zakat, puasa, dan yang
lainnya jika pelakunya belum memurnikan tauhidnya dan mengikhlaskan ibadahnya
kepada Allah I. Allah I berfirman (yang artinya): “Dan tidaklah mereka
diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan
ibadah tersebut kepada-Nya…” (Al Bayyinah: 5)
Faedah ketiga, seorang da’i harus mengetahui keadaan mad’u (yang
didakwahi) dan metode yang tepat dalam berdakwah. Karena ucapan Rasulullah ra kepada
Mu’adz t:“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan Ahli
Kitab.”merupakan pembekalan untuk Mu’adz t tentang keadaan mad’u yang akan
dihadapinya, bahwa mereka dari kalangan Ahli Kitab. Sehingga dapat ditempuh
metode dakwah yang tepat sesuai dengan kondisi mad’u-nya.
Sebagimana umat manusia ini beraneka-ragam, berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, tentunya berbeda-beda pula dalam tabi’at, watak dan pola pikir. Oleh karenanya, dibutuhkan sikap hikmah (bijak) dari seorang da’i. Tidak semua mad’u didakwahi dengan metode yang sama. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah Idalam firman-Nya (yang artinya): “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah, mau’izhah hasanah, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (An Nahl: 125) ‘Ali bin Abi Thailb t berkata: “Ajaklah bicara manusia itu sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, apakah kamu suka akan didustakannya Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al Bukhari no. 127)
Sebagimana umat manusia ini beraneka-ragam, berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, tentunya berbeda-beda pula dalam tabi’at, watak dan pola pikir. Oleh karenanya, dibutuhkan sikap hikmah (bijak) dari seorang da’i. Tidak semua mad’u didakwahi dengan metode yang sama. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah Idalam firman-Nya (yang artinya): “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah, mau’izhah hasanah, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (An Nahl: 125) ‘Ali bin Abi Thailb t berkata: “Ajaklah bicara manusia itu sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, apakah kamu suka akan didustakannya Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al Bukhari no. 127)
Faedah keempat, perkara berikutnya yang hendaknya diajarkan kepada umat
adalah kewajiban shalat lima waktu. Ini menunjukkan bahwa shalat merupakan
perkara penting kedua setelah tauhid. Jika diibaratkan Islam ini sebuah
bangunan, maka pondasinya adalah tauhid dan tiangnya adalah shalat sebagaimana
sabda Rasulullah ra: “Pokok dari perkara agama ini adalah Islam, tiangnya
adalah shalat, dan atap (puncaknya) adalah jihad fi sabililah.” (HR. At
Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Bahkan shalat juga menjadi tolok ukur baik dan tidaknya amalan selainnya. Rasulullah ra bersabda: “Sesungguhnya perkara pertama yang dihisab dari amalan seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya, jika (shalatnya) baik, maka sungguh dia telah beruntung dan mendapatkan keberhasilan, jika (shalatnya) jelek maka sungguh dia celaka dan rugi.” (HR. At Tirmidzi)
Bahkan shalat juga menjadi tolok ukur baik dan tidaknya amalan selainnya. Rasulullah ra bersabda: “Sesungguhnya perkara pertama yang dihisab dari amalan seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya, jika (shalatnya) baik, maka sungguh dia telah beruntung dan mendapatkan keberhasilan, jika (shalatnya) jelek maka sungguh dia celaka dan rugi.” (HR. At Tirmidzi)
Faedah kelima, penyebutan shadaqah pada hadits tersebut yang dimaksud
adalah zakat. Oleh karena itulah zakat merupakan perkara penting berikutnya
yang hendaknya ditekankan seorang da’i ketika berdakwah kepada umat.
Faedah keenam, peringatan dari perbuatan zhalim, karena do’a orang yang
terzhalimi mustajab.
B. Dasar Hukum Dakwah
Keberadaan
dakwah sangat urgen dalam islam. Antara dakwah dan islam tidak dapat dipisahkan
yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana diketahui, dakwah merupakan suatu
usaha untuk mengajak, menyeru dan mempengaruhi manusia agar selal berpegang
pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Usaha
mengajak dan mempengaruhi manusia agar pindah dari situasi ke situasi yang
lain, yaitu dari situasi yang jauh dari ajaran Allah menuju situasi yang sesuai
dengan petunjuk dan ajaran-Nya.
Firmana Allah :
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Arinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
Kata
ud’u yang diterjemahkan dengan seruan dan ajaran adalah fi’il amr yang menurut
kaidah ushul fiqh setiap fi’il amr adalah perintah dan setiap perintah adalah
wajib dan harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya
dari kewajiban itu kepada sunah atau hukum lain. Jadi, melaksanakan dakwah
hukumnya wajib karena tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari
kewajiban itu, dan hal ini disepakati oleh para ulama. Hanya saja terdapat
perbedaan pendapat para ulama tentang status kewajiban itu apakah fardhu ain
atau fardhu kifayah. [1]
C. Kewajiban Dakwah Bagi Umat Islam
Mengenai
kewajiban menyampaikan dakwah kepada masyarakat penerima dakwah, para ulama
berbeda pendapat mengenai status hukumnya..
Pendapat
pertama, menyatakan bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu ain maksudnya setiap
orang islam yang sudah dewasa, kaya-miskin, pandai-bodoh, semuanya tanpa
kecuali wajib melaksanakan dakwah.[2]
Pendapat
kedua, mengatakan bahwa berdakwah itu hukumnya tidak fardhu ain melainkan
fardhu kifayah. Artinya, apabila dakwah sudah disampaikan oleh sekelompok atau
sebagian orang maka gugurlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh kaum
muslimin, sebab sudah ada yang melaksanakan walaupun oleh sebagian orang.
