Tuesday, May 28, 2013

Madrasah Qur'an




MADRASAH QUR’AN AL-HIKAM

Dasar Pemikiran
Di tengah perkembangan kehidupan yang demikian cepat, umat Islam Indonesia tidak saja dituntut meresponnya secara hati-hati, tetapi juga dituntut untuk menyikapinya dengan tetap mengacu pada sumber otentik ajaran mereka. Upaya ini meniscayakan penguasaan dan pemahaman yang komprehensif bukan saja terhadap kandungan ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an, Sunnah dan khazanah pemikiran para ulama tetapi juga menganalisa setiap fenomena sosial yang secara langsung bersinggungan dengan kehidupan umat Islam sehari-hari. Untuk dapat mengembangkan kemampuan tersebut diperlukan upaya sadar mencetak kader-kader muslim potensial yang dapat memahami ajaran-ajaran agamanya secara komprehensif sesuai dengan setting sosial dan budaya masyarakat yang terus berkembang.

Sebenarnya umat Islam Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat menjawab tantangan tersebut. Akan tetapi potensi besar umat Islam ini belum sepenuhnya diberdayakan melalui serangkaian program-program pendidikan dan pemberdayaan yang terencana dengan baik. Salah satu potensi besar umat Islam  Indonesia yang belum tergarap secara maksimal ini adalah banyaknya kader-kader muslim penghafal Al-Qur’an (huffadz) yang dihasilkan oleh pesantren-pesantren atau lembaga khusus penghafal Al-Qur’an. Jumlah para penghafal Al-Qur’an yang cukup banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia ini masih dirasa belum sebanding dengan kontribusi dan peran  yang mereka mainkan dalam kehidupan sosial. Padahal, jika para penghafal Al-Qura’n yang jumlahnya ribuan ini diberdayakan secara optimal, mereka akan menjadi kader-kader muslim potensial yang  tidak saja dapat memahami ajaran-ajaran Islam secara komprehensif tetapi juga dapat mengkontekstualkannya dalam menjawab kebutuhan dan tantangan umat Islam dewasa ini.

Pilihan sadar untuk memberdayakan para penghafal Al-Qur’an ini didasari beberapa argumen mendasar bahwa mereka memiliki potensi kekuatan atau kelebihan (strength) sekaligus memiliki kelemahan (weakness). Potensi kelebihan ini jika diarahkan dan dikelola melalui program pelatihan dan pendidikan yang terencana dengan baik dapat menjadi modal utama untuk menjawab kebutuhan umat  dan tantangan yang mereka hadapi. Sementara itu, indentifikasi terhadap kelemahan yang dimiliki para penghafal Al-Qur’an ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam memaksimalkan potensi kekuatan yang mereka miliki.

Potensi kekuatan para penghafal Al-Qur’an ini antara lain,   pertama, mereka yang rata-rata berusia 18-23 tahun ini umumnya memiliki tingkat kesalehan yang tinggi. Hanya saja, yang perlu diikhtiarkan adalah bagaimana  kesalehan ini berlanjut menjadi kecerdasan dalam bingkai keilmuan. Kedua, para penghafal Al-Qur’an ini umumnya memiliki daya ingat yang cukup kuat. Potensi daya ingat ini sangat dibutuhkan bagi proses pendidikan dan pembelajaran berbagai macam ilmu-ilmu keislaman yang tidak saja mengandalkan olah nalar tapi juga potensi daya ingat. Ketiga, dengan modal kesalehan yang mereka miliki, para penghafal Al-Qur’an ini  sejatinya telah memiliki kesiapan untuk berjuang dengan penuh keikhlasan untuk kepentingan agama dan masyarakat mereka. Ketiga potensi kekuatan yang melekat pada diri para penghafal AL-Qur’an ini jarang kita temukan pada lulusan beberapa pendidikan formal lainnya di Indonesia.   

Disamping memiliki kelebihan-kelebihan, para penghafal Al-Qur’an yang dihasilkan oleh pesantren-pesantren dan institusi penghafal Al-Qur’an ini juga memiliki kelemahan-kelemahan. Pertama, pada umumnya kemampuan menghafal mereka masih bersifat tekstual. Mereka belum memiliki pemahaman yang dalam atas kandungan teks Al-Qur’an. Kedua, karena tidak memiliki pemahaman terhadap kandungan teks Al-Qur’an, selama ini penghafal Al-Qur’an yang sangat potensial ini hanya dimanfaatkan untuk acara-acara seremonial sesaat. Memang hal ini baik untuk syiar Islam tapi sangat disayangkan mengingat usia mereka yang relatif masih muda dan masih memungkinkan untuk dapat mendalami dan mempelajari kandungan teks Al-Qur’an untuk kepentingan keumatan yang lebih luas. Ketiga, karena umumnya mereka hanya belajar menghafal Al-Qur’an di pesantren-pesantren yang hanya khusus mengajarkan metode menghafal Al-Qur’an tanpa dibarengi dengan belajar ilmu-ilmu keislaman lainnya, maka mereka tidak memiliki orientasi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi pasca menghafal Al-Qur’an. Keempat, umumnya para penghafal Al-Qur’an ini berasal dari keluarga yang latar belakang sosial dan ekonominya kurang mampu sehingga mereka tidak mungkin menempuh pendidikan tinggi (high education) lanjutan dengan biaya tinggi (high cost). Oleh karena itu, perlu diupayakan sebuah lembaga pendidikan tinggi dengan biaya rendah (low cost) yang memungkinkan para penghafal Al-Qur’an ini dapat mengenyam pendidikan lanjutan untuk mengembangkan potensi mereka sehingga dapat berperan aktif dalam proses  pengembangan dan penerapan ilmu-ilmu keislaman di tengah kehidupan sosial yang terus berkembang.

