MADRASAH QUR’AN AL-HIKAM
Dasar Pemikiran
Di tengah perkembangan kehidupan yang demikian cepat, umat Islam Indonesia tidak
saja dituntut meresponnya secara hati-hati, tetapi juga dituntut untuk
menyikapinya dengan tetap mengacu pada sumber otentik ajaran mereka. Upaya ini
meniscayakan penguasaan dan pemahaman yang komprehensif bukan saja terhadap
kandungan ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an, Sunnah dan
khazanah pemikiran para ulama tetapi juga menganalisa setiap fenomena sosial
yang secara langsung bersinggungan dengan kehidupan umat Islam sehari-hari.
Untuk dapat mengembangkan kemampuan tersebut diperlukan upaya sadar mencetak
kader-kader muslim potensial yang dapat memahami ajaran-ajaran agamanya secara
komprehensif sesuai dengan setting sosial dan budaya masyarakat yang terus
berkembang.
Sebenarnya umat Islam Indonesia
memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat menjawab tantangan tersebut. Akan
tetapi potensi besar umat Islam ini belum sepenuhnya diberdayakan melalui
serangkaian program-program pendidikan dan pemberdayaan yang terencana dengan
baik. Salah satu potensi besar umat Islam
Indonesia
yang belum tergarap secara maksimal ini adalah banyaknya kader-kader muslim
penghafal Al-Qur’an (huffadz) yang dihasilkan oleh pesantren-pesantren
atau lembaga khusus penghafal Al-Qur’an. Jumlah para penghafal Al-Qur’an yang
cukup banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia ini masih dirasa belum
sebanding dengan kontribusi dan peran
yang mereka mainkan dalam kehidupan sosial. Padahal, jika para penghafal
Al-Qura’n yang jumlahnya ribuan ini diberdayakan secara optimal, mereka akan
menjadi kader-kader muslim potensial yang
tidak saja dapat memahami ajaran-ajaran Islam secara komprehensif tetapi
juga dapat mengkontekstualkannya dalam menjawab kebutuhan dan tantangan umat
Islam dewasa ini.
Pilihan sadar untuk memberdayakan para penghafal Al-Qur’an ini didasari
beberapa argumen mendasar bahwa mereka memiliki potensi kekuatan atau kelebihan
(strength) sekaligus memiliki kelemahan (weakness). Potensi
kelebihan ini jika diarahkan dan dikelola melalui program pelatihan dan
pendidikan yang terencana dengan baik dapat menjadi modal utama untuk menjawab
kebutuhan umat dan tantangan yang mereka
hadapi. Sementara itu, indentifikasi terhadap kelemahan yang dimiliki para
penghafal Al-Qur’an ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam memaksimalkan
potensi kekuatan yang mereka miliki.
Potensi kekuatan para penghafal Al-Qur’an ini antara lain, pertama, mereka yang rata-rata berusia
18-23 tahun ini umumnya memiliki tingkat kesalehan yang tinggi. Hanya saja, yang
perlu diikhtiarkan adalah bagaimana kesalehan
ini berlanjut menjadi kecerdasan dalam bingkai keilmuan. Kedua, para
penghafal Al-Qur’an ini umumnya memiliki daya ingat yang cukup kuat. Potensi
daya ingat ini sangat dibutuhkan bagi proses pendidikan dan pembelajaran
berbagai macam ilmu-ilmu keislaman yang tidak saja mengandalkan olah nalar tapi
juga potensi daya ingat. Ketiga, dengan modal kesalehan yang mereka
miliki, para penghafal Al-Qur’an ini sejatinya telah memiliki kesiapan untuk
berjuang dengan penuh keikhlasan untuk kepentingan agama dan masyarakat mereka.
Ketiga potensi kekuatan yang melekat pada diri para penghafal AL-Qur’an ini jarang
kita temukan pada lulusan beberapa pendidikan formal lainnya di Indonesia.
