Friday, September 6, 2013

TELAAH JUZ 1 DARI SEGI HIDAYAH



TELAAH JUZ 1 DARI SEGI HIDAYAH
          Sedari awal perlu dimafhumi bahwa tulisan ini tidak bermaksud untuk meringkas al-Qur’an, melainkan menelaah isi kandungan al-Qur’an dalam juz-juz tertentu dari sudut pandang tematik. Dalam konteks Juz 1, penulis akan menelaahnya dari perspektif penerimaan hidayah. Pilihan perspektif ini merujuk pada bagian awal Juz 1 yang menegaskan bahwa al-Qur’an adalah hidayah (petunjuk) bagi orang-orang yang bertaqwa [QS. 2: 2]
          Hidayah pada umumnya dibagi menjadi dua kategori, yaitu hidayah informasi dan hidayah kemampuan. Hidayah informasi adalah ajaran-ajaran Islam yang bersifat teoreris, sedangkan hidayah kemampuan adalah implementasi ajaran-ajaran Islam pada tataran praktis.
          Sasaran hidayah informasi adalah seluruh umat manusia [QS. 2: 21]. Mereka ini akrab disebut dengan ‘umat dakwah’. Di antara umat dakwah ini, ada golongan yang menerima hidayah informasi dan ada golongan yang menolak hidayah informasi tersebut. Golongan yang menerima disebut dengan ‘umat ijabah’. Titel yang disematkan kepada mereka antara lain, al-Muttaqin (orang-orang yang bertaqwa) [QS. 2: 2], al-ladzina amanu wa ‘amilu al-shalihat (orang-orang yang beriman dan beramal shalih) [QS. 2: 25], al-Raki’in (orang-orang yang ruku’ atau shalat) [QS 2: 43], al-Khasyi’in (orang-orang yang khusyu’ shalatnya) [QS. 2: 45], al-Muhsinin (orang-orang yang berbuat ihsan) [QS. 2: 58], qaumin yuqinun (kaum yang yakin) [QS. 2: 118], al-Shalihin (orang-orang yang shalih) [QS. 2: 130], Muslimun (orang-orang yang berserah diri kepada Allah SWT) [QS. 2: 132] dan al-Mukhlishun (orang-orang yang memurnikan ibadahnya semata-mata kepada Allah SWT) [QS. 2: 139].
          Dengan demikian, Juz 1 memberi gambaran titel-titel bagi mereka yang menerima hidayah informasi, kemudian dilanjutkan dengan penyajian variasi hidayah kemampuan yang mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, titel al-Muttaqin (orang-orang yang bertaqwa) [QS. 2: 2] sebagai golongan yang hatinya dipenuhi oleh keimanan kepada Allah SWT sehingga rajin menghiasi hidupnya dengan beribadah melalui aneka-ragam amal shalih [QS. 2: 3-5, 21, 25]. Juz 1 memberikan tekanan utama ibadah yang dilakukan dalam konteks habl min allah adalah shalat dengan khusyu’ dan pasrah sepenuhnya kepada Allah SWT [QS. 2: 3, 45-46, 110, 112], sedangkan tekanan utama ibadah dalam konteks habl min an-nas adalah zakat [QS. 2: 110]. Bukan saja yang bersifat fardhu, melainkan juga yang bersifat sunnah [QS. 2: 3; 115].
          Agar tampilan hidayah kemampuan di atas lebih sempurna, maka perlu dikisahkan figur-figur yang menjadi uswah untuk diteladani. Misalnya, bagaimana seorang Nabi Adam AS dan Ibu Hawa yang segera bertaubat setelah melakukan kesalahan [QS. 2: 37]; bagaimana Nabi Musa AS memperjuangkan penyampaian hidayah informasi kepada kaumnya yang sudah terlanjut ‘cerdas otaknya’, namun ‘gersang hatinya’, bahkan ada yang ‘membatu hatinya’ [QS. 2: 49-74]; lihat pula kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Isma’il AS yang bahu membahu dalam membangun tempat ibadah (yakni Ka’bah); memenuhinya dengan thawaf, ruku’ dan sujud; selalu mendo’akan dan berwasiat yang baik kepada generasi berikutnya; sehingga mereka menjadi generasi yang tidak menggantungkan diri kepada amalan-amalan orang lain, melainkan aktif beramal secara mandiri [QS. 2: 124-141].





Jika masih kurang, bisa ditambah paragraph di bawah ini….
          Pada kutub lain, Juz 1 menjelaskan titel-titel bagi mereka yang menolak hidayah informasi dengan berbagai tingkatan penolakan. Sebut saja al-Kafirin (orang-orang kafir) yang seluruh alat penerimaan ilmunya sudah tertutup, baik kalbu, indera pendengaran maupun indera penglihatan mereka, sehingga mereka selalu menampilkan penolakan terhadap hidayah informasi secara terang-terangan [QS. 2: 6-7; 23-24; 98]. Ada juga kelompok-kelompok oportunis, yang akan berpihak kepada Islam ketika mereka merasa diuntungkan, namun akan memusuhi Islam ketika mereka merasa dirugikan. Mereka inilah yang disebut ‘para penipu’ Allah SWT dan orang-orang yang beriman, walaupun faktanya mereka hanya menipu diri sendiri. Sebut saja mereka dengan al-Munafiqin (orang-orang munafik/bermuka dua) [QS. 2: 8-20]. Sebagai contoh terakhir, ada golongan Ahl al-Kitab yang melakukan gerakan distorsi terhadap kitab-kitab suci mereka [QS. 2: 75-80]. Jika diringkas, al-Kafirin adalah golongan yang tidak dapat mengakses hidayah informasi secara total; al-Munafiqin adalah golongan yang akses hidayah informasinya bersifat setengah-setengah, sehingga menampilkan sosok berkepribadian ganda; sedangkan Ahl al-Kitab yang melakukan distorsi terhadap kitab-kitab suci mereka adalah golongan yang dapat mengakses hidayah informasi, namun memahaminya secara terbalik, sehingga memicu perilaku-perilaku yang bertentangan dengan hidayah informasi yang mereka peroleh.
Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Malang, 3 Juli 2013
Dr. Rosidin, M.Pd.I
*) Penulis adalah dosen PAI UIN-Maliki Malang; STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang dan pendidik di MA Almaarif Singosari


 

No comments:

Post a Comment