Untuk menjawab tantangan tersebut pesantren Al-Hikam berupaya mengikhtiarkan berdirinya sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam bernama Madrasatul Qur’an Al-Hikam Jakarta. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam yang bertujuan  membina kader-kader muslim penghafal Al-Qur’an agar dapat mengembangkan potensi keilmuan mereka sehingga dapat berperan aktif di tengah masyarakat.

Tujuan
Berdasarkan analisa kekuatan dan kelemahan para penghafal Al-Qur’an dirumuskan beberapa tujuan Madrasatul Qur’an sebagai berikut:
1. Mengajarkan kandungan Al-Qur’an (muhtawayat al-Qur’an)
   a. Untuk dapat menguasai kandungan Al-Qur’an, para santri atau siswa Madrastul Qur’an perlu   diajarkan ilmu-ilmu bantu lainnya seperti, penguasaan bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an, dan bahasa Inggris. Selain itu para santri atau siswa perlu diajarakan materi Ulumul Qur’an dasar seperti pengetahuan tentang Asbabunnuzul, ayat-ayat ahkam, ayat-ayat mustasyabihat, ayat-ayat kauniyat, ayat-ayat sejarah (tarikh) dan ayat-ayat tentang masalah-masalah kegaiban. Termasuk materi lain yang perlu diajarkan untuk mendalami kandungan Al-Qur’an adalah bagaimana hubungan Al-Qur’an dan Hadis, qiyas dan ijma’.  Semua materi ini diharapkan bisa diajarkan selama satu tahun pertama.
   b. Santri juga perlu diajarkan Tatawwur al-Syari’ahy. Materi ini meliputi pengajaran bukan hanya fiqh al-Islam tapi juga bagaimana proses tatawwur al-syariah terjadi berawal dari dalil-dalil Al-Qur’an yang mujmal kemudian dijabarkan oleh hadis yang pada gilirannya membuahkan qawaid fiqhiyyah sehingga menjadi fiqh. Semua materi harus diajarkan dengan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Materi ini diajarkan pada tahun kedua.
   c.  Pelajaran Tafsir Al-Qur’an, Fiqh dan Ushul Fiqh
   d.  Ulumul Qur’an lanjutan, balaghah, pengetahuan tentang syair-syair Arab. Semua diajarkan dengan menggunakan pengantar bahasa Arab. Materi ini diajarkan di tahun ketiga.
2. Mengajarkan metode penerapan syariah ( tariqah tadbiq syariah). Dengan materi ini diharapkan santri dapat  menerapkan kandungan Al-Qur’an  baik untuk dirinya, keluarga dan masarakatnya. Oleh karena itu diperlukan metode tersendiri seperti teknik dakwah,bagaimana memasukkan keimanan, bagaiamana menggabungkan fikh dakwah, fikh ahkam dan fikh siyasah (penguasaan kondisi lapangan baik kenegaraan, kemasyarakatan secara teoritik).
3. Mengajarkan  relevansi dan kontekstualisasi ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan ilmu-ilmu umum (ilmu kauniyah) agar tidak terjadi dikotomi ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Perlu dijelaskan bahwa ilmu-ilmu modern itu tumbuh dari gejala alam sementara tapi ilmu syariat bersumber dari kewahyuan. Tetapi keduanya berasal dari sumber yang satu yaitu Tuhan. Setelah mengetahui posisi ilmu Al-Qur’an dan ilmu umum maka bagaimana mereka memanfaatkan ilmu Al-Qur’an untuk umum dan ilmu umum untuk Al-Qur’an. Materi ini diajarkan di tahun ke tiga dan keempat. Selain itu santri atau siswa Madrasatul Qur’an  harus dilengkapi al-Qur’an sebagai pisau analisa sosial.  Semua materi diatas diajarkan selama empat tahun kemudian dilanjutkan dengan praktek bermasyarakat melalui program KKN selama tiga bulan. Santri diharuskan  menulis karya ilmiah dalam bentuk skripsi.