Disamping memiliki kelebihan-kelebihan, para penghafal Al-Qur’an yang
dihasilkan oleh pesantren-pesantren dan institusi penghafal Al-Qur’an ini juga
memiliki kelemahan-kelemahan. Pertama, pada umumnya kemampuan menghafal
mereka masih bersifat tekstual. Mereka belum memiliki pemahaman yang dalam atas
kandungan teks Al-Qur’an. Kedua, karena tidak memiliki pemahaman
terhadap kandungan teks Al-Qur’an, selama ini penghafal Al-Qur’an yang sangat
potensial ini hanya dimanfaatkan untuk acara-acara seremonial sesaat. Memang
hal ini baik untuk syiar Islam tapi sangat disayangkan mengingat usia mereka
yang relatif masih muda dan masih memungkinkan untuk dapat mendalami dan
mempelajari kandungan teks Al-Qur’an untuk kepentingan keumatan yang lebih
luas. Ketiga, karena umumnya mereka hanya belajar menghafal Al-Qur’an di
pesantren-pesantren yang hanya khusus mengajarkan metode menghafal Al-Qur’an
tanpa dibarengi dengan belajar ilmu-ilmu keislaman lainnya, maka mereka tidak
memiliki orientasi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
pasca menghafal Al-Qur’an. Keempat, umumnya para penghafal Al-Qur’an ini
berasal dari keluarga yang latar belakang sosial dan ekonominya kurang mampu
sehingga mereka tidak mungkin menempuh pendidikan tinggi (high education)
lanjutan dengan biaya tinggi (high cost). Oleh karena itu, perlu
diupayakan sebuah lembaga pendidikan tinggi dengan biaya rendah (low cost)
yang memungkinkan para penghafal Al-Qur’an ini dapat mengenyam pendidikan
lanjutan untuk mengembangkan potensi mereka sehingga dapat berperan aktif dalam
proses pengembangan dan penerapan
ilmu-ilmu keislaman di tengah kehidupan sosial yang terus berkembang.
Untuk menjawab tantangan tersebut pesantren Al-Hikam berupaya
mengikhtiarkan berdirinya sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam bernama Madrasatul
Qur’an Al-Hikam Jakarta. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam
yang bertujuan membina kader-kader
muslim penghafal Al-Qur’an agar dapat mengembangkan potensi keilmuan mereka
sehingga dapat berperan aktif di tengah masyarakat.
Tujuan
Berdasarkan analisa kekuatan dan kelemahan para penghafal Al-Qur’an
dirumuskan beberapa tujuan Madrasatul Qur’an sebagai berikut:
1. Mengajarkan kandungan Al-Qur’an (muhtawayat al-Qur’an)
a. Untuk
dapat menguasai kandungan Al-Qur’an, para santri atau siswa Madrastul Qur’an
perlu diajarkan ilmu-ilmu bantu lainnya
seperti, penguasaan bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an, dan bahasa Inggris. Selain
itu para santri atau siswa perlu diajarakan materi Ulumul Qur’an dasar seperti
pengetahuan tentang Asbabunnuzul, ayat-ayat ahkam, ayat-ayat mustasyabihat,
ayat-ayat kauniyat, ayat-ayat sejarah (tarikh) dan ayat-ayat tentang
masalah-masalah kegaiban. Termasuk materi lain yang perlu diajarkan untuk
mendalami kandungan Al-Qur’an adalah bagaimana hubungan Al-Qur’an dan Hadis,
qiyas dan ijma’. Semua materi ini
diharapkan bisa diajarkan selama satu tahun pertama.
b. Santri juga perlu diajarkan Tatawwur
al-Syari’ahy. Materi ini meliputi pengajaran bukan hanya fiqh al-Islam tapi
juga bagaimana proses tatawwur al-syariah terjadi berawal dari
dalil-dalil Al-Qur’an yang mujmal kemudian dijabarkan oleh hadis yang pada
gilirannya membuahkan qawaid fiqhiyyah sehingga menjadi fiqh. Semua
materi harus diajarkan dengan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar.