Perdebatan
di kalangan ulama tentang kewajiban dakwah Islam bertitik tolak dari perbedaan
interpretasi terhadap ayat Al-Quran surat Ali Imran ayat 104, yaitu:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya: Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
Berdasarkan
ayat diatas, menurut Ibn Katsir, ada dua pendapat yang berbeda. Sebagian menytakan
kewajiban kelompok (kifayah) dan sebagian lain menyatakan kewajiban
individual (‘ain).[3]
Perbedaan muncul dari penafsiran terhadap kata min (من). Golongan pertama banyak diikuti oleh
ulama menyatakan bahwa kata min dalam ayat tersebut berarti littab’idh (للتبعيض),
artinya sebagian. Jadi, dakwah merupakan kewajiban yang bersifat kolektif (kolektif).
Alasannya karena kegiatan dakwah memerlukan ilu dan tidak setiap individu mampu
melaksanakannya. Pendapat ini diperkuat dengan ayat al-Qur’an surat at-Taubah
ayat 122:
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya: Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.
Golongan
kedua menafsirkan kata min berarti lilbayan (للبيان),
yakni sebagai penjelas. Dengan demikian, dakwah menjadi kewajiban setiap
individu (‘ain). Hal ini diperkuat al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
Artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Tugas
dakwah pada asalnya adalah tugas yang dibebankan kepada Rosul oleh Allah SWT
dan da’i yang pertama adalah Rosululloh SAW. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
Dr. Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya Ushul Ad-Dakwah, antara lain:
“Da’i yang pertama mengajak
kepada jalan Allah sejak agama Islam diturunkan ialah Rosululloh SAW. Dan umat
Islam termasuk para pimpinannya adalah pembantu Rosululloh dalam melaksanakan
tugas dakwahnya.”
Dalam
Al-Quran Allah berfirman:
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# !$¯RÎ) y7»oYù=yör& #YÎg»x© #ZÅe³t6ãBur #\ÉtRur ÇÍÎÈ $·Ïã#yur n<Î) «!$# ¾ÏmÏRøÎ*Î/ %[`#uÅ ur #ZÏYB ÇÍÏÈ
Artinya: Hai nabi,
Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan
pemberi peringatan, (45) Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan
izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (46)
Selain
ayat tersebut masih banyak lagi ayat-ayat di dalam Al-Quran yang memerintahkan
Rasululloh untuk melaksanakan tugas dakwah.
Ayat
Al-Quran yang memerintahkan Rasululloh untuk berdakwah adalah mencakup perintah
yang ditujukan kepada umat Islam seluruhnya.
Hal
ini mengandung ari bahwa beban berdakwah itu bukan hanya kepada Rasulullah saja
tetapi juga kepada umat Islam tanpa kecuali.
Dalam
hal ini Rasululloh sendiri sebagai pembawa risalah dan hamba Allah yang
ditunjuk sebagai utusan allah telah bersabda kepada umatnya untuk berusaha
dalam menegakkan dakwah.
Sabda
Rasulullah:
من
رأى منكم منكارا فليغيره بيده فإن لم يستطع
فبلسانهفإن لم يستطع فبقلبه ودلك أضعف الإيمان
Artinya: Barang
siapa di antara kamu malihat kemunkaran maka hendaklah ia merubah dengan
tangannya, jika tidak kuasa maka dengan lisannya,jika tidak kuasa dengan
lisannya maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.
(HR. Muslim)
Hadits
diatas menunjukkan perintah kepada umat manusia Islam untuk mengadakan dakwah
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Apabila seseorang muslim mempunyai
sesuatu kekuasaan tertentu maka ia dengan kekuasaannya itu ia diperintahkan
untuk mengadakan dakwah. Jika ia hanya mampu dengan lisannya maka ia dengan
lisan itu ia diperintahkan untuk mengadakan seruan dakwah, bahkan sampai
diperintahkan untuk berdakwah dengan hati, seandainya dengan lisan pun ternyata
ia tidak mampu.
Firman
Allah SWT:
y7¨RÎ) w ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& úïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
Artinya: Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Oleh
sebab itu, tercapainya tujuan akhir dakwah tidak dibebankan kepada da’i secara
mutlak. Akan tetapi, karena adanya faktor petunjuk Allah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ruang lingkup Dakwah Islam terdiri
dari atas beberapa pokok persoalan sebagai matan (pokok utama) kajian dakwah
islam . Ini adalah sebagai jawaban atas pertanyaan ontolgis, epistemologis, dan
aksiologis mengenai dakwah islam dan itu semua merupakan pondasi dakwah sebagai
disiplin ilmu yang mandiri . Teori, sebagimana dimaksud ushul atau pokok di
atas dibangun malalui epistemology, yaitu metode perolehan penetahuan yang
berakar pada aspek gfilosofinya. Akar metodologi dakwah islam ini adalah
al-nadzariyah al-syumuliyah al-quraniyah (Pemikiran holistic berdasarkan
petunjuk al-qur’an) yang kemudian disebut NSQ.
Dasar hukum dakwah terdapat dalam
firman Allah sebagi berikut:
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Arinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
Mengenai kewajiban
menyampaikan dakwah kepada masyarakat penerima dakwah, para ulama berbeda
pendapat mengenai status hukumnya..
No comments:
Post a Comment