 





























Siapa Yang masuk adalah anak-anak yang masih remaja berusia antara 18-23 yang sudah hafal al-Qur;an 30 juz antara 18-23 tahun. Mereka memiliki kelebihan2 dan kekurangan2
1.      Dengan sudah Hafal Qur’an 30 Juz mereka akan menjadi anak  yang sudah saleh anak yang hatinya sudah mapan tinggal bagaimana kesalehan ini berlanjut menjadi  pada kecerdesan dan keilmuan
2.      Punya daya ingat  yang kuat. Dan ini  sangat baik untuk diisi dengan berbagai macam ilmu -ilmu agama yang tidak saja mengandalkan olah nalar tapi juga ingatan yang sangat bagus untuk 
3.      Karena kesalehannya di dalam hatinya sudah siap berjuang dengan keikhlasan dan kemampuan yang dia miliki untuk kepentingan agama. kekuatan ini sulit dibentuk oleh institusi pendidikan formal lainnya di Indonesia. Tetapi disamping  itu
1.      Hafalam itu terbatas pada teks tetapi belum menguasahi kandungan (muhtawayat) teks,
2.      Mereka tidak tahu setelah menghafalkan itu mau kemana karena umumnya mereka mengahafalkan itu tidak di lingkungan madrasi. Umumnya mereka hanya mengahfal al-Qur’an saja tidak dibarengi dengan mempelajari ilmu-ilmu keislaman lainnya. Tidak sedikit juga mereka yang sudah hafal ini hanya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menghadiri acara-acara menghafal Qur’an . Umumnya mereka berasal dari pesantren Salaf yang hanya mengajarkan metoda menghafal Qur’an.
3.      Karena keterbatasan penguasaan teks akhirnya mereka hanya digunakan pada saat acara-acara seremonial seaman Quran. Tentu ini bagus tapi sayang pada tingkat usia seremaja itu.
4.      Umumnya mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu sehingga mereka tidak mampu, sehingga kita tidak bisa menerapkan kepada  pendidikan yang high education yang high cost, tapi high education low cost,  sehingga dibutuhkan penanganan sendiri di dalam madrasah Qur’an. Berdasarkan kekuatan mereka kita ingin mengambil mereka 2 kelas yang akan kita mintakan dari ulama ulama pesantren menghafal al-Qur’a, dan kita kembangkan kemampuan mereka punya .

Berdasarkan kelemahan dan kekuatan, ini dapat diduga rumusan tujuan MQ sbb:
1.      Mengajarakan kandungan (muhtawayat) Qur’an.
a. Untuk dapat menguasai kandungan Al-Qur’an dibutuhkan ilmu-ilmu bantu lainnya seperti penguasaan bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an dan bahasa Inggris. Selain itu diperlukan pengajaran ulumul Qur’an dasar seperti pengetahuan tentang asbabunnuzul, ayat-ayat ahkam, ayat-ayat mutasyabihat, ayat-ayat kauinyat, ayat-ayat tarikh, dan ayat-ayat tentang kegaiban. Termasuk materi lain yang perlu diajarkan untuk mendalami kandungan Al-Qur’an adalah bagaimana hubungan Al-Qur’an dan Hadis, qiyas dan ijma’.  Semua materi ini diharapkan bisa diajarkan selama satu tahun pertama.
b. Mengajarkan Tatawwur al-Syar’iy : Materi ini meliputi pengajaran bukan hanya fiqh al-Islam tapi juga bagaimana proses tatawwur al-syar’iy berlangsung mulai dari dalil-dalil Al-Qur’an mujmal dijabarkan oleh hadis kemudian menjadi qawaid fiqhiyyah sehingga menjadi fiqh. Semua materi harus diajarkan dengan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Materi ini diajarkan pada tahun kedua.
      c. Pelajaran tafsir Qur’an, fiqh dan ushul fiqh.
d. Ulumul Quran yang lain, balaghah, pengetahuan tentang syair-syair Arab. Semua diajarkan dengan menggunakan pengantar bahasa Arab. Materi-materi ini diajarkan di tahun ketiga.
2.      Mengajarkan metode penerapan syariah ( tariqah tadbiq syariah). Dengan materi ini diharapkan santri dapat  menerapkan kandungan Al-Qur’an  baik untuk dirinya, keluarga dan masarakatnya. Oleh karena itu diperlukan metode tersendiri seperti teknik dakwah,bagaimana memasukkan keimanan, bagaiamana menggabungkan fikh dakwah, fikh ahkam dan fikh siyasah (penguasaan kondisi lapangan baik kenegaraan, kemasyarakatan secara teoritik).
3.      Mengajarkan  relevansi ilmu-ilmu Qur’an dengan ilmu-ilmu umum (ilmu kauniyah) (kontekstualisasi) agar tidak terjadi dikotomi ilmu syariat dan ilmu-ilmu umum. Perlu dijelaskan bahwa ilmu modern itu tumbuh dari gejala alam, tapi ilmu syariat dari kewahyuan. Tetapi keduanya berasal dari Tuhan. Setelah mengetahui posisi ilmu Al-Qur’an dan ilmu umum maka bagaimana mereka memanfaatkan ilmu Al-Qur’an untuk umum dan ilmu umum untuk Al-Qur’an. (Thaun ke tiga dan keempat). Anak-anak harus dilengkapi al-Qur’an sebagai pisau analisa sosial.  Semua materi diatas diajarkan selama empat tahun kemudian dilanjutkan dengan praktek bermasyarakat melalui program KKN selama enam bulan. Santri diharus menulis karya ilmiah dalam bentuk skripsi.

No comments:

Post a Comment