Materi ini diajarkan pada tahun kedua.
c. Pelajaran Tafsir Al-Qur’an, Fiqh dan Ushul
Fiqh
d. Ulumul Qur’an lanjutan, balaghah, pengetahuan
tentang syair-syair Arab. Semua diajarkan dengan menggunakan pengantar bahasa
Arab. Materi ini diajarkan di tahun ketiga.
2. Mengajarkan metode penerapan syariah ( tariqah
tadbiq syariah). Dengan materi ini diharapkan santri dapat menerapkan kandungan Al-Qur’an baik untuk dirinya, keluarga dan
masarakatnya. Oleh karena itu diperlukan metode tersendiri seperti teknik
dakwah,bagaimana memasukkan keimanan, bagaiamana menggabungkan fikh dakwah,
fikh ahkam dan fikh siyasah (penguasaan kondisi lapangan baik kenegaraan,
kemasyarakatan secara teoritik).
3. Mengajarkan
relevansi dan kontekstualisasi ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan ilmu-ilmu umum
(ilmu kauniyah) agar tidak terjadi dikotomi ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Perlu
dijelaskan bahwa ilmu-ilmu modern itu tumbuh dari gejala alam sementara tapi
ilmu syariat bersumber dari kewahyuan. Tetapi keduanya berasal dari sumber yang
satu yaitu Tuhan. Setelah mengetahui posisi ilmu Al-Qur’an dan ilmu umum maka
bagaimana mereka memanfaatkan ilmu Al-Qur’an untuk umum dan ilmu umum untuk
Al-Qur’an. Materi ini diajarkan di tahun ke tiga dan keempat. Selain itu santri
atau siswa Madrasatul Qur’an harus
dilengkapi al-Qur’an sebagai pisau analisa sosial. Semua materi diatas diajarkan selama empat
tahun kemudian dilanjutkan dengan praktek bermasyarakat melalui program KKN
selama tiga bulan. Santri diharuskan
menulis karya ilmiah dalam bentuk skripsi.
Siapa Yang masuk adalah anak-anak yang masih remaja berusia antara 18-23
yang sudah hafal al-Qur;an 30 juz antara 18-23 tahun. Mereka memiliki
kelebihan2 dan kekurangan2
1. Dengan sudah Hafal Qur’an 30 Juz mereka akan
menjadi anak yang sudah saleh anak yang
hatinya sudah mapan tinggal bagaimana kesalehan ini berlanjut menjadi pada kecerdesan dan keilmuan
2. Punya daya ingat
yang kuat. Dan ini sangat baik
untuk diisi dengan berbagai macam ilmu -ilmu agama yang tidak saja mengandalkan
olah nalar tapi juga ingatan yang sangat bagus untuk
3. Karena kesalehannya di dalam hatinya sudah siap
berjuang dengan keikhlasan dan kemampuan yang dia miliki untuk kepentingan
agama. kekuatan ini sulit dibentuk oleh institusi pendidikan formal lainnya di
Indonesia. Tetapi disamping itu
1. Hafalam itu terbatas pada teks tetapi belum
menguasahi kandungan (muhtawayat) teks,
2. Mereka tidak tahu setelah menghafalkan itu mau
kemana karena umumnya mereka mengahafalkan itu tidak di lingkungan madrasi.
Umumnya mereka hanya mengahfal al-Qur’an saja tidak dibarengi dengan
mempelajari ilmu-ilmu keislaman lainnya. Tidak sedikit juga mereka yang sudah
hafal ini hanya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menghadiri acara-acara
menghafal Qur’an . Umumnya mereka berasal dari pesantren Salaf yang hanya
mengajarkan metoda menghafal Qur’an.
3. Karena keterbatasan penguasaan teks akhirnya mereka
hanya digunakan pada saat acara-acara seremonial seaman Quran. Tentu ini bagus
tapi sayang pada tingkat usia seremaja itu.
4. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang kurang
mampu sehingga mereka tidak mampu, sehingga kita tidak bisa menerapkan
kepada pendidikan yang high education
yang high cost, tapi high education low cost,
sehingga dibutuhkan penanganan sendiri di dalam madrasah Qur’an.
Berdasarkan kekuatan mereka kita ingin mengambil mereka 2 kelas yang akan kita
mintakan dari ulama ulama pesantren menghafal al-Qur’a, dan kita kembangkan
kemampuan mereka punya .
Berdasarkan kelemahan dan kekuatan, ini dapat diduga rumusan tujuan MQ
sbb:
1. Mengajarakan kandungan (muhtawayat) Qur’an.
a. Untuk dapat menguasai kandungan Al-Qur’an
dibutuhkan ilmu-ilmu bantu lainnya seperti penguasaan bahasa Arab, bahasa
Al-Qur’an dan bahasa Inggris. Selain itu diperlukan pengajaran ulumul Qur’an
dasar seperti pengetahuan tentang asbabunnuzul, ayat-ayat ahkam, ayat-ayat
mutasyabihat, ayat-ayat kauinyat, ayat-ayat tarikh, dan ayat-ayat tentang
kegaiban. Termasuk materi lain yang perlu diajarkan untuk mendalami kandungan
Al-Qur’an adalah bagaimana hubungan Al-Qur’an dan Hadis, qiyas dan ijma’. Semua materi ini diharapkan bisa diajarkan
selama satu tahun pertama.
b. Mengajarkan Tatawwur al-Syar’iy : Materi
ini meliputi pengajaran bukan hanya fiqh al-Islam tapi juga bagaimana proses tatawwur
al-syar’iy berlangsung mulai dari dalil-dalil Al-Qur’an mujmal dijabarkan
oleh hadis kemudian menjadi qawaid fiqhiyyah sehingga menjadi fiqh. Semua
materi harus diajarkan dengan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar.
Materi ini diajarkan pada tahun kedua.
c. Pelajaran
tafsir Qur’an, fiqh dan ushul fiqh.
d. Ulumul Quran yang lain, balaghah, pengetahuan
tentang syair-syair Arab. Semua diajarkan dengan menggunakan pengantar bahasa
Arab. Materi-materi ini diajarkan di tahun ketiga.
2. Mengajarkan metode penerapan syariah ( tariqah
tadbiq syariah). Dengan materi ini diharapkan santri dapat menerapkan kandungan Al-Qur’an baik untuk dirinya, keluarga dan
masarakatnya. Oleh karena itu diperlukan metode tersendiri seperti teknik dakwah,bagaimana
memasukkan keimanan, bagaiamana menggabungkan fikh dakwah, fikh ahkam dan fikh
siyasah (penguasaan kondisi lapangan baik kenegaraan, kemasyarakatan secara
teoritik).
3. Mengajarkan relevansi ilmu-ilmu Qur’an dengan ilmu-ilmu
umum (ilmu kauniyah) (kontekstualisasi) agar tidak terjadi dikotomi ilmu
syariat dan ilmu-ilmu umum. Perlu dijelaskan bahwa ilmu modern itu tumbuh dari
gejala alam, tapi ilmu syariat dari kewahyuan. Tetapi keduanya berasal dari
Tuhan. Setelah mengetahui posisi ilmu Al-Qur’an dan ilmu umum maka bagaimana
mereka memanfaatkan ilmu Al-Qur’an untuk umum dan ilmu umum untuk Al-Qur’an. (Thaun
ke tiga dan keempat). Anak-anak harus dilengkapi al-Qur’an sebagai pisau analisa
sosial. Semua materi diatas diajarkan
selama empat tahun kemudian dilanjutkan dengan praktek bermasyarakat melalui
program KKN selama enam bulan. Santri diharus menulis karya ilmiah dalam bentuk
skripsi.
No comments:
Post a Comment