TELAAH JUZ 1 DARI SEGI HIDAYAH
Sedari awal perlu
dimafhumi bahwa tulisan ini tidak bermaksud untuk meringkas al-Qur’an,
melainkan menelaah isi kandungan al-Qur’an dalam juz-juz tertentu dari sudut
pandang tematik. Dalam konteks Juz 1, penulis akan menelaahnya dari perspektif penerimaan
hidayah. Pilihan perspektif ini merujuk pada bagian awal Juz 1 yang menegaskan
bahwa al-Qur’an adalah hidayah (petunjuk) bagi orang-orang yang bertaqwa [QS. 2:
2]
Hidayah pada umumnya
dibagi menjadi dua kategori, yaitu hidayah informasi dan hidayah kemampuan.
Hidayah informasi adalah ajaran-ajaran Islam yang bersifat teoreris, sedangkan
hidayah kemampuan adalah implementasi ajaran-ajaran Islam pada tataran praktis.
Sasaran hidayah
informasi adalah seluruh umat manusia [QS. 2: 21]. Mereka ini akrab disebut
dengan ‘umat dakwah’. Di antara umat dakwah ini, ada golongan yang menerima
hidayah informasi dan ada golongan yang menolak hidayah informasi tersebut.
Golongan yang menerima disebut dengan ‘umat ijabah’. Titel yang disematkan
kepada mereka antara lain, al-Muttaqin (orang-orang yang bertaqwa) [QS. 2:
2], al-ladzina amanu wa ‘amilu al-shalihat (orang-orang yang beriman dan
beramal shalih) [QS. 2: 25], al-Raki’in (orang-orang yang ruku’ atau
shalat) [QS 2: 43], al-Khasyi’in (orang-orang yang khusyu’ shalatnya)
[QS. 2: 45], al-Muhsinin (orang-orang yang berbuat ihsan) [QS. 2:
58], qaumin yuqinun (kaum yang yakin) [QS. 2: 118], al-Shalihin
(orang-orang yang shalih) [QS. 2: 130], Muslimun (orang-orang yang
berserah diri kepada Allah SWT) [QS. 2: 132] dan al-Mukhlishun
(orang-orang yang memurnikan ibadahnya semata-mata kepada Allah SWT) [QS. 2:
139].
Dengan demikian, Juz
1 memberi gambaran titel-titel bagi mereka yang menerima hidayah informasi,
kemudian dilanjutkan dengan penyajian variasi hidayah kemampuan yang mereka
tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, titel al-Muttaqin
(orang-orang yang bertaqwa) [QS. 2: 2] sebagai golongan yang hatinya dipenuhi
oleh keimanan kepada Allah SWT sehingga rajin menghiasi hidupnya dengan
beribadah melalui aneka-ragam amal shalih [QS. 2: 3-5, 21, 25]. Juz 1
memberikan tekanan utama ibadah yang dilakukan dalam konteks habl min allah
adalah shalat dengan khusyu’ dan pasrah sepenuhnya kepada Allah SWT [QS. 2: 3,
45-46, 110, 112], sedangkan tekanan utama ibadah dalam konteks habl min
an-nas adalah zakat [QS. 2: 110]. Bukan saja yang bersifat fardhu,
melainkan juga yang bersifat sunnah [QS. 2: 3; 115].
Agar tampilan
hidayah kemampuan di atas lebih sempurna, maka perlu dikisahkan figur-figur
yang menjadi uswah untuk diteladani. Misalnya, bagaimana seorang Nabi
Adam AS dan Ibu Hawa yang segera bertaubat setelah melakukan kesalahan [QS. 2:
37]; bagaimana Nabi Musa AS memperjuangkan penyampaian hidayah informasi kepada
kaumnya yang sudah terlanjut ‘cerdas otaknya’, namun ‘gersang hatinya’, bahkan
ada yang ‘membatu hatinya’ [QS. 2: 49-74]; lihat pula kisah Nabi Ibrahim AS dan
Nabi Isma’il AS yang bahu membahu dalam membangun tempat ibadah (yakni Ka’bah);
memenuhinya dengan thawaf, ruku’ dan sujud; selalu mendo’akan dan
berwasiat yang baik kepada generasi berikutnya; sehingga mereka menjadi
generasi yang tidak menggantungkan diri kepada amalan-amalan orang lain,
melainkan aktif beramal secara mandiri [QS. 2: 124-141].
Jika masih kurang, bisa ditambah paragraph di bawah ini….
Pada kutub lain, Juz
1 menjelaskan titel-titel bagi mereka yang menolak hidayah informasi dengan
berbagai tingkatan penolakan. Sebut saja al-Kafirin (orang-orang kafir)
yang seluruh alat penerimaan ilmunya sudah tertutup, baik kalbu, indera
pendengaran maupun indera penglihatan mereka, sehingga mereka selalu
menampilkan penolakan terhadap hidayah informasi secara terang-terangan [QS. 2:
6-7; 23-24; 98]. Ada juga kelompok-kelompok oportunis, yang akan berpihak
kepada Islam ketika mereka merasa diuntungkan, namun akan memusuhi Islam ketika
mereka merasa dirugikan. Mereka inilah yang disebut ‘para penipu’ Allah SWT dan
orang-orang yang beriman, walaupun faktanya mereka hanya menipu diri sendiri.
Sebut saja mereka dengan al-Munafiqin (orang-orang munafik/bermuka dua)
[QS. 2: 8-20]. Sebagai contoh terakhir, ada golongan Ahl al-Kitab yang
melakukan gerakan distorsi terhadap kitab-kitab suci mereka [QS. 2: 75-80].
Jika diringkas, al-Kafirin adalah golongan yang tidak dapat mengakses
hidayah informasi secara total; al-Munafiqin adalah golongan yang akses
hidayah informasinya bersifat setengah-setengah, sehingga menampilkan sosok
berkepribadian ganda; sedangkan Ahl al-Kitab yang melakukan distorsi
terhadap kitab-kitab suci mereka adalah golongan yang dapat mengakses hidayah
informasi, namun memahaminya secara terbalik, sehingga memicu perilaku-perilaku
yang bertentangan dengan hidayah informasi yang mereka peroleh.
Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Malang, 3 Juli 2013
Dr. Rosidin, M.Pd.I
*) Penulis adalah dosen PAI UIN-Maliki Malang; STAI Ma’had Aly Al-Hikam
Malang dan pendidik di MA Almaarif Singosari
No comments:
Post a